Sabtu, 20 Februari 2021

Sejarah Ternate (9): Sejarah Pemerintahan di Ternate; Dari Pemerintahan Hindia Belanda hingga Pemerintahan Republik Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Sejak era Portugis dan Belanda (VOC), pemerintahan di Ternate dan sekitar hanya bersifat parsial, kerjasama (kontrak) antara Pemerintah VOC dan kerajaan-kerajaan. Raja atau Sultan menjadi representatif dari wilayah kerajaan-kerajaan yang berbeda-beda. Wujud dalam pemerintahan ala VOC ini adalah teman dari kerajaan yang bersekutu dengannya menjadi temannya, sebaliknya musuh dari temannya adalah musuhnya. Pemerintahan VOC di berbagai wilayah direpresentasikan oleh kepada pedagang VOC yang (biasanya) berkedudukan di benteng-benteng yang telah didirikan.

Pedagang-pedagang Portugis memulai ibu kota di Ternate (Maluku) berada di Takuma (pantai barat Pulau Ternate). Boleh jadi itu karena pusat Portugis berada di Malaka (semenanjung). Dalam perkembangannya, Spanyol yang berpusat di Manila (Filipina) mengambil Ternate (Portugis masih kuat di Amboina). Pada tahun 1605 pelaut-pelaut Belanda mengusir Portugis dari Amboina. Kehadiran Belanda ini menyebabkan orang Ternate bekerjasama untuk mengusir Spanyol (Spanyol bergeser ke Tiodore). Belanda yang berpusat di Amboina membangun benteng di kampong Malajoe (pantai timur pulau Ternate). Kampong Melayu itu kini berada di pusat Kota Ternate sekarang. Setelah Portugis diusir dari Malaka oleh VOC pada tahun 1643, lalu pada tahun 1657 Belanda (VOC) mengusir Spanyol di Ternate dan Manado. Habis sudah Portugis dan Spanyol di Hindia Timur (kecuali Portugis masih tersisa di Timor). Pada era VOC inilah cabang-cabang pemerintahan VOC dibentuk berbagai wilayah. Di Ternate ditempatkan seorang Gubernur (dan salah satu Residen ditempatkan di Manado).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di Ternate? Seperti disebut di atas, sudah muncul embrionya pada era Portugis dan Spanyol lalu berkembang pada era Belanda (VOC). Namun sejauh itu pemerintahan masih bersifat parsial (lokalitas). Pemerintahan yang sebenarnya baru dibentuk secara sistematik setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799. Pemerintah Hidnia Belanda secara efektif baru dimulai pada era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811). Bagaimana proses pembentukan pemerintahan di ternate berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (8): Lingua Franca Bahasa Melayu di Ternate; Ragam Bahasa Daerah pada Masa Kini di Provinsi Maluku Utara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Begitu banyak bahasa daerah (etnik) di nusantara (Hindia Timur), dalam wilayah yang lebih kecil di Ternate (Halmahera) juga begitu banyak bahasa daerah. Lantas bagaimana itu semua bermula? Yang jelas di masa lampau sebelum kehadiran orang-orang asing (Moor, Portugis dan Spanyol) sudah ada penduduk di pulau Halmahera dan sekitar. Penduduk asli inilah yang membentuk bahasa daerah. Kehadiran orang asing dipersatukan dengan menggunakan lingua franca bahasa Melayu. Bahasa-bahasa asli dan bahasa Melayu ini saling memperkaya.

Pada masa ini di pulau Halmahera, pulau Ternate dan pulau-pulau lainnya (kini Provinsi Maluku Utara) paling tidak terdapat sebanyak 19 bahasa daerah (bahasa etnik), yaitu: Bacan, Bajo, Buli, Galela, Gane, Gorab, Ibu, Kadai, Makian Dalam, Makian Luar, Melayu, Modole, Patani, Sahu, Sawai, Sula, Taliabu, Ternate dan Tobelo. Sebagai lingua franca di masa lampau, bahasa Melayu di Maluku Utara penuturnya terdapat di di kelurahan Togafo, kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate (dialek Melayu Ternate) dan desa Bobaneigo, kecamatan Kao Teluk, kabupaten Halmahera Utara (dialek Melayu Gorap).

Bagaimana sejarah penyebaran bahasa Melayu di Maluku Utara? Pada masa lampau di nusantara sudah terbentuk lingua franca. Dimana awal bahasa lingua franca ini terbentuk tidak diketahui secara jelas. Lingua franca itu digunakan dalam perdagangan di berbagai kota-kota pelabuhan yang diduga sebagai perkembangan lebih lanjut bahasa Sanskerta. Prasasti Kedukan Bukit (Palembang) akar bahasa lingua franca ini sudah terlihat. Pada era Portugis (yang berpusat di Malaka), lingua franca ini dipopulerkan sebagai bahasa Melayu. Lantas bagaima bahasa Melayu eksis hingga ini hari di Maluku Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 19 Februari 2021

Sejarah Ternate (7): Sejarah Pulau Morotai, Mengapa Muncul Nama Moro di Kepulauan Maluku? Morotia, Rao, Aru dan Daruba

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Nama (pulau) Morotai adalah satu hal dan orang Moro adalah hal lain lagi. Sejarah (pulau) Morotai dihubungkan dengan nama Tobelo, Galela dan Tobaru di pulau Gilolo (kini Pulau Halmahera). Dalam perkembangannya di barat pulau Gilolo muncul kota-kota pelabuhan di pulau Ternate, pulau Tidore, pulau Motir, pulau Machian dan pulau Bachian. Semua pulau-pulau tersebut oleh pelaut-pelaut Portugis disatukan dengan nama tunggal sebagai Kepulauan Maluku.

Pulau Morotai terbilang pulau paling timur laut Indonesia. Oleh karena itu, pada era perang Pasifik (1942-1945), orang Jepang yang sudah eksis di Palau membangun lapangan terbang di pulau Morotai yang kemudian diambilalih oleh militer Amerika Serikat. Nama (pulau) Morotai pada masa kini menjadi nama kabupaten (Kabupaten Pulau Morotai) di Provinsi Maluku Utara (pemekaran kabupaten Halmahera Utara tahun 2008). Kabupaten Pulau Moratai (ibu kota di Daruba) terdiri dari lima kecamatan di pulau Morotai (Morotai Selatan, Morotai Selatan Barat, Morotai Jaya, Morotai Utara dan Morotai Timur) dan satu kecamatan di pulau Rao (Kecamatan Pulau Rao; ibu kota di Leo-Leo). Di kecamatan Pulau Rao terdapat nama kampong kuno, Aroe.

Lantas bagaimana sejarah (pulau) Morotai? Pada masa ini nama Morotai merujuk pada nama Moro. Lalu apakah ada hubungan antara nama Morotai dengan nama Daruba (nama ibu kota kabupaten Pulau Morotai). Tidak itu saja, tetangga pulau Morotai disebut pulau Rao dan di pulau ini terdapat nama kampong kuno Aru. Nama-nama Rao, Aru dan Daruba pada era Portugis sudah diidentifikasi di pulau Sumatra. Apakah itu menjadi penting? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (6): Sejarah Galela di Gilolo Halemahera Tempo Doeloe; Danau Galela Era Hindoe-Boedha, dari Moro hingga Aroe

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Ini bukan tentang Galileo Galilei (1564-1642) seorang fisikawan Italia, tetapi tentang Galela Gilola pada waktu sejaman. Galela Gilolo pada masa kini dihubungkan dengan nama geografi (pulau) Halmahera. Galela merujuk pada nama Gilolo dan nama Gilolo dihubungkan nama Djailolo. Itu latar belakangnya. Lalu dari situ kita mempelajari sejarah Galela di pulau Halmahera, provinsi Maluku Utara.

Galela adalah nama kecamatan yang berada di pantai timur pulau Halmahera bagian utara. Kecamatan Galela (ibu kota di Soasio) termasuk wilayah Kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2006 kecamatan Galela dimekarkan dan terbentuk tiga kecamatan yang baru yakni: Kecamatan Galela Utara, Kecamatan Galela Selatan dan Kecamatan Galela Barat. Posisi GPS Galela sendiri sejak zaman kuno berada tepat di hadapan pulau Morotai. Nama Jailolo sendiri juga menjadi nama kecamatan (kecamatan Jailolo dan kecamatan Jailolo Selatan) di kabupaten Kabupaten Halmahera Barat.

Lantas bagaimana sejarah asal usul Galela? Yang jelas sebelum muncul nama Galela sudah disebut nama Gilolo sebagai pulau. Nama pulau Gilolo kemudianlebih dikenal dengan nama Pulau Halemahera, Lalu apa hubungannya nama Galela dengan nama danau di Gilolo. Nama Galela atau Gilolo diduga sudah ada sejak zaman kuno era Hindoe-Boedha yang kemudian terhubungan dengan nama Moro hingga nama Aroe. Bagaimana itu semua terhubung? Itu yang ingin diketahui. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 18 Februari 2021

Sejarah Ternate (5): Nama Pulau Halmahera, Hale-Mahera, Cabo del Moro, Costa del Moro dan Batachini; Malacak Nama Maluku

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Nama Maluku sudah diidentifikasi sejak awal kehadiran pelaut-pelaut Portugis di Maluku (Peta 1517). Masih pada peta-peta Portugis nama Gilolo (pulau Halmahera) tidak teridentifikasi tetapi nama yang muncul adalah Cabo del Moro, Costa de Moro dan Batachini. Lalu kemudian diidentifikasi nama Gilolo tetapi kemudian berubah menjadi Halmahera atau Halemahera. Nama yang terakhir inilah yang digunakan hingga ini hari: Pulau Halmahera.

Nama tempat yang pertama diidentifikasi di pulau Halmahera adalah Batachini. Para ahli geografi Belanda mendiskusikan nama Batachini dari peta Portugis sebagai Batachina atau Batoechina. Nama Batucina pada masa ini dikenal di pulau Halmahera. Dalam hal ini nama tempat Batachini berbeda dengan nama pulau. Nama pulau tidak diidentifikasi. Yang diidentifikasi adalah nama tanjung (Cabo del Moro) dan nama pantai pesisir barat pulau (Costa del Moro). Hal ini juga identifikasi pulau Flores yang diidentifikasi sebagai Cabo das Frolles (bergeser menjadi Cabo das Flores). Nama pulau sendiri adalah pulau Mangarai yang kemudian diidentifikasi sebagai Pulau Flores (merujuk nama tanjung Cabo das Flores). Nama Flores digunakan (hingga ini hari.

Lantas bagaimana sejarah proses penamaan Pulau Halmahera? Pertanyaan yang sama juga sama untuk nama (kepulauan) Maluku. Mungkin kedua pertanyaan tersebut tidak penting-penting amat. Namun yang tetap menarik adalah apakah penamaan Pulau Halmahera mirip dengan proses penamaan Pulau Flores? Semua itu diperlukan data. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (4): Sejarah Pulau Tidore, Istana Sultan Tidore di Soasiu Tempo Dulu; Era Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Nama Ternate dan Tidore begitu terkenal di masa lampau. Namun sejarahnya baru dikenal dengan baik sejak era Belanda (VOC). Pada fase inilah sejarah (pulau) Tidore tercatat dengan baik. Dalam catatan awal pada masa itu disebutkan kraton Sultan Tidore berada di Siasiu. Yang menjadi pertanyaan, apakah ibu kota (kraton) kesultanan Tidore telah relokasi ke tempat lain di suatu tempat di kota Tidore yang sekarang? Itu satu hal.

Pada masa ini nama Ternate dan Tidore menjadi nama Kota di provinsi Maluku Utara. Di provinsi Maluku sendiri terdiri dari dua kota dan delapan kabupaten. Dua kota adalah Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan. Lina kabupaten berada di pulau Halmahera (Barat, Tengah, Timur, Selatan dan Utara) dan tiga kabupaten di luar pulau Halmaera yakni Kabupaten Sula, Kabupaten Pulau Morotai dan Kabupaten Pulau Taliabu. Nama wilayah kabupaten-kota di Provinsi Maluku Utara ini cukup unik. Sebagian besar wilayah Kota Tidore (yang menggunakan nama pulau Tidore) berada di daratan (pulau Halmahera). Nama Kabupaten Kepulauan Sula hanya terdiri dari dua pulau besar (Pulau Mangoli dan Pulau Sulabes). Nama Kabupaten Pulau Morotai (hany satu pula besar plus pulau-pulau kecil sekitar). Mirip nama Kabupaten Pulau Morotai, nama Kabupaten Pulau Taliabu hanya satu pulau besar dengan pulau-pulau kecil di sekitar. Last but not least: Tidak seperti nama Kota Tidore, nama Kota Ternate, wilayahnya hanya berada di luar pulau Halmahera, tetapi satu pulau yang menjadi bagian wilayah Kota Ternate disela oleh pulau Tidore yakni pulau Moti. Lantas apakah penamaan wilayah kabupaten kota ini menggambarkan sejarahnya sendiri-sendiri? Lalu apakah kehadiran asing (Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris) dapat memperjelas sejarahnya?

Hal lainnya adalah mengapa wilayah Kota Tidore yang sekarang sebagian besar wilayahnya berada di Pulau Halmahera? Boleh jadi hal itu tidak penting-penting amat seperti pernah dikatakan William Shakespeare (1564-1616) ‘Apalah arti sebuah nama’. Namun dalam perspektif sejarah, nama menjadi begitu penting. Lantas bagaimana duduk perkaranya nama Kota Tidore sebagain besar wilayahnya berada di pulau Halmahera? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.