Jumat, 31 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (327): Pahlawan Indonesia G Adjaib Noor, Pegawai Rendah Jadi Menteri;Soetan Casajangan van Borneo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam Kabinet Boerhanoeddin Harahap (12 Agustus 1955- 3 Maret 1956) terdapat nama Gumala Adjaib Nur sebgai Mentei Negara (dari partai PIR). Pada laman Wikipedia sudah ada entri nama Gumala Ajaib Nur, tetapi narasinya masih nihil. Lantas, siapa Gumala Adjaib Nur? Dalam catatan sejarah, nama tercatat sebagai Koemala Adjaib Noor berasal dari Bandjarmasin. Lalu mengapa tidak ada yang pernah menulis sejarahnya. Goemala Adjaib Noor adalah pahlawan Indonesia, Soetan Casajangan van Borneo.

Dalam sejarah Indonesia, pada masa kini banyak pahlawan Indonesia yang tidak terinformasikan. Padahal para pahlawan tersebut telah memberi kontribusi yang berarti dalam Sejarah Menjadi Indonesia. Boleh jadi, karena mazhab penulisan sejarah yang berkembang di Indonesia adalah menulis tokoh yang diinginkannya saja (keberpihakan). Intensitas penulisan narasi sejarah pada tokoh-tokoh tertentu menyebabkan tokoh-tokoh lain terpinggirkan, terlupakan karena kurang/tidak terinformakasikan. Publisitas yang masif dan diulang-ulang pada tokoh-tokoh tertentu menjadi mereka terkesan segalanya. Fakta Menjadi Indonesia tidak dibangun semalam, tetapi berpuluh-puluh tahun secara akumulatif oleh banyak pelaku sejarah pada berbagai generasi yang memberi kontribusi (hanya saja kurang/tidak terinformasikan). Hal itulah yang terjadi dengan tokoh sejarab Indonesia dari Kalimantan, Goemala Adjaib Noor. Kasus Goemala Adjaib Noor ini cukup banyak di berbagai daerah termasuk di pulau Jawa, beberapa saya sudah mencoba memulai menulis sejarahnya. Bagaimanapun, mereka itu adalah bagian tidak terpisahkan dari Sejarah Menjadi Indonesia. Kita juga seharusnya menghormati keluarga mereka yang masih ada. Seperti kata Bung Karno: Jangan sekali-kali melupakan sejarah (sejarah semua para tokoh).

Lantas bagaimana sejarah pahlawan Indonesia Koemala Adjaib Noor? Seperti disebut di atas, Koemala Adjaib Noor berasal dari Borneo (kini Kalimantan). Namun sayang sekali sejarahnya tidak pernah ditulis, bahkan para penulis sejarah di Bandjarmasin seakan melupakannya. Padahal Koemala Adjaib Noor, sebagai pahlawan Indonesia tidak hanya dapat dijadikan sebagai inspirasi di Kalimantan khususnya di Kalimantan Selatan juga di berbagai daerah di Indonesia. Perjuangan Koemala Adjaib Noor bagai perjuangan Soetan Casajangan dari Tapanoeli. Lalu bagaimana sejarah Koemala Adjaib Noor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Koemala Adjaib Noor: Soetan Casajangan van Borneo

Sering kita berpikir, jika sudah nyaman dengan kedudukan, tidak berani mengambil keputusan yang sulit. Goenala Adjaib Noor di Bandjarmasin berani melakukannya. Posisinya di pemerintahan di kantor Residen Zuid en Oosterafdeeling Borneo di Bandjarmasin sudah dengan jabatan/pangkat adjunct commies. G Adjaib Noor ingin melanjutkan studi ke negeri Belanda (lihat De locomotief, 14-01-1929). G Adjaib ingin mengikuti jejak adiknya Tadjoeddin Noor yang studi hukum di Belanda (sejak 1927).

Goemala Adjaib Noor lulusan sekolah pamong, OSVIA di Serang (Banten). Siswa yang diterioma di OSVIA adalah lulusan sekolah dasar (HIS atau ELS). Lama studi tiga tahun. Jika lulus sangat terbuka menjadi pejabat pribumi dengan jabatan/pangkat opzichter.Lulusan sekolah dasar yang mengikuti ujian klein ambtenaar di pemerintahan (dalam negeri) ditempatkan sebagai ambtenaar dengan jabatan/pangkat verificator. Jabatan/pangkat adjunct commies berada diantara pangkat opzichner dengan commies. Di atas commies adalah ontvanger (jabatan tertinggi bagi pribumi). Setiap level pangkat terbagi ke dalam empat tahapan golongan 4, 3, 2 dan 1. Sementara adiknya Tadjoeddin Noor lulusan AMS Djogja, lulus tahun 1926. Siswa yang diterima di AMS adalah lulusan ELS (6 tahun) atau Mulo (3 tahun). Dengan demikian Tadjoeddin Noor setelah lulus HIS/ELS ditambah 6 tahun maka Tadjoeddin Noor lulus HIS/ELS tahun 1920. Dengan asumsi jarak kelahiran G Adjaib Noor 2-3 tahun, maka G Adjaib Noor lulus HIS/ELS tahun 1917. Dengan mengurangi usia masduk sekolah 7 tahun dan lama sekolah 5-6 tahun, maka G Adjaib diperkirakan lahir tahun 1903 dan Tadjoeddin Noor lahir tahun 1906. Dalam hal ini, G Adjaib Noor yang akan melanjutkan studi ke Belanda (1929) usianya sekitar 26 tahun dan sudah berkarir di pemerinatah sekitar 10 tahun (dengan pangkat adjuct-commies). Masih lebih muda jika dibandingkan dengan Soetan Casajangan. Seperti kita lihat nanti, Soetan Casajangan berangkat studi ke Belanda pada tahun 1905 dalam usia 30 tahun. Pada tahun 1929 ini di Belanda Mohamad Hatta sedang mempersiapkan skripsi di fakultas ekonomi di Rotterdam.

Apa yang membuat G Adjaib Noor termotivasi melanjutkan studi ke Belanda pada usia yang tidak muda lalu dengan kedudukan yang nyaman dan pangkat yang tinggi? Tidak dapat dipahami. Yang jelas G Adjaib Noor akan menjadi putra Borneo kedua yang studi ke Belanda (adiknya Tadjoeddin Noor yang pertama),

Satu putra Borneo (dari Bandjarmasin) yang melanjutkan ke perguruan tinggi adalah Goesti Mohamad Noor. Diterima di fakultas teknik THS Bandoeng tahun 1923 dan lulus tahun 1927 dengan gelar insinyur teknik pengairan (pada tahun 1929 berugas sebagai insinyur irigasi di Oost Java). Ir Mohamad Noor dkk adalah angatan kedua pribumi yang mendapat gelar insinyur dari THS Bandoeng (1927); sementara angkatan pertama adalah Ir Soekarno dkk (tahun 1926).  

K Adjaib diketahui berangkat ke Belanda pada bulan Mei (lihat Soerabaijasch handelsblad, 08-05-1929). Disebutkan kapal ss Tjerimai berangkat dari Batavia tanggal 8 Mei dengan tujuan akhir Rotterdam dimana salah satu penumpang adalah Koemala Adjaib yang akan turun di Singapore.

Besar dugaan Koemala Adjaib diduga akan mengikuti rute yang ditempuh dari Singapore ke Jeddah, lalu dari Jeddah ke Genoa. Sebagaimana diketahui wilayah Arab dan Mesir di bawah yurisdiksi Inggris dimana terdapat pelayaran reguler antara Jeddah dan Singapore dengan kapal-kapal yang lebih kecil (dan tentu saja ongkosnya lebih murah). Kapal-kapal Belanda tidak singgah di Jeddah tetapi di Port Said (terusan Suez, Mesir/Inggris). Dari Genoa biasanya melalui Marseille ke Belanda dengan menggunakan kereta api trans-Eropa.

Bagaimana hasil studi K Adjaib di Belanda tidak terinformasikan. Yang jelas pada tahun 1932 K Adjaib diketahui dalam perjalanan pulang dari Belanda ke tanah air (lihat Algemeen Handelsblad, 07-09-1932). Disebutkan kapal ms Sibajak berangkat dari Rotterdam tanggal; 7 September dengan tujuan akhir Batavia dimana salah satu penumpung dicatat dengan nama Koemala Adjaib Noor, Kapal Sibajak yang ditumpangi K Adjaib akan tiba di Batavia pada tanggal 5 Oktober (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-10-1932).

Tadjoeddin Noor lulus mendapat gelar sarjana hukum (Mr) tahun 1934 (lihat De standaard, 13-07-1934). Disebutkan di Leiden lulus ujian sarjana hukum Indisch recht Santoso Wijodihardjo dan Tadjoeddin Noor. Beberapa bulan sebelumnya diberitakan lulus ujian doktor (Ph.D) di Universiteit te Leiden, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, lahir di Padang Sidempoean dengan desertasi berjudul: ‘Het primitieve denken in de moderne wetenschap' (lihat Algemeen Handelsblad, 09-12-1933). Soetan Casajangan adalah doktor Indonesia yang ke-25 (kelak menjadi Menteri Pendidikan RI yang kedua, menggantikan Ki Hadjar Dewantara).

Setelah lulus mendapat gelar sarjana hukum (Mr), Tadjoeddin Noor baru diketahui sudah berada di tanah air pada tahun 1936 (lihat De koerier, 16-01-1936). Disebutkan di R.v.J (Dewan Kehakiman) Soecabaja telah diangkat sebagai pengacara, Mr Tadjoeddin Noor. Pada tahun 1037 K Adjaib Noor diketahui lulus ujian kandidat ekonomi di Rotterdam (lihat Haagsche courant, 22-06-1937). Disebutkan di Nederland Handel Hoogeschool te Rotterdam lulus ujian kandidat pada bidang handelswetenschap, Koemala Adjaib Noor.

Seperti disebut di atas, K Adjaib berangkat ke Belanda tahun 1929 tetapi kembali pada tahun 1932. Oleh karena saat itu K Adjaib lulusan OSVIA (setingkat MULO) besar dugaan saat itu K Adjaib masih orientasi sambil belajar bahasa Belanda atau mengikuti ujian persaman MULO di Belanda. Lalu setelah kembali ke tanah air melanjutkan studi ke AMS afdeeling A (tidak terinformasikan di kota mana).. Dengan beslit AMS K Adjaib kembali ke Belanda dan diterima di Handelschool Rotterdam pada tahun 1936 (dan kemudian lulus ujian kandidat pada tahun 1937).

Sejumlah pribumi telah lulus dengan gelar sarjana ekonomi (Drs) di Nederland Handel Hoogeschool te Rotterdam diantaranya Samsi Widagda yang kemudian melanjutkan ke tingkat doktoral dan berhasil meraih gelas doktor (Ph.D) di bidang ekonomi/perdagangan. Seperti disebut di atas, Mohamad Hatta lulus dengan gelar sarajan ekonomi (Drs) pada tahun 1930 (sekrang berada di tempat pengasingan di Banda).

Pada saat ini yang tengah studi di Nederland Handel Hoogeschool te Rotterdam, selain G Adjaib Noor adalah Soemitro Djojohadiekoesoemo (masuk 1935, lulusan HBS di PHS Batavia). Seperti kita lihat nanti Drs. Soemitro Djojohadikoesoemo di universitas yang sama di Rotterdam meraih gelar doktor (Ph.D) pada bidang ekonomi tahun 1943 (lihat Algemeen Handelsblad, 13-03-1943). Soemitro Djojohadikoesomo kini lebih dikenal sebagai ayah dari Prabowo Soebianto.

Sejak lulus ujian kandidat, kabar G Adjaib Noor tidak terinformasikan. Besar dugaan K Adjaib Noor akan tetap lancar studi. Sebagaimana diketahui pada bulan Mei 1940 Kerajaan Belanda diduduki oleh militer Jerman. Meski keluarga kerajaan dan sejunlah pejabat tinggi melarikan diri ke Inggris tetapi kebijakan pemerintahan militer Jerman di Belanda terus mendorong semua aktivitas berjalan normal termasuk di lingkungan pendidikan. Oleh karena perkuliahan K Adjaib tidak terputus dan berlanjut hingga lulus. Sebagaimana kita lihat nanti Goemala Adjaib Noor telah bergelar Drs (yang setara dengan Mohamad Hatta).

Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan berangkat studi ke Belanda tahun 1905 pada usia 30 tahun. Sotan Casajangan tidak mud lagi, lulus sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1887. Setelah mengabdi menjadi guru 13 tahun termotivasi meklanjutkan studi ke Belanda. Soetan Casajangan ingin meraih sarjana pendidikan (MO). Saat itu pribumi yang studi di Belanda baru satu orang yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Pada tahun 1905 ini Soetan Casajangan menulis artikel di majalah Bintang Hindia yang intinya menghimbau agar siswa-siswa pribumi di Hindia untuk melanjutkan studi di Belanda. Dalam artikel ini Soetan Casajangan juga memberi tip bagaimana mempersiapkan diri, selama di perjalanan dan selama tinggal di Belanda. Soetan Casajanagn juga menginformasikan universitas-universitas yang dapat dimasuki. Memang guru, tetaplah seorang guru. Pada tahun 1908 saat mahasiswa pribumi berjumlah sekitar 20an orang, Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa yang sekaligus presidenya yang diberi nama Indische Vereeniging. Soetan Casajangan lulus fakultas keguruan Rijkskweekschool dan mendapat gelar MO (sarjana pendidikan) tahun 1911.  Soetan Casajangan kembali ke tanah air tahun 1913 dan diangkat menjadi direktur sekolah guru (jabatan tertinggi guru pribumi) di Kweekschool Fort de Kock lalu kemudian dipindahkan ke sekolah guru di Ambon hingga 1918 karena Soetan Casajangan diangkat sebagai asisten dari Direktur Urusan Pribumi di Batavia. Pada tahun 1922 Soetan Casajangan diangkat menjadi direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (kini Jarinegara) hingga pensiun. Catatan: Pada tahun 1921 nama Idische Vereeniging oleh Dr Soetomo dkk diubah nemanya menjadi Indonesiasch Vereeniging dan kemudian pada tahun 1925 Mohamad Hatta dkk mengubahnya lagi namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia (masih eksis hingga ini hari). Foto: Drs Goemala Adjaib Noor (1956)

Tunggu deskripsi lengkapnya

Drs Koemala Adjaib Noor: Pegawai Rendah yang Menjadi Menteri

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar