Senin, 18 Januari 2021

Sejarah Banten (24): Situs-Situs Kuno di Banten; Tjaringin, Tjimanoek, Tjibeo, Desa Tjandi, Tjipanas, Pasir Kosala, Lebak Pare

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Situs kuno di Banten tidak hanya dalam wujud tempat tetapi juga wujud benda-benda kuno. Situs-situs kuno ini diduga kuat ada sejak zaman kuno (era Hindoe). Sebagaimana diketahui nama-nama tempat di Banten pada masa ini merujuk pada nama-nama India, sebut saja Banten yang awalnya disebut Banta (nama yang merujuk pada India). Orang-orang Moor dan Portugis mengeja dan menulisnya Bantan. Orang-orang Belanda kemudian menulis Bantan menjadi Bantam (lalu bergeser menjadi Banten hingga ini hari).

Penduduk asli umumnya tidak begitu mengenal situs-situs kuno karena banyak yang hilang tertimbun tanah (dan baru ditemukan kembali keudian) dan juga karena jarak yang cukup jauh di masa lampau tidak lagi terinformasikan dengan baik dan benar (cerita yang diturunkan). Pada era Eropa (khususnya era Belanda), situs-situs yang ditemukan dicatat, diinformasikan dan ada yang tetap dipertahankan (seperti candi Borobudur, Prambanan, Bahal dan Muara Takus) dan ada juga yang diambil sebagai benda kuno (barang antik) dibawa ke tempat lain apakah untuk kesenangan (hobi) atau untuk penyelidikan lebih lanjut (ilmu pengetahuan). Benda-benda kuno ini ada yang hilang atau rusak dan juga ada yang tetap bergulir sebagai barang yang diperjualbelikan dan ada juga yang dilembagakan di dalam museum pribadi atau museum umum.

Lantas bagaimana sejarah situs dan benda kuno di Banten? Secara umum hanya dialamatkan ke situs Kota Kuno (di Banten Lama) dan Banten Girang. Upaya Pemerintah Daerah pada masa ini dengan mendirikan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama di Serang dapat dianggap upaya untuk mendekatkan masyarakat pada sejarah Banten. Dalam rangka memperkaya pemahaman sejarah Banten, tampaknya kita perlu meninjau kembali tentang sejarah situs-situs kuno di Banten. Hal ini karena situs kuno adalah penanda awal sejarah Banten. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Situs Lama Zaman Kuno Era Hindu: Tjaringin, Tjimanoek, Tjibeo, Desa Tjandi, Tjipanas, Pasir Kosala dan Lebak Pare

Situs-situs kuno, sebelum berakhirnya abad ke-19, khususnya di (pulau) Jawa sudah teridentifikasi, dalam arti sudah terinformasikan. Hal ini karena semua wilayah (pulau) Jawa sudah diadministrasikan hingga ke tingkat distrik (kecamatan) dimana pejabat Pemerintah Hindia Belanda (Controleur atau Asisten Residen) berkedudukan di ibu kota afdeeling. Controleur membawahi kapala-kepala distrik (pribumi). Para kepala district inilah yang menyampaikan informasi keberadaan situs di wilayahnya ke pejabat yang lebih tinggi (yang kemudian direspon oleh para ahli).

Batas antara zaman batu (megalitikum) dengan zaman peradaban modern (era Hindoe) tidak begitu jelas. Pada zaman megalitikum ditandai dengan peralatan batu, tetapi pada era Hindoe juga peralatan modern sudah ada yang terbuat dari besi, yang dengan alat-alat modern tersebut penduduk membuat perangkat-perangkat lain untuk kebutuhan sosialisasi, religi dan sebagainya. Puncak peradaban modern era Hindoe adalah bangunan-bangunan tempat pemujaan seperti candi atau tempat yang bersahaja yang diatasnya dibuat bangunan atau wujud tertentu (patung). Wujud bangunan yang terbuat batu andesit ini banyak ditemukan di wilayah Jawa bagian barat termasuk Banten.

Benda kuno yang pertama ditemukan di Banten adalah patung di Tjaringin, tetapi dimana psosi GPS tidak begitu jelas namun tidak jauh dari Tjimanoek, Temuan itu dilaporkan oleh Brumund yang diinformasikan pada artikelnya berjudul  Een reisje door de residentie Bantam yang dimuat dalam Tidjschrift van Nederlandsche-Indie 1840. Temuan ini kemudian dikonfirmasi oleh van Hoevell yang dimuat dalam Tidjschrift van Nederlandsche-Indie 1842 di bawah judul Beelden te Tjaringin, afkomstig Tjimanoek. Juga dikonfirmasi oleh Junghuhn yang dimuat dalam Tidjschrift van Nederlandsche-Indie 1844 di bawah judul Beelden te Tjaringin.

Franz Wilhelm Junghuhn  adalah seorang geolog dan botanis yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Junghuhn pada tahun 1840 ditugaskan untuk survei dan pemetaan ke wilayah Tapanoeli yang juga difungsikan sebagai pejabat di Afdeeling Portibi (Afdeeling Padang Lawas) 1840-1842. Pada saat inilah Junghuhn menemukan komplek percandian yang sangat luas di wilayah Padang Lawas yang tertutup tanah dan semak-semak belukar yang jarang dikunjungi orang. Candi-candi yang ditemukan di Padang Lawas (kini Kabupaten Padang Lawas, Tapanuli Bagian Selatan) cukup banyak, dua yang terkenal candi Bahal I (lihat Gambar) dan candi Bahal II..

Benda-benda kuno di Tjaringin ini seperti yang disebut oleh Brumund berasal dari Tjimanoek. Namun dalam hal ini Tjaringin dan Tjimanoek di duga di kawasan yang sama di lereng gunung Karang. Dalam suatu risalah PJ Veth, seorang ahli geografi Belanda menyebut benda-benda kuno tersebut berada di gunung Karang (Beelden van den G Karang) yang dimuat dalam Java II 1878.

Patung (arca) yang ditemukan di Tjaringin yang disebut arca Durga (Siwa) ditempatkan di halaman kantor Asisten Resident di Tajringin, sisi jalan selat Sunda ke arah Anjer (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1844). Benda-benda kuno dari Tjaringin ini kemudian diketahui telah ditempatkan di Museum Batavia (lihat Katalog 1887 yang disusun oleh Groeneveldt; benda-benda dari Tjaringin diberi nomor 8, 54, 66, 142, 171 dan 361.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Situs Kuno Zaman Baru Era VOC: Banten Lama

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar