*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini
Wajo, tidak sehebat
Luwu dan Gowa di masa lampau. Wajo adalah kerajaan kecil yang berada di
pedalaman seperti halnya kerajaan-kerajaan Enrekang, Rappang, Sidenreng dan
Soppeng. Namun uniknya, diantara kerajaan-kerajaan pedalaman, Kerajaan Wajo
terbilang satu-satunya kerajaan yang masih memiliki akses ke lautan (pantai).
Sebagai kerajaan pedalaman, penduduk Wajo beribukota di sekitar danau pedalaman
(danau Tempe). Kerajaan Wajo bertetengga dekat dengan kerajaan Soppeng dan
kerajaan Rappang.
Pada saat tumbuh dan berkembang Kerajaan Gowa (federasi Gowa
dan Tallo) di pantai barat semenanjung Sulawesi, tiga kerajaan di pantai timur membentuk
federasi baru yang terdiri dari Bone, Wajo dan Soppeng. Federasi kerajaan ini
disebut Tellumpoccoe. Namun pada saat Kerajaan Gowa berselisih dengan VOC
(Belanda), federasi Tellumpoccoe pecah kongsi. Kerajaan Wajo berpihak ke Gowa karena
Bone dan Soppeng bekerjasama dengam VOC untuk memerwangi Kerajaan Gowa. Pasca
penaklukkan Kerajaan Gowa oleh VOC di bawah Admiral Speelman, pimpinan Wajo (Arung
Matowa Wajo) La Tenri Lai To Sengngeng menolak menandatangani Perjanjian
Bungaya. Untuk menghukum Wajo, Arung Palakka dari Bone dan sekutunya menyerang
Wajo di benteng Tosora, setelah mengepungnya selama tiga bulan. Pasca penaklukkan
Wajo ini, sebagaimana halnya para pengeran Gowa Tallo, meninggalkan kampong
halaman. Kebeberasan Wajo baru berhasil dipulihkan pada era pemimpin Wajo, La
Maddukkelleng gelar Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan
Pasir.
Lantas
bagaimana sejarah Wajo? Seperti disebut di atas Wajo memiliki sejarah tersendiri
dan memiliki riwayat sendiri. Wajo sendiri adalah kerajaan pedalaman
(beribukota dengan danau Tempe), tetapi masih memiliki akses ke wilayah pantai
(paut). Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.