Selasa, 25 Februari 2020

Sejarah Jakarta (99): Sejarah Kemanggisan, Kini Kampus Binus Berada; Pamanggisang, Chineese Tempel dan Kampong Toapekong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama kampong Kebon Manggis dan kampong Kemanggisan berbeda tempat. Tempo doeloe nama kampong Kemanggisan disebut kampong Pamanggisan. Kampong Pamanggisan berada di dekat kampong Kebon Djeroek, tetapi kampong Kebon Manggis berada di dekat kampong Pagangsaan. Di hulu kampong Manggis di sungai Tjiliwong terdapat kampong Bidara Tjina, sementara di hilir kampong Kemanggisan di sungai Grogol terdapat kampong Taipekong.

Pamanggisang (Peta 1824); Kemanggisan (Now)
Di kampong Taipekong tempo doeloe di era VOC.Belanda terdapat klenteng Chineses Tempel. Area klenteng inilah yang kemudian bernama kampong Taipekong. Chineses Tempel ini tidak jauh dari kampong Boegis (perkampongan orang Boegis). Sementara itu kampong Bidara Tjina tidak jauh dari kampong Bali dan kampong Malajoe. Namun kampong Bidara Tjina bukanlah kampong Cina tetapi kampong orang-orang Malajoe. Kampong Boegis, kampong Bali dan kampong Malajoe terbentuk karena pasukan pribumi pendukung VOC/Belanda ditempatkan di masing-masing area tersebut. Peristiwa pembantaian orang-orang Cina pada tahun 1740 menyebabkan orang-orang Cina di Batavia terusir dan menyebar ke berbagai tempat termasuk ke area dekat kampong Bali dan kampong Boegis. Di tempat yang baru itu orang-orang Cina mendapatkan teman-teman baru (sesama para migran).
.
Lantas apakah nama kampong Pamanggisan atau Kemanggisan berasal dari tanaman/buah manggis? Untuk soal asal-usul nama tempat haruslah tetap hati-hati dan cermat, tidak sekadar letterlijk. Hal ini karena sejarah tetaplah sejarah. Ilmu sejarah bukanlah ilmu toponimi. Ilmu sejarah adalah metodologi menarasikan fakta dan data. Dalam hal ini, soal nama asal usul adalah satu hal. Hal lain yang penting adalah bagaimana sejarah Kemanggisan sendiri? Sejarah Kemanggisan tidak hanya soal asal-usul nama. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (98): Sejarah Simpruk dan Adnan Buyung Nasution, 1970; Kampong Tua di Selatan Kampong Petunduan (1903)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama Simpruk bukanlah nama kampong baru, tetapi termasuk nama kampong tua di Jakarta. Meski secara geografis sangat dekat dengan kampong Petoedoean (kini menjadi Stadion GBK), kampong Simproek justru masuk wilayah land Simplicitas (Pondok Laboe). Penduduk kampong Simproek akhirnya digusur tahun 1970 sehubungan dengan pembangunan perumahan elit di Simproek.

Kampong Simproek (Peta 1903)
Sejak tempo doeloe, penggusuran adalah prakondisi sebelum pembangunan dimulai. Penggusuran sudah terjadi sejak era kolonial Belanda. Pada saat pembangunan perumahan elit pertama di Goenoeng Sahari (1870an) tidak ada korban karena lahan yang digunakan rawa-rawa. Namun pembangunan perumahan Gondangdia tahun 1903 sudah harus ada penduduk yang digusur. Penggusuran besar-besaran terjadi pada tahun 1910 saat dimulai pembangunan perumahan elit di Menteng. Pada saat era perang (1948) juga terjadi penggusuran besar-besar untuk pembangunan kota satelit Kabajoran. Penggusuran terus berlangsung ketika pada era Republik Indonesia saat dimulai pembangunan perumahan di Pondok Indah dan Simpruk. Adnan Buyung Nasution, SH pada tahun 1970 membela penduduk kampong Simproek yang akan digusur.

Masalah pengggusuran adalah satu hal. Hal lain yang penting tentang kampong Simpruk adalah seperti apa sejarahnya. Yang jelas orang kini hanya mengetahui di Simpruk terdapat perumahan elit. Namun sejarah Simpruk adalah kisah kampong Simpruk sebelum menjadi perumahan elit yang sekarang. Sejarah itulah yang belum pernah ditulis. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Senin, 24 Februari 2020

Sejarah Jakarta (97): Petunduan, Kampong Orang Melayu Tempo Doeloe, Tamat 1962; Digusur Bangun Stadion Gelora BungKarno


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Ada nama kampong tempo doeloe disebut Petunduan. Nama kampong ini sudah lenyap ditelan bumi. Di atas eks kampong Petoendoean tersebut kemudian dibangun Stadion Gelora Bung Karno (Stadion GBK) tahun 1962 untuk keperluan penyelenggaraan Asian Games. Nama Petoendoean akan tetap abadi sepanjang stadion megah itu tetap abadi. Ingat Stadion GBK di Senayan, ingat Kampong Petoendoean.

Kampong Petoendoean (Peta 1903) dan Stadion GBK (Now)
Nama Petoendoean berasal dari toendoe. Menurut buku botani ‘Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indie’, 1909, toendoe artinya rijstaar padi atau beras; rijstveld adalah sawah. Disebutkan kata toendoe berasal dari bahasa Melajoe. Dalam hal ini, Petoendoean diduga kuat sebagai nama kampong persawahan. Nama kampong Sawah cukup banyak ditemukan di Jakarta (Batavia) tempo doeloe. Oleh karena nama kampong bukan Kampong Sawah, boleh jadi nama Kampong Petoendoean awalnya dihuni oleh orang-orang Melajoe (pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda). Kampong Senajan[g], tetangga kampong Patoendoean juga diduga kuat tempo doeloe adalah kampong orang-orang Melajoe.

Dalam proyek pembangunan komplek olah raga tersebut, kampong yang digusur tidak hanya kampong Patoendoean, tetapi juga kampong Senajan. Kampong Bendoengan Ilir dan kampong Bendoengan Oedik hanya sebagian. Jika posisi GPS kampong Petoendoean adalah Stadion GBK maka posisi GPS kampong Senayan termasuk lapangan parkir timur Senayan. Seementara kampong Bendoengan Oedik yang tergusur termasuk Hotel dan Jembatan Semanggi, sedangkan kampong Bendoengan Ilir yang tergusur kini menjadi komplek DPR Senayan. Lantas bagaimana dengan sejarah Petoendoean sendiri? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sejarah Jakarta (96): Sejarah Kemandoran, Antara Pal Merah dan Soekaboemi; Land yang Dipimpin Landheer dan Para Mandor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama tempat Kemandoran dapat dikatakan unik (hanya mungkin satu-satunya di Jakarta). Tempo doeloe kampong Kemandoran berada di antara kampong Pal Merah dan kampong Soekaboemi. Tapi entahlah pada saat ini. Lantas apa hebatnya kampong Kemandoran? Yang jelas kampong itu memiliki nama khas: Kemandoran.

Land Kemandoran (Peta 1903)
Nama-nama tempat di Jakarta, menggunakan nama Rawa, Pondok dan Kebon, juga ditemukan nama tempat yang berpola pe-an dan ke-an, seperti: Pegangsaan, Pedjompongan, Petogogan, Kebayoran, Kemanggisan dan Kemandoran. Meski nama Kemanggisan (pohon manggis) adalah satu-satunya tetapi tidak dapat dikatakan unik karena ada Kebajoran (pohon bajoer). Demikian juga nama Pedjompongan tidak unik karena ada nama kampong Djati. Nama kampong Kemandoran tidak merujuk pada nama tanaman tetapi nama kelas pekerja (mandor). Nama Kemandoran mirip dengan nama Kemajoran yang berasal dari kelas militer (pangkat majoor).

Asal-usul nama Kemandoran adalah satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Kemandoran sendiri. Tentu saja belum pernah ditulis. Itulah hebatnya Kemandoran. Karena sejarahnya belum pernah ditulis, maka kita terpaksa segera menulisnya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sejarah Jakarta (95): Sejarah Sukabumi di Batavia, Tempat Kelahiran Si Pitung; Dari Soeracarta Hingga Distrik Goenoeng Parang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Seperti kata pepatah ‘tidak ada yang muncul sendirian secara tiba-tiba, semua terhubung satu sama lain;. Dalam memahami sejarah suatu tempat, pepatah ini sangat berguna. Nama Soekaboemi ternyata hanya ada di tiga tempat, tiga tempat bernama Soekaboemi ini ternyata terhubung satu sama lain: Soeracarta, Batavia dan Goenoeng Parang (Tjiandjoer). Ini ibarat nama Batavia di Hindia dan nama Batavia di Eropa/Belanda. Relasi dapat diuji dengan data.

Kampong dan Rawa Soekaboemi (Peta 1824)
Pada masa ini Si Pitung disebut lahir di kampung Pengumben dekat Rawa Belong. Namun pada era kolonial Belanda, [Si] Pitoeng disebutkan tinggal di kampong Soekaboemi. Tiga nama tempat ini berada di Land Soekaboemi. Land ini pernah dimiliki oleh Andries Christoffel Johannes de Wilde. Akses menuju land ini dari jalan pos Westernweg (Batavia-Buitenzorg) di pal tujuh (area Land Pal Merah). Saat itu, Land Soekaboemi termasuk remote area, tidak termasuk wilayah Batavia tetapi masuk wilayah Meester Cornelis. Land Soekaboemi terbilang sangat jauh dari kota Meester Cornelis (kini Jatinegara).

Pada tempo doeloe, pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda ditempatkan di berbagai titik di seputar Batavia, termasuk di suatu area di barat daya Batavia. Di area barat daya tersebut kemudian terbentuk sejumlah perkampongan, salah satu diantaranya kampong Soekaboemi. Pasukan pribumi tersebut diduga kuat berasal dari kasmpong Soekaboemi di Soeracarta. Pada awal era Pemerintah Hindia Belanda, area di kampong Soekaboemi ini dikapitalisasi dengan membentuk tanah partikelir (land) yang disebut Land Soekabomi. Pada era Pendudukan Inggris dibentuk dua land baru di luar Residentie Batavia yakni di Tjipoetri dan di Goenoeng Parang. Pemilik pertama dua land ini adalah Andries Christoffel Johannes de Wilde. Tanah partikelir di Goenoeng Parang kemudian disebut Land Soekaboemi (yang menjadi cikal bakal Kota Sukabumi yang sekarang). Bagaimana itu bisa terhubung? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (94): Sejarah Pejompongan, Landhuis di Land Laanhof; Bendungan dan Kanal Sungai Kroekoet, Instalasi Air Bersih


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Asal-usul nama Pejompongan bukan dari djompo, tapi dari djompong. Land Laanhof berada di kampong Pedjompongan. Oleh karena itu Land Laanhof juga adakalanya disebut Land Pedjompongan. Kampong Pedjompongan tidak jauh dari kampong Djati. Lantas apa hubungan kampong Djati dan kampong Pedjompongan? Hubungan dua perkampongan ini menjadi asal-usul nama Pedjompongan.

Pejompongan (Peta 1890)
Nama Pedjompongan sudah terkenal sejak tempo doeloe, bahkan sejak era VOC/Belanda. Tanah Abang awalnya ditempati oleh pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang berasal dari Jawa. Hal inilah yang menyebabkan area tempat tinggal mereka disebut Tanah Abang. Mereka menanam jati ke arah hulu. Di area hutan jati kemudian terbentuk perkampongan yang disebut kampong Djati. Mereka juga menanam jati ke arah hulu. Di area hutan jati yang baru ini kemudian terbentuk perkampongan yang disebut Pedjompongan. Nama kampong Pedjompongan semakin terkenal karena di area perkampongan ini sungai Kroekoet disodet dan mengalirkannya melalui kanal hingga ke Angke. Lebih ke hulu dari kampong Pedjompongan dibangun bendungan untuk mengairi persawahan di Pedjompongan. Area sekitar bendungan di sungai Kroekoet ini kemudian terbentuk kampong Bendoengan (hoeloe dan hilir). Setelah adanya bendungan ini, pemerintah mengkapitalisasi lahan di perkampongan Pedjompongan yang disebut Land Laanhof (land yang kali pertama dimiliki oleh keluarga Laanhof. Peta 1890

Lantas seperti apa sejarah Pedjompongan keseluruhan? Jelas memiliki sejarah yang panjang. Tidak hanya soal area penempatan pasukan pendukung militer VOC/Belanda, tetapi juga soal pembangunan kanal. Pembangunan bendungan juga terkait dengan perkampongan Pedjompongan. Tidak hanya sampai disitu, di kampong Pedjompongan juga dibangun instalasi air bersih yang kelak memunculkan nama area Perdjernihan. Di area Pendjompongan juga dibangun perumahan (sebelum perumahan Kebajoran dibangun). Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah Pedjompongan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 23 Februari 2020

Sejarah Jakarta (93): Sejarah Palmerah, Landhuis di Land Djepang; Asal Usul Pal Merah Bukan Palm Merah, Jadi Apa Dong?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini 

Setiap jengkal tanah di Jakarta memiliki sejarah. Hebatnya, setiap jengkal pula data sejarahnya tersedia. Soal kelengkapan sejarah di Indonesia, sejarah Jakarta dapat dikatakan yang paling lengkap. Bahkan sejarah Jakarta sejak era VOC/Belanda tersedia. Dalam hal ini sejarah Pal Merah belumlah lama. Oleh karena itu, sejarah Pal Merah haruslah ditulis dengan baik.

Peta 1890
Beberapa waktu yang lalu, Plh Wali Kota Jakarta Barat menyatakan asal usul nama Pal Merah berasal dari salah satu nama pohon khas yang ada di wilayah itu, yakni ‘palem merah’. Sangat naif. Karena Pal Merah mirip dengan Palm Merah, maka Pal Merah berasal dari palm merah. Tentu saja tidak menyebut berasal dari Palang Merah (karena terlalu jauh). Namun yang dekat (sangat mirip) tentu saja tidak otomatis Pal Merah berasal dari palm merah. Seperti halnya Pal Meriam, mengapa tidak berpikir jika Pal Merah berasal dari Pal berwarna merah? Peta 1897

Bagaimana memulai memahami sejarah Pal Merah? Yang jelas, jangan mulai dari lahan/kebun palem merah. Mulailah dari keberadaan jalan Westernweg (dari Batavia ke Buitenzorg via Pal Merah). Di sekitar pal berwarna merah tersebut sudah sejak lama terbentuk land Djepang. Tapi jangan pula land Djepang tersebut land yang dimiliki oleh orang Jepang. Dalam hal ini sejarah tidak sulit dipahami, tetapi sejarah jangan pula digampangkan. Untuk menambah pengetahuan sejarah Pal Merah. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (92): Sejarah Gang Solitude, Pal Meriam di Meester Cornelis (Landhuis Solitude); Area Pertempuran Inggris, 1811


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Jalan Pal Meriam, tempo doeloe juga disebut gang Solitude. Di ujung gang ini terdapat landhuis dari land Solitude. Sebelum terbentuk land Solitude, area ini adalah rawa-rawa yang termasuk area perbatasan kampong Oetan Kajoe dan kampong Salemba. Pada era pendudukan Inggris, di area ini terjadi pertempuran antara militer Belanda dengan militer Inggris. Di area ini dibangun benteng pertahanan Belanda. Pangkal gang Solitude ini juga disebut Pal Meriam, karena terdapat penanda pal (Km).  

Peta 1890
Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris. Salah satu pusat pertempuran yang terjadi berada di sekitar Pal Meriam. Setelah militer Inggris menguasai Struiswijk (Salemba), pasukan Inggris mengepung pasukan Belanda di sekitar benteng dan gudang mesiu di Pal Meriam. Pasukan Inggris mengepung dari arah Salemba dan dari arah rawa-rawa. Saat itu masih hutan dan rawa-rawa. Setelah dibangun kanal baru menuju Rawa Sari, area tersebut menjadi mengering dan kemudian dikapitalisasi dengan membentuk land baru yang disebut land Solitude. Land Solitude sebelumnya berada di Pondok Bamboe. Peta 1897

Lantas apa pentingnya sejarah gang/jalan Solitude/Palmeriam? Tentu saja sejarah (gang) Solitude sudah pernah ditulis. Namun lebih banyak kelirunya jika dibandingkan kebenarannya. Sejarah area yang disebut Solitude lebih banyak dari yang pernah ditulis. Oleh karena itu, sembari meluruskan sejarah Solitude, artikel ini menjadi penting. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 22 Februari 2020

Sejarah Jakarta (91): Jacatra Tidak Pernah Diubah Menjadi Batavia; Nama [D]jakarta Digunakan Untuk Gantikan Nama Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sering, jika tidak dikatakan selalu, disebut nama Batavia tempo doeloe adalah [D]jakarta (baca: Jacatra). Pernyataan itu keliru. Kenyataannya tidak pernah Jacatra digantikan dengan Batavia. Keduanya, Batavia dan Jacatra sama-sama eksis. Tentu saja dalam hal ini, nama Jacarta lebih dulu eksis jika dibandingkan dengan Batavia. Nama Jacatra sudah ada sebelum kedatangan orang-orang VOC/Belanda mendirikan Kasteel Batavia.

Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 15-06-1630
Bagaimana persepsi Batavia menggantikan Jacatra mungkin kurang disadari. Dalam bahasa akademik kurang teliti. Lantas bagaimana persepsi itu muncul adalah satu hal. Satu hal yang lain yang juga penting adalah mengapa nama ibu kota Republik Indonesia yang dipilih adalah [D]jakarta. Dua pertanyaan ini sejatinya menjadi dua pertanyaan untuk menjawab Sejarah Jakarta secara keseluruhan, mulai sejak tahun 1619 hingga tahun 1950. Setelah tahun 1950 bukan lagi Sejarah Jakarta, tetapi Sejarah Ibu Kota Republik Indonesia.  

Kesalahan persepsi kerap terjadi dalam sejarah. Kekeliruan terjadi bukan kurang andalnya analisis tetapi kurang tersedianya yang valid atau kurang termanfaatkannya data secara maksimal. Satu lagi sebab munculnya kekeliruan, analisis sejarah cenderung linier (garis lurus dimensi satu). Analisis sejarah dengan pendekatan dua dimensi (bidang integral) dan tiga dimensi (ruang) sangat membantu memahami sejarah keseluruhan. Pendekatan dimensi dua (spasial) dan dimensi tiga sangat berguna untuk meluruskan sejarah yang bengkok. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe dengan menerapkan analisis non sejarah.