*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini
Siapa dokter pertama Indonesia? Nah, itu pertanyaannya.
Tentu saja akan menarik karena yang pertama. Pertanyaan ini dapat diperluas:
Siapa guru pertama Indonesia? Siapa dokter hewan pertama Indonesia? Siapa
inisinyur pertama Indonesia? Dan seterusnya. Yang pertama-pertama ini semuanya
memperolehnya di Belanda. Mengapa? Karena di Indonesia (baca: Hindia Belanda)
belum ada perguruan tinggi (universitas). Bagaimana dengan Mas Asmaoen can
Malang?
Raden Mas Asmaoen (16 Mei 1880-11 Juni 1917) dokter asal kota Malang. Asmaoen adalah putra pasangan Raden Mas Soemodiprodjo (Surakarta) dan Nyi Mas Arliah. Menurut de Vries, ada seorang dokter pribumi pertama di Indonesia, Mas Asmaoen, lulusan dari STOVIA setelah mengemban pendidikan selama 3 tahun dengan bergelar Dokter Jawa. Pada 2 Desember 1908 (usia 28 tahun) di Surabaya, Jawa Timur. Asmaoen menikah dengan Adriana Asmaoen-Punt, berdarah Belanda kelahiran Surabaya. Pada 1904, Menteri urusan daerah Jajahan Dirk Fock mengeluarkan izin studi kedokteran di Belanda bagi lulusan STOVIA. Abdul Rivai yang pertama mendapatkannya. Bersama Mas Boenjamin, Asmaoen mencatatkan namanya di fakultas kedokteran Universitas Amsterdam 1908. Menurut Hans Pols, kendati Abdul Rivai yang pertama, tetapi Mas Asmaoen yang pertama lulus. “Karena Rivai sibuk menulis untuk majalah Bintang Hindia, Asmaoen menjadi bumiputra pertama menerima gelar dokter Belanda”. Rivai lulus Juli 1908, Boenjamin Oktober 1908. Boenjamin mengikuti langkah Rivai mengambil gelar doktor bidang ilmu kedokteran di Universitas Gent, pada 9 Oktober 1909. “Dengan demikian, Boenjamin menjadi orang Indonesia kedua dan orang Jawa pertama yang meraih gelar dokter". Asmaoen sempat beberapa bulan bekerja di Institute of Naval and Tropical Medicine di Hamburg dan selanjutnya, berdinas di KNIL) dan pernah di Irian. Lalu pindah ke negeri Belanda dan dinaturalisasi. Tanggal 11 Juni 1917, Mas Asmaoen meninggal dunia (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Mas Asmaoen lahir di Malang 16 Mei 1880, lulusan Docter Djawa School? Seperti disebutkan di atas, Mas Asmaoen disebut dokter pertama Indonesia semasa era Hindia Belanda. Sebenarnya siapa saja orang Indonesia yang pertama, termasuk perempuan pertama Indonesia menjadi dokter? Lalu bagaimana sejarah Mas Asmaoen lahir di Malang 16 Mei 1880, lulusan Docter Djawa School? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Mas Asmaoen Lahir di Malang 16 Mei 1880, Lulusan Docter Djawa School; Siapa Dokter Pertama Indonesia?
Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS), M Asmaoen melanjutkan studi ke sekolah kedokteran di Batavia (Docter Djawa School/STOVIA). Pada tahun 1897 Asmaoen lulus transisi dari kelas dua ke kelas satu tingkat persiapan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-02-1897). Yang sama-sama lulus satu kelas dengan Asmaoen antara lain JE Tehupelory, WK Tehupelory, Mohamad Hamzah Harahap dan Haroen Al-Rasjid Nasoetion.
Di bawah mereka yang lulus dari kelas satu tingkat persiapan ke kelas satu tingkat medik antara lain R Sardjono. M Sarwono dan J Loen. Sementara di atas mereka satu tahun antara lain R Tumbelaka. Di atasnya lagi yang lulus dari kelas dua ke kelas tuga antara lain J Wuller. Di atasnya lagi yang lulus ujian antara lain Ph. Laoh. Pada kelas tertinggi yang lulus ujian dari kelas empat ke kelas lima antara lain J Riedijk dan M Boenjamin (yang harus her). Catatan: Siswa yang diterima di Docter Djawa School/STOVIA adalah lulusan sekolah dasar ELS. Lama studi tujuh tahun, dimana dua tahun pertama tingkat persiapan dan lima tahun berikut tingkat medik.
