*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Pahlawan Nasional adalah pahlawan semua umur, tua dan muda. Tentu saja laki-laki dan perempuan. Pahlawan Nasional dari golongan muda tentulah menarik untuk diperhatikan. Dua diantara Pahlawan Nasional yang tergolong muda adalah Sersan II KKO Janatin alias Osman dan Kopral KKO Harun. Mereka berdua dihubungkan dengan peristiwa politik luar negeri. Sersan II Osman Janatin 25 tahun (18-03-1943-17-10-1968) dan Kopral II Harun Tohir 21 tahun (04-04-1947-17-10- 1968). Berdua wafat pada hari yang sama di Singapura dan pada hari yang sama ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dengan surat keputusan yang sama (050/TK/1968). Mengapa bisa begitu?
Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional berusia muda Osmaan dan Harun? Seperti disebut di atas, keduanya dieksekusi dalam kasus politik luar negeri di Singapura pada tanggal 17 Oktober 1968? Lantas bagaimana itu semua terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Nasional Usia Muda: Sersan Osman dan Kopral Harun
Rangkaian peristiwa politik luar negeri ‘ganyang Malaysia’ pad era Presiden Soekarno sudah berlalu. Singapura yang awalnya bagian dari Federasi Malaysia telah berdaulat dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 9 Agustus 1965 menjadi negara merdeka berbentuk republik. Di Indonesia juga hiruk pikuk politik dalam negeri (pasca G 30 S/PKI) telah lama situasi dan kondusif. Tiba-tiba muncul berita menghebohkan dari Singapura, dua ‘tahanan politik’ Indonesia akan dieksekusi mati. Indonesia marah besar, marah terhadap Singapura.
Tubantia, 16-10-1968: ‘Indonesia marah pada Singapura. Singapura. Indonesia sangat marah dengan keputusan pemerintah Singapura untuk menggantung dua tentara Indonesia pada tanggal 11 Oktober yang telah dipenjara sejak 1965. Keduanya adalah Kopral Haroen bin Said dan Prajurit Osman bin Ali yang dituduh meledakkan bom yang menewaskan tiga orang. KBRI di Singapura telah menginformasikan bahwa semua permohonan grasi telah ditolak’.
Kemarahan itu benar-benar terjadi pada hari Kamis (17 Oktober 1968), pada hari dua tahanan politik Indonesia dieksekusi di Sumatra. Sebanyak sekitar 300 mahasaiswa di Jakarta mendatangi gedung kedutaan Singapura dan merusaknya. Semua jendela dihancurkan dan perabotan dan arsip dokumen dilemparkan dari dalam gedung ke jalan (lihat Tubantia, 18-10-1968). Disebutkan sebelum kejadian demo dan pengrusakan di gedung kedubes, para diplomat dan staf kedutaan Singapura telah diingatkan polisi dan menghindar dan berlindung. Setelah dari gedung, massa merangsek ke tempat kediaman dubes Raman. Perwira militer mengancam akan menahan orang-orang mereka yang telah membawa anggota kedutaan ke hotel dan akan menembak mereka. Semua diplomat dan staf kediubes telah diamankan ke Hotel Indonesia, tempat yang dirahasiakan, yang diga ketat. Staf kedutaan Singapura kemudian telah dipindahkan ke markas polisi untuk melindungi keselamatan mereka.
Disebutkan pada hari yang sama di Jakarta, sekitar 10.000 orang menyambut kedatangan jenazah dua patriot itu di bandara Kemajoran. Pada hari ini juag duet Osman Bin Haji Mohamed Ali dan Haroen Bin Said telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan hari ini juga dimakamkan dengan penghormatan militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Disebutkan telah diumunmkan bahwa dua hari berkabung nasional.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Politik Luar Negeri: Indonesia vs Singapura
Presiden Soeharto pernah meminta kepada pemerintah Singapura untuk meringankan hukuman dua tahanan politik dari hukuman mati dan hukuman seumur hidup tapi ditolak. Tentu saja setelah Osman dan Harun benar-benar dieksekui, Presiden Soeharto tidak bisa memaafkan Singapura, Meski tidak mudah memutuskan hubungan diplomatik, Presiden sedang mempertimbang pemutusan hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Singapura.
Tubantia. 23-10-1968: ‘Soeharto ingin memboikot Singapura secara ekonomi Djakarta--Presiden Indonesia Soeharto telah mengisyaratkan bahwa Indonesia sedang mempertimbangkan pemutusan drastis hubungan perdagangan dengan Singapura sebagai tanggapan atas eksekusi dua marinir Indonesia di Singapura, Radio Indonesia (RRI) mengumumkan hari ini. Soeharto mengatakan ini pada konferensi pers di Bandjarmasin, dimana ia mengakhiri kunjungan tujuh hari ke Kalimantan. Soeharto mengungkapkan 60 persen ekspor Indonesia melalui Singapura. Situasi ini perlu diubah kata Soeharto. Tidak diperlukan lagi untuk menjaga orang-orang Singapura tetap bertahan. Sebelumnya Menteri Luar Negeri Adam Malik menyatakan hubungan diplomatik dengan Singapura tidak akan terputus. Soeharto tampaknya mulai mengambil sikap lebih tegas. Pengurangan drastis dalam hubungan ekonomi dengan Singapura pada awalnya akan memicu masalah ekonomi Indonesia, tetapi akan mampu menopang dirinya sendiri secara ekonomi dalam jangka panjang, kata para ahli di Jakarta. Para eksportir Indonesia dikatakan telah setuju untuk mengirimkan barang melalui pelabuhan Malaysia di Swettenham dan Penang mulai sekarang dan untuk memboikot Singapura. Asosiasi pemilik kapal Indonesia telah memerintahkan kapal-kapalnya di Singapura untuk kembali ke pelabuhan Indonesia. Kapal-kapal tujuan Singapura telah diperintahkan untuk berangkat ke Kepulauan Riouw. Warga negara Singapura dilarang berlabuh di Tandjong Priok. Pihak berwenang mengatakan mereka takut terulangnya insiden minggu lalu. Empat kapal dari Singapura masih berlabuh. Para pekerja dermaga menolak untuk menurunkannya’.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar