Istana Buitenzorg, 1834 (sebelum hancur oleh gempa bumi) |
Gempa bumi besar di Batavia telah
terjadi beberapa kali sebelumnya. Gempa bumi pertama dicatat tanggal 13
Februari 1684. Selanjutnya, terjadi gempa bumi pada 4 Januari 1699, 25 Januari
1769, 10 Mei 1772 dan disusul pada tanggal 22 Januari 1775. Gempa bumi
berikutnya pada tanggal 19 Maret 1805 (lihat Almanak 1816).
Pada masa transisi dari Inggris ke Belanda tahun 1815 terjadi kembali
gempa bumi beruntun, yakni: tanggal 10 April 1815 lalu keesokan harinya
tanggal 11 April dan empat hari kemudian terjadi lagi tepatmya tanggal 15 April
1815. Ini mengindikasikan wilayah sekitar Batavia sejak dari dulu rawan
terhadap gempa bumi.
Istana Buitenzorg
Hancur
Gempa bumi tahun 1834 terbilang gempa bumi terbesar yang pernah terjadi di
Batavia. Gempa bumi ini tercatat telah menghancurkan Istana Buitenzorg. Padahal
istana ini merupakan salah satu bangunan yang dibuat kokoh dan tahan lama
karena tempat kediaman Gubernur Jenderal. Yang dimaksud Residentie Batavia saat itu adalah wilayah sepanjang pengaliran sungai Tjiliwong (Afdeeling Batavia, Afdeeling Meester Cornelis dan Afdeeling Buitenzorg).
Sungai Ciliwung Makin
Dangkal
Sungai
Ciliwung yang terlihat sekarang besar kemungkinan berbeda dengan gambaran
Sungai Ciliwung pada masa lampau. Pada masa ini tidak satu ruas pun Sungai
Ciliwung dapat diarungi sekalipun sangat jelas bukti (foto) yang masih tersisa
dapat ditampilkan.
Pada masa-masa awal
perjalanan menuju Pakuan boleh jadi ekspedisi dapat dilakukan lewat
sungai sampai ke hulu di Moeara Beres dan bahkan ke Pakuan. Namun pada masa-masa selanjutnya
kapasitas sungai untuk bisa ditelusuri misalnya sampai ke Depok tampaknya
semakin sulit dijelaskan karena kurangya bukti.
Semakin
dangkalnya Sungai Ciliwung diduga gempa bumi yang terjadi pada 1699 yang telah
mengakibatkan kenaikan tingkat pengendapan di dalam Sungai Ciliwung khususnya
yang berada dekat muara. Dampak dari pendangkalan Sungai Ciliwung mengancam
penduduk dan lingkungan dari banjir besar.
Hal yang sangat mungkin
menyebabkan pendangkalan sungai karena arus sungai yang tidak stabil karena
adanya penggundulan hutan di hulu atau di sepanjang Sungai Ciliwung. Cornelis
Chastelein telah mengingatkan kita di dalam wasiatnya karena ia telah
menyadarinya.
Kanal Barat Atasi Banjir
Banjir
besar yang kerap terjadi di Batavia pemerintah mulai berupaya untuk
mengatasinya. Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun Pintu
Air Manggarai dan Banjir Kanal Barat (BKB) untuk mengantisipasi luapan Sungai
Ciliwung yang semakin tidak stabil dan tidak terkendali. BKB ini adalah sungai
besar buatan untuk mengalihkan sebagian air Ciliwung ke arah sisi barat Jakarta.
Dalam kaitan ini sejumlah
kanal, sodetan dan pintu air juga dibangun. Tujuannya untuk menyelamatkan pusat
kota dan kawasan istana Gubernur Jenderal di Batavia. Kanal-kanal dan pintu air
ini sudah muncul pada awal pembangunan kota Batavia di era VOC.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar