Rabu, 10 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (8): Herman Neubronner van der Tuuk, dari Tapanoeli ke Boeleleng, 1870; Kisah Ahli Bahasa yang Sebenarnya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Siapa sesungguhnya menginisiasi pendidikan modern di Bali? Jelas bukan Asisten Residen yang berkedudukan di Boeleleng. Orang tersebut adalah Dr. Herman Neubronner van der Tuuk, ahli bahasa-bahasa Nusantara yang bergelar doktor (Ph.D). Darimana Dr. Herman Neubronner van der Tuuk mempelajari pentingnya pendidikan bagi pribumi? Bukan dari Malaka, tetapi dari Tapanoeli. Dr. Herman Neubronner van der Tuuk adalah penyusun kamus dan tata bahasa Batak. Siapa gurunya di Tapanoeli? Guru Dr. Herman Neubronner van der Tuuk berada di Afdeeling Mandailing en Angkola, namanya AP Godon (Asisten Residen Mandailing en Angkola).

HN van der Tuuk dari Tapanoeli hingga Bali
Orang Tapanoeli respek kepada Kolonel AV Michiels dan tangan kananya Kaptein Alexander van der Hart. Mereka inilah yang membebaskan Tanah Batak dari kelaliman Padri tahun 1838. Lalu pemerintahan dibentuk di Afdeeling Mandailing en Angkola pada tahun 1840. Pada tahun ini juga Gubernur Jenderal Pieter Merkus mengirim FW Jung Huhn, seorang geolog Jerman ke Angkola untuk meneliti geologi dan botani. Jung Huhn dan rekannya TJ Willer mengundang datang Michiels dan Hart tahun 1842. Dua orang ini disambut dengan tarian kolosal (tor-tor) yang diiringi musik gondang. Awalnya direncanakan dua hari di (kota) Padang Sidempoean akhirnya molor menjadi empat hari. Para pemimpin lokal mengajak dua tentara profesional ini berburu rusa. Selesai bertugas, Jung Huhn menyarankan kepada pemerintah pusat agar jangan menyertakan pemimpin lokal dalam pemerintahan jika tak ingin kita yang diatur mereka. Mungkin Jung Huhn telah membaca laporan Marsden (1782) yang menyatakan pendudukan Angkola )dan Mandailing) mampu menciptakan senjata dan mesiu (campuran belerang dan arang getah damar) dan lebih dari separuh penduduknya mampu membaca (aksara Batak) angka yang sangat tinggi melampaui seluruh bangsa-bangsa di Eropa. Itu sebabnya pemimpin lokal di Mandailing en Angkola tidak pernah diangkat regent (bupati) seperti sebelumnya di Jawa dan Minangkabau. TJ Willer seorang ahli geografi sosial mengusulkan agar mereka diberi pendidikan dan sekolah. Pada era Gubernur Jenderal Rochussen, datang seorang sekuler ahli bahasa Dr. Herman Neubronner van der Tuuk. Asisten Residen AP Godon kerap berdiskusi sebagai sesama Eropa di pedalaman Tanah Batak di Afdeeling Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli). AP Godon kemudian membawa seorang siswa Sati Nasoetion untuk studi ke Belanda pada tahun 1857 sementara van der Tuuk berhasil menyusun kamus dan tata bahasa Batak (tata bahasa pertama di Hundia Belanda). Satu usul yang aneh dari van der Tuuk kepada pemerintah, jika pusat (Batavia) mengirim pejabat ke Tanah Batak harus yang sudah berkeluarga (membawa istri). Laporan ini tampaknya dibaca oleh kantor zending Jerman. Ketika Nommensen yang masih lajang datang dari Jerman, sebelum memasuki Tanah Batak, diketahui Nommensen menikah lebih dulu di Sibolga pada tahun 1862.

Dr. Herman Neubronner van der Tuuk memulai karir di Hindia Belanda di Tanah Batak (Residentie Tapanoeli) dan tiba setelah setahun AP Godon menempati posisi Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola yang berkedudukan di Panjaboengan. Seperti duet Eropa pertama (Jung Huhn dan TJ Willer), duet AP Godon dan van der Tuuk juga serasi (saling mengisi). Sukses dari Tapanoeli membuat Dr. Herman Neubronner van der Tuuk mendapat proyek bahasa dari pemerintah di Residentie Lampoeng yang kemudian membawanya secara alamiah ke Bali (Boeleleng). Untuk mengenal lebih jauh dan menambah pengetahuan siapa sejatinya Herman Neubronner van der Tuuk serta meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 09 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (7): Awal Pendidikan di Bali Dimulai di Singaraja, Buleleng 1874; Willem Iskander Studi ke Belanda, 1874


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Pendidikan yang kita miliki sekarang, pendidikan modern dimulai sejak era Hindia Belanda. Di (pulau) Bali pendidikan modern tersebut dimulai pada tahun 1873 dengan membuka sekolah dasar di Singaradja, Boeleleng. Pendidikan modern dalam hal ini adalah penggunaan aksara Latin. Sebelum pendidikan modern ini diintroduksi di Bali sudah lebih dahulu pendidikan serupa berkembang di Jawa dan Sumatra. Lantas mengapa pengenalan pendidikan modern yang indah ini sedikit terlambat di Bali?

Sesungguhnya sekolah baik untuk anak-anak Eropa/Belanda maupun pribumi sudah diintroduksi awal Pemerintahan Hindia Belanda pasca pendudukan Inggris seperti di Batavia, Soerabaja dan Padang. Guru-guru Belanda didatangkan, guru yang bisa berbasa Melayu mengajar di sekolah pribumi. Namun program pendidikan (sekolah) kurang berhasil di kalangan pribumi. Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 mulai menginisiasi pendidikan dengan pengadaan guru pribumi melalui kurus. Guru-guru ini kemudian disebar ke berbagai tempat. Untuk memenuhi guru yang banyak, pada tahun 1851 di Soerakarta Residen mendirikan sekolah guru (kweekschool). Lalu pada tahun 1856 Residen JAW van Ophuijsen mendirikan sekolah guru di Fort de Kock. Pada tahun 1857 siswa lulusan sekolah dasar di Afdeeling Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli) Sati Nasoetion bersama Asisten Residen berangkat studi ke Belanda. Sati Nasoetion alias Willem Iskander lulus sekolah guru di Haarlem dan mendapat akte (beslit) guru pada tahun 1861 dan kembali ke kampong halaman dan mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato tahun 1862. Sekolah guru di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola) ini kemudian diakuisisi pemerintah menjadi sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda. Willem Iskander adalah kakek buyut Prof. Dr, Ir. Andi Hakim Nasoetion (Rektor IPB 1978-1987).

Banyak faktor munculnya inisiatif pendidikan. Ada karena faktor kepedulian pemerintah (Asisten Residen atau Residen) dan juga ada karena faktor dorongan penduduk (pemimpin lokal). Setiap daerah cara merespon pendidikan ini juga berbeda, ada yang antusias, ada yang gamang dan juga ada yang tidak mau tahu. Di daerah Tapanoeli, kebutuhan pendidikan (aksara Latin) ini memiliki kesesuaian antara pemerintah (Belanda) dengan penduduk (pribumi). Bagaimana dengan di Bali yang dimulai di Singaradja pada tahun 1873? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 08 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (6): Kota Singaraja Buleleng di Bali Utara; Ketika Denpasar Masih Kampung, Singaradja Sudah Kota


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Nama Buleleng adalah nama yang sudah tua. Namanya paling tidak sudah diiedentifikasi sebagai Bouleleng dalam peta pada tahun 1720 (Peta 1720). Dalam peta ini juga sudah diidentifikasi nama Sangsit [Sansijt]. Hanya dua nama tempat ini di pantai utara (pulau) Bali, keduanya masing-masing berada di muara sungai. Nama Buleleng [Boulengleng] juga masih eksis pada Peta 1750. Belum teridentifikasi nama Singaraja. Nama Buleleng mewakili wilayah sekitar.  .

Pelabuhan Boeleleng dan Kota Singaradja (Peta 1885)
Ketika ekspedisi Cornelis de Houtman tahun 1597 melintas di perairan Bali utara, tidak ada suatu pusat keramaian (perdagangan) yang penting. Ahli geografi dan landmeter hanya menggambarkan dalam peta ekspedisi sebagai tinggi permukaan tanah sepanjang pulau Bali. Tim ekspedisi ini kemudian berlabuh di suatu teluk, yang diduga kini berada di Kloengkoeng. Radja Bali menemui Cornelis de Houtman di pantai. Di pantai hanya berlabuh tiga kapal, sementara satu kapal lagi tengah melakukan ekspedisi mengelilingi pulau.

Lantas kapan nama Singaraja muncul (teridentifikasi)? Pertanyaan ini menjadi penting karena nama Buleleng ditabalkan sebagai nama suatu wilayah administratif (lanskap menjadi afdeeling), sedangkan nama Singaraja menjadi nama tempat yang terus tumbuh dan berkembang. Ketika Denpasar masih suatu kampong, Singaradja sudah menjadi kota. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Singaraja? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 07 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (5): Dimana Origin Kota Denpasar? Penghancuran Puri Badung 1906 dan Membangun Baru Kota Denpasar, 1908


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini 

Kota Denpasar dibangun di atas ratapan tangis dan air mata penduduk. Ibarat kota Surabaya dihancurkan oleh Sekutu/Inggris dan di atas darah yang mengalir Kota Surabaya dibangun kembali. Kota Denpasar dibakar oleh angkatan laut Belanda dengan morti. Puri Badoeng rata dengan tanah tinggal debu. Di atas puing-puing inilah Pemerintah Hindia Belanda kembali membangun kota: Kota Denpasar yang kini menjadi ibu kota Provinsi Bali.

Denpasar (Peta 1906)
Pembangunan ibu kota di era Pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya tidak dimulai dari pemukiman penduduk apalagi di atas tempat tinggal pemimpin lokal. Namun ada kekecualian dengan kota Denpasar. Baik pemerintah VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda, membangun (ibu) kota di tempat marjinal, area kosong yang tidak berpenghuni. Kota Batavia berawal dari area rawa-rawa dimana benteng (kasteel) Batavia dibangun. Kota Makassar dibangun di suatu eks benteng di ujung pantai (Oedjoeng Pandag). Kota Semarang dan kota Surabaya dibangun idem dito Batavia dibangun di area rawa-rawa di hilir sungai. Kota Buitenzorg dibangun di area kosong eks peninggalan Kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Bandoeng dibangun di suatu area rawa-rawa di sisi timur sungai Tjipakantjilan yang jauh dari kampong (negorij) Bandoeng.

Lantas mengapa Pemerintah Hindia Belanda kemudian memilih ibu kota di Badoeng dan kota Denpasar. Dimana posisi GPS kota Denpasar bermula? Mungkin pertanyaan ini terkesan sepele dan tidak penting-penting amat. Hal ini karena sudah cukup dengan mengenal (pantai) Kuta dan Sanur. Namun ketika sudah mengenal bagaimana keramaian pantai-pantai ini Anda akan mundur ke belakang. Dimana keramaian ini bermula? Saat inilah Anda memutar jarum jam ke masa lampau sambil bertanya dimana area kota Denpasar yang sekarang bermula. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (4): Awal Pembentukan Pemerintahan1908; Penaklukan Bali Selatan dan Puputan di Badoeng dan Kloengkoeng


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
 

Sejarah Bali dan Sejarah Tapanoeli berada dalam rentang waktu satu masa, namun memiliki riwayat yang berbeda. Ekspedisi pertama Belanda yang dipipin Cornelis de Houtman (1595-1597) sudah mengidentifikasi nama (wailayah) Bali dan Batak (kemudian disebut Tapanoeli). Cornelis de Houtman hanya melewati perairan Tapanoeli sebelum berakhirnya pelayaran di Bali. Pada era VOC, dua wilayah ini tidak begitu menarik perhatian pemerintah VOC ke pedalaman dan hanya melakukan perdagangan yang longgar di (kota-kota) pantai. Situasinya menjadi berbeda ketika Belanda memasuki dua wilayah ini untuk membentuk pemerintahan.

Pada tahun 1938 Pemerintah Hindia Belanda berhasil membebaskan tirani di Tapanoeli bagian selatan yang kemudian membentuk pemerintahan pada tahun 1840 dengan ibu kota di Panjaboengan. Namun tidak semua penduduk dan pemimpin lokal menerima kehadiran Belanda, lalu terjadi perang pada tahun 1842. Pemimpin penduduk ditangkap (lalu diinternir), sebagian penduduk eksodus ke Semenanjung (Inggris). Dua tokoh penting dalam pembebasan dan permulaan pemerintahan di Tapanoeli bagian selatan ini adalah [Luitenant Kolonel] AV Michiels. Di Bali mulai bergejolak tidak lama setelah Pemerintah Hindia Belanda membuka agen perdagangan di Bali tahun 1840 dan kemudian terjadi kasus Tawan Karang (kliprecht) 1841. Perang antara Belanda dan Bali tidak terhindarkan, kembali [Majoor Generaal] AV Michiels aktif memimpin pasukan. Seperti halnya Tapanoeli (Selatan) sudah dibebaskan Belanda, tetapi menemui kesuliran di utara, sementara di Bali (Utara) sudah berhasil dibebaskan tetapi tidak mudah membebaskan di selatan. Setelah Sisingamangaradja XII tewas tertembak tahun 1905 pemerintahan di (Residentie) Tapanoeli terbentuk seluruhnya; lalu menyusul di (pulau) Bali terbentuk pemerintahan keseluruhan tahun 1908 setelah peristiwa poepoetan di Badoeng (1906) dan peristiwa poepoetan di Kloengkoeng (1908). Pembebentukan pemerintahan Belanda secara keseluruhan di Bali dan Tapanoeli membutuhkan waktu masing-masing 55 tahun.

Bagaimana proses pembentukan pemerintahan di (pulau) Bali? Pembentukannya dimulai pada tahun 1908. Jika di Tapanoeli ibu kota tetap berada di selatan, di Bali ibu kota justru dipindahkan dari utara ke selatan (Denpasar). Mengapa? Setiap wilayah di Indonesia (baca: Hindia Belanda) memiliki alasan sendiri-sendiri. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 06 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (3): Perang Bali 1846-49 dan AV Michiels; Perang Jawa (1825-30), Perang Padri Bonjol dan Portibi (1833-38)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Tidak ada yang ditakutkan AV Michiels dalam hidupnya, kecuali satu hal: masa tuanya terganggu. AV Michiels lahir di Maastricht, Belanda, 30 Mei 1797 datang ke Hindia untuk menguji keberanian, meraih kehormatan dan menikmati kemakmuran. Semua tahapan mencapai tujuan hidup itu, AV Michiels telah melewatinya dengan sukses. Apa yang mengganggu hidup AV Michiels di akhir masa tua itu? Perang Bali. AV Michiels ini tidak ada kaitannya dengan fans Bali United yang menginginkan Diego Michiels bergabung dengan Bali United FC.

AV Michiels tidak sendiri. Riwayat Alexander van der Hart mirip dengan komandannya, AV Michiels. Alexander van der Hart adalah militer profesional yang terus setia membantu AV Michiels dalam Perang Palembang (1819-1821), Perang Jawa ((1825-1830) dan Perang Padri di Bondjol dan Portibi (1833-1838). Sukses komandan dan anak buah ini seakan menjadi satu paket ketika Kolonel AV Michiels dipromosikan menjadi Gubernur pertama Pantai Barat Sumatra 1838 dan Majoor Alexander van der Hart menjadi Residen pertama Tapanoeli 1845. Alexander van der Hart adalah anak buah terbaik AV Michiels. Alexander van der Hart adalah komandan detasemen yang berhasil masuk ke jantung pertahanan Padri yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bondjol (1837). Tidak sampai di situ, komandan dan anak buah ini dari benteng Portibi juga berhasil menaklukkan benteng Daloe-Daloe yang dipimpin Tuanku Tambusai (1838).

Kolonel AV Michiels telah mendapatkan semuanya yang dapat diraih oleh seorang militer profesional. Kolonel AV Michiels promosi kenaikan pangkat menjadi Majoor Generaal bersamaan dengan jabatannya sebagai status Residen menjadi Gubernur di Pantai Barat Sumatra (Province Sumatra’s Westkust). Satu kehormatan besar atas prestasinya Guibernur Jenderal mendirikan patung besar dirinya di depan Markas Militer di Weltevereden (lapangan Banteng Jakarta yang sekarang). AV Michiels tidak terganggu oleh Perang Bali. AV Michiels terganggu karena tidak ada komandan militer yang berhasil menaklukkan Bali. Lantas apakah pasca turun tangan dalam Perang Bali, AV Michiels masih terganggu masa tuanya? Tidak lagi. Mengapa? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (2): Bali, Klein Java pada Era VOC; Perseteruan Belanda, Portugis, Prancis, Inggris dan Perang di Selat Bali


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Setelah kontrak Belanda pertama dengan (kerajaan) Bali tahun 1597 tidak ada aktvitas Belanda yang cukup berada di Bali. Emanuel Rodenburgh (bersama Jacob Claesz van Delft, dan Jan Janes de Roy) yang tinggal selama dua tahun di Bali (1597-1599) tentu saja sudah mengenal secara mendalam potensi ekonomi dan perdagangan di Bali. Tampaknya kehadiran Belanda di Bali secara kebetulan (random), di luar rencana, terpaksa dan tidak ada pilihan. Arus perdagangan utama berada di titik utama di Atjeh, Banten dan Maluku. Meski demikian, Belanda masih menganggap Bali suatu kenangan, lebih-lebih jalur perdagangan Belanda antara Banten-Maluku masih tetap menggunakan jalur jalur temuan mereka Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Banda dan Maluku (Malaka, Gowa, Boeton, Maloekoe adalah jalur utama Portugis).

Pulau Bali (Peta 1724)
Pada tahun 1619 Belanda (VOC) di pulau Ontong Java melakukan invasi ke Soenda Kalapa dan membuat perjanjian dengan pangeran Kerajaan Jacatra. Sejak ini Jan Pieterszoon Coen dengan jabatan Gubernur Jenderal mulai membangun benteng (Kasteel) dan membangun kota (Batavia). Dengan demikian pos perdagangan utama dipindahkan dari Amboina ke Batavia Jabatan Gubernur diposisikan di Amboina. Oleh karena Batavia-Amboina tetap melalui jalur tradisional via Bali, maka Bali tetap dikenang dan tentu saja tetap ada hubungan diplomatik (politik) dengan Radja Bali tetapi tidak dalam urusan ekonomi perdagangan. Bali sebagai teman lama Belanda tetap dianggap penting, meski Amboina telah diduduki Belanda, tetapi Timor tetap dianggap Belanda sebagai hak Portugis (tidak menarik buat Belanda). Persaingan antara Belanda dan Portugis menjadi faktor penting hubungan Bali-Belanda (VOC) tetap dijaga. Bali dan Timor adalah dua tempat di garis terluar dimana dua bendera Eropa dikerek ke puncak tiang.

Lantas jika tidak ada aktivitas Belanda yang penting (urusan perdagangan) di Bali, apa saja yang terjadi di Bali dalam hubungannya dengan kepentingan Belanda? Kontrak yang dilakukan Belanda dengan Radja Bali tahun 1597 dengan menempatkan Emanuel Rodenburgh dan dua lainnya tetap menjadi dasar legitimasi hubungan bilateral antara Belanda dan Bali. Dengan kata lain, hubungan Belanda-Bali di Bali bukanlah ruang kosong yang tidak memiliki dimensi waktu. Nah, untuk menambah pengetahuan tentang situasi dan kondisi di Bali (selama era VOC), mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 05 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (1): Sejarah Awal Pulau Bali Bukan di Denpasar; Ekspedisi Cornelis de Houtman (1595) dan Rodenburgh (1597)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
 

Sejarah modern Bali tidak bermula di Denpasar. Nah, itu dia. Lalu dimana? Perlu menggali data lebih dalam dan menganalisis lebih luas. Apa keutamaan Bali pada masa kini? Tidak perlu dijawab, semua orang sudah mengetahuinya. Tapi, apa hebatnya Bali di masa lampau? Sangat beragam jawabannya. Namun jika Cornelis de Houtman dihubungkan dengan Bali, nama Bali termasuk sejarah tua di Indonesia. Ekspedisi Cornelis de Houtman (1595-1597) dapat dianggap sebagai titik tolak penulisan sejarah modern Bali.

Raja Bali dan Ekspedisi Cornelis de Houtman (1595-1597)
Serial Artikel Sejarah Bali adalah bagian dari penulisan sejarah kota-kota dan tempat-tempat penting di Indonesia. Dalam blog ini sudah dimulai dengan sejarah Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Sebelum memasuki sejarah Bali, juga sudah dimulai dengan sejarah Makassar, Ambon, Palembang, Padang, Medan, Bukittinggi, Air Bangis, Sibolga dan Padang Sidempuan. Tentu saja, setelah sejarah Bali ke Lombok, Manado, Kalimantan, Pekanbaru, Aceh dan Banten. Seperti kata ahli sejarah bahwa sejarah adalah narasi fakta dan data, maka metode itu yang digunakan dalam penulisan Sejarah Bali. Dalam penyajian serial artikel dilakukan secara tematik dan urutannya acak (random) agar pembaca tidak sekadar membaca tetapi turut meluangkan waktu dalam (mem)belajar(i) Sejarah Bali (yang sebenarnya). Sejarah Indonesia harus dibangun dengan pondasi yang kaut. Sejarah Bali salah satu dari pondasi tersebut.

Orang Eropa pertama yang tinggal di Bali adalah Rodenburgh. Tapi jangan salah sangka dulu. Yang jelas bukan Overste Rodenburgh, komandan militer Bali ketika Jepang melakukan invasi tahun 1942 tetapi Rodenburgh pada tahun 1597. Itu berarti sejarah modern Bali dimulai dari Rodenburgh dan juga berakhir di tangan Rodenburgh pula. Nama Rodenburgh jaman kuno adalah bagian dari ekspedisi Cornelis de Houtman (yang dimulai dari Texel 1595). Ketika Cornelis de Houtman dan sisa rombongannya kembali ke Belanda, Rodenburgh ditinggal sorangan di Bali (sebagai penghubung) untuk ekspedisi Belanda berikutnya. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 03 Juni 2020

Sejarah Padang Sidempuan (8): Marga dan Transformasi Pembentukan Marga Secara Formal; Sejarah Marga-Marga Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini
 

Pada masa ini marga menjadi kata generik untuk nama keluarga (family name). Tidak hanya untuk orang Batak, untuk orang Arab, orang Tionghoa tetapi seluruh bangsa Indonesia. Penggunaan nama marga di Indonesia secara administratif  awalnya muncul pada era kolonial dan semakin intens dipraktekkan di Indonesia. Namun demikian, jika diperhatikan ke belakang, asal-usul pembentukan marga berbeda satu sama lain.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) marga diartikan secara berbeda-beda. Secara khusus marga diartikan sebagai berikut: (1) binatang liar (tidak diternakkan atau dipelihara) seperti terminologi margasatwa; (2) kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal; (3) bagian daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan); (4) satuan taksonomi di antara suku dan jenis, serta merupakan wadah yang mempersatukan jenis-jenis yang erat hubungannya, huruf depan nama marga ditulis dengan huruf kapital dan selalu tercantum dalam nama jenis; (5) jalan dasar yang dipakai sebagai pegangan hidup, bekerja, dan sebagainya seperti saptamarga dan jasamarga. Dalam artikel ini hanya fokus pada no (2).

Praktek penggunaan marga sesungguhnya secara sosial jauh sebelum orang-orang Eropa/Belanda mempopulerkannya diantara orang-orang non-Eropa di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Namun, bagaimanapun, orang-orang Eropa/Belanda yang mendorong kebutuhan marga di belakang nama untuk orang-orang non-Eropa terutama Arab, Tionghoa dan pribumi. Lalu muncul gagasan pembentukan marga baru (yang harus disahkan oleh pemerintah) termasuk diantara orang-orang yang Batak yang telah memiliki marga. Nah, untuk menambah pengetahuan mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 02 Juni 2020

Sejarah Yogyakarta (41): Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito, Defacto Raja Sejak Muda; Sri Sultan Hamengkubuwana X


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito, kelak dikenal sebagai Sri Sultan Hamengkubuwana X (sekarang). Sultan Hamengkubuwana IX sang ayah dan Sultan Hamengkubuwana IX sang anak adalah dua pemimpin modern di Kesultanan Djogjakarta. Antara ayah dan anak hanya beda-beda tipislah, 11, 12. Secara dejure Hamengkubuwana IX masih menjadi sultan hingga tahun 1988 (sejak 1940), tetapi secara defacto Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito sejak 1973 sudah menjadi Sultan Yogyakarta. Apa, iya?

Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito
Pada tahun 1965 adalah tahun paling kritis di Indonesia. Terjadi peristiwa penting di Indonesia yang puncaknya disebut G 30 S/PKI. Dimana-mana di seluruh Indonesia terjadi ketegangan dan bahkan kerusuhan. Jenderal Abdoel Haris Nasoetion nyaris terbunuh di rumahnya, tetapi tak disangka anaknya Ade Irma Soerjani yang menjadi korban. Secara psikologis, tamat riwayat Jenderal Abdoel Haris Nasoetion (dihentikan). Saat itu Presiden Soekarno yang merangkap Perdana Menteri hanya sendiri (tidak ada Wakil Presiden, sejak 1956) namun masih dibantu oleh generasi 45 (Republiken). Hamengkubuwana IX sebagai Menteri/Ketua BPK. Menteri-menteri lainnya, antara lain (yang berasal dari Mandailing en Angkola) adalah Adam Malik (Menteri Koordinator Pelaksanaan Ekonomi Terpimpin); Arifin Harahap (Menteri Negara bidang perdagangan); Jenderal TNI Abdoel Haris Nasoetion (Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata). Saat terjadi genting, di Djokjakarta aman dan terkendali. Mengapa bisa aman? Keris poesaka Kiai Selamat dibawa berkeliling Djokjakarta untuk menangkal kudeta komunis. (lihat De Volkskrant, 22-04-1967). Siapa yang memerintahkan Kiai Selamat dikeluarkan untuk menjaga kota dan kraton sementara Hamengkubuwana IX berada di Djakarta? Saat itu, Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito sudah berumur 19 tahun (belum lama kuliah di Universitas Gadjah Mada). Foto (De Volkskrant, 22-04-1967).

Bendoro Raden Mas (BRM) Herdjoeno Darpito gelar KPH Mangkubumi pada tahun 1973 sudah berumur 27 tahun. Saat itu, sang ayah, Hamengkubuwana IX diangkat menjadi Wakil Presiden RI (kosong sejak Mohamad Hatta mengundurkan diri tahun 1956). Tahun 1973 adalah era baru Wakil Presiden. Hamengkubuwana IX sebagai Wakil Presiden (1973-1978) dilanjutkan oleh Adam Malik (1978-1983). Dua wakil presiden pertama era baru ini adalah generasi 1945 (Djokjakarta). Lantas seperti apa sejarah awal Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito yang melanjutkan jabatan historis Sultan Hamengkubuwana IX? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber sejaman tempo doeloe.