*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Kota Bogor, sejauh ini, telah ditulis secara keliru dan diinterpretasi salah. Penulisan sejarah kota Bogor menjadi tidak proporsional karena penempatan urutan waktu tidak berada pada garis yang sebenarnya. Kota Bogor sendiri adalah kota yang dibangun di masa lampau yang yang lokasinya dipilih oleh para pendahulu sesuai dengan anugerah alam untuk kebutuhan pertahanan, panorama dan religi. Titik origin kota Bogor dalam hal ini seharusnya dipandang dari awal mula keberadaan istana Buitenzorg, yang lokasinya berada pada titik persinggungan terdekat antara sungai Ciliwung dan sungai Cisadane (eks Pakuan Pajajaran).
Lukisan tertua Buitenzorg, 1770 |
Bayangkan kita berada di tengah kota
(titik origin) di masa lampau. Kita berada diantara dua sungai besar yang
sejajar yang merupakan jarak terdekat dua sungai ini (titik singgung) yakni
sungai Ciliwung dan sungai Cisadane. Diantara dua sungai besar ini terdapat
sungai kecil bernama Cipakancilan. Ke arah selatan (sisi sungai Cisadane) terdapat
panorama gunung Salak, ke arah utara panorama melandai menuju ke laut. Ke hulu arah
timur menuju pusat ibukota kerajaan Pakuan dan ke hilir arah barat persawahan
dan berbelok ke utara mengikuti aliran sungai Ciliwung menuju laut. Titik
singgung inilah pusat kota Bogor yang sekarang (Bazaar/Pasar Bogor). Dari titik origin ini ke arah hulu adalah kota
lama (Pakuan Pajajaran) dan ke arah hilir terbentuk kota Buitenzorg. Batas itu
kini berada di Pasar Bogor dimana di pangkal jalan Suryakencana kini dibuat
gapura dengan bertuliskan ‘Lawang Suryakancana’ (lawang=pintu gerbang).
Buitenzorg, Belanda Manfaatkan Kearifan Lokal
Nama Buitenzorg adalah
nama popular Bogor setelah ekspedisi Belanda (VOC) dimulai tahun 1703 oleh van
Riebeek. Sejak itu Bogor mulai dieksploitasi dengan munculnya area-area semacam
konsesi yang disebut land (tanah-tanah partikelir).
Salah satu pemicu perkembangan itu
adalah keberadaan istana Buitenzorg yang dibangun tahun 1744. Buitenzorg
berasal dari kata rumah peristirahatan (istana peristirahatan, zorg) di luar
kota (buiten) sebagaimana umumnya ditemukan di Eropa pada masa lampau. Ide
istana ini muncul untuk tempat tinggal alternatif bagi Gubernur Jenderal yang
menganggap Batavia sudah dianggap tidak sehat (kanal-kanal semakin dangkal dan
kotor dan tidak aman setelah peristiwa pembantaian orang-orang Cina di Batavia
tahun 1740).
Istana yang
menjadi rumah peristirahatan yang disebut Istana Buitenzorg menjadi origin kota
Buitenzorg. Istana ini dibangun saat Gubernur Jenderal masih berkantor di
Istana Batavia (Stadhuis/Balai Kota Batavia).
Istana Buitenzorg pada nantinya digunakan
Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris) sebagai ibukota dan menjadi
kediaman resminya antara tahun 1811-1816.
Lokasi Istana Buitenzorg
Tugu Putih (de Witte Paal), 1870, kini Tugu Air Mancur |
Kebutuhan tempat
peristirahatan Gubernur Jenderal (VOC) semakin mendesak. Suatu komite dibentuk
untuk menetapkan dimana lokasi istana akan dibangun. Komite menetapkan pada suatu
situs penting (di era Pakuan Pajajaran) dimana terdapat sebuah kolam air (kini
kolam air itu berada di belakang istana) yang suatu kolam alamiah. Istana yang
akan dibangun menghadap jalur kedatangan dari Batavia dengan titik sentral
berada di tugu putih (persimpangan jalan kuno di era Pakuan Pajajaran) yang
kini disebut tugu Air Mancur. Dari tugu ini lurus ke lokasi istana. Lokasi
pertapakan istana ini disebut Kampong Baroe.
Dilaporkan bahwa istana ini mulai
dibangun 1745 dan selesai tahun 1750. Tentu saja arsitektur istana Buitenzorg
ini belum semegah istana yang sekarang. Pada waktu itu, bahkan air mancur yang
berada di tengah kolam istana lebih popular dibandingkan dengan istananya
sendiri. Saat itu, kolam air ini berada di situs yang agak tinggi dari
sumber-sumber air di sekitarnya seperti sungai Tjiliwung dan sungai Tjipakantjilan.
Boleh jadi danau ini terbentuk dari air mancur yang keluar dari dalam tanah. Boleh
jadi antara tugu (paal) dengan air mancur adalah garis lurus dimana kawasan
Buitenzorg dibangun. Apakah terminology Tugu Air Mancur yang sekarang sudah ada
sejaka 1744?
Lokasi kota Bogor (bermula dari Buitenzorg) |
Satu-satunya data/informasi
terawal tentang istana Buitenzorg adalah lukisan tentang belakang istana
Buitenzorg yang diperkirakan dibuat tahun 1770 (lukisan ini telah diperbarui
dengan cat air tahun 1928 oleh suatu firma di Batavia). Judul (deksripsi) lukisan
ini adalah: ‘Het Gezigt van de beneden tuijn op Buijten Zorg met desselfs
wasplaats Fontijn Hoogstens en Berrege af te Zien van het Speelhuijs op Campon
Baro’
Lukisan ini menceritakan patung-patung
taman di pinggir kolam air mancur. Kolam ini juga digunakan untuk tempat cucian
dan dipinggirnya sebagai area untuk bermain. Area di kejauhan sebagai latar
belakang taman dan kolam (belakang istana) adalah hutan dan dan lahan-lahan
yang masih kosong. Hutan dan lahan kosong ini pada nantinya (1817) menjadi
Kebon Raya.
Benteng
Fort Padjadjaran (Peta ekspedisi Scipio, 1687)
|
Benteng Philipina (eks Fort Padjadjaran), Lukisan 1772) |
Jalan Baru dan Kali Baru
Jalan menuju
Buitenzorg dari Batavia adalah melalui sisi timur sungai Ciliwung. Jalan ini
adalah jalan yang dirintis
setelah adanya Belanda (berdasarkan rute jalan lama).
Jalan
rintisan ini kemudian semasa Daendles (1810) ditetapkan sebagai jalan pos. Jalan
pos itu dari Batavia melalui Bidara Tjina, Tandjong (kini pasar Rebo),
Tjimanggis, Tjibinong dan Tjiloear. Bidara Tjina dan Tjiloear adalah dua pusat
perdagangan yang diduga setelah era Fatahillah (Iacatra). Bidara Tjina adalah
tempat utama yang menjadi bazaar yang didominasi oleh Tionghoa. Sedangkan
Tjiloear adalah tempat utama yang menjadi bazaar yang didominasi oleh penduduk
pribumi.
Bersamaan dengan dibangunnya istana Buitenzorg (1744)
militer merintis jembatan dari ‘jalan utama’ (Bidara Tjina-Tjiloear) untuk
menyeberang sungai. Lokasi yang tepat berada di Kedoeng Halang (kini di Warung
Jambu). Pilihan penyebarangan ini karena alasan lebar sungai Ciliwung yang
lebih sempit sehingga militer lebih mudah membangun jembatan kayu beratap. Dari
jembatan ini terus mengikuti jalan Ahmad Yani yang sekarang lalu melalui Zeni
di Air Mancur. Ke timur terus ke depan Istana
Buitenzorg.
Sebelum adanya jalan sisi timur Ciliwung
ini sudah ada jalan sisi barat sungai Ciliwung (Westerweg). Jalan ini dari Air
Mancur melalui Gedong Badak, Tjiliboet, Depok, Pasar Minggu terus ke Sunda
Kelapa. Jalan ini diduga jalan kuno sejak era Pakuan Padjajaran. Di era VOC di
Depok bercabang ke Tjiniri lalu ke Tangerang.
Selain istana
Buitenzorg, situs penting lainnya di kota Bogor yang sekarang adalah Tugu Putih
(de witte paal). Tugu ini kini lebih dikenal sebagai tugu Air Mancur. Tugu ini merupakan penanda persimpangan
menuju ke empat arah.
Jalan lama sebelum adanya istana Buitenzorg
adalah jalan utama menuju timur ke Tadjoer dan Tjiawi dan menuju ke barat
menuju Tiliboet. Dengan kata lain istana dibangun di sisi jalan utama ini
(dekat kolam). Sementara dari air Mancur ini menuju ke utara (Kedoeng Halang)
dan menuju ke selatan ke Tjiomas (melalui Jalan Pabaton/RE Martandiata yang
sekarang).
Pada saat sekarang dengan posisi istana Bogor ke timur
menuju jalan Suryakencana, Jalan ini awalnya persis lokasi istana dan ketika
istana dibangun bergeser seakan mengitari istana lalu dari belakang istana ke
Surya Kencana. Sejak kebun Raya dibangun (1817) untuk melengkapi istana, jalan
ini bergeser lagi (seperti yang sekarang). Dengan kata lain di tengah kebun
raya merupakan jalan menuju Tadjoer dan Tjiawi melalui jalan Surya Kencana yang
sekarang. Sementara dari istana ke barat melalui jalan Sudirman, Air Mancur,
Good Year (Stadion Pajajaran), Kebon Pedes, terus ke Tjiliboet dan seterusnya.
Jauh sebelum
pemerintah Hindia Belanda membentuk asisten residen di Buitenzorg, VOC
melakukan kerjasama dengan pemimpin di Bogor, dibuat kali baru (River New) atau Slokkan. Pekerjaan kali baru ini dimulai tahun 1739 oleh Martidiwangsa dan kemudian diteruskan dan diselesaikan pada tahun 1753 oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff.
Kali
baru ini terdiri dari dua yakni kali baru barat dan kali baru timur. Kali baru
barat airnya bersumber dari pembuatan bendungan di Empang (sungai Cisadane)
yang airnya diteruskan ke sungai Cipakancilan dan alirannya diteruskan untuk
mengairi sawah dan kebutuhan perkebunan Land Gedong Badak, Land Tjiliboet dan Land
Bodjong Gede (lalu Tjitajam, Depok, Pondok Tjina Sringsing terus ke Batavia).
Hal yang sama juga dengan membuat bendungan (di Katulampa) untuk pengairan
sawah dan kebutuhan perkebunan di Tjikao dan Tjitrap
melelaui Ningewer yang kemudian dibuang ke kali kecil Tjipamangies, dekat desa Brengkok di Land
Tjipamangies.
Batas Wilayah Ibukota
Buitenzorg dan Akuisisi Tanah Partikelir
Sebagaimana diketahui VOC Hindia Timur digantikan
Pemerintah Hindian Belanda 1799 dimana pemerintah membeli tanah-tanah VOC untuk
tempat pemerintahan seperti di Batavia dan Buitenzorg. Pada tahun 1800, Land
Bloebor dibeli oleh pemerintah dimana land tersebut dijadikan pusat
pemerintahan. Sejak itu Land Bloeboer
dianggap wilayah kekuasaan pemerintah dan nama Bloeboer berganti nama
menjadi Buitenzorg. Dalam pembelian ini tanah tersebut, Daendles memiliki
sepersepuluh secara pribadi dalam 54 persil tanah yang terletak di sejumlah tempat.
Persoalan kemudian muncul karena kepemilikan pemerintah terhadap ibukota
Buitenzorg tidak utuh alias compang-camping serta batas-batas Negara
(pemerintah) tidak menentu. Gugatan kemudian diajukan terhadap tanah
kepemilikan di dalam kota yang dulu menjadi milik Daendles (lihat Nederlandsche
staatscourant, 02-11-1866). Gugatan dilakukan oleh Kejaksaan Agung mewakili
pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1864 gugatan diajukan ke pengadilan di
Batavia. Tanah-tanah swasta (partikelir) harus dibebaskan dari dalam kota dan
akan dibeli oleh pemerintah. Pada tahun 1866 sebagaimana dilaporkan surat kabar
Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866 pengadilan meloloaskan gugatan pemerintah
dan dapat membebaskan tanah pertikelir dengan memberikan ganti rugi kepada para
pemilik. Dengan demikian deklarasi baru dibuat atas tanah pemerintah di
Buitenzorg alias Bloeboer. Disebutkan tanah pemerintah di Buitenzorg dengan
struktur baru adalah sebagai berikut:
Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866 |
Di sisi
utara berbatasan dengan Land Kedoeng Badak: mulai dari sungai Tjiliwong,
jembatan sepanjang sungai Pekantjilan oleh tujuh tiang, bersama dan melalui
desa Paledang, tepi kiri sungai Pekantjilan di kompleks Tjiwaringin; di tepi
kanan dari Tjikoman, di Paboearan, kampung Tjilandak, untuk tepi kanan sungai
Tjidani yang lima belas tiang semuanya disemen. Di sisi selatan, mulai dari
sungai Tjiliwong di mulut sungai Tjiboedik, ke arah barat 42 derajat selatan ke
sungai Tjiawi, dan bersama mereka ke utara ke mulut sungai Tollok Pinang;
lingkup barat 9 derajat selatan, ke sungai Tjiretek, sampai sungai Tjidani,
pemisahan dari Land Tjoetak Tjawi. Di sisi timur dikelilingi oleh jalannya
sungai Tjiliwong, membuat pemisahan Land Kampong Baru. Di sisi barat ditentukan
sungai Tjidani, membuat pemisahan antara Land Tjoetak, Tjireroek, Tjiomas dan
Sendang-Barang serta Dermaga.
Dengan demikian ibukota Buitenzorg baru tahun 1866
sepenuhnya dikuasai oleh Negara yang dalam hal ini pemerintah di Buitenzorg
(Asisten Residen). Implikasinya atas tanah-tanah yang dugunakan di seluruh
ibukota pemerintah dapat menetapkan (pemungutan) pajak dan memiliki hak penuh
terhadap pengaturannya. Persil-persil tanah yang diakuisisi oleh pemerintah
tersebut diantaranya terdapat di Bandar Petee, Tjotok Bloeboer, Kampong
Bodjoeng Neros, Kampong Babakan, Kampung Babakan Paledang.
Nama
Buitenzorg sebagai nama suatu tempat baru muncul di dalam surat kabar Oprechte
Haerlemsche courant, 07-03-1767: ‘Een plaifante nette en welgeleg«n buiten
plaats, genaamd Buitenzorg met deszelfs Heeren-Huizinge’. Nama Buitenzorg
semakin kerap muncul sebagai nama tempat dimana terdapat penjualan lahan-lahan
pertanian (Amsterdamse courant, 18-04-1778).
Ibukota dan Pemerintahan
di Buitenzorg
Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810 |
Secara defacto, Residentie Batavia sudah sejak lama
mengklaim Buitenzorg sebagai wilayahnya. Namun secara de jure Buitenzorg
memiliki pemerintahan secara resmi baru terjadi pada era Inggris (1811-1818).
Hal ini dapat diperhatikan dalam keputusan Gubernur Jenderal tentang Aturan
Umum tahun 1810 dalam penetapan jalan pos trans–Jawa belum terindikasi nama
wilayah admninistratif, yang dinyatakan adalah nama-nama tempat utama (hoofdplaats)
sebagai pos-pos utama, seperti Bantam, Batavia, Buitenzorg, Tjisaroa, Bandong, Sumadang,
Tjirebon dan seterusnya ke Surabaija. Di dalam aturan umum ini Jawa hanya dibagi
ke dalam empat distrik saja: Bantam, Batavia, Semarang dan Soerabaja. Dalam
aturan umum ini nama Buitenzorg disebut di dalam artikel (pasal) 10 (lihat
edisi perdana Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810).
Sebagaimana
diketahui Inggris berada di Jawa sejak 1811 hingga 1816. Selama pendudukan
Inggris, ibukota Hindia Timur (East India) berada di Buitenzorg. Ibukota ini
paa awalnya I Batavia (sjak 1811). Namun alam prkmbangannya, bbrapa fungsi suah
braa I Buitnzorg (1812) sprit yang trkait ngan prtanahan (landen) yang brkanbtor
I kantor Rsin Buitnzorg. Rsin Buitnzorg prtama aalah Th. Mc. Quoid. Baru paa
tahun 1813 sara prmann ibukota pinah k Buitnzorg (lihat Java government gazette,
19-12-1812). Aapun rsinti yang ibntuk smaa Inggris banyaknya 16 rsidentie, yaitu:
Bagelen, Bantam (Banten), Banyumas, Basoeki (Besuki), Buitenzorg (Bogor), Tjirebon
(Cirebon), Batavia (Jakarta), Karawang, Kediri, Kedoe (Karanganyar), Madioen (Madiun),
Madoera (Madura), Pasoeroewan (Pasuruan), Djapara (Jepara), Preanger (Priangan),
Pekalongan, Rembang, Samarang (Semarang), Soerabaka, Soerakarta, Jogjakarta.
Umumnya ibukota berada dimana pemrintah berkedudukan.dalam
hal ini, Residen Buitenzorg berkedudukan di Buitenzorg. Pada umumnya ibukota adalah
kantor/rumah dari pemerintah tersebut yang dalam hal ini Residen Buitenzorg.
Untuk residen pertama di Buitenzorg setelah Belanda berkuasa kembali (1816) adalah
TF Hardij dan kemudian digantikan oleh CSW van Hagendorp (lihat Bataviasche
courant, 05-09-1818).
Lokasi
rumah/kantor asisten Residen ini dipilih berada di seberang Istana Buitenzorg
(yang sudah selesai dibangun tahun 1750). Bangunan rumah/kantor asisten residen
ini menjadi kantor asisten residen selama pemrintahan colonial Belanda hingga kemudian
datangnya pendudukan Jepang (1941). Situs/bangunan kantor asisten residen Buitenzorg
ini masih dapat dilihat hingga ini hari (disamping Hotel Salak yang sekarang).
Bataviasche courant, 05-09-1818 |
Residentie Buitenzorg dipisahkan dari Rsideentie Batavia.
Residentie lainnya yang berdekatan adalah Residentie Bantam dan Residenti Cheribon
dan Residenti Preanger. Residentie Karawang baru dibentuk kemudian (1818).
Karawang
sendiri sebelumnya adalah sebuah district di Regenshappen Preanger. Berdasarkan
keputusan Gubernur Jenderal tanggal 20 Juli 1818 Karawang dibentuk menjadi sebuah
Residenti dengan menempatkan seorang residen. Residen Karawang yang diangkat adalah
MA van den Broeek (lihat Bataviasche courant, 05-09-1818).
.
Leydse courant, 19-09-1823 |
Namun dalam perkembangannya, Residenti Buitenzorg
statusnya diturunkan menjadi asisten residen dan dimasukkan ke dalam residenti
Batavia (1823). Ini ditandai dengan pengumuman Gubernur Jenderal di Batavia
pada tanggal 3 Mei 1823 imana asisten residen yang ditunjuk di Buitenzorg
adalah SLG van Schuppen (lihat Leydse courant, 19-09-1823). Asisten residen
berikutnya adalah R de Fillienttaz Bousquet (lihat Javasche courant, 18-07-1829).
Untuk sekadar
pemandu: surat kabar pemerintah Hindia Belanda mucnul kali pertama tahun 1810 (Bataviasche
koloniale courant edisi pertama 05-01-1810). Lalu kemudian surat kabar ini digantikan
oleh surat kabar berbahasa Inggris, Java government gazette di era pendudukan Inggris
(pada bulan Februari 1912). Setelah Belanda berkuasa kembali, surat kabar tersebut
digantikan oleh Bataviasche courant dan kemudian muncul Javasche courant.
Bersambung:
Sejarah Bogor (2):
Kopi Buitenzorg, Lebih Tua dari Kopi Preanger; Sentra Produksi di Megamendung
dan CibungbulangBaca juga:Pada artikel-artikel selanjutnya akan mendeskripsikan sejarah berdasarkan tematik: (1) Istana Buitenzorg dan gempa bumi, (2) Kantor Asisten Residen Buitenzorg dan kiprah para Residennya, (3) Alun-alun Kota Buitenzorg dan tata kota, (4) Hotel Bellevue yang kini manjadi Pasar Ramayana (5) Stasion Buitenzorg dan para komuter, (6) Babakan Pasar, Pecinan di Buitenzorg, (7) Masjid Empang, Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan, (8) Jembatan Merah di atas kanal sungai Cipakancilan, (9) Kebun Raya Bogor diperluas tiga kali, (10) Sekolah Pribumi dan sekolah Eropa, (11) De Societeit, klub social di Buitenzorg, (12) Bendungan Empang di Cisadane dan bendungan Katulampa di Ciliwung, (13) Pasar Bogor Pasar Lama, Pasar Anyar Pasar Baru, (14) Gemeente Buitenzorg dan gemeeteraad, (15) Landbouwschhol dari Bondongan ke Cimanggu, (16) Veterinary School dan pembangunan pemukiman elit, (17) Rode Kruis-ziekenhuis menjadi rumah sakit PMI, (18) Universiteit van Indonesie di Buitenzorg, (19) Karbouwen-markt, pasar ternak di Buitenzorg, (20) Hotel Debbet yang menjadi Hotel Salak, (21) Landraad Buitenzorg, (22) Jembatan Bambu Batutulis, (23) Bantam straat yang kini menjadi jalan Kapten Muslihat, (24) Kartini School, sekolah keputrian, (25) Teubweg menjadi Jalan Otista, (26) Pendudukan Jepang, (27) Perang Kemerdekaan di Bogor) dan seterusnya. Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Jalan Jend. Sudirman, 1970
Sejarah Jakarta (15): Buitenzorg Ibukotanya Blubur, Sejarah Kota Bogor yang Sebenarnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap
berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada
‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku
hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
menarik ...adakah data otentik untuk kejelasan real nya
BalasHapusmenarik..apalagi kalau di dukung potret yang ada pada jaman itu
BalasHapusFoto, peta dan lukisan serta teks surat kabar, majalah dan bentuk dokumen lainnya)yang tidak disajikan dalam artikel ini dapat dilihat pada nomor-nomor artikel lainnya pada serial artikel Sejarah Bogor ini. Selamat membaca.
Hapus