Pada era Pemerintahan Hindia Belanda hanya sedikit siswa sekolah pribumi
yang menjad dokter. Selain masuknya sulit (bersaing ketat) juga untuk lulus
tidak mudah (banyak yang DO). Jumlah siswa tiap tahunnya yang diterima sangat terbatas
(8-12 siswa). Namun demikian, seorang siswa dari Depok mampu berada
diantaranya. Siswa tersebut berasal dari keluarga Loen di Onderdistrict Depok,
Afdeeling Buitenzorg, Residentie Buitenzorg, Province West Java..
Gedung Dokter-Djawa Svhool di Weltevreden, Batavia, 1902 |
Dokter RJ Loen
Pada tahun 1902 sejumlah siswa di Dokter Djawa School, kelas persiapan naik
ke kelas 3 diantaranya Andreas Loen van Depok, Si Mohamad van Padang Sidempoean dan Si
Isa van Padang Sidempoean (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-11-1902).
Empat diantara mereka mengulang dan dua orang dikembalikan ke kampung halaman
masing-masing (belum ada istilah DO=drop out). Last but not least: satu siswa
yang lulus dari sekelas Loen adalah Radjamin dari Padang.
Het nieuws van den dag voor NI, 27-11-1902 |
A. Loen memiliki tiga teman sekelas dari Padang Sidempoean, (Si Mohamad, Si
Isa dan Radjamin). Radjamin meski melalui seleksi di Padang, sesungguhnya,
seperti terungkap nanti, Radjamin berasal dari Padang Sidempoean (kuota di Padang diisi oleh siswa dari Tapanoeli). Demikian juga
Tjipto Mangoenkoesoemo memiliki dua teman sekelas yang berasal dari Padang Sidempoean
(Abdul Hakim dan Abdul Karim).
Siswa-siswa Dokter Djawa School, 1900 |
Bataviaasch handelsblad, 16-02-1894 |
Andreas Loen adalah adik
Dokter RJ Loen yang lulus Dokter-Djawa School pada tahun 1894 (Bataviaasch
handelsblad, 16-02-1894). Jika RJ Loen lulus 1894 sementara A. Loen baru masuk
tahun 1900, maka jarak umur abang-adik ini 13 tahun. A. Loen yang
diperkirakan berumur 18 tahun diharapkan
memiliki peluang lulus besar karena di rumah mereka di Depok dapat bimbingan
dari abangnya RJ Loean. Namun sangat disayangkan
A. Loen besar kemungkinan tidak berhasil dalam studi. Sebab sejak nama A. Loen
disebut sebagai siswa Dokter Djawa School 1902, kabar beritanya tidak
terdeteksi. Nama keluarga Loen yang terdeteksi hanyalah Rijklof Johannes Loen (RJ
Loen abang dari Andreas Loen).
Selama era Docter Djawa School rekrutmen siswa dilakukan ke daerah oleh panitia seleksi (semacam pemandu bakat) dengan melakukan seleksi. Syarat umum kandidat memiliki intelektualitas tinggi dan kemahiran dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam (Matematika, IPA dan bahasa Belanda); motivasi dan kemampuan finasial orangtua; dan tingkat kesehatan fisik yang priima, secara psikologis tidak 'cengeng’ (karena akan dikirim ke wilayah-wilayah yang jauh dari kampung halaman); bersedia dikontrak pemerintah (minimal delapan tahun, semacam PTT). Pada era STOVIA seleksi dilakukan di pusat, siswa datang sendiri dari berbagai tempat (semacam UNPTN).
RJ Loen yang kira-kira berumur 22 tahun dan diperkirakan
lahir 1872, setelah lulus Docter Djawa School kiprahnya kurang terinformasikan dengan
jelas. Bagaimana RJ Loen memulai debut sebagai dokter tidak terlaporkan. RJ
Loen dilaporkan sebagai dokter pemerintah di Depok (De Preanger-bode,
29-05-1922).
Kabar lainnya tentang RJ Loen adalah diketahui tengah berduka
karena ibunya Charlotte Adriana Loen-Leander meninggal dunia di Depok pada usia tua (Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-09-1930).
RJ Loen sebagai dokter pemerintah di Depok, juga
diperbantukan untuk mengunjungi sejumlah klinik setiap minggunya di Tjitrap,
Tjilengsie, Tjibinong dan juga Paroeng (Bataviaasch nieuwsblad, 03-11-1930). Saat itu di Afdeeling Buitenzorg hanya ada dua dokter pemerintah, yakni di Depok dan di Buitenzorg (kota). Dokter yang ada di Tjiampea adalah dokter swasta yang dikaryakan oleh perusahaan Moutman.
RJ Loen dilaporkan ketika
habis masa jabatannnya sebagai dokter pemerintah di Ambon akan pensiun dan
membuka dokter praktek di Depok (kampung halamannnya).
RJ Loen seorang pensiunan dokter
pemerintah di Depok (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1934).
Gouvernements-arts SB Zahar, terhitung tanggal 1 Maret dipindahkan ke
Buitenzorg namun tidak pernah datang. Untuk mengisi posisi itu, RJ Loen
pensiunan dokter yang telah membuka dokter praktek pagi dan sore di Depok
diangkat untuk fungsi tersebut (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
23-04-1935).
RJ Loen pada tahun 1935 bersilang pendapat dengan
pemerintah dalam hal pajak yang dikenakan di Land Depok. Pengadilan memutuskan
Land Depok harus melunasi tunggakan pajak dan juga biaya-biaya selama proses pengadilan.
Sejak tahun ini juga, nama Rijklof Johannes Loen tidak pernah muncul lagi di
publik. Mengapa? Tidak diketahui dengan jelas.
Dokter-Dokter van Padang Sidempuan
Andreas Loen besar dugaan tidak berhasil
menjadi dokter. Abangnya RJ Loen besar kemungkinan adalah satu-satunya dokter
di Depok. Dokter RJ Loen adalah dokter pemerintah pertama di Depok, orang yang
telah membangun dan terus menjaga eksistensi klinik kesehatan di Depok. Sebagai
dokter, RJ Loen memiliki tanggungjawab yang luas tidak hanya di Depok, tetapi
juga di Paroeng, Tjitrap, Tjibinong dan Tjilengsi. RJ Loen telah mengisi satu
wilayah penduduk untuk berperan dalam bidang kesehatan.
Hingga berakhirnya kolonial Belanda, jumlah dokter
tidaklah banyak untuk seluas Hindia Belanda (baca: Indonesia). RJ Loen yang
telah menjadi dokter sejak 1894 diduga telah berperan tunggal dalam penanganan kesehatan
di Depok dan sekitarnya.
Het nieuws van den dag voor NI, 29-11-1902 |
Siswa-siswa dari Afdeeling Mandailing dan Angkola,
Residentei Tapanoeli sudah sejak lama diterima di Docter Djawa School. Dua yang
pertama tahun 1854 adalah Si Asta dan Si Angan, dua siswa pertama yang berasal
dari luar (pulau) Jawa (lihat
Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad,
18-01-1855). Dua siswa berikutnya tahun 1856 menyusul Si Dorie dan
Si Napang. Demikian seterusnya hingga ke generasi Mohamad Hamzah dan Haroen Al
Rasjid (yang masih bertemu di tahun pertama dengan tahun terakhir Dr. RJ Loen).
Pada saat Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota |
Uniknya, dokter-dokter asal Padang Sidempuan ini setelah pensiun sebagai dokter pemerintah tidak kembali ke kampung halaman (seperti Dr RJ Loen). Sebagaimana guru-guru pemerintah, dokter-dokter pemerintah setelah mengabdi delapan tahun diminta memilih apakah melanjutkan kontrak (sebagai pegawai pemerintah) atau pensiun (menjadi swasta). Jika pensiun umumnya membuka klinik atau terlibat dalam organisasi kebangkitan bangsa. Dr. Mohamad Hamzah Harahap menetap di Pematang Siantar (saudara sepupu Soetan Casajangan, pendiri Indisch Vereeniging di Leiden tahun 1908), Dr. Mohamad Daulay di Medan, Dr, Isa di Riau, Dr. Abdul Karim di Solok dan Sibolga, Dr. Haroen Al Rasjid Nasution di Telok Betong (Tandjong Karang), Dr. Radjamin Nasution di Soerabaja dan Dr. Abdul Hakim di Padang. Untuk sekadar diketahui saja: Dua anak Dr. Haroen Al Rasjid, yakni Ida Loemongga adalah dokter pribumi pertama bergelar doktor (Ph.D) lulus di Leiden 1930 dan Mr. Gele Haroen lulus di Leiden yang kelak menjadi Residen pertama Lampoeng; Dr. Abdul Hakim menjadi Wali Kota pertama di Kota Padang; Dr. Radjamin Nasution menjadi Wali Kota pertama di Kota Surabaya; Dr. Mohamad Daulay mendirikan rumah sakit kusta di Medan. Last but not least: Dr. Abdul Hakim juga tokoh PNI di Sumatra Barat dan Dr, Abdul Karim juga tokoh PNI di Sibolga, Tapanoeli. Sebagaimana diketahui pendiri PNI adalah Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo (Abdul Hakim, Abdul Karim dan Tjipto satu kelas semasa kuliah di Dokter Djawa School). Salah satu anak Dr. Abdul Karim Lubis (diduga kuat) adalah Eny Karim (Tokoh PNI, Menteri Partanian di era PM Ali Sastroamidjojo dan Gubernur Sumatra Utara). Tentu saja perlu diketahui: salah satu anak Dr. Abdul Hakim adalah Egon Nasution, alumni hukum dari Belanda (seangkatan dengan Mr. Gele Haroen). Egon Nasution menikah dengan salah satu putri MH. Thamrin di Batavia. Dr. Abdul Hakim dan MH Thamrin adalah hanya dua wakil walikota di era Belanda dari kalangan pribumi. MH.Thamrin diangkat sebagai wakil wali kota (loco-burgemeester) di Kota Batavia (sejak 1929) dan Dr. Abdul Hakim diangkat wakil wali kota di Kota Padang (sejak 1930). Dr. Abdul Hakim ditunjuk sebagai wali kota Padang menggantikan Bagindo Azis Chan yang meninggal dunia tahun 1947. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Soekarno-Hatta meminta Dr. Abdul Hakim tetap menjadi wali kota Padang, namun karena kesehatan dan harus menjalani operasi Dr. Abdul Hakim dilarang anaknya, Egon Nasution dan meminta Soekarno-Hatta membatalkannya. Egon Nasution adalah pendiri Universitas Pantjasila di Padang 1950, sekolah tinggi hukum yang menjadi cikal bakal Universitas Andalas. Egon Nasution (ahli hukum) dan Sumitro Djojohadikusumo (ayah Prabowo) sebagai ahli ekonomi adalah dua tokoh sentral dan memiliki peran penting dalam lingkaran inti PRRI/Permesta 1957. .
Afd. Mandailing dan Angkola (afd. Padang Sidempuan)
*Dikompilasi oleh Akhir Matua
Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan
lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta.
Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap
buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah
disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan
atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di
artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar