*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Keberadaan tanah-tanah partikelir (land) dimulai pada era VOC/Belanda. Lahan-lahan yang subur di daerah aliran sungai Tjiliwong dijual pemerintah VOC kepada swasta dan membentuk land (semacam negara dalam negara). Keberadaan negara-negara mini ini diakui, tidak hanya oleh pemerintah VOC, tetapi juga diakui pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah pendudukan Inggris, bahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sendiri keberadaannya diakui. Hanya pemerintahan penduduk militer Jepang yang tidak mengakuinya.
Keberadaan tanah-tanah partikelir (land) dimulai pada era VOC/Belanda. Lahan-lahan yang subur di daerah aliran sungai Tjiliwong dijual pemerintah VOC kepada swasta dan membentuk land (semacam negara dalam negara). Keberadaan negara-negara mini ini diakui, tidak hanya oleh pemerintah VOC, tetapi juga diakui pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah pendudukan Inggris, bahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sendiri keberadaannya diakui. Hanya pemerintahan penduduk militer Jepang yang tidak mengakuinya.
Peta 1724 dan Peta 1940 |
Artikel ini hanya membatasi dinamika pembentukan
tanah partikelir (land) di wilayah Ring-2, yaitu land-land yang berada diantara sungai Tangerang dan
sungai Tjidoerian. Lalu secara khusus memfokuskan pada keberadaan land-land di
wilayah hulu (pedalaman) yang kebetulan kini wilayah tersebut dipisahkan dari
kabupaten Bogor dan kemudian disatukan dengan membentuk kabupaten Bogor Barat.
Kandidat ibu kota Kabupaten Bogor Barat dipilih di kecamatan Cigudeg (tempo
doeloe dikenal sebagai land Bolang).
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Land di Ring-1: Dari Tangerang Hingga Tjiampea
Pada tahun 1713 benteng Tjiampea diperkuat dengan
membangun benteng baru di Panjawoengan. Ini berarti urutan garis pertahanan
VOC/Belanda menjadi sebagai berikut: Fort (pulau (Onrust), Fort Tangerang, Fort
Sampoera (Serpong), Fort Tjiampea dan Fort Panjawoengan (Kalong, Leuwisadeng).
Benteng-benteng inilah yang menjadi garis pertahanan VOC/Belanda dari
kemungkinan serangan musuh (Kesultanan Banten).
Benteng-benteng VOC/Belanda (Peta 1724) |
Pada tahun 1730 sejumlah lahan di wilayah sisi
timur sungai Tangerang dijual oleh pemerintah VOC kepada swasta yang kemudian
dikenal sebagai tanah-tanah partikelir (land). Land-land yang baru dibentuk itu
antara lain land Babakan, land Tjikokol. Beberapa tahun kemudian (1739) land-land
baru diperluas hingga Serpong. Seiring dengan berjalannya waktu wilayah yang
berada di antara sungai Tangerang/sungai Tjisadane dengan sungai Tjiliwong semuanya
telah dikapling menjadi tanah-tanah partikelir (land). Jalur lalu lintas darat
terbentuk di sisi timur sungai Tjisadane/sungai Tangerang dari Buitenzorg ke
Tangerang (atau sebaliknya) melalui land Koeripan, land Paroeng dan land Serpong.
Peta 1779 |
Pada era Pemerintah Hindia Belanda di masa
Gubenur Jenderal Daendels (1808-1811) sejumlah land dibeli oleh pemerintah,
tetapi di sisi lain sejumlah lahan
dijual pemerintah kepada swasta dengan membentuk land baru. Land-land yang baru
itu antara lain berada di antara sungai Tangerang/sungai Tjisadane dengan
sungai Tjikande/sungai Tjidoerian. Batas wilayah Residentie Banten dikurangi
dan batas wilayah Residentie Batavia diperluas hingga ke sungai
Tjidoerian/sungai Tjikande.
Peta 1779 |
Dalam perkembangannya sejumlah land mengalami
pemekaran (dipecah), seperti land Tjiampea menjadi land Tjiampea dan land
Tjiboengboelan; land Sindang Barang atau Dramaga dipecah menjadi land Dramaga
dan land Sindang Barang dan land Janlapa dipecah menjadi land Janlapa dan
land Djasinga. Land Panjawoengan kemudian juga disebut land Leuwiliang; land
Sadeng Djamboe adakalanya disebut land Sadeng Oost dan land Tjoeroek Bitoeng
juga disebut land Nanggoeng.
Pada tahun 1826 dibentuk pemerintahan distrik. Ibu kota district Paroeng
berada di land Paroeng dan ibu kota district Djasinga berada di land Djasinga.
Land Panjawoengan atau Leuwiliang, land Tjiboengboelang dan land Tjiampea masuk
wilayah district Paroeng. Pada tahun 1879 land Tjoeroek Bitoeng atau Nanggoeng
dan land Sadeng Djamboe dipisahkan dari district Djasinga dan kemudian
bersama-sama land Panjawoengan atau Leuwiliang, land Tjiboengboelang dan land
Tjiampea serta land Dramaga disatukan dengan membentuk distrik baru yang
disebut district Leuwiliang. Ibu kota district Leuwiliang berada di land
Leuwiliang. Pada mulanya disebut land Panjawoengan, kemudian disebut land
Sadeng dan yang terakhir disebut land Leuwiliang. Nama land Bolang adalah
satu-satunya land yang tidak pernah mengalami pemekaran dan juga tidak pernah namanya
berubah.
Land-land baru dibentuk pada era Gubernur Jenderal
Daendels, seperti land Maoek dan land Balaradja (di hilir sungai Tjidoerian);
land Bolang dan land Janlapa (di hulu sungai Tjiedoerian). Demikian juga di
hulu sungai Tjataroem land Kedong Gede dan land Tjikarang serta di hilir sungai
Tjitaroem land Tjabangboengin. Dengan demikian semua lahan-lahan yang berada di
antara sungai Tjitaroem dan sungai Tjidoerian telah menjadi tanah-tanah
partikelir (land).
Pada
saat yang sama juga pemerintah Hindia Belanda membeli (mengakuisisi) sejumlah
land lama untuk dijadikan ibu kota pemerintahan. Land Weltevreden dibeli
pemerintah untuk dijadikan ibu kota negara dengan membangun istana Weltevreden
(kini gedung Kementerian Keuangan di lapangan Banteng); land Bloeboer dibeli
pemerintah untuk dijadikan sebagai pusat pemerintahan di Buitenzorg (istana
Bogor dan sekitarnya).
Pada tahun 1826 mulai dibentuk pemerintahan yang
lebih rendah. Afdeeling yang berdekatan dijadikan satu kesatuan dengan
membentuk residentie. Residentie Batavia terdiri dari afdeling Stad Batavia,
afdeeling Meester Cornelis, afdeeling Tangerang, afdeeling Bekasi dan afdeeling
Buitenzorg. Di sisi-sisi Residentie Batavia adalah residentie Banten (di
barat); residentie Krawang (di timur) dan residentie Preanger Regentschappen di
selatan.
Dalam struktur
pemerintahan yang baru di Residentie Batavia ini diangkat tiga Asisten Residen
yang berkedudukan di Weltevreden. Meester Cornelis dan di Buitenzorg. Untuk
afdeeling Tangerang diangkat Hoofdschout dan untuk afdeeling Bekasi diangkat
Schout. Selain itu juga dibentuk district. Di Afdeeling Stad Batavia dibentuk
district Weltevreden; di afdeeling Tangerang dibentuk district
Tangerang/Ketapang dan Balaradja; di afdeeling Meester Cornelis dibentuk
district Kebajoran; di afdeeling Bekasi dibentuk district Tjabangboengin.
Sementara itu di afdeeling Buitenzorg dibentuk district Tjibinong, Paroeng dan
district Djasinga.
Pada tahun 1860 terjadi pemekaran atau
pembentukan district baru, diantaranya membentuk district Leuwiliang. Sebagian
dari land di district Djasinga (land Sadeng Djamboe dan land Tjoeroek Bitoeng)
dan sebagian land di district Paroeng (Tjiampea dan Dramaga) dipisahkan untuk
membentuk district Leuwiliang. Demikian juga sebagian land di district
Tangerang dan sebagian land di district Balaradja dipisahkan untuk membentuk district
baru Maoek.
Peta 1940 |
Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1917 |
Pada tahun 1908 dibentuk beberapa pemerintahan
yang lebih rendah (onderdistrivt). Wilayah terendah ini dikepalai oleh Asisten
Demang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-01-1908).
Wilayah-wilayah
onderdistrict yang baru dibentuk tersebut antara lain di Afdeeling Tangerang
yakni di district Tangerang dibentuk onderdistrict Tjengkareng dan Serpong; di
district Balaradja dibentuk onderdistrict Tigaraksa; dan di district Maoek
dibentuk onderdistrict Teloknaga. Sementara itu di wilayah Afdeeling Buitenzorg
juga dibentuk beberapa onderdistrict. Di district Buitenzorg dibentuk
onderdistrict Buitenzorg, Tjiawi dan Kedongbadak; di district Tjibinong
dibentuk onderdistrict Tjimanggisl di district Tjibaroesa dibentuk
onderdistrict Tjilengsi dan onderdistrict Djonggol; di district Paroeng
dibentuk onderdistrict Depok; di district Leuwiliang dibentuk onderdistrict
Roempin; di district Djasinga dibentuk onderdistrict Paroeng Pandjang.
Pemerintah Hindia Belanda dalam perkembangannya
mulai kembali meneruskan pembelian land-land. Upaya pembelian land ini diatur
dalam staatsblad tahun 1911. Beberapa land yang sudah dibeli pemerintah jumlahnya
baru sedikit. Situasi dan kondisi land-land yang masih tersisa di antara sungai
Tjitaroem dan sungai Tjidoerian masih sangat luas (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 13-02-1917).
Land
terluas saat ini (1917) berada di Afdeeling Buitenzorg dan Afdeeling Krawang.
Land terluas adalah land Pamanoekan en Tjiassem di Afdeeling Krawang seluas
300.000 bau (sebagian besar luas land di Krawang). Di afdeeling Buitenzorg land
terluas adalah land Tjipamingkis dan disusul land land Tjibaroesa serta land
Pondok Gede (di district Tjiawi). Land Bolang sendiri adalah land terluas di
sebelah barat Buitenzorg yakni seluas 30.250 bau, sedangkan land Djasinga seluas
23.000 bau. Land lainnya di sekitar land Bolang terbilang relatif kecil seperti
land Janlapa, land Nanggoeng dan land (Sading) Djamboe.
Pada tahun 1918 pemerintah kembali membeli tanah
partikelir yakni land Ragoenan. Setahun kemudian land Janlapa Tjikopo Madjak
diakusisi oleh pemerintah (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 29-05-1919).
Pada
tahun 1926 land Djasinga termasuk salah satu dari 10 land yang diakusisi oleh
pemerintah. Sembilan land lainnya tersebut adalah land Tigaraksa, land
Djatinegara, land Pondoklaboe, land Kebajoran, land Tjikokol, land Bazaar
Tangerang West (Grendeng), land Gandaria Noord, land Oeloe Pella dan land Pella
Petogogan. Pada tahun 1927 pemerintah mengakuisisi satu land lagi yakni land Tjiampea (lihat De Indische courant,
18-10-1927). Pada tahun 1931 diketahui pemerintah membeli land Tjengkareng,
land Kalideres dan land Tegalaloer (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-06-1931).
Land yang masih tersisa yang belum diakuisisi
pemerintah di sebelah barat Buitenzorg adalah land Bolang, land Sadeng Djamboe
dan land Nanggoeng (dulu disebut land Tjoeroek Bitoeng). Land Bolang dimiliki
oleh keluarga Charles van Stoelen, sementara land Nanggoeng dan land Sadeng
Djamboe dimiliki oleh keluarga van Motman yang secara historis telah memiliki
land Dramaga. Secara historis tiga land ini tidak terlalu bermasalah dengan
penduduk. Pemilik tiga land ini memperlakukan penduduk dengan baik seperti sewa
lahan yang rendah dan tidak adanya penerapan kerja rodi.
Akhirnya
era kolonial Belanda berakhir pada tahun 1942 dan kemudian diambilalih oleh
Jepang dengan membentuk pemerintahan (pedndudukan) militer Jepang. Pemerintahan
pendudukan Jepang menyatakan tidak ada lagi (penguasaan) tanah partikelir
(land). Semua lahan berada di tangan militer Dai Nippon (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 26-05-1942). Proklamasi ini di wilayah Buitenzorg diadakan di land
Goenoeng Sindoer. Dalam deklarasi ini selain perwakilan Jepang dari Batavia juga
dihadiri oleh semua kepala desa di sekitar dan juga dihadiri oleh Wedana dari (district)
Paroeng. Deklarasi serupa ini juga diadakan di land Tjengkareng (district
Tangerang) dan di land Tamboen (district Bekasi).
Pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Namun tidak lama kemudian Belanda kembali dengan
membentuk pemerintah NICA/Belanda. Selama perang kemerdekaan kembali
NICA/Belanda mengaktifkan land dan dikembalikan kepada pemilik lama, Dalam
perkembangannya land-land tersebut dibeli oleh pemerintah NICA/federal (lihat Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-01-1950).
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 11-01-1950 |
Trogong,
Janlappa Oost, Poelo Gadoeng, Klender, Toegoe Oost en West, Tanah Rendah,
Tjiisaroea
Zuid, Tjileboet, Kampoeng Mangga, Pabean Tjilauw, dan 13 land yang dimiliki
oleh NV Javasche Part. Land, Mij.
Setelah penebusan baru-baru ini, kepemilikan land
di Jawa masih total tersisa seluas 28.923 ha, yakni 19 persil di sebelah barat Tjimanuk
(14.938 ha), 14 persil di sebelah timur Tjimanoek (16.860 ha) dan 109 persil yang
terletak di dalam kota Batavia, Semarang dan Surabaya (7.125 ha). Komite ini diputuskan
oleh NICA/Belanda (federal) pada tanggal 24 Desember 1949.
Akhirnya
Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Komite
baru akan dibentuk kemudian (di era RIS). Pada era pemerintahan RIS (Republik
Indonesia Serikat) kembali dilakukan pembelian land-land yang masih tersisa
Hingga berakhirnya era Belanda/NICA, land-land
yang berada di wilayah barat Buitenzorg (Bogor) hampir semuanya telah
dibebaskan. Land yang terakhir dibebaskan (1949) adalah land Bolang, Dramaga,
Tjikoleang, Janlappa Oost dan Tjikopo Noord. Namun ada beberapa land yang
diduga belum terbebaskan seperti land Depok, land Sadeng Djamboe dan land
Nanggoeng serta land Tjiomas.
Pada
tahun 1951 diterbitkan SK Menteri Dalam Negeri tentang Pelepasan Tanah
Partikelir. Dari sumber lain diketahui pembebasan land Depok dilakukan pada
tahun 1952. Boleh jadi pada saat yang bersamaan telah dilakukan pembebasan
semua land yang tersisa di wilayah Bogor seperti land Sadeng Djamboe dan land
Nanggoeng serta land Tjiomas.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar