*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Bagaimana
terbentuknya lingua franca di nusantara pada zaman doeloe? Sulit diketahui. Yang jelas lingua franca di
nusantara kemudian disebut bahasa Melayu. Lantas bagaimana lingua franca itu
disebut bahasa Melayu? Juga suli diketahui.
Namun, lingua franca tentu saja tidak dapat dikatakan dimulai dari kota
(pelabuhan) Malaya (yang merujuk pada nama Himalaya, Malaya bergeser menjadi
Malayu, Malay dan Malaysia). Sebab banyak kota-kota kuno sebagai pelabuhan
sebelum munculnya kota (pelabuhan) Malaya. Sebut saja: Baroes di pantai barat
Sumatra dan Binanga di pedalaman Sumatra (keduanya di wilayah Tapanuli bagian
selatan yang sekarang).
Di dalam prasasti Kedukan Bukit (Sriwijaya, Palembang tahun 682)
yang menggunakan bahasa Sanskerta, beberapa kosa kota terdapat dalam bahasa
Melayu (bahasa Indonesia sekarang). Satu yang penting dalam teks prasasti itu
dinyatakan: ‘vulan jyeşţha ḍapunta hiyaṃ maŕlapas dari minānga tamwan’ = bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari
Minanga’. Dari prasasti ini mengindikasikan Dapunta Hyang berangkat dari
Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (di Sungai
Musi, Palembang). Dimanakah Minanga berada? Banyak para ahli yang menafasirkan berbeda. Namun
yang paling masuk akal nama Minanga pada zaman kuno tersebut berada di Binanga
yang sekarang (di daerah aliran sungai Barumun, Padang Lawas Sumatra Utara).
Lalu dari nama Minanga atau Binanga berlepas? Boleh jadi dari pantai barat Sumatra di sekitar
danau Siais pada masa ini (dekat kota Padang Sidempuan). Dalam teks bebeberapa
kosa kata seperti ‘vulan’ diartikan ‘bulan’ dan ‘marlapas’ yang diartikan ‘berlepas’.
Awalan ‘mar’ yang sama dengan ‘ber’ pada masa ini hanya ditemukan di Padang
Lawas dan Padang Sidempuan. Minanga Tnmwan haruslah diartikan Binanga Temuan,
yang berarti pertemuan sungai di Binanga. Pada masa ini di Binanga terdapat
pertemuan dua sungai besar dimana juga di kawasan setempat ditemukan banyak
candi kuno. Nah, lho!
Bagaimana
terbentuknya lingua franca di nusantara dan bagaimana lingua franca tersebut diklaim bahasa Melayu tentu saja menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang tetap menarik diselidiki. Sebab sejauh fakta dan
data baru ditemukan, narasi sejarah harus diperbarui. Sebab sejarah adalah
narasi fakta dan data. Menurut anak milenial sekarang seharusnya sejarah jangan
banyak bacot. Lalu dari mana dimulai penyelidikannya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.