Rabu, 22 Februari 2017

Sejarah Bandung (28): Nama-Nama Kampung di Bandung Tempo Doeloe; Mengapa Tidak Ada Nama Kampong Asli?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kantor Controleur Bandoeng  (foto 1880)
Asal-usul Kota Bandung sangat unik. Tidak memiliki nama kampong asli. Semua nama-nama kampong atau nama area yang ada sekarang merupakan nama-nama yang mencul kemudian. Awal munculnya Kota Bandung (di sekitar titik nol Bandung) adalah ketika controleur (pejabat Pemerintah Hindia Belanda terendah) ditempatkan kali pertama di Regetschap (kabupaten) Bandoeng. Kantor controleur dipilih di sisi utara jalan pos trans-Java yang baru dan di sisi timur sungai Tjikapoendoeng. Kampong Bandoeng sendiri berada di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem. Nama kota baru (bentukan Belanda ini) mengadopsi nama kampong Bandoeng. Nama kompong Bandoeng lama berubah menjadi Dajeuh Kolot. Bupati Bandoeng, pindah dari Dajeuh Kolot ke kota Bandoeng tahun 1846 (bersamaan dengan penempatan pertama Asisten Residen Bandoeng di kota Bandung).

Identifikasi Nama Bandoeng

Nama Bandoeng sudah lama ada. Orang-orang Portugis sudah mengidentifikasi nama Bandoeng di dalam peta 1755 sebagai suatu wilayah di utara wilayah Sidamer. Di dalam peta tersebut, di timur wilayah Bandoeng adalah wilayah Priangan. Sementara di selatan wilayah Priangan adalah wilayah Soekapoera. Di pantai selatan Jawa, wilayah antara Soekapoera dan wilayah Sidamer adalah wilayah Kandang Wessi.

Minggu, 19 Februari 2017

Sejarah Bandung (27): Peta Bandung Tempo Doeloe; Dari Jalan Setapak Hingga Jaringan Jalan Kota Modern

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kota Bandung yang ada sekarang adalah suatu jaringan jalan kota modern. Jika kita kembali ke masa lampau, sejauh yang masih bisa ditelusuri, di tengah jaringan kota Bandung yang sekarang awalnya hanya ada satu jalan: Yakni jalan setapak yang merupakan jalan penghubung antara Bandoeng (di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem) dengan Tjipaganti (di hulu sungai Tjipagantie).

Kota Bandung di tengah bukit barisan, 1920
Peta adalah salah satu bentuk data otentik yang dapat digunakan untuk menyusun sejarah suatu kota. Namun demikian, peta harus didukung informasi lain seperti lukisan/foto dan surat kabar (berita, iklan dan data statistic) atau buku/majalah. Peta-peta kuno, peta awal tumbuhnya kota-kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia) dibuat oleh kantor tofografi (yang bekerjasama dengan militer). Sebelum ada peta kota, umumnya terlebih dahulu ada peta wilayah dimana kota itu ada.

Untuk memahami wilayah Preanger dan kota Bandung mari kita telusuri semua peta-peta yang ada ditambah dengan informasi-informasi yang bersumber dari surat kabar dan foto-foto serta surat-surat keputusan Gubernur Jenderal. Tentu saja juga didukung dengan buku-buku yang telah diterbitkan.

Sejarah Bandung (26): Lukisan Bandung Tempo Doeloe; Adrianus Johannes Bik, Le Clercq, Junghuhn dan Groneman

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Bandoeng, 1819
Adrianus Johannes adalah orang pertama yang mengabadikan Bandung dalam sebuah lukisan yang dibuat pada tahun 1819. Lukisan pertama tentang Bandung adalah lanskap Bandung (area pusat kota Bandung yang sekarang). Lukisan Adrianus Johannes ini diberi judul ‘Herten jacht te Bandong’ (Berburu rusa di Bandung). Lukisan ini menggambarkan suatu bangunan panggung yang besar di tengah padang yang menjadi area perburuan rusa oleh militer Belanda. Adrianus Johannes ke Preanger pada era Pemerintahan Hindia Belanda (pasca era Inggris 1811-1815). Pada tahun 1810 Pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan invasi ke Preanger dan mulai membangun jalan pos trans-Java ruas Batavia-Chirebon melalui Buitenzorg, Tjoseroea, Tjiandjoer, Baybang (kini Radja Mandala), Soemadang. Saat Adrianus Johannes membuat lukisan, ruas Baybang-Soemadang masih melalui area yang lebih tinggi di Tjipagantie dan Oedjoengbrong.   

Sejarah Bandung (25): Emma Poeradiredja, Wanita Pertama Anggota Dewan Kota (Gemeenteraad); Kiprah Perempuan Pribumi

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Sudah diketahui secara luas tokoh wanita Bandung Dewi Sartika, terkenal sebagai pionir pendidikan untuk kaum perempuan. Namun, generasi penerusnya bernama Emma Poeradiredja kurang terinformasikan. Padahal Emma adalah perempuan pertama di Bandoeng yang menjadi anggota dewan (gemeenteraad). Emma Poeradiredja sendiri adalah Ketua divisi perempuan Pasundan yang banyak terlibat di dalam kegiatan sosial.

Idola Emma Poeradiredja, Ratu Emma
Di dewan kota Bandung terdapat dua wanita. Selain Emma adalah Raden Aju Sangkaningrat. Sangat menakjubkan di dewan kota Bandung ada dua wanita pribumi duduk dan tidak ada wanita Europcesche. Ini sangat disesalkan (Soerabaijasch handelsblad, 14-09-1938). Ini berarti secara politik, wanita pribumi lebih maju jika dibandingkan dengan wanita Eropa.

Emma Poeradiredja bukanlah nama asli, melainkan kombinasi nama idola Ratu Emma dan nama ayah Poeradiredja. Nama aslinya sebagaimana disebut dalam berbagai tulisan adalah Raden Rachmat’ulhadiah, lahir di Chirebon, 1902. Ayahnya adalah seorang anggota dewan di Bandung dan demikian juga saudara-saudaranya. Dugaan bahwa dua tokoh (ratu dan ayah) ini menjadi sumber cita-cita Emma Poeradiredja.

Sabtu, 18 Februari 2017

Sejarah Bandung (24): Negara Pasundan dan Pemberontakan DI/TII; Sukarno dan Hatta Juga Pernah ‘Ingkari’ Republik Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Sisa bara api Bandung Lautan Api (24 Maret 1946) belum sepenuhnya padam, para pejuang masih berjuang di luar kota, di Bogor Soeria Karta Legawa, mantan Bupati Garoet mendirikan Partai Rakyat Pasundan. Ketika wilayah republik makin menyusut, karena digrogoti oleh Belanda, Negara Pasundan diproklamirkan di Bandung. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, ketika Belanda memberikan pengakuan pada Republik Indonesia, di Bandung pada tanggal 8 Maret 1950 dilakukan kembali ikrar: Wilayah Jawa Barat (eks Negara Pasundan) kembali menjadi bagian Republik Indonesia.

Jawa Barat tidak sendiri, juga terdapat di Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Jawa Timur, Madura dan Indonesia Timur. Saat ibukota RI di Bukitinggi, daerah-daerah lain yang masih republik hanya tinggal hitungan jari, yakni: Aceh, Tapanuli, Djokjakarta dan Lampung. Daerah lainnya bersifat otonom.

Proklamasi 17 Agustus 1945

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno disamping Drs. M. Hatta dihadapan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tanggal ini menandai seluruh rakyat Indonesia telah merdeka. Tidak tergantung kepada Jepang, tidak tergantung kepada Belanda dan juga tidak tergantung Negara lain. Proklamasi ini telah mengubah cita-cita yang sudah lama diimpikan dan kini benar-benar menjadi kenyataan. Penduduk Priangan adalah rakyat Indonesia yang pertama bersukacita atas kemerdekaan ini ketika di daerah-daerah lain kabar berita itu belum sampai.

Rabu, 15 Februari 2017

Sejarah Bandung (23): Bandung Lautan Api, Ini Rincian Faktanya; Bumi Hangus di Padang Sidempuan Demi Jaga Harga Diri



van Mook (koran 1946)
Bandung Lautan Api, bukanlah mitos. Ini kejadian yang benar-benar terjadi, Tidak hanya di Bandung, juga di kota-kota lain di Indonesia. Bagaimana disebut ‘lautan api’, informasinya jarang diungkapkan. Artikel ini menelusuri seperti apa itu Bandung Lautan Api, Untuk pembanding disarikan versi Bumi Hangus di Padang Sidempuan, kota kampung halaman Kolonel Abdul Haris Nasution dan Amir Sjarifoeddin Harahap.

Politik bumi hangus (verschroeide aarde) terjadi dua cara: Pertama, pihak yang menyerang melakukan pembakaran baik akibat granat, bom darat atau udara. Pasukan sekutu dan pasukan Jepang banyak melakukan tindakan ini seperti di Birma, Singapora, Australia, Batam dan Soerabaja. Kedua, pihak yang diserang melakukan pembakaran dengan cara konvensional agar bangunan tidak dapat digunakan musuh. Ini banyak dilakukan oleh para pejuang RI dan penduduk seperti di Bandung, Padang Sidempuan,.

Politik Bumi Hangus

Pendudukan oleh militer Jepang atas Batavia terjadi pada tanggal 5 Maret 1942. Orang-orang Belanda du Batavia belum menyadari karena begitu cepat sudah terjadi militer dimana-mana. Tindakan bumi hangus (verschroeide aarde) oleh Belanda atas gedung-gedung tertentu tidak sempat dilaksanakan meski sudah direncanakan.

Nieuwe Apeldoornsche courant, 16-03-1942:‘Angkatan bersenjata Hindia Belanda (Nederlandsc Indie) tidak punya waktu tersisa untuk pelaksanaan yang efektif politik "bumi hangus" di ibukota Batavia. Setelah pendudukan Jepang pada tanggal 5 Maret ibukota Nederlandsch Indie kembali ke kehidupan normal’.

Ini mengindikasikan praktek bumi hangus sudah ada di pihak Belanda sebelum umum dilakukan oleh militer dan penduduk pribumi pada tahap berikutnya. Dalam berita-berita lain, tidak terlaksananya bumi hangus sebagian orang-orang Belanda sedikit agak lega. Bangunan-bangunan yang ditargetkan seperti kantor telepon, perpusatakaan urung dilaksanakan karena itu adalah asset. Hanya kerugian yang terjadi jika itu terlaksana.