Senin, 08 Februari 2021

Sejarah Kupang (21): Pendidikan di Kupang Sejak Era Hatoe-Noija; Sekolah Dasar Nusa Tenggara hingga Universitas Nusa Cendana

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Pendidkan di Kupang khususnya dan Nusa Tenggara Timur umumnya dapat dikatakan sudah berlangsung sejak lama, bahkan lebih awal dari Tapanuli. Dua nama guru pertama di Kupang adalah WT Hatoe dan BM Noija. Besar dugaan nama (marga) Hatoe kini Hattu dan Noija kini Noya. WT Hatoe ditempatkan sebagai guru di Koepang dicatat dalam Almanak 1827. BM Noija dicatat dalam Almanak 1836.

Pada era VOC, orang-orang Belanda tidak melakukan program pendidikan modern (aksara Latin) bagi penduduk. Namun program pendidikan aksara Latin sudah diperkenalkan secara non-formal sejak lama bagi penduduk di Amboina oleh orang-orang Portugis di sekolah-sekolah misionaris Katolik. Tidak hanya di Amboina, juga di Ternate dan Manado (termasuk kepulauan Sangir dan Talaud). Dapat dikatakan pendidikan aksara Latin terbilang yang terawal di wilayah (Governement) Maluku (Kepulauan Maluku). Pendidikan aksara lainnya (Arab, Jawa dan lainnya seperti Batak) dilakukan secara informal oleh penduduk, Pendidikan modern (dengan menggunakan aksara Latin) secara formal baru dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda. Disebut formal karena menjadi kebijakan dan program pemerintah yang dilakukan secara standar dan pelaksanaanya diawasi dengan membentuk suatu komisi sekolah (seperti komite pendidikan masa ini).

Bagaimana sejarah pendidikan di Kepulauan Timor (Timor Groep)? Seperti disebut di atas terbilang yang juga terawal. Bahkan gurunya tidak hanya orang Belanda juga ada gurunya yang berasal dari penduduk asli. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kupang (20): Lingua Franca di Kota Pelabuhan Kupang Tempo Doeloe; Berbeda Antarpulau Tapi Disatukan Bahasa Melayu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Entah kapan Bahasa Inggris menjadi lingua franca dalam dunia internasional, demikian juga entah kapan lingua franca yang disebut kemudian Bahasa Melayu menjadi bahasa antar pulau (nusantara). Namun lingua franca Bahasa Melayu di Kepulauan Timor atau Timor Grorp (kini provinsi Nusa Tenggara Timur) masih dapat ditelusuri. Bagaimana bisa? Itulah pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelusuran sumber-sumber tempo doeloe.

Di kepulauan Nusa Tenggara (Soenda Ketjil atau Klein Soenda) yang terdiri dari Bali, Lombok, Sumbawa dan Timor Groep terdapat sebanyak 72 dialek bahasa (bahasa daerah). Di provinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi bahasa Adonaro, Alor, Dhao, Ende, Komodo, Lembata, Manggarai, Ngada, Sabu, Sika, Soa dan Tetun. Di kota pelabuhan Kupang diidentifikasi Bahasa Melayu Kupang. Pada masa ini diidentifikasi penutur Bahasa Melayu Kupang ditemukan di Kota Kupang, Kota Atambua, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka. Bahasa Melayu Kupang berarti Bahasa Melayu dialek Kupang yang disingkat Bahasa Kupang. Idem dito dengan Bahasa Manado, Bahasa Ambon, Bahasa Banjar(masin), Bahasa Kutai, Bahasa Makassar dan Bahasa Betawi.

Bagaimana sejarah Bahasa Melayu di Kupang di Pulau Timor? Seperti disebut di atas, bahasa Melayu di Kupang (Bahasa Kupang) penuturnya di sebagian besar Pulau Timor. Bagaimana semua itu bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 07 Februari 2021

Sejarah Kupang (19): Sejarah Asal Nama Provinsi Nusa Tenggara Timur; Nama Pulau Timor Jadi Residentie hingga Nama Provinsi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Provinsi Nusa Tenggara Timur dibentuk dan diresmikan pada tanggal 20 Desember 1958. Sejak itu provinsi Nusa Tenggara Timur tetap eksis dengan nama yang tetap sama hingga ini hari. Sebelumnya Kepulauan Soenda Ketjil dijadikan sebagai satu provinsi. Nama Soenda Ketjil diubah tahun 1954 dengan nama baru Nusa Tenggara (lihat Het vaderland, 22-04-1954).

Pada era eskalasi politik nasional yang memanas karena PRRI-Permesta Provinsi Sumatra Tengah dilikuidasi dan kemudian dibentuk tiga provinsi (Sumatra Barat, Riau dan Jambi). Tidak lama kemudian provinsi Nusa Tenggara dilikuidasi dan kemudian dibentuk tiga provinsi (Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur). Dalam tahun ini jumlah provinsi di Indonesia bertambah sebanyak empat buah. Pada tahun 1957 Residentie Atjeh dipisahkan dari provinsi Sumatra Utara dengan membentuk provinsi Atjeh.

Perubahan status wilayah adalah satu hal, perubahan nama wilayah adalah hal lain lagi. Dua perubahan ini terjadi dalam sejarah (provinsi) Nusa Tenggara Timur. Tentu saja perubahan nama menjadi penting dan demikian juga perubahan status (wilayah) administrasinya juga penting. Okelah. Sejak kapan perubahan-perubahannya bermula. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kupang (18): Sejarah Pemerintahan di Nusa Tenggara Timur; Pemerintahan VOC (Belanda) Dibubarkan Tahun 1799

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Pada era Portugis perdagangan sangat longgar di kota-kota pantai. Hal itu juga terjadi pada permulaan kehadiran Belanda (sejak 1613). Pada tahun 1665 pemerintah VOC mengubah kebijakannya dari perdagangan yang longgar di pantai menjadi kebijakan baru yang mana penduduk asli (lokal) dijadikan sebagai subjek. Pemerintah VOC melalui para pedagang-pedagangnya membuat kontrak-kotrak (kerjasama) dengan para pemimpin lokal, Di provinsi Nusa Tengara Timur yang sekarang begitu banyak para pemipin lokal (raja-raja) di berbagai pulau-pulau yang berbeda. Pada saat ini wilayah yurisdiksi antara Belanda dan Portugis di pulau Timor sudah mengerucut (yang kini menjadi batas provinsi NTT dan negara Timor Leste).

Permulaan kebijakan baru VOC pada tahun 1665 bersamaan dengan kerjasama pemerintah VOC dengan para pemimpin lokal dalam mengusir pengaruh petrdagangan Atjeh di pantai barat Sumatra. Lalu langkah ini disusul pemerintah VOC yang bekerjasama dengan Ternate dan Boeton plus Aroe Palaka (mewakili Bone) untuk menghancurkan kerajaan Gowa (Macassar). Segera setelah terjadi kesepakatan antara (kerajaan) Mataram dan pemerintah VOC dalam soal wilayah bagian barat Jawa, Pemerintah VOC mulai mengirim ekspedisi ke pedalaman di hulu sungai Tjiliwong pada tahun 1687. Para pasukan pribumi pendukung militer VOC mulai membuka lahan di sepanjang daerah aliaran sungai Tjiliwong hingga pedalaman (kelak disebut Buitenzorg dan kini Bogor). Sebelumnya pada tahun 1684 Pemerintah VOC mengiri satu ekspedisi ke Pagaroejoeng dan membuat kontrak kerjasama dalam hal perdagangan di pantai timur Sumatra. Menjelang berakhir abad ini, ekspedisi VOC beberapa kali ke pedalaman Jawa (dari Tegal dan dari Soerabaja). Pada tahun 1703 Pemerintah VOC mulai membuat kerjasama dengan para bupati di Preanger. Kerjasama ini dapat dikatakan sebagai realisasi pertama kebijakan baru dari perdagangan yang longgar di pantai menjadi kebijakan baru yang mana penduduk asli (lokal) dijadikan sebagai subjek. Kerjasama-kerjasama VOC ini menjadi kacau ketika Prancis 1795 melakukan aneksasi di wilayah yurisdiksi Belanda yang akhirnya VOC dibubarkan pada tahun 1799. Lalu giliran Inggris (1811) melakukan aneksasi di wilayah yurisdiksi Belanda dan berakhir tahun 1816 (kemudian terbentuk Pemerintah Hindia Belanda).

Bagaimana sejarah pemerintahan di Timor Groep (baca: provinsi NTT)? Sejatinya baru dimulai di era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era pendudukan Inggrsi (1811-1816) hanya terbatas di Jawa dan beberapa wilayah di Palembang en Bangka, Macassar dan Bandjermasin. Lantas bagaimana dengan di Bali, Lombok, Sombawa dan Timor Groep? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 06 Februari 2021

Sejarah Kupang (17): Sejarah Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, Kini 4 Kabupaten; Pulau Sumba[wa] di Nusa Tenggara Barat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe, Pulau Sumba disebut Pulau Sandelbosch (Pulau Tjindana). Sebelumnya sudah dikenal nama pulau Sumbawa di barat (masuk wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat) dan pulau Flores di utara. Lantas sejak kapan nama tentang Pulau Sumbawa disebut Pulau Sumba (menggantikan nama lama Pulau Tjindana)? Lantas apakah itu begitu penting? Tentu saja karena perubahan nama itu bagian dari sejarah Pulau Sumbawa.

Pulau Sumba pada masa ini termasuk wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini awalnya dijadikan sebagai satu kabupaten dengan ibu kota di Waingapu. Pada tahun 1956 kabupaten ini dilikuidasi dan kemudian Pulau Sumba dibagi menjadi dua kabupaten dengan nama kabupaten Sumba Timur ibu kota di Wai-ngapu dan kabupaten Sumba Barat dengan ibu kota di Wai-kabubabak. Pada tahun 2007 kabupaten Sumba Barat dimekarkan dengan membentuk dua kabupaten: kabupaten Sumba Tengah dengan ibu kota di Wai-bakul dan kabupaten Sumba Barat Daya dengan ibu kota di Tambolaka.

Bagaimana sejarah Pulau Sumba? Namanya mirip pulau Sumbawa. Lantas mengapa nama pulau (nusa) Sumba tempo doeloe disebut pulau Cendana? Lalu mengapa PTN di provinsi Nusa Tenggara Timur diberinama Universitas Nusa Cendana? Apakah kayu cendana hanya ada di Pulau Sumba? Tentu saja tidak, kayu cendana bahkan awalnya diproduksi hanya di Pulau Solor dan Pulau Timor. Okelah kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kupang (16): Batoetara di Pulau Komba, Pelabuhan Kuno Pertama di Nusa Tenggara Timur; Sejarah Gunung Berapi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini

Batutara di provinsi Nusa Tenggara Timur hanya dikenal sebagai nama gunung api di Pulau Komba. Nama gunung ini mendapat namanya dari nama kampong kuno di pulau tersebut. Kampong Batoetara adalah pelabuhan pertama di provinsi Nusa Tenggara Timur, Bagaimana bisa? Hal itulah mengapa penting menulis narasi sejarah Batutara. Nama Batoetara tidak hanya dilihat sebagai nama gunung, tetapi juga nama kampong, nama pelabuhan dan mungkin nama pulau (sebelum disebut Pulau Komba).

Pulau Komba dimana terdapat Gunung Batutara pada masa ini masuk wilayah kabupaten Lembata. Nama Lembata sendiri adalah nama sebuah pulau yang dijadikan sebagai nama kabupaten. Pada masa lalu nama pulau Lembata diidentifikasi sebagai Pulau Lomblen. Pada tahun 1999 Pulau Lembata dan pulau-pulau lainnya sperti Pulau Komba dipisahkan dari Kabupaten Flores Timur dan pulau-pulau tersebut disatukan dengan membentuk kabupaten baru: Kabupaten Lembata dengan ibu kota di Lewoleba. Pulau Komba terletak sekitar 70 Km arah timur laut dari Pulau Lembata (kecamatan Buyasuri, kecamatan Omesuri dan kecamatan Ileape).

Lantas bagaimana sejarah Batoetara? Siapa yang peduli? Boleh jadi karena kini tidak ada penduduk yang bermukim di pulau (khawatir terjadi erupsi vulkanik). Akan tetapi sejarah tetaplah sejarah. Sebab nama Batoetara adalah nama tempat yang pertama diidentifikasi pada zaman lampau di provunsi Nusa Tenggara Timur yang sekarang. Untuk memperkaya sejarah Batoetara dapat diidentegrasikan dengan sejarah (pulau) Lomblen (Lembata). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk ntuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.