Pada tahun 1900 Mas Asmaoen lulus ujian transisi naik dari kelas tiga ke kelas empat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-01-1900). Teman-temannya yang disebut di atas, JE Tehupelory, WK Tehupelory, Mohamad Hamzah Harahap dan Haroen Al Rasjid Nasoetion juga lulus. Pada tahun 1901 Asmaoen dkk lulus ujian naik ke kelas lima (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-11-1901).
Setelah lulus ujian transisi Asmaoen tampaknya pulang kampong pada tanggal 4 Desember (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-12-1901). Disebutkan kapal ss Pel tanggal 4 berangkat dari Batavia menuju Semarang dan Soerabaja yang mana penumpang antara lain mahasiswa Dr Djawa, Mas Asmanoe dan Mas Asmaoen. Nama keduanya mirip, hanya beda urutan huruf. Tidak begitu jelas dimana mereka turun (Semarang atau Soerabaja).
Pada tahun 1902 Asmaoen dan kawan-kawan lulus ujian akhir dan mendapat gelar dokter djawa (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-11-1902). Ini mengindikasikan Asmaoen dkk lancar dalam studi (tidak pernah ketinggalan kelas). Disebutkan Asmaoen berasal dari Malang. Ini dengan sendirinya menjawab pertanyaan saat libur Asmaoen dengan kapal ss Pel akan turun di Soerabaja (dan seterusnya ke Malang).
Sedangkan yang lulus ujian transisi tahun 1902 ini yang naik dari kelas
tiga ke kelas empat tingkat medik antara lain Abdoel Hakim [Nasoetion] dan
Abdoel Karim [Harahap] dari Padang Sidempoean, Tjipto [Mangoenkoesoemo] dari
Poerwodadi dan HJD Apituley dari Ambon (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 27-11-1902). Nama Tjipto Mangoenkoesoemo kelak dikenal
sebagai nama eumah sakit RSCM Jakarta.
Segera setelah lulus, Asmanoen dkk disebar ke berbagai tempat. Dr Asmaoen ditempatkan di Modjokerto (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-12-1902). Tentu saja jarak antara Modjokerto dan Malang cukup dekat. Sementara Haroen Al Rasjid Nasoetion ditempatkan di Padang dan Mohamad Hamzah Harahap ditempatkan di Telok Betoeng (Lampoeng). Sedangkan TJ Tehupelory ditempatkan di Meester Cornelis dan WK Tehupelory di Medan. Namun dalam perkembangannya Dr Asmaoen mengundurkan diri dari dinas pemerintah.
Hingga awal tahun 1904 Dr Asmaoen masih bertugas di Modjokerto (lihat
Soerabaijasch handelsblad, 14-03-1904). Pada bulan Januari 1905 Dr Asmaoen
dipindahkan ke Sitoebondo, Res. Besoeki, sebaliknya Dr Mas Sangar dari
Sitoebondo dipindahkan ke Modjokerto, Res. Soerabaja (lihat De locomotief,
03-01-1905). Namun tidak lama kemudian Dr Asmaoen diberitakan mengundurkan diri
dari dinas pemerintah dan kemudian diberhentikan dengan hormat terhitung sejak
Juni 1905 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-06-1905). Pada tahun 1905
diberitakan Abdoel Hakim Nasoetion, Abdoel Karim Harahap dan Tjipto
Mangoenkoesoemo lulus ujian akhir di Docter Djawa School/STOVIA. Masih pada
tahun 1905 ini Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan kembali ke tanah air,
namun tidak lama lalu pada bulan Juli 1905 berangkat lagi ke Belanda. Soetan
Casajangan berangkat kali pertama ke Belanda tahun 1903.
Mengapa Dr Asmaoen mengundurkan diri sebagai dokter dari dinas pemerintah? Yang jelas pada 26 Juli Dr Asmaoen berangkat ke Belanda dengan kapal ss Goentoer dari Batavia dengan tujuan akhir Rotterdam (lihat Het vaderland, 21-08-1905). Dalam manifes kapal ini terdapat nama Raden Mas Asmaoen dan Raden Mas Noto Kworo. Selain itu juga disebutkan di Padang turun Pangeran Ario Notodirodjo dan Raden Mas Ario Soerardjaningrat.
Besar dugaan bahwa Dr Asmaoen mengundurkan diri karena akan melanjutkan
studi kedokteran di Belanda. Hanya alasan itu dan alasan sakit untuk berobat
yang masuk akal seseorang mengundurkan diri dari dinas pemerintah. Sementara
itu diketahui Raden Mas Notokworo belum lama lulus sekolah HBS di Soerabaja,
yang diduga juga melanjutkan studi ke Belanda. Pangeran Ario Notodirodjo dari
kraton Pakoelaman adalah ayah dari RM Notokworo yang turut mengantar sang anak
hingga ke Padang. Lantas bagaimana hubungan Dr Asmaoen dan RM Notokworo yang
memiliki tujuan yang sama ke Belanda? Lalu apakah Dr Asmaoen juga kerabat
Pakoealaman? Yang jelas Notokworo adalah anak sulung dari Notodirodjo.
Dr Asmaoen di Belanda studi di Universiteit te Amsterdam. Pada bulan Juni 1906 Asmaoen dinyatakan lulus ujian teoritis (lihat Land en volk, 18-06-1906). Ini mengindikasikan bahwa Asmaoen setiba di Belanda langsung mendaftar dan diterima untuk mengikuti studi kedokteran, yang lalu setahun berikutnya mengikuti ujian teoritis.
Bagaimana dengan RM Notokworo belum/tidak terinformasikan. Namun
biasanya, lulusan sekolah menengah HBS dari Hindia terlebih dahulu mengikuti
ujian nasional masuk perguruan tinggi di Belanda (semacam UMPTN pada masa
ini).Yang jelas hingga tahun 1906 ini di Belanda sudah terdapat sejumlah
pribumi yang tengah mempersiapkan studi maupun yang tengah memulai studi di
perguruan tinggi.seperti Soetan Casajangan studi keguruan di Haarlem dan Sosro
Kartono studi sastra di Leiden. Selain Asmaoen yang mengikuti studi kedokteran
di Amsterdam juga terdapat lulusan Docter Djawa/STOVIA lainnya seperti Dr
Abdoel Rivai (yang belum lulus ujian saringan) dan Dr M Boenjamin sudah lulus
ujian saringan (lihat Verzameling van verslagen en rapporten behoorende bij de
Nederlandsche Staatscourant, 01-01-1907). Dalam hal ini Dr Asmaoen yang pertama
pribumi dari Hindia meski belum lama tiba di Belanda. Dr Asmaoen bagai vini,
vidi, vici. Sementara itu besar dugaan bahwa Dr Asmaoen (dari Malang) tidak
terhubung dengan RM Notokworo tetapi RM Notokworo terhubung dengan Dr M
Boenjamin (dari Soeracarta). Dr Asmaoen adalah putra dari Patih van Malang (lihat De nieuwe
vorstenlanden, 20-07-1906).
Pada bulan Maret 1907 Asmaoen lulus ujian dokter pertama (lihat Het vaderland, 16-03-1907). Ini mengindikasikan bahwa Asmaoen tinggal selangkah lagi untuk mendapat gelar dokter. Pada bulan Desember 1907 Asmaoen lulus ujian akhir di Amsterdam (lihat Het vaderland, 21-12-1907). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Dr Asmaoen adalah pribumi pertama yang studi di Belanda yang berhasil meraih gelar sarjana (bidang kedokteran). Asmaoen datang di Belanda: vini, vidi, vici.
Sebelum dinyatakan lulus mendapat gelar dokter, Asmaoen sebelumnya
diberitakan telah dikabulkan sebagai warga negara (naturalisasi) Belanda (lihat
Het vaderland, 17-12-1907). Disebutkan keputusan naturalisasi Twede Kamer
antara lain Khouw Oen Giok lahir di Batavia, Oey Tiang Hoei lahir di
Weltevreden dan Mas Asmaoen lahir Boeloelawang, sekarang di Amsterdam. Seperti
kita lihat nanti pribumi yang studi di Belanda yang telah berhasil meraih gelar
akademik juga ada beberapa yang dinaturalisasi seperti Dr Abdoel Rivai,
dinaturalisasi tahun 1910 (lihat Het
vaderland, 21-01-1910).
Raden Mas Asmaoen usia 27 tahun tidak hanya telah mendapat status naturalisasi (setara orang Belanda), juga Asmaoen telah mendapat gelar dokter (Arts) setara dokter Eropa/Belanda. Dalam laporan komisi pendidikan tinggi Mas Asmaoen dicatat lahir tanggal 16 Mei 1880 di Boeloelawang (lihat Verzameling van verslagen en rapporten behoorende bij de Nederlandsche Staatscourant, 01-01-1908).
Berdasarkan Koninklijk besluit
tertanggal 11 Januari No. 40 dokter (arts) Mas Asmaoen diangkat sebagai dokter
pemerintah (officier van gezondheid der 2de klasse) yang ditempatkan di militer
Hindia Belanda (lihat Nederlandsche staatscourant, 13-01-1908). Dr Asmaoen
diberitakan telah di baptis di Belanda dan menjadi anggota jemaat Nederlandsch
Hervormd (lihat Soerabaijasch handelsblad, 03-03-1908).
Pada bulan Juni 1908 Dr Asmaoen kembali ke tanah air dengan menumpang kapal ss Vogel berangkat dari Amsterdam (lihat Haagsche courant, 01-06-1908). Dalam daftar penumpang, Dr Asmaoen sendiri (tidak ada istri). Sementara Asmaoen dalam pelayaran pulang ke tanah air, di Amsterdam, Dr. Abdoel Rivai kelahiran Benkoelen dinyatakan lulus ujian dokter (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1908); Rekan Asmaoen di Docter Djawa School, WK Tehupelory relative bersamaan dengan Abdoel Rivai lulus di Amsterdam.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Siapa Dokter Pertama Indonesia? Siapa Perempuan Pertama Indonesia Menjadi Dokter?
Dr Asmaoen adalah orang Indonesia yang pertama mendapat gelar dokter (Arts). Dr Asmaoen juga dapat dikatakan yang pulang pertama ke tanah air (setelah menyelesaikan studi di Belanda) di dalam generasi yang sama. Dr Abdoel Rivai dan WK Tehupelory meski sudah lulus masih tetap berada di Belanda. Pada bulan Oktober 1908 di tempat kediamanan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di Leiden dibentuk organisasi mahasiswa/pelajar pribumi di Belanda yang beri nama Indische Vereeniging. Soetan Casajangan lahir di Padang Sidempoean dan menyelesaikan pendidikan di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean.
Pada tahun 1902 Dr AA Fokker datang ke Hindia dan menemui Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Padang pemilik surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat; yang juga yang menginisiasi organisasi kebangsaan Indonesia pertama, Medan Perdamaian di Padang tahun 1900; yang masih menjabat ketuanya hingga kedatangan Fokker). Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru di Kweekschool Padang Sidempoean. Dja Endar Moeda adalah mertua dari Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion (teman sekelah Dr Asmaoen di Docter Djawa School, seperti disebut dia atas). Tujuan Fokker adalah untuk meminta bantuan Dja Endar Moeda siapa yang bisa membantunya di Belanda untuk menerbitkan majalah berbahasa Melayu yang diberinama Bintang Hindia. Dja Endar Moeda merekomendasikan Dr Abdoel Rivai. Lalu Dja Endar Moeda kemudian berangkat ke Belanda tahun 1903 dengan membawa dua guru yang juga akan membantu Dr Fokker. Dua guru muda tersebut adalah Soetan Casajangan (guru di Padang Sidempoean) dan Djamaloedin (guru muda yang menjadi asisten Dja Endar Moeda di majalah miliknya yang terbit di Padang, Insulinde). Pada tahun 1905 Soetan Casajangan mengundurkan diri Bintang Hindia, lalu pulang ke kampong untuk mengurus sesuatu lalu segera kembali ke Belanda dengan maksud untuk melanjutkan studi keguruan di Haarlem.
Dalam rapat pembentukan Indische Vereeniging di Leiden, Soetan Casajangan secara aklamasi ditunjuka sebagai ketuanya dengan sekretaris Raden Mas Soemitro (siswa HBS di Batavia yang menyelesaikan HBS di Leiden dan baru diterima di universitas). Lalu di dalam rapat tersebut dibentuk komisi untuk menyusun statuta (AD/ART) yang terdiri dari Soetan Casajangan, RM Soemitro, Hoesein Djajadiningrat dan Raden Mas Kartono (abang dari RA Kartini).
Bagaimana Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan Indische Vereeniging
diduga kuat karena factor Dja Endar Moeda. Hal ini karena Dja Endar Moeda
adalah pendiri organisasi kebangsaan Indonesia pertama Medan Perdamaian di
Padang. Pada bulan Mei 1908 di Batavia dibentuk organisasi kebangsaan yang
diinisiasi oleh Raden Soetomo dkk dengan nama Boedi Oetomo. Lalu pada bulan
Oktober 1908 di Belanda Soetan Casajangan mendirikan organisasi kebangsaan
Indische Vereeniging.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar