*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Gambaran bentuk pulau Jawa kurang lebih mirip dengan pulau Sumatra. Yang membedakan pulau Sumatra lebih besar dari pulau Jawa. Empat pulau besar di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan an Papua) pada zaman kuno berbeda dengan bentuk masa kini. Gambaran pulau Sumatra dan pulau Jawa zaman kuno lebih ramping jika dibandingkan dengan kondisi pada masa ini. Persamaan kedua pulau yang awalnya ramping ini, pulau Sumatra bertmabah luas ke arah timur (pantai timur) dan pulau Jawa bertambah luas ke arah utara (pantai utara). Persamaan lainnya, kedua pulau ini di sisi sebaliknya relatif tidak berubah (kecuali di beberap titik).
Lantas bagaimana sejarah teluk-teluk di pulau Sumatra? Seperti disebut di atas, pulau Sumatra mirip dengan pulau Jawa dari segi topografi (gunung, sungai dan danau). Seperti di pulau Jawa kini dikenal luas teluk Jakarta, sementara di pulau Sumatra dikenal teluk Tapanuli. William Marsden (1781) menyebut teluk Tapanuli sebagai teluk terbaik di Sumatra. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Peta Teluk di Sumatra, Sisa Teluk Purba di Tapanuli
Banyak teluk di pulau Sumatra apakah di pantai barat atau pantai timur. Di pantai barat Sumatra tempo doeloe ada beberapa teluk besar, tetapi kini hanya terbilang tinggal satu yakni teluk Tapanuli. Teluk yang berada di wilayah Tapanuli ini, diantara teluk yang terdapat di pulau Sumatra, menurut William Marsden (1781) teluk Tapanuli yang terbaik. Disebutnya terbaik karena sangat aman untuk navigasi pelayaran.
Kawasan teluk Tapanuli terhalang oleh pulau besar pulau Nias. Lebih dekat ke teluk juga terdapat pulau yang juga berfungsi sebagai penghalan yakni pulau Mursala. Lebih dekat lagi ke teluk terdapat pulau-pulau kecil seperti pulau Poncan. Boleh jadi itulah alasan Marsden menyebut teluk Tapanuli sebagai teluk teraman dan yang terbaik dalam navigasi pelayaran.
Tentu saja teluk Tapanuli yang dimaksud William Marsden adalah teluk yang dilihatnya pada tahun 1981, teluk yang diduga kurang lebih sama dengan teluk yang sekarang. Lantas bagaimana dengan beberapa abad yang lalu (pada zaman kuno)? Besar dugaan teluk Tapanuli sangat berbeda dengan bentuk yang sekarang.
Pada era Portugis, Singkil adalah sebuah teluk. Di teluk ini bermuara dua sungai besar yang kini diidentifikasi sebagai sungai Simpang Kanan dan sungai Simpang Kiri. Teluk itu kemudian terjadi proses sedimentasi yang membentuk daratan yang mana dua sungai yang awalnya terpisah menjadi menyatu dengan membentuk sungai yang lebih menuju laut. Sungai besar yang terbentuk ini kini dikenal sebagai sungai Singkil. Di muara sungai Singkil inilah terbentuk pemukiman baru (kini menjadi kota Singkil). Kurang lebih dengan teluk Singkil ini, besar dugaan kota Padang yang sekarang awalnya adalah suatu teluk. Namun sekarang yang terlihat adalah bawah kota Padang segaris dengan garis pantai barat Sumatra. Di tengah danau Padang ini tempo doeloe diduga kuat terdapat satu pulau, pulau tersebut adalah gunung Pangilun yang sekarang. Teluk yang mengalami proses sedimentasi ini sungai Batang Arau menemukan jalan sendiri menuju laut. Muara sungai Batang Arau ini tempo doeloe berada di Limau Manis yang sekarang (Universitas Andalas). Proses sedimentasi ini menjadi lebih cepat terjadi karena terjadinya tsunami pada era VOC. Masih pada era VOC, posisi benteng VOC di Barus berada jauh di pedalaman. Boleh jadi pada era Ptolomeus (abad ke-2) posisi (pelabuhan) Barus tepat berada di pinggir pantai. Besar dugaan makam tua yang terdapat di Barus pada masa ini , pada masa lampau berada di dalam kota Barus (dekat dengan pantai). Kota Barus zaman kuno ini diduga kuat berada di suatu teluk (di muara sungai Sirahar).
Bentuk teluk Tapanuli yang sekarang dapat dikatakan adalah sisa teluk Tapanuli zaman kuno. Teluk Tapanuli zaman kuno jauh lebih besar dari yang sekarang, Batas teluk di utara berada di utara kota Sibolga. Sedangkan batas teluk di selatan berada di (danau) Siais yang sekarang. Ke dalam teluk ini sejumlah sungai bermuara seperti sungai Batang Toru dan sungai Lumur/Pinangsori. Teluk yang lebih kecil juga diduga terdapat di Sorkam dan Barus. Di teluk Sorkam bermuara sungai Aek Sibundong (kecamatan Soekam) dan teluk Barus bermuara sungai Sirahar (kecamatan Barus). Dari sungai-sungai yang ada dari Barus hingga Siais sungai terbesar adalah sungai Batang Toru (sungai terpanjang yang berhulu di Tapanuli Utara). Sungai Batang Toru ini awalnya bermuara di sekitar Siais yang sekarang (Sangkunur).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Melacak Teluk-Teluk Menjadi Daratan di Sumatra
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar