*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini
Tidak
ada jalan darat pada peta-peta VOC di wilayah Banyuwangi. Hanya ada jalan air,
melalui sungai (sungai Setail) dari laut ke kota Balambangan dan melalui laut
sepanjang pantai timur (mulai muara sungai Balambangan/sungai Setail) dan
pantai selatan (hingga teluk Gradjakan). Pembangunan jalan baru terjadi pada
awal Pemerintah Hindia Belanda selama pendudukan Inggris. Era jalan darat
dimulai.
Mengapa Ujung Jalan Raya Pos Daendels Tidak Berakhir di Banyuwangi? Kumparan.com. 23 Agustus 2017. Pembangunan jalan raya Pos ini adalah kebijakan Pemerintah Hindia Belanda (dilaksanakan Daendels) demi kelancaran mobilisasi pengangkutan kopi dari pulau Jawa serta memudahkan trasportasi sampai ke daerah-daerah pedalaman. Pada tanggal 5 Mei 1808, Daendels melakukan perjalanan dari Buitenzorg menuju Semarang dan terus sampai ke Jawa bagian timur. Pada awalnya, dari Anyer dan berakhir di Panarukan, namun kemudian diperpanjang hingga ke Banyuwangi. Tahun 1811 pembangunan jalan tahap kedua ini sampai ke Banyuwangi. Titik akhir jalan di ujung Timur sebenarnya bukan Panarukan, tapi di Banyuwangi. Kenapa tidak tertulis sampai di Banyuwangi? Jalan ke Banyuwangi terputus dari Sumberwaru hingga ke Bajulmati. Dari Bajulmati, jalan baru dibangun dan diperlebar hingga ke Banyuwangi, seperti di peta 1815 - 1856. Titik nol Jalan Groote Postweg ini, menurut data peta tahun 1815 di sekitar pendopo hingga kampong Klembon, kelurahan Singonegaran. Sedangkan titik nol bagian selatan berada di Sekitar Perliman Banyuwangi. Jalan ini tidak dibangun di masa Deandles. Pembangunan Jalan dari Genteng hingga ke Banyuwangi, titik nolnya berada di Perliman dan masih belum dibangun jalan ke Kumitir. (https://kumparan.com/banyuwangi_connect/)
Lantas bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyuwangi, antara Balambangan dan Banjoewangi via Rogodjampi? Seperti disebut di atas jalan-jalan raya di wilayah Banyuwangi dapat dikatakan masih baru. Baru karena dimulai pada awal Pemerintah Hindia Belanda. Transportasi laut bergeser ke transportasi darat. Lalu bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyuwangi, antara Balambangan dan Banjoewangi via Rogodjampi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Jalan di Wilayah Banyuwangi, Antara Balambangan dan Banjoewangi via Rogodjampi; Laut ke Darat
Tunggu deskripsi lengkapnya
Transportasi Laut Bergeser ke Transportasi Darat: Banyuwangi-Jember dan Banyuwangi-Situbondo
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis
artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari.
Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar