*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Sejarah
(permainan) sepak bola sudah lama. Lalu kemudian terbentuk klub-klub sepak bola
termasuk di Indonesia semasa Hindia Belanda. Salah satu elemen penting klub
adalaj supporter. Sejarah supporter sendiri sejatinya setua sejarah klub itu sendiri.
Suporter terkenal semasa Hindia Belanda antara lain supporter Medan ke Bindjai,
suporter Bandoeng ke Tjimahi dan supporter VIOS di Batavia berasal dari Depok.
Di laman Wikipedia ada entri seperti “Bobotoh”, “Aremania”, “Bondho Nekat”. Dalam laman Wikipedia juga ada entri "Suporter sepak bola Indonesia" Kategori ini memiliki 21 entri sebagai berikut: Aremania, Benteng Viola, Blaster Saburai, Bobotoh, Bondho Nekat, BUMI Mania, K-Conk Mania, Kabomania, Kebumen Militan Suporter, NJ Mania, Northside Boys 12, Panser Biru, Pusamania, Semeton Dewata, Slemania, SneX, Spartacks, The Jakmania, The Kmers, dan Ultras Gresik. Tentu saja tidak hanya, banyak supporter lainnya namun belum dientri di lama Wikipedia.
Lantas bagaimana sejarah suporter Indonesia sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, supporter sepak bola Indonesia sudah ada sejak era Hindia Belanda. Mereka mendukung klub kesayangan di kota mereka apapun bangsanya. Lalu bagaimana sejarah suporter Indonesia sejak era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Suporter Indonesia Sejak Era Hindia Belanda; Dukung Klub Kesayangan Apapun Bangsanya
Permainan sepak bola apabila dipertandingkan di alam/udara terbuka, terbuka untuk ditonton. Oleh karena jumlah pemain banyak dan luasnya lapangan, jumlah penonton dapat sangat banyak dan makin ramai karena ada sorakan bergemuruh jika tercipta gol. Itulah perbedaan olahraga sepak bola yang dapat dibedakan dengan cabang olahraga lain (katakana saja senam dan biliar). Mari kita bedakan diantara penonton: ada penonton biasa dan ada penonton fanatik.
Penonton biasa adalah setiap orang yang hadir di lapangan sepak bola atau
stadion yang datang karena ingin menonton pertandingan sepak bola tanpa pernah
mereview kesebelasan/klub apa yang bertanding. Hanya semata-mata menonton
pertandingan untuk menikmati kualitas permainan, siapapun pemainnya, yang
manapun klubnya (tidak terlalu memikirkan klub yang mana yang menang/kalah). Praktis
datang ke lapangan sepak bola hanya menonton teknis sepak bola semata. Oleh
karena itu penonton biasa serupa ini hanya datang menonton karena kebetulan,
sengaja datang untuk mendapat tontonan yang mungkin dapat menghiburnya. Sebaliknya,
ada sebagian dari pentonton yang datang ke lapangan sepak bola menginginkan
satu klub untuk menang, klub yang diminatinya dan bahkan minat itu bisa
mencapai fanatik. Kelompok penonton inilah yang biasa disebut supporter sepak
bola atau supporter klub. Seperi kita lihat nantu, kelompok supporter ini ada
yang mengikuti klub idolanya dimanapun bertanding bahkan jauh di luar kota.
Penonton fanatik sepak bola (suporter) muncul karena sudah terbiasa dengan klub, bahkan sejak klub itu mulai didirikan. Klub biasanya berada satu kota dengan suporternya (tentu saja ada yang berbeda kota). Jika di dalam kota terdapat klub yang (lain), umumnya kelompok supporter yang terbentuk hanya mendukung satu klub, klub yang kemudian menjadi klub kesayangannya. Kelompok-kelompok suporter yang terbentuk mulai dibicarakan dan terinformasukan (diberitakan) karena memang terlihat, berbeda dibandingkan penonton lain. Mereka menyambut timnya saat memasuki lapangan, berdiri, bersorak saat pemain/timnya bermanuver dan menjebloskan gol. Kelompok suporter ini juga mengelompok dan umumnya berada di salah satu disi stadion yang mudah dilihat penonton di tribun.
Sebelum terbentuk kelompok suporter sepak bola, di Hindia Belanda, pertama
kali ditemukan di Medan dimana panitia pertandingan membentuk grup pemandu
sorak (biasanya anak-anak remaja/Wanita muda dengan mengenakan kostum cerah
yang dilengkapi dengan bendera semaphore atau alat musi tertentu seperti
trompet). Tujuannya adalah untuk memancing minat para penonton menjadi lebih
bergairah dalam menonton. Pemandu sorak menjadi bagian entertainment
permainan/pertandingan sepak bola sebagai suatu pertujukan di tengah lapangan
rumput. Pemandu sorak adalah anonym, tidak berafiliasi ke salah satu klub yang
bertanding, hanya semata-mata ditugaskan panitia untuk membagi perhatian berimbang
untuk kedua tim selama pertandingan berlangsung. Namun dalam perkembangannya
satu klub atau kedua klub membawah pemandu sorak sendiri (ini mengindikasikan
kelompok suporter swakarsa belum muncul).
Bagaimana kehadiran pemandu sorak di lapangan dan bagaimana mulai ada gejala ke terbentuknya kelompok supporter sepak bola dapat diperhatikan dalam pertandingan antara Medan Sportclub SOK di Medan melawan Langkat Sportclub dari Bindjei. Seorang pembaca menulis pada surat kabar De Sumatra Post edisi 07-09-1903.
‘Sejak beberapa jam yang lalu para penonton sudah hadir di lapangan
Esplanade. Pada pukul 05.15 tim Sportclub SOK dan Langkat Sportclub telah
memasuki lapangan, sisi lapangan sudah dipenuhi penonton yang sangat banyak
termasuk wanita-wanita kulit putih. Lalu pertandingan dimulai. Uniknya tim
Langkat ini membawa pemandu sorak. Usai pertandingan tim Langkat pulang dengan
kereta ekstra pukul 07.15 menuju Timbang, Bindjei. Perjalanan kereta ini
membawa sekitar 30 Langkatter yang dikawal dengan militer. Tim Langkat
meninggalkan stasion yang disorakin oleh para suporter Medan. Saya juga
mendapat kabar pertandingan antara dua tim akan dilanjutkan nanti bulan
November di Bindjei’.
Dari surat pembaca di Medan tersebut, tim Langkat sedang bertandang ke Medan untuk kali pertama. Tentu saja secara alamiah tim Langkat kurang dikenal di Medan. Para penonton di Medan hanya mengenal klub-klub di Medan saja. Untuk mendukung semangat tim Langkat di lapangan sebagai tamu membawa pemandu sorak sendiri. Meski tidak terinformasikan, tentu saja tim Medan membutuhkan seperti itu karena bermain di kandang sendiri. Itu satu hal. Yang menarik dalam hal ini, ketika tim Langkat meninggalkan stasion Medan, untuk kembali ke kotanya di Binjai disorakin orang. Apa yang terjadi? Yang jelas tim Langkat bukan warga mereka. Orang di stasion tentu saja bukan para supporter Medan Sportclub SOK. Tampaknya yang terjadi adalah adanya sentiment kedaerahan dalam dunia sepak bola.
Mengapa warga Medan menyorakin tim Langkat? Apak karena pemainnya orang-orang
Inggris? Yang jelas pada akhir tahun 1903 pertandingan benar dilaksanakan antara Langkat
Sportclub dengan Sportclub SOK yang dikaitkan dalam rangka menyambut Fiest
Bindjei. Hasil pertandingan dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan tuan rumah
(lihat De Sumatra post, 17-03-1904). Satu yang jelas sepak bola lambat laun semakin diminati dan jumlah
penonton dari waktu meningkat. Demam sepak terjadi. De Sumatra post, 23-03-1904
memberi ulasan kembali tentang sepakbola sesuatu yang baru di iklim tropis yang
dekat dengan khatulistiwa. ‘Kami
sekarang memiliki cabang olahraga dengan memperhatikan yang sudah terjadi dalam
dunia olahraga disini. Benar-benar
ada sebagaimana halnya di negara
kita (di Belanda). Namun demikian, sudah
terlihat animo yang tinggi baik sebagai pengagum maupun penonton meski yang ada
masih amatir.
Pada awal tahun 1904 terdapat suatu pertandingan oleh tim yang baru (lihat De Sumatra post, 15-02-1904). Disebutkan besok sore, disini (maksudnya Esplanade, Medan) pukul 5 diadakan pertandingan sepak bola yang mempertemukan antara tim Medan dan tim Boven-Langkat (Langkat Hulu). Jumlahnya tidak kecil. Hal ini setidaknya bisa dilihat baru-baru ini di Bindjei bagaimana olahraga sudah mewabah. Di sini di Medan, tidak seperti di ruang tertutup, dapat ditemukan dimana penonton sepakbola terus mengikuti sejak awal pertandingan hingga berakhir. Anggapan orang Eropa tidak bisa bermain sepakbola di iklim tropis tidak beralasan. Selain minat penonton mulai naik, juga mulai ada indikasi tentang pentingnya kehadiran kelompok supporter.
Para penonton pribumi datang ke lapangan pertandingan sepakbola memang
sudah terbentuk sejak lama. Namun selama ini hanya terbatas jika tim didukung
menjadi tuan rumah. Suporter pribumi juga telah mulai mengikuti kemana tim pujaannya
pergi bertanding. Ini terindikasi ketika De Sumatra post, 29-04-1904 melaporkan
bahwa ‘Sportclub akan bertandang ke Bindjai melawan Langkat Sportclub.
Disebutkan bahwa ada kereta ekstra dari Bindjei ke Medan pemberangkatan pukul
7.00 (tidak seperti biasanya, 7.15) dimana kereta akan berhenti di stasion
pembantu Diski dan Soenggal. Bagi non anggota Sportclub dapat memanfaatkan
kesempatan ini’. Ini satu sinyal, bahwa Sportclub butuh dukungan meski itu
datang dari pribumi yang akan turun di Diski dan Soenggal serta tentu saja yang
akan turun di Medan. Sportclub yang membuka diri untuk suporter pribumi
menunjukkan suporter juga mulai terwakili. Dunia sepakbola memang harus begitu.
Men sana corpora sano.
Tanda-tanda terbentuknya kelompok supporter mulai nyata. Kesebelasan/klub orang Belanda di Medan sadar arti penting supoter, bahkan sekalipun itu orang pribumi. Kelompok supporter termasuk dukung suporter pribumi sudah diarahkan untuk mengikuti klub ke kota lain untuk melakukan pertandingan tandang. Bagaimana dengan di kota lain dimana sudah terinformasikan kegiatan sepak bola seperti di Batavia, Semarang, Soerabaja, Padang dan Medan?
Hingga sejauh ini di kota-kota tersebut sepak bola hanya terbatas
diantara orang Eropa/Belanda, kecuali di Batavia dimana sekolah kedokteran
pribumiDocter Djawa School telah membentuk klub sendiri (bersaing dengan
klub-klub Eropa/Belanda). Di Medan, kabar tentang adanya klub pribumi bukan
sekadar berita burung. Nyata bahwa klub pribumi telah dibentuk secara formal
dan diresmikan dengan nama Toengkoe Voetbal Club disingkat TVC. Klub ini
berdomisili di Bindjei dan memulai kiprahnya pada tahun ini (1904). De Sumatra
post, 10-10-1904 melaporkan: ‘kemarin sore diadakan pertandingan antara klub
Medan, Letterzetters Club (L.Z. Club) dengan klub Bindjei, Toengkoe.
Pertandingan ini dilangsungkan di lapangan Langkat Sportclub. Medanners terlalu
kuat buat Bindjeyers. Baru sepuluh menit, Toengkoe sudah kebobolan dua gol.
Pada babak pertama skor 5-0 untuk Medan. Wasit yang memimpin pertandingan,
dengan sangat perasaan terpaksa menghentikan pertandingan sebelum waktunya
usai. Kedudukan terakhir dengan skor 11-0. Toengkoe teamwork lemah dan masih
banyak yang harus dibenahi’. Letterzetter Club dan Toengkoe Club adalah dua
klub pribumi yang pertamakali teridentifikasi di Deli (1904). Klub Toengkoe
adalah klub dari anak-anak sultan dan pangeran yang berbasis di Bindjey.
Sedangkan klub Letterzetter yang disingkat LZ Club adalah klub yang dihuni oleh
anak-anak perantau asal Tapanoeli yang berbasis di Medan. Klub LZ dibawah
naungan percetakan yang dimiliki oleh Dja Endar Moeda Harahap. Besar
kemungkinan TVC dan LZVC adalah dua klub pertama pribumi yang didirikan di Hindia.
Apakah ini kelompok supporter pribumi akan terbelah dan memberikan dukungan
penuh kepada klub-klub pribumi?
Setelah putran pertama yang kemudian tim Langkat kembali bermain di Medan, lalu disusul tim Medan kembali bertandang ke Langkat (lihat De Sumatra post, 12-10-1904). Disebutkan pada tanggal 16 Januari akan diadakan pertandingan antara Deli Sportclub melawan Langkat Sportclub di Bindjei. Kepergian pemain Medan ke Bindjei akan berangkat dengan kereta pukul 2.51. Untuk kepulangan ada kereta tambahan pada pukul 6.30 dari Bindjey yang akan memberangkatkan para pemain (spelers) dan suporter (sportliefhebbers) untuk kembali ke Medan. Kereta ini akan berhenti di stasion Diski dan Soenggal’. Kelompok supporter sudah nyata adanya yang mana media surat kabar menyebutnya sebagai Sportliefhebbers (penggemar olahraga/supoter sepak bola).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar