Minggu, 03 November 2019

Sejarah Sukabumi (27): Hatta dan Sjahrir Diinternir ke Digoel; Jelang Pendudukan Jepang Dievakuasi ke Soekaboemi, 1942


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Jelang pendudukan militer Jepang, 1942, ada tiga revolusioner Indonesia yang berada di pengasingan, yakni: Soekarno, Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir. Saat Belanda mulai panik, orang-orang Belanda diinstruksikan untuk memusat di sejumlah tempat yang mengarah ke julur evakuasi di barat (pulau) Sumatra dan di selatan (pulau) Jawa. Dua diantara titik escape yang dipersiapkan adalah pelabuhan Padang (di Sumatra) dan pelabuhan Pelaboehan Ratoe di Soekaboemi.  

Mohamd Jamin, Amir Sjarifoeddin Harahap dan Sjamsoedun
Saat mana Ir. Soekarno berada di tahanan dan akan diadili, saat yang mana semua surat kabar dan majalah yang berhaluan nasionalis dibreidel Pemerintah Hindia Belanda, Parada Harahap, pemilik surat kabar Bintang Timoer di Batavia memimpin tujuh revolusioner Indonesia berangkat ke Jepang. Tiga diantara revolusioner dalam rombongan ini adalah wartawan Abdullah Lubis (pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan), guru di Bandoeng Dr. Samsi Widagda dan Drs. Mohamad Hatta (yang baru kembali ke tanah air setelah selesai studi di Belanda). Setelah selama sebulan di Jepang (termasuk pelayaran pp) rombongan tiba di pelabuhan Tandjoeng Perak Soerabaja pada tagga 13 Januari 1934. Pada hari ini juga Ir. Soekarno diberangkat ke tempat pengasingan di Flores dari pelabuhan Tandjong Priok. Di Soerabaja, tujuh revolusioner ini disambut oleh dua revolusioner Dr. Soetomo (Ketua PBI) dan Dr. Radjamin Nasution (anggota dewan kota Soerabaja dari PBI). Setelah seminggu, Parada Harahap dan Mohamad Hatta kembali ke Batavia, lalu kemudian ditangkap. Atas kesaksian konsul Jepang di Batavia keduanya dibebaskan. Namun seminggu kemudian Mohamad Hatta (sebagai pemimpin PNI) ditangkap lagi karena tuduhan tulisan yang dimuat enam bulan sebelumnya di majalah Daoelat Ra’jat. Semua pemimpin PNI ditangkap termasuk editor Daoelat Ra’jat, organ PNI Dr. Abdoel Moerad Lubis. Setelah melalui proses pengadilan, Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir diinternir tahun 1934 ke Digoel. Dalam perkembangannya atas inisiatif para revolusioner Indonesia Ir. Soekarno dipindahkan ke Bengkoeloe; Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Bandaneira.

Dalam proses evakuasi orang-orang Belanda di Sumatra, termasuk Ir. Soekarno yang dievakuasi ke Padang. Hatta dan Sjahrir awalnya dievakuasi ke Batavia lalu ke Soekaboemi. Ketika orang-orang Belanda semakin panik, Ir. Soekarno di Padang ‘diamankan’ revolusioner Mr. Egon Hakim Nasution (anak Wali Kota Padang); sementara Drs. Mohamad Hatta dan Soetan Sjahrir di Soekaboemi ‘diamankan’ oleh tiga serangkai eks Partai Indonesia: Mr. Mohamad Jamin, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap dan Mr. Sjamsoedin (asli Soekaboemi).  

Sabtu, 02 November 2019

Sejarah Sukabumi (26): Situs Gunung Padang di Hulu Sungai Tjimandiri di Djampang Wetan; Verbeek dan Jung Huhn


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Situs Gunung Padang sudah lama dibicarakan tetapi dari pembicaraan itu wujud tentang apa di situs Gunung Padang pada masa lampau belum teridentifikasi secara jelas. Dalam bahasa umum pada msa ini situs gunung Padang masih bersifat misteri. Namun gunung Padang tetaplah gunung Padang, ada bebatuan di atas bukit, tumpukan batu-batu yang tidak ditemukan di bukit-bukit sekitar. Lantas apakah tumpukan batu ini sebagai wujud teknologi prasejarah yang terus berkembang hingga ke teknologi yang lebih canggih, seperti teknologi candi Borobudur dan Prambanan? Itu satu hal.  

Situs Gunung Padang (bawah); Situs Borobudur (atas)
Situs Gunung Padang secara historis berada di district Djampang Wetan. Pada era permulaan Pemerintah Hindia Belanda district Djampang Wetan adalah salah satu district di Onderafdeeling Soekaboemi. District lainnya adalah Goenoeng Parang, Tjimahi, Tjiheulang, Tjitjoeroek, Palaboehan dan Djampang Koelon. Semua district yang disatukan ini berpusat pada daerah aliran sungai Tjimandiri. Di masa lampau, sungai Tjimandiri yang bermuara di Pelabuhan Ratu yang sekarang adalah pintu masuk ke tujuh district ini. Ketujuh district ini berada di bawah kepatihan Soekaboemi. Pada tahun 1870 saat dimana status onderafdeeling Soekaboemi ditingkatkan menjadi afdeeling, district Djampang Wetan dipisahkan dan dimasukkan ke afdeeling Tjinadjoer (yang pada saat yang sama di Afdeeling Soekaboemi district Djampang Koeloen dimekarkan dengan membentuk district baru Djampang Tengah.  

Hal lain lagi adalah apakah Gunung Padang sebagai situs penanda navigasi paling kuno di (pulau) Jawa yang berada di daerah aliran sungai Tjimandiri? Suatu situs penting di jaman prasejarah yang menjadi pusat religi? Pusat religi dari penduduk yang berdiam di daerah aliran sungai Tjimandiri? Pertanyaan-pertanyaan ini membuat kita memutar jarum jam ke masa lampau untuk merecall kembali perjalanan waktu yang sangat panjang hingga ke wujud peradaban modern di Soekaboemi. Jika kita merentang garis waktu secara continuum maka situs Gunung Padang adalah awal peradaban dan pelestarian kawasan Geopark Ciletuh adalah puncak dari peradaban itu.  

Jumat, 01 November 2019

Sejarah Sukabumi (25): Nama-Nama Kapal Itu Diberi Nama Soekaboemi dan Tjibadak; Sejarah Penamaan Kapal Dunia Pelayaran


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah pelayaran di Nusantara, ada dua nama kapal di era Hindia Belanda yang diberi nama asal Sukabumi yakni s.s. Soekaboemi dan s.s. Tjibadak. Itu menandakan nama Soekaboemi dan nama Tjibadak diakui dalam dunia pelayaran dan dunia perdagangan internasional,  Bagaimana dua nama itu ditabalkan sebagai nama kapal? Itu satu hal.

Kapal s.s. Soekaboemi (Haagsche courant, 23-10-1922)
Soal penabalan nama kapal mengikuti sistem tertentu yang juga berlaku pada masa ini di dalam dunia pelayaran Indonesia. Di dunia angkatan laut Indonesia kapal perusak diberi nama pulau-pulau besar, sementara untuk nama kapal fregat diberi nama pahlawan nasional sedangkan untuk nama kapal selam diberi nama senjata dalam dunia pewayangan. Untuk nama kapal pendarat tank diberi nama teluk sedangkan untuk nama kapal pendarat material diberi nama kota. Untuk kapal cepar rudal diberi nama senjata tradisional, sementara untuk nama kapal cepat torpedo diberi nama hewan kuat, sedangkan untuk nama kapal penyebar ranjau diberi nama angin ganas.

Lantas apa pentingnya untuk memahami nama kapal Soekaboemi dan nama kapal Tjibadak/ Mungkin ini tidak penting-pentimg amat, tetapi melalui dua nama kapal itu kita bisa memulai mempelajari dunia pertanian di Soekaboemi dan keberadaan pelabuha Palaboehan Ratoe di satu pihak dan dunia perdagangan di dunia pelayaran internasional. Untuk itu mari kota telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Sejarah Sukabumi (24): Nama-Nama Jalan di Sukabumi Tempo Dulu; Wilhelmina Straat Kini Menjadi Jalan RE Martadinata


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Penabalan nama jalan pada dasarnya untuk memberikan kemudahan navigasi di dalam kota. Dengan semakin banyaknya jalan yang terbentuk atau yang ditingkatkan maka pemberian nama jalan semakin diperlukan. Itulah yang terjadi di kota-kota pada tempo doeloe, termasuk di Kota Soekaboemi. Jalan yang pertama dibangun di Kota Sukabumi bukanlah jalan pos (post-weg), tetapi jalan yang dirintis oleh Andries de Wilde. Pada era dimulainya status Soekaboemi sebagai Gemeente (Kota) pada tahun 1914 jalan tersebut diberi nama Wilhelmina Straat. Kini, nama jalan tersebut dikenal sebagai jalan RE Martadinata.

Wilhelmina straat, 1910
Jalan pos (post-weg) bermula dari arah timur di kota Tjiandjoer menuju Soekaboemi dan dari kota Soekaboemi terus ke Palaboehan (Palaboehan Ratoe). Dalam perkembangannya dibangun jalan post dari arah barat di Buitenzorg menuju Soekaboemi. Pembangunan jalan pos baru ini sehubungan dengan pemindahan jalan militer Buitenzorg-Tjiandjoer via Tjisaroea (Megamendoeng) menjadi via Soekaboemi. Jalan pos yang tersmabung dari Buitenzorg dan Tjiandjoer ini menjadi jalan utama di Soekaboemi. Jalan pos (negara) ini kini dikenal sebagai jalan Ahmad Yani.

Pada masa ini di Kota Sukabumi terdapat ratusan nama jalan. Itu semua bermula dari beberapa nama jalan pada masa lampau. Pada tahun 1950 sejumlah nama jalan yang sudah ada sejak era kolonial Belanda telah diubah namanya dengan nama baru termasuk Wilhelmina Straat. Beberapa nama jalan tetap dipertahankan--sejak era kolonial Belanda hingga ini hari--iantaranya nama jalan Pelabuhan.  

Sejarah Sukabumi (23): Sejarah Kauman dan Masjid di Sukabumi; Pusat Pergerakan Politik Tempo Doeloe di Soekaboemi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Pada masa lampau terbentuknya kota berpusat di aloon-aloon. Di seputar alun-alun lokasi rumah pemimpin lokal sangat prominen. Tidak jauh dari rumah/istana pemimpin lokal dibangun masjid. Di seputar masjid inilah umumnya muncul perkampongan baru yang disebut Kaoeman )Kampng Kaoem). Ini tipikal awal kota-kota di (pulau) Jawa.

Masjid Soekaboemi, 1895
Istana, masjid dan perkampoengan Kaoem terintegrasi karena bersifat alamiah. Pemimpin lokal membangun masjid tidak jauh dari istana. Dalam perkembangannya, para pedagang/pengusaha Arab atau Moor lebih memilih bertempat tinggal tidak jauh dari masjid. Kehadiran kaum pendatang inilah yang kemudian di area sekitar masjid terbentuk perkampongan keoeman atau Kampong Kaoem. Kamapong Kaoeman ini antara lain ditemukan di Jogjakarta. Tipologi kauman ini kemudian juga ditemukan di Bogor (Buitenzorg) dan Bandoeng. Tata letak istana. masjid dan Kaoeman di Bandoeng mirip ditemukan di Soekaboemi.
   
Sejak kapan kampong Kaoeman di Soekaboemi terbentuk? Tentu saja itu dimulai setelah didirikannya masjid. Pertanyaan ini sekilas tak penting, tetapi memahami keberadaan masjid dan terbentuknya perkampongan kauman di Bandoeng dan di Soekaboemi terkait dengan hancurnya istana dan masjid Atjeh di Kora Radja. Lantas bagaimana itu terhubung satu sama lain? Itulah awal munculnya perkampongan kauman. Untuk lebih memahaminya mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 31 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (22): Pecinan (China Town) Sukabumi; Sejarah Orang-orang Tionghoa di Soekaboemi Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Hampir di setiap kota ditemukan pemukiman yang diidentifikasi sebagai area komunitas Tionghoa. Tidak hanya di Bogor dan Bandung, juga ditemukan di Kota Sukabumi. Pada masa ini ini area pecinan (China Town) di Kota Sukabumi berada di sekitar Odeon. Keberadaan orang-orang Tionghoa di Soekaboemi paling tidak sudah diketahui tahun 1821 (lihat Bataviasche courant, 29-12-1821).

Pecinan di Soekaboemi, 1890
Pecinan (China Town) di Kota Bogor berada di kawasan (jalan) Suryakencana. Kawasan pecinan (China Town) di Bandung berada di sekitar jalan Klenteng. Tentu saja di Kota Cianjur juga ditemukan pecinan (China Town) yang areanya berada di jalan Mangunsarkoro. Pada awal mulanya tempo doeloe penyebaran orang-orang Tionghoa ke Soekaboemi dan Bandoeng berasal dari kota Tjiandjoer. Sedangkan orang-orang Tionghoa di Tjiandjoer datang dari Buitenzorg (Bogor).

Sudah barang tentu orang-orang Tionghoa datang ke Soekaboemi jauh sebelum tahun 1821. Ini dapat dihubungkan dengan terbentuknya lahan partikiler (land) di district Goenoeng Parang. Land ini kemudian disebut Land Soekaboemi. Pemilik land Soekaboemi, Andries de Wilde diduga kuat telah membuka ruang bagi orang-orang Tionghoa untuk melakukan aktivitas perdagangan di Soekaboemi dan sekitar. Untuk memahami lebih lanjut mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.