*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini
Di Agam tidak hanya benteng Fort de Kock di Bukittinggi, juga ada benteng di Tandjoeng Alam. Benteng Tandjoeng Alam adalah benteng penghubung antara benteng Fort van der Capellen di Batusangkar dengan benteng Fort di Kock di Bukittinggi. Tiga benteng ini memiliki peran penting membebaskan Padangsche Bovenlanden (Minangkabau) dari pengaruh Padri.
Di Agam tidak hanya benteng Fort de Kock di Bukittinggi, juga ada benteng di Tandjoeng Alam. Benteng Tandjoeng Alam adalah benteng penghubung antara benteng Fort van der Capellen di Batusangkar dengan benteng Fort di Kock di Bukittinggi. Tiga benteng ini memiliki peran penting membebaskan Padangsche Bovenlanden (Minangkabau) dari pengaruh Padri.
Benteng Fort de Kock dan Bneteng Tandjoeng Alam (Pet 1835) |
Benteng Tandjoeng Alam tidak
hanya berperan dalam membebaskan Padri dari district Tanah Datar dan district
Agam, benteng Tandjoeng Alam (bersama benteng Fort de Kock) juga berperan
penting dalam mengepung pusat Padri di Bondjol. Namun hanya sejarah benteng
Fort de Kock yang kerap ditulis, sementara benteng Tandjoeng Alam di selatan dan
benteng Elout di utara (Panjaboengan) kurang terinformasikan dengan baik. Benteng
Fort Elout di Panjaboengan berperan dalam membebaskan pengaruh Padri di Mandailing
en Angkola. Untuk menambah pengetahuan tentang benteng, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Benteng Fort de Kock, 1825 |
Benteng
Fort de Kock dan Benteng Fort van der Capellen
Dimana benteng Fort de Kock di Bukittinggi berada
pada masa ini sudah jelas karena situsnya masih eksis. Namun dimana posisi GPS situs
benteng Tandjoeng Alam pada masa ini masih sulit diketahui. Sebagaimana
lazimnya, benteng dibangun di tempat strategis, dalam hal ini berada di persimpangan
antara Fort de Kock dan Fort van der Capellen dan Paijakoemboe, besar dugaan
benteng Tandjoeng Alam berada di Baso.
Benteng
adalah awal koloni Belanda di suatu wilayah. Pada awal kolonisasi, benteng
tidak hanya pusat pertahanan tetapi juga pusat perdagangan dan pusat pemerintahan.
Pada awal kolonisasi (Pemerintah Hindia) Belanda tahun 1819 di Ranah
Minangkabau berpusat Tapanoeli (kedudukan Asisten Residen WJ Waterloo). Para
komandan militer ditempatkan di sejumlah tempat strategis: Majoor GLC von
Rochmaler di Padang (Padangsche Benelanden) dan Kapitein C Bauer di Padang
(Padangsche Bovenlanden). Di dua tempat ini sudah sejak lama di era VOC ada
benteng (benteng Padang dibangun oleh Belanda dan benteng Natal dibangun oleh Inggris).
Tiga nama ini berasal dai tiga bangsa yang berbeda: Inggris (Waterloo); Jerman
(Rochmaler) dan Belanda (Bauer). Mengapa demikian?
Pengaruh Inggris masih sangat kuat di kota-kota Pantai termasuk di kota Padang
karena itu asisten residen Waterloo orang Inggris dan Rochmaler adalah tentara
profesional asal Jerman. Penempatan Bauer orang Belanda di pedalaman adalah
misi utama Pemerintah Hindia Belanda di Batavia.
Para komandan
berpangkat letnan ditempatkan di Pariaman, Agam, Samawang dan Padang Ganting.
Dalam hal ini Kapitein Bauer membawahi tiga letnan: Cremer di Agam, von Ochsee di
Samawang dan van Haersolte di Padang Ganting. Dalam hal ini Pariaman adalah
pelabuhan antara Natal dan Padang. Tiga letnan inilah yang merintis pembangunan
benteng yang kemudian disebut benteng Fort de Kock, benteng Samawang dan
benteng Padang Ganting. Setelah militer yang dipimpin oleh Kapitein Bauer
berhasil membebaskan Pagaroejoeng dari pengaruh Padri dibangun benteng baru di
sebelah barat Pagaroejoeng yang kemudian dikenal benteng Fort van der Capellen.
Oleh karena nama benteng merujuk pada nama petinggi Belanda maka benteng Fort
van der Capellen dan benteng Fort de Kock adalah benteng besar (benteng utama)
di pedalaman Ranah Minangkabau. Benteng Samawang dan benteng Padang Ganting
diakses dari Padang melalui Solok dan Sawahloento. Sedangkan benteng di Agam
(Fort de Kock) diakses dari Padang (via) Padang Pandjang dan dari Tikoe via
Loeboek Basoeng-danau Manindjaoe.
Nama benteng Tandjoeng Alam berada di Baso jelas pada
masa ini agak membingungkan. Sebab pada masa ini dua kota tersebut berada pada jalur
yang sama tetapi berlokasi di area-wilayah yang berbeda. Oleh karena arah
pergerakan militer dari selatan dan dari barat maka dibutuhkan satu benteng tambahan
(hub) diantara benteng Fort van der Capellen dan benteng Fort de Kock. Hal ini
diduga sehubungan dengan pemberukan pemerintahan dipil di Padangsche
Bovenlanden tahun 1830 dimana Asisten Residen berkedudukan di Fort van der
Capellen. Benteng baru ini berada pada posisi GPS di Tandjoeng Alam (karena
itulah disebut namanya benteng Tandjoeng Alam).
Pertempuran di Tandjoeng Alam (1832) |
Penjelasan ini diperkuat dari satu laporan
militer pada tahun 1832 yang mana Kapitein de Quaij (Fort van der Capellen)
memerintah pasukan di benteng Tandjoeng Alam (Agam) yang dipimpin Letnan Bouman
pada tanggal 11 April untuk merangsek ke Biaro, sementara Kapitein Veldman
(Fort de Kock) membawa pasukan dengan dua penembak jitu (lihat Javasche courant,
10-07-1832). Pada tanggal 12 April kampung yang dibentengi di Kapauw berhasil
dikalahkan. Di Kota Baroe telah terkonsentrasi pasukan yang dipimpin oleh
Towanko Tjerdik yang membantu dari Bondjol, Salah satu pemimpin Padri tewas dalam
pertempuran ini yakni Towanko die Goelan, salah satu pemimpin dan pengikut yang
paling setia, dari Towanko di Messian. Di pihak Belanda beberapa terluka parah,
termasuk letnan E Maxwel. Dalam hal ini, posisi benteng Tandjoeng Alam besar
dugaan bahwa jalan dari Fort van der Capellen kala itu tidak langsung menuju
Baso yang sekarang tetapi melalui Tjandoeang terus ke barat ke Ampat Angkek
lalu ke Tandjoeng Alam. Jalan Kota Baru dari Padang Pandjang ke Tandjoeng Alam sendiri
pada masa ini adalah jalan yang dibangun kemudian sebagai jalan akses.
Setelah district Agam
berhasil dibebaskan dari pengaruh Padri, perhatian kemudian ditujukan ke
district Lintau dimana terdapat para pengikut Padri. Usai perang penduduk Agam
mulai bekerja di sawah ladang dengan tenang. Distrik Agam selain memiliki dua
benteng (Fort de Kock dan Tandjoeng Alam) juga didukung benteng dari selatan
(Fort van der Capellen) dan dari timur benteng Paijakoemboe.
Akhirnya militer Belanda telah berhasil membebaskan
district Lintau dari pengearuh Padri (lihat Journal de La Haye, 09-02-1833).
Disebutkan berdasarkan berita di Batavia 11 September 1832 bahwa pada tanggal
operasi militer telah berhasil di Lintau yang berakhir pada tanggal 30 Juli.
Benteng Tandjoeng Alam dan Benteng Elout
Bersamaan dengan berakhirnya operasi militer di
Lintau pada tahun 1832, untuk persiapan ke wilayah Bondjol didatangkan pasukan
dari Jawa yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout (lihat Journal de La Haye, 09-02-1833).
Para pasukan ini sebagian ditempatkan di Batoesangkar (Fort van der Capellen)
dan sebagian yang lain Elout membawanya sendiri ke Agam (Fort de Kock).
Penempatan ini dimaksudkan untuk melakukan operasi militer di Marapalam sebelum
kekuatan diarahkan ke Bondjol.
Letnan
Kolonel Elout membangun garnisin militer di Biaro. Elout ditemani oleh Letnan
Kolonel Vermeulen-Krieger dan Kapitein De Quaij dan Kapitein Hellwig. Pasukan
Elout didukung pasukan pribumi asal Melayu.
Seperti halnya keluarga kerajaan Pagaroejoeng meminta
bantuan Pemerintah Hindia Belanda untuk membebaskan pengaruh Padri, pada tahun
1833 radja-radja di Mandailing dan Angkola dibawah pimpinan Radja Gadoembang
meminta bantuan Pemerintah Hindia Belanda untuk membebaskan pengaruh Padri dari
Mandailing en Angkola.
Para
hulubalang Pagaroejoeng membantu militer Belanda mengusir pasukan-pengikut
Padri dari Minangkabau juga ikut serta dalam pengepungan Padri di benteng
Bondjol. Seperti kita lihat nanti para hulu balang Mandailing dan Angkola
membantu membebaskan pengaruh Padri di Mandailing en Angkola juga ikut membantu
militer Belanda dalam pengepungan benteng Bondjol (yang dipimpin Tuanku Imam
Bondjol). Para hulubalang Pagaroejoeng, Mandailing en Angkola dan para
hulubalang Padang Lawas juga ikut mendukung militer Belanda dalam pengepungan
benteng Daloe-Daloe (yang dipimpin Tuanku Tambusai), Benteng Elout (Peta 1843)
Dalam pengepungan kekuatan Padri yang berpusat di
Bondjol Pemerintah Hindia Belanda membangun sejumlah benteng. Salah satu
benteng yang dibangun adalah benteng di Panjaboengan yang kemudian dikenal
sebagai benteng Fort Elout (nama Komisaris Jenderal Mr. Cornelis Theodorus
Elout). Benteng lainnya yang dibangun dekat dengan posisi GPS benteng Bondjol
adalah benteng Amorangan di Rao.
Benteng-benteng
ini didukung oleh tiga garnisun militer yang telah dibangun di Air Bangis, Pariaman
dan Natal. Tiga benteng di kota pantai ini sudah ada sejak era VOC dan kemudian
diperkuat sehubungan dengan eskalasi politik yang semakin meningkat di
pedalaman antara kaum Padri dan radja-radja adat di satu pihak dan di pihak
lain antara pasukan Padri dengan militer Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar