*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini
Kota Padang Sidempuan adalah kota terpencil di
pedalaman (pulau) Sumatra. Begitu jauh jarak kota Padang, kota Jakarta dan kota
Medan, apalagi kota Bandung, Semarang dan Surabaya dari kota Padang Sidempuan.
Meski begitu, orang Padang Sidempuan tidak terlalu berkecil hati untuk merantau,
meski jauh ke kota-kota tersebut. Ada adagium kuno di wilayah Angkola Mandailing,
semakin jauh semakin baik, karena Anda tidak akan kembali. Adagium ini
diperkaya dengan pepatah baru: ‘Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.
Disitu Anda bermasalah, disitu Anda berjuang mengatasi masalah. Oleh karena itu
perantau Angkola Mandailing membawa asset dalam merantau dan membangun asetnya
di tempat tujuan. Hal itulah mengapa orang asal (diaspora) Angkola Mandailing
nasionalis banget dan Indonesia bangat. Seperti Soekarno, orang Angkola
Mandailing tidak melihat lagi dari mana dia berasal, tetapi apa yang bisa
dilakukannya di tempat tujuan untuk tujuan nasional.
Silsilah jurnalis Indonesia asal Afdeeling Padang Sidempoean (sebelumnya Bernama Afdeeling Angkola Mandailing), Residentie Tapanoeli bukan dongeng, tetapi fakta sejarah yang datanya dapat ditrace ke sumber data sejaman, seperti surat kabar dan majalah. Daftar nama-nama para jurnalis asal Padang Sidempuan seluas afdeeling (kini seluas kabupaten) begitu banyak untuk disebut satu per satu. Namun ada benang merah antara satu yang terdahulu dengan satu yang lain yang muncul pada masa-masa selanjutnya. Mereka yang terdaftar ini dalam daftar jurnalis nasional Indonesia, tidak hanya generasi awal pers nasional tetapi juga memainkan peran sangat penting setiap fase dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dalam artikel ini hanya dibatasi pada garis continuum sejarah pers Indonesia dari Dja Endar Moeda (De Pionier), Parada Harahap (The King of Java Press) hingga Mochtar Lubis (The Last Mochican og Indonesia Press). Namun sangat disayangkan mereka semua hanya disebut sayup-sayup dalam buku tebal narasi sejarah pers Indonesia masa kini, fakta bahwa mereka jika disatukan ibarat sebuah pohon narasi sejarah pers Indonesia, mereka adalah batang dari akar hingga tajuk dimana cabang dan ranting serta daun terbentuk. Kita tidak berbicara lagi propaganda narasi sejarah, tetapi membicarakan sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Propaganda narasi sejarah itu bukan berarti tidak penting, tetapi tidak akan menyelesaikan masalah fakta sejarahnya dalam susunan narasi sejarah pers Indonesia yang sebenarnya. Daftar silsilah jurnalis Indonesia asal afdeeling Padang Sidempoean ini hanya semata-mata untuk menunjukkan fakta sejarah pers Indonesia saja. Hanya itu, tidak lebih dari itu.
Lantas bagaimana sejarah silsilah jurnalis Indonesia asal Padang Sidempuan, Tapanuli? Seperti disebut di atas, sejarah tokoh pers Indonesia asal Padang Sidempuan selain kurang terinformasikan juga terkesan diketepikan. Dalam dunia teknologi data informasi sekarang, propaganda narasi sejarah akan tereliminasi sendiri dengan semakin terbukanya sumber-sumber sejarah. Silsilah jurnalis Indonesia asal Padang Sidempuan ini disusun bukan untuk mengedepankan, tetapi untuk menunjukkan kontribusi mereka sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam narasi sejarah pers nasional Indonesia. Lalu bagaimana sejarah silsilah jurnalis Indonesia asal Padang Sidempuan, Tapanuli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Silsilah Jurnalis Indonesia Asal Padang Sidempuan, Tapanuli; Dja Endar Moeda hingga Mochtar Lubis
Ada satu nama penting jurnalis yang masuk dalam lingkungan pers sesama orang Tapanuli. Namanya Djamaloedin alias Adinegoro. Apakah Djamaloedin berasal dari Tapanauli? Yang jelas saudaranya Mohamad Yamin, juga sangat dekat dengan orang-orang Tapanuli. Mohamad Yamin dan Adinegoro terkesan sebagai orang Indonesia. Mengapa? Apakah ayah mereka, Chatib Soetan pernah sebagai jurnalis di Medan (1902) dan kemudian menjadi kepala district (demang) di Indrapoera (1913)?
Afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli termasuk wilayah
(afdeeling/kabupaten) awal di wilayah Hindia Belanda yang mendapat Pendidikan modern
(aksara Latin). Willem Iskander yang pulang studi keguruan di Belanda, pada
tahun 1862 mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, onderafdeeling
Mandailing). Lalu kemudian sekolah ini ditutup tahun 1872 dan kemudian
didirikan sekolah guru di Padang Sidempoean tahun 1879. Tiga lulusan sekolah guru
Padang Sidempoean yang menjadi jurnalis adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda,
Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe dan Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan. Ayah Soetan Casajangan Bernama Mangaradja Soetan adalah siswa
pertama Willem Iskander. Dja Endar Moeda kelak mendirikan organisasi kebangsaan
pribumi pertama di kota Padang pada tahun 1900 yang diberi nama Medan
Perdamaian. Sementara itu Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa
pribumi pertama di Belanda tahun 1908 yang diberi nama Indische Vereeniging.
Ayah Mangaradja Salamboewe Bernama Si Asta (Nasoetion), adalah teman sekolah
dasar Willem Iskander, yang bersama Si Angan (Harahap) yang menjadi dua siswa pertama
berasal dari luar Jawa yang diterima di sekolah kedokteran (Docter Djawa
School) di Batavia pada tahun 1854. Setelah lulus tahun 1857, Dr Asta ditempatkan
di Mandailing dan Dr Angan ditempatkan di Angkola. Pada tahun yang sama Willem
Iskander berangkat studi ke Belanda; pribumi pertama studi ke Belanda).
Pada permulaan pembentukan pemerintahan local di luar Province Sumatra’s Westkust, seperti di Residentie Oost Sumatra, Residentie Siak Indrapoera dan Residentie Djambi plus Residentie Bengkoelen, banyak orang terpelajar (termasuk lulusan sekolah guru) diangkat menjadi pegawai pemerintah sebagai djaksa, kepala district atau demang dan sebagainya. Pribumi yang berpendidikan (sekolah) Eropa dapat menjadi jabatan/pangkat yang lebih tinggi (jabatan yang selama ini diisi oleh orang Eropa/Belanda). Saat itu provinsi Sumatra’s Westkust terdiri dari Residentie Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang), Residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock) dan Residentie Tapanoeli (ibu kota di Sibolga/Padang Sidempoean).
Kepala djaksa pertama di Deli/Residentie Oost Sumatra yang berkedudukan di
Medan (1885) adalah Soetan Goenoeng Toea (kakek Mr Amir Sjarifoeddin Harahap);
kepala kampong pertama di kota Medan (1900) adalah Hadji Mohamad Yaqub berasal
dari Mandailing. Kepala pemerintahan local pertama di Afdeeling Laboehan Batoe/Residentie
Oost Sumatra adalah Dr Angan. Pegawai pemerintah asal Angkola Mandailing
semakin banyak, termasuk ayah SM Amin Nasoetion (lahir di Lho Nga, Atjeh 1904/Gubernur
Sumatra Utara); ayah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (lahir di Medan 1905/PM RI),
ayah Mr Abdoel Abbas Siregar (lahir di Medan 1906/anggota PPKI); ayah Abdoel
Hakim Harahap (lahir di Sarolangoen. Djambi, 1905/Wakil Presiden RI di
Jogjakarta); ayah Gele Haroen Nasoetioan (lahir di Sibolga, 1910/Residen
pertama Lampung). Demikian seterusnya seperti, ayah Adam Malik (lahir di
Pematang Siantar 1917/pemimpin kantor berita Antara), yah Mochtar Lubis (lahir di
Soengai Penoeh/Kerintji/Djambi 1922/pemimpin surat kabar Indonesia Raja di Djakarta);
ayah Sakti Alamsjah Siregar (lahir di Soengai Karang/Serdang 1922/pemimpin
surat kabar Pikiran Rakyat Bandoeng) dan tentu saja, antara lain ayah Dr Sjoeib
Proehoeman (lahir di Paijakoemboeh) dan ayah Dr Achmad Mochtar (lahir di Bondjol).
Ayah Mohamad Jamin dan Djamaloedin pernah menjadi demang di Indrapoera (Residentie
Bengkoelen). Tabel: Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1900
Dalam sejarah jurnalistik Indonesia asal afdeeling Angkola Mandailing (kemudian disebut afdeeling Padang Sidempoean) yang terjun ke dunia jurnalistik yang pertama kali adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Itu bermula, setelah pensiun menjadi guru, pada tahun 1895 bersama rekannya orang Jerman di Padang mendirikan surat kabar berbahasa Melayu yang diberi nama Pertja Barat. Dja Endar Moeda menjadi pemimpin redaksinya. Dalam hal ini dapat dikatakan, Dja Endar Moeda adalah pribumi pertama yang menjadi editor surat kabar (berbahasa Melayu).
Bakat dan kemauan di dalam bidang jurnalistik Dja Endar Moeda, sudah
muncul pada saat masih aktif sebagai guru pemerintah. Dja Endar Moeda lulus
sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884 dan ditempatkan di
Batahan (afdeeling Natal, Residentie Tapanoeli, province Sumatra’s Westkust).
Salah satu gurunya yang terkenal di sekolah guru Padang Sidempoean, yang diduga
menjadi pemicu semangat menulis Dja Endar Moeda adalah Charles Adrian van Ophuijsen.
Pada tahun 1887 direktur sekolah guru di Probolinggo, Schuitemaker berinisiatif mendirikan majalah guru/pendidikan
yang diberi nama Soeloeh Pengadjar (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en
volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1887). Ke majalah inilah Dja Endar Moeda
mengirim tulisan-tulisannya (yang kemudian Dja Endar Moeda menjadi salah satu
editor). Majalah terdiri dari rubrik-rubrik Pengadjaran-Dari hal pekerdjaan;
Hikajat-Hikajat Doenija, Hikajat Tanah Djawa; Ilmoe Boemi; Insoelinda; Ilmoe
Hitoeng; Dari hal mendjawab soewal hitoengan; Soewal Djawab; Djawab Soewal;
Chabar Pemerintahan; Mutasi; Komisi sekolah; Pengadjar; Tjampoer Adoeq,
Pewarta; Hadijah Goeroe. Majalah Pendidikan ini masih eksis hingga tahun 1890
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-06-1890). Tabel: Regerings-almanak voor
Nederlandsch-Indie, 1900
Pada tahun 1899 Dja Endar Moeda telah mengakuisisi sepenuhnya saham surat kabar Pertja Barat dan percetakannnya. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar baru Insulinde dan Tapian Na Oeli.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dja Endar Moeda hingga Mochtar Lubis: Penulis Sejarah Pers Indonesia, Parada Harahap hingga Akhir Matua Harahap-
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar