Jumat, 02 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (71): Sejarah Perdagangan Asia dan Navigasi Pelayaran Maritim Nusantara; India, Arab, Tiongkok

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Dalam sejarah Asia, sebelum orang-orang Tiongkok melaut, sudah sejak zaman beheula pedagang-pedagang India dengan navigasi pelayaran mencapai Sumatra dan pedagang-pedagang Arab mencapai India yang menyebabkan komodi zaman kuno seperti emas, kamper, kemenyan dan gading dapat diperdagangkan di Eropa. Sutra dan porselin Tiongkok mengalir ke Eropa melalui pedagang-pedagang Persia. Pada fase awal zaman kuno inilah penulis-penulis Eropa seperti Ptolomeus (abad ke-2) membuat ringkasan peta perdagangan termasuk rute navigasi pelayaran ke timur (India). Jangan lupa orang-orang Tiongkok di daratan juga telah meringkas pengetahuan mereka. Ringkasan-ringkasan dari Eropa dan Tiongkok inilah yang masih bisa kita baca sekarang,

Orang-orang Mesir kuno tidak meninggalkan catatan, tetapi sisa peradabannya masih dapat dilihat dan dibaca melalui peninggalan-peninggalan makam kuno dan piramida. Orang-orang Arab terutama Persia diduga telah memiliki catatan kuno tetapi tidak terinformasikan secara luas sehingga kita pada masa kini hanya merujuk pada sumber Eropa dan Tiongkok. Setali tiga uang dengan India, tetapi sisa peradaban India masih dapat ditelusuri pada karya-karya klasik dan sisia-sisa prasasti dan candi, khususnya yang terdapat di nusantara, Dari sisa peradaban kuno India zaman kuno nusantara (era Hindoe Boedha) inilah kita bisa melihat dan membaca hubungan navigasi pelayaran perdagangan ke barat (India. Arab dan Eropa) dan ke utara (Indochina, Tingkok dan Jepang). Dalam konteks inilah kita bisa mulai penyelidikan sejarah maritim di Asia dan khususnya nusantara (Indonesia).

Lantas bagaimana sejarah maritim Asia? Yang jelas sejarah maritim Asia adalah pondasi awal sejarah maritim nusantara dalam konteks navigasi pelayaran perdagangan. Dalam hal ini, navigasi pelayaran (maritim) nusantara adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah maritim India, Arab dan Tiongkok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Sejarah Maritim Asia: Arab, India dan Tiongkok

Sesungguhnya tidak diketahui secara jelas, pengetahuan tentang (keberadaan) Hiudia Timur (Indonesia) bermula apakah dari barat (melalui laut) atau dari utara (melalui darat). Tetapi yang pasti pedagang-pedagang Indialah yang pertama (berlayar) ke Hindia Timur. Hal itulah, tanpa perlu diselidiki lebih lanjut, mengapa Indonesia dinamai Hindia (India) Timur, bukan Tiongkok Tenggara. Sedangkan yang mencatat pertama, dalam arti data sejarah, orang Eropalah yang menginformasikan tentang keberadaan Hindia Timur, namun seperti disebut di atas tidak diketahui secara pasti apakah melalui laut dari barat (Ceylon) atau melalui darat dari utara (daratan Tiongkok).

Dalam sejarah awal, untuk urusan navigasi pelayaran perdagangan, orang-orang Mesir, Arab dan India yang pertama, bahkan ketika orang-orang Eropa dan orang-orang Tiongkok masih terkurung di daratan. Meski demikian, dalam soal pengalaman melaut secara terbatas (navigasi pelayaran lokal) orang-orang Eropa juga sudah berpegalaman di sekitar Laut Mediterania, Laut Baltik dan Laut Utara. Hanya Tiongkok yang dapat dikatakan yang nyaris tidak mengenal laut. Namun demikian, meski di daratan yang luas, orang-orang Tiongkok masih terbiasa dengan pelayaran sungai. Jelas bahwa pelayaran sungai dan pelayaran laut sangat berbeda. Navigasi pelayaran laut memelukan kekuatan teknologi, pengetahuan astronomi dan pengetahuan geografi. Hal itulah mengapa begitu pentin dalam sejarah kuno soal navigasi pelayaran laut dalam perdagangan.

Ketika Ptolomeus pada abad ke-2, pengetahuan tentang geografi sudah begitu luas, yang dapat diartikan sudah bersifat pengetahuan umum. Seperti kita pada masa ini, semua orang mengetahui dimana Jakarta, tetapi menjadi penting siapa yang pertama mengetahui (mengunjungi) puncak gunung Salak dimana ditemukan kawah. Seperti itulah di zaman kuno pada saat Ptolomeus mulai meringkas pengetahuan umum ke dalam peta-peta dan narasi geografi. Memang Ptolomeus tidak banyak melakukan perjalanan, tetapi kemampuannya meringkas pengetahuan umum ke dalam peta patut dipuji, tetapi karena sumber-sumbernya dalam membuat peta dari semua pihak, salah satu petanya kemudian menjadi sumber perdebatan bahkan hingga ini hari, yakni tentang suatu peta yang kini masih belum jelas apakah peta pulau Ceylon atau peta pulau Kalimantan yang disebut Taprobana. Tapi menariknya, perdebatan Ceylon versus Kalimantan menjadi sumber kajian baru apakah para informan peta Ptolomeus tersebut datang dari barat (Arab) atau dari utara (Tiongkok).

Hal-hal yang bersifat ‘debatable’ ini sesuangguhnya masih banyak lagi, salah satu yang terkenal di zaman kuno soal dimana Atlantis berada. Atlantis disebut sebagai daratan luas setara benua yang dianggap telah hilang dari imajinasi manusia. Tempat tersebut kali pertama diketahui dari catatan Plato (427–347 SM) dalam bukunya Timaeus dan Critias. Plato menyatakan ada pulau sangat besar di seberang Selat Mainstay dan Haigelisi yang mana dari tempat itu orang bisa pergi ke pulau lainnya yang dikelilingi oleh lautan luas. Berdasarkan kasus Plato dan Ptolo ini dapat dimaklumi pengetahuan umum sudah begitu di jauh di belakang peradaban awal Eropa dan mengindikasikan begitu jauhnya perjalanan manusia hingga ke sudut-sudut dunia (yang dianggap masih datar).

Para informan Ptolomeus ini mengabarkan pengetahun tersebut di tengah publik diduga kuat belum berkembang navigasi pelayaran, pengetahuan diduga muncul bersifat akumulatif dari mulut ke mulut bukan hanya di kota-kota pelabuhan tetapi juga di kota-kota besar di daratan. Jika perhatian itu difokuskan pada peta Taprobana, maka pengetahuan itu diduga berkembang dari pengetahuan para musafir atau petualng melalu jalan darat hingga ke India dan ke Tiongkok. Dalam hal ini pengetahuan tentang navigasi pelayaran bermula di daratan. Pengembangan pengetahuan di daratan ini (peta-peta) kemudian direalisasikan di laut oleh para pelaut seiring dengan perkembangan teknologi kelautan yang ada.

Ptolomeus yang tinggal di Alexandria (Mesir) di pantai utara Afrika di Laut Mediterania (dekat dengan Laut Merah). Posisi GPS Alexandria pada masa itu berada di antara barat dan timur (East and West) yang memungkinkan Ptolomeus bisa menyerap berbagai pengetahuan yang datang dari barat-utara (Eropa dan yang datang dari timur-selatan (Asia). Pengetahuan dari timur-selatan (Asia) inilah Ptolomeus memetakan geografi yang dalam hal ini tentu saja harus dihubungkan dengan navigasi pelayaran.

Jauh sebelum orang-orang di daratan Tiongkok melaut, orang-orang Arab dan orang India sudah melaut yang menjadi faktor penting penghubung Eropa dan Hindia Timur atau sebaliknya. Besar dugaan peran orang-orang Mesin di zaman kuno telah digantikan oleh orang-orang Arab. Peran orang-orang India ke Hiudia Timur tidak tergantikan hingga pada waktunya giliran orang-orang Tiongkok mengambilalihnya (bahkan hingga pada masa kini).

Penamaan Indonesia sebagai Hindia (India) Timur sudah final sebelum orang-orang Tiongkok mengarugi ke pulau-pulau di selatan melalut lautan (Laut China Selatan). Hal itulah mengapa disebut India (Hindia) Timur, bukan di sebelah timur Hindia (India), tetapi ibarat di Jawa antara barat, tengah dan timur. Dari nama Hindia Timur inilah penulis-penulis Eropa mengusulkan nama padanan dalam satu kata tunggal yakni Indonesia (Indo merujuk pada nama India). Suatu nama baru tentang (kepulauan) Hindia Timur yang kemudian diterima umum dan diadaposi oleh para pemimpin Indonesia di era kolonial Belanda. Meski demikian, nama Indonesia merujuik ke barat (India), dalam perkembangannya nama Tiongkok juga muncul sebagai Indochina (India-China) yang merujuk pada nama kota tua di Kamboja yang padsa era India disebut Kattigara dan di era selanjutnya pada era Tiongkok bergeser atau berganti menjadi Cochinchina. Dalam hal ini Indochina dan Indonesia adalah representasi kehadiran (pengaruh) yang dimulai India kemudian disusul Tiongkok.

Dalam konteks zaman kuno dan perjalanan sejarah dunia, khususnya sejarah navigasi pelayaran bagian-bagian dunia yang lebih luas (Eropa, India dan Tiongkok) terhubung dengan pulau-pulau di Hindia Timur. Peran navigasi pelayaran menjadi faktor akselerasi yang terpenting dalam pemahaman dan pengetahuan yang terus meningkat tentang Hindia Timur. Jika kita mengabaikan sejarah pejalanan zaman kuno (darat atau laut) dan percaya bahwa Tiongkok baru belakangan melaut, maka orang-orang India yang berlayar ke Hindia Timur berawal dari selatan india di (pulau) Ceylon dengan garis terpendek apakah dengan menarik garis lurus di tengah lautan atau pelayaran menyusuri pantai maka kawasan pertama Hindia Timur yang ditemui adalah bagian utara pulau (pantai barat) Sumatra dan bagian (pantai) barat Semenanjung.

Diantara dua kawasan Hindia Timur (Sumatra dan Semenanjung), pantai barat bagian utara Sumatra adalah yang terpenting karena secara historis kaya dengan sumber-sumber alam yang menjadi komoditi perdagangan dunia yakni emas, gading, kamper dan kemenyan serta damar, Semua sumber daya alam ini, serba kebetulan, dimiliki oleh bagian utara Sumatra khususnya di Tanah Batak yang sekarang. Tentu saja produksi dan konsumsi lebih dahulu ada sebelum munculnya (transaksi) perdagangan. Dalam hal ini dapat dikatakan orang-orang di Tanah Batak yang paling awal menerima hepeng (uang) sebagai alat pembayaran. Dengan hepeng yang banyak orang-orang Batak di dalam bahasanya mulai mengembangkan aksara, seni dan teknologi dan bentuk (sistem) pemerintahan dari sumber barat (India terutama) dan mengadopsi religi baru. Faktor-faktor baru dari luar inilah yang kemudian terbentuk kerajaan pertama di nusantara, Kerajaan Aru.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Navigasi Pelayaran Perdagangan Nusantara: Aru, Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar