*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Pada tanggal 17 Agustus 1945 dilakukan proklamasi
kemerdekaan Indonesia yakni merdeka dari penjajahan. Atas bantuan
Sekutu/Inggris, sebagian wilayah NKRI kembali dikuasai oleh penjajah, Belanda/NICA.
Bangsa Indonesia yang terus mengobarkan semangat kemerdekaan hanya tersisa Banten,
Jogjakarta, sebagian Jawa Tengah serta Sumatra minus Sumatra Selatan dan
Sumatra Timur (lihat peta).
|
Republik Indonesia (merah) dan BFO Belnada/NICA (putih) |
Pemerintah
RI di Djakarta terpaksa mengungsi ke Jogjakarta. Pemerintah Kabupaten Tangerang
juga terpaksa mengungsi ke Banten. TNI yang berada di wilayah yang dikuasai
Belanda/NICA juga dipaksa harus menyingkir ke wilayah sisa RI. Sementara itu, sebagian
penduduk yang berada di wilayah penguasaan Belanda/NICA bekerjasama dengan
Belanda/NICA, sebagian yang lain status quo (pro-RI). Penduduk yang bekerjasama
dengan Belanda/NICA kemudian membentuk negara sendiri-sendiri. Muncullah negara-negara
baru seperti Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Sumatra Selatan dan
Negara Sumatra Timur. Di negara-negara baru, yang boleh dikatakan bentukan
Belanda/NICA dibentuk pemerintahan termasuk pembentukan pemerintah di distrik
federal Batavia. Pemerintah Belanda/NICA kemudian mewujudkan aliansi negara-negara
federal (non-RI) dengan membentuk federasi (BFO). Lalu yang terakhir: Kerajaan Belanda
mengakuai kedaulatan Indonesia dalam bentuk federasi (BFO plus RI) yang disebut
Republik Indonesia Serikat. Dalam hal ini, sejatinya kerajaan Belanda tidak pernah
mengakuai Republik Indonesia (RI). Wilayah RI hanya tersisa Banten, Jogjakarta,
sebagian Jawa Tengah serta Sumatra minus Sumatra Selatan dan Sumatra Timur.
Lantas mengapa Husein Djajadiningrat dan Hilman Djajadiningrat tidak ikut
rombongan pemerintah RI hijrah ke Jogjakarta, atau paling tidak pulang kampung
ke wilayah RI di Banten? Bukankah Husein Djajadiningrat dan Hilman
Djajadiningrat adalah tokoh Banten yang tiada duanya saat itu? Mengapa Prof.
Dr. Husein Djajadiningrat tetap berada di wilayah federal Batavia dan
bekerjasama dengan Belanda/NICA dan ikut membentuk pemerintahan federal serta mendapat
posisi Menteri Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan (Opvoeding, Kunsten
en Wetenschappen)? Bagaimana dengan Hilman Djajadiningrat? Semua tentu ada
jawabannya. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
|
Kebinet van Mook (Het dagblad, 09-03-1948) |
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Keluarga Djajadiningrat
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar