Kereta api jalur Batavia-Buitenzorg via Depok mulai dioperasikan pada tahun 1873. Halte kereta api di jalur tersebut berada di Pasar Minggoe, Lenteng Agoeng, Pondok Tjina, Depok (lama), Tjitajam, Bodjong Gede dan Tjiliboet. Dalam perjalanan waktu, di jalur kereta api terpadat di luar Batavia itu muncul peristiwa kecelakaan yang tidak diinginkan akibat tabrakan: dua kereta api berlawanan arah beradu kepala.
Kereta api di stasion Buitenzorg, 1927 |
Tabrakan Pertama, 1904
Pada tahun 1904 terjadi kecelakan di jalur kereta api Batavia-Buitenzorg di
stasion Bodjong Gede. Persoalannya sepele tetapi dampaknya serius, yakni soal
pengaturan berhenti. Akibat kelalaian masinis terjadi kecelakaan tabrakan
kereta di stasion (Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1904). Dalam berita ini tidak
disebutkan apakah ada korban.
Ditambahkan, jalur kereta
dari Batavia ke Buitenzorg terdapat sistem yang mengatur bahwa di Lenteng Agong,
Pondok Tjina, Depok dan Tjitajam di sebelah kiri, sedangkan di Passar-Minggoe,
Bodjong Gedeh dan Tjileboet justru berhenti di kanan. Padahal di Belanda semua
pemberhentian berada di kiri.
Namun demikian, besar dugaan tabrakan kereta api ini tidak menimbulkan
korban. Sebab kereta yang tabrakan merupakan dua kereta yang mana satu kereta
dalam posisi diam (berhenti) di stasion dan yang satu lagi dalam posisi
bergerak lambat untuk berhenti di stasion.
Tabrakan Kedua di Depok
Peristiwa tabrakan kereta api di Depok terjadi pada tahun 1968 telah
terjadi. Tabrakan kereta ini antara kereta ekspres dengan kereta ekonomi. Tidak
dijelaskan posisi tempat terjadinya tabrakan.
Het vrije volk:
democratisch-socialistisch dagblad, 21-09-1968: ‘Kecelakaan kereta api. Dalam
tabrakan frontal Jumat tiga puluh orang meninggal antara dua kereta di Depok menuju
Jakarta dan lebih dari 150 terluka, petugas rumah sakit telah mengindikasikan
di Jakarta dari terluka sebanyak 48 serius. Beberapa gerbong yang tergelincir
dan terbalik setelah tumbukan. Banyak penumpang di gerbong depan kedua kereta,
kereta ekspres dan kereta lokal, terjebak. Terluka pertama kali dibawa ke rumah
sakit di Depok, terletak 40 km dari Jakarta. Kemudian, banyak dari mereka
diangkut ke rumah sakit di Bogor’. Kecelakaan ini juga dilaporkan Amigoe di
Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden, 21-09-1968.
Tabrakan Ketiga di Ratujaya
Peristiwa tabrakan kereta api seperti yang terjadi tahun 1968, di Ratu Jaya
terjadi pada tahun 1993. Dua kereta api yang berlwanan arah beradu kepala di
desa Ratujaya, tetangga desa Depok. Tabrakan maut ini menyebabkan banyak
korban.
Nieuwsblad van het
Noorden, 03-11-1993: ‘Kecelakaan kereta api. Sebuah kecelakaan kereta api di
ibukota Indonesia Jakarta kemarin sedikitnya 18 orang tewas, dua ratus orang terluka.
Kecelakaan itu terjadi ketika dua kereta penumpang pada jam sibuk pagi hari
kepala bertabrakan satu sama lain di kota Depok, 30 kilometer selatan Jakarta. Banyak
korban terjebak di gerbong depan kedua kereta. Penelitian belum menentukan apa
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan akibat kesalahan teknis atau manusia’. Limburgsch
dagblad, 03-11-1993 melaporkan tabrakan kereta api listrik jalur tunggal di
Depok menyebabkan 35 korban meninggal. Hanya bagian terakhir dari Depok ke
Jakarta terdiri dari jalur ganda. Penyebab kecelakaan belum diketahui’.
Kereta Kerap Tergelincir Oleh Sesaknya
Penumpang
Ketika bis kota belum miring ke kiri oleh sesaknya penumpang seperti lirik
lagu Franky Sahilatua, kereta api sudah sejak lama miring ke kanan dan miring
ke kiri oleh sesaknya penumpang. Bis hanya miring ke kiri karena pintu hanya di
kiri, sedangkan kereta api miring ke kiri dan juga mering ke kanan karena di
dua sisi terdapat pintu/ Kereta mring ke mana tergantung di ruas mana rel
kereta terdapat tikungan. Kereta api jalur Jakarta-Bogor miring ke kiri dan
kanan terungkap dari seorang pembaca menulis.
De Telegraaf, 04-08-1962:
‘Aku naik pagi dari Depok desa saya ke kota besar di Djakarta. Tiga puluh
kilometer. Kami tergelincir biasanya satu jam, kadang-kadang lebih lama, tergantung
situasi dan kondisi yang dihadapi. Semakin dekat saya di Jakarta, penumpang datang
lebih penuh lagi di kereta itu. Orang-orang bergantung pada setiap sisi, mereka
bahkan berada berdiri di papan tangga kereta. Kereta api dengan locomotief
listrik yang terbuat dari besi yang berat. kadang-kadang penumpang menambah beban menjadi berat. Jika kereta
miring ke satu sisi maka Anda akan mendengar teriakan. Demikian juga di dalam tidak
tenang, ribuan penumpang terbang ke sisi yang miring. Tidak jarang kereta malah
terbalik ke sisi yang berat dan masuk ke dalam parit. Tentu saja, jika kereta
miring ke kiri atau ke kanan tidak ada alasan untuk panik, sebab kereta umumnya
akan melaju pelan’.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar