Sebagaimana di seluruh Hindia Belanda, sejak berabad-abad kolonial Belanda berlangsung, juga di Depok tidak menduga secepat ini harus berakhir dan digantikan oleh pendudukan Jepang. Bagaimana situasi dan kondisi di Depok jelang berakhirnya era kolonial Belanda mungkin menarik untuk ditelusuri. Kita telah menelusuri bagaimana Belanda mengawali kolonial di Depok, kini giliran kita untuk melihat bagaimana kolonial berakhir di Depok. Ibarat lirik sebuah lagu ‘Kau yang memulai, Kau yang mengakhiri’.
Hilang lonceng Depok buatan 1675 (ft 1930) |
Semua permulaan itu ternyata kemudian ada batasnya. Pendudukan Jepang
adalah batas akhir kolonialisme Belanda sejak era VOC. Namun bagaimana situasi
jelang berakhirnya kolonial Belanda di Depok sebelum pendudukan Jepang tidak
pernah dilukiskan. Apa menariknya? Itu yang menjadi pertanyaan. Mari kita
telusuri.
Land Depok Berakhir
Land Depok hanya berlaku sejak era VOC hingga berakhirnya Pemerintahan
Hindia Belanda. Persoalan lahan-lahan partikelir ditulis oleh Jan D. Rempt yang
dimuat pada Haagsch maandblad / onder leiding van C. Easton en S.F. van Oss, 15-01-1943.
Haagsch maandblad, 15-01-1943. |
Persoalan menjadi lebih pelik. Pemerintah Hindia Belanda kemudian berurusan
dengan permasalahan tahap kedua: semua kepemilikan tanah pribadi ditransfer ke
pemerintah Jepang. Ini dengan sendirinya akan mengakhiri tanah pribadi, dari imperia
ke imperia. Pemerintah Hindia Belanda yang notabene juga Kerajaan Belanda boleh
jadi pemilik lahan akan menuntut ganti rugi di Eropa kepada pemerintah Kerajaan
Belanda (tentu saja bukan ke Jepang yang tengah menduduki). Apalagi pada tahun
1912 sudah ada dua lahan perkebunan yang dialihkan swasta kepada Inggris. Tentu
makin runyam.
Situasi di Depok
Jelang berakhirnya kolonial di Hindia Belanda adalah puncak-puncak
pencapaian di Depok. Secara khusus Land Depok mendapat keuntungan dari peradaban
kolonial Belanda, namun sebagaimana kita lihat nanti, pendudukan Jepang adalah
titik balik pencapaian kehidupan sosial dan ekonomi di Depok. Salah satu
indikasi kemajuan di Depok adalah adanya sekolah Eropa (ELS).
Bataviaasch nieuwsblad, 19-09-1941 |
Warga Depok juga menjadi bagian penting dari keanggotaan dewan di Regentschapraad
di Buitenzorg. Ada dua anggota dewan Regentschapraadwarga yang tinggal di Depok yakni LJC Kok seorang
pensiunan pejabat PTT dan D. Bacas, sekretaris Gemeente Bestuur Depok (Bataviaasch
nieuwsblad, 19-09-1941).
Anggota Dewan baik
kota (gemeente) maupun kabupaten (regentsahap) terbagi tiga golongan: Golongan
Belanda, Golongan yang disetarakan Belanda dan Golongan non Belanda. Kok adalah
wakil golongan Belanda dan Bacas adalah golongan yang disetarakan Belanda. Yang
mewakili golongan non Belanda salah satu diantaranya Said Hoesin bin Oemar Shahab,
seorang pedagang di Tjibinong. Bataviaasch
nieuwsblad, 01-10-1941 melaporkan LJC
Kok termasuk salah satu kandidat untuk dewan Provinsi (periode berikutnya).
Regentschapraad Buitenzorg pada sidang terakhir dari berakhirnya masa keanggotaan
empat tahun (1941) melakukan sidang di gedung yang baru dibangun di Panaragan,
Buitenzorg.
Beberapa keputusan
penting dalam masa empat tahun ini adalah pendirian tiga sekolah dasar dan membuka
dua sekolah lanjutan. Selain itu pembangunan jalan menuju Djasinga ke Tendjo
dan pembangunan jembatan Batoetoelis.
Di Batavia dalam debat di Dewan
pusat (Volksraad) Mr. Soangkoepon mengkritik pemerintah yang tidak peduli
kondisi para pensiunan yang hidup pas-pasan sampai kesulitan membiayai
anak-anak mereka yang bersekolah. Soangkoepon meminta pemerintah menaikkan
gajih pensiun karena tidak sedikit anak-anak mereka akan akan tertolong yang
tengah kuliah di perguruan tinggi (Bataviaasch nieuwsblad, 10-09-1941). Mr. Soangkoepon juga meminta pemeritah
memberikan subsidi yang lebih besar kepada Sekolah Tinggi Teknik (Technische
Hoogeschool) di Depok agar biaya sekolah ini dapat dijangkau para orangtua termasuk para pensiunan.
Pada saat Medan masih kampung, Padang Sidempoean sudah kota |
Tentu saja di Depok ada yang berasal dari Padang Sidempoean. Salah satu
yang terkenal adalah Emil Harahap, seorang pendeta muda yang disekolahkan oleh
ayahnya ke Depok tetapi tidak pernah kembali ke kampung. Meski tinggal di
Depok, Emil juga pernah menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Batavia. Pada
tahun 1917 Emil Harahap dan pendeta D Ikens di Depok menerbitkan kamus bahasa
Melayu-Belanda. Satu anak Emil Harahap yang terkenal kelahiran Depok adalah
Frits Kilian Nocolas atau sering disingkatnya sebagai FKN Harahap. Seperti ayahnya,
FKN Harahap juga menyukai permainan catur. FKN Harahap adalah orang pertama
Indonesia yang mengalahkan juara catur Belanda Dr. Euwe (juara dunia). Sebelum
Indonesia merdeka, FKN adalah ketua Perhimpoenan Indonesia, perhimpunan mahasiswa
Indonesia di Belanda (lihat De bevrijding: weekblad uitgegeven door de
Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 15-05-1945).
Di dalam Land Depok sendiri dilakukan pesta ‘ngubek situ’ di Rawa Besar dengan
cara memancing. Penyewa situ, C Leander mengizinkan dua hari untuk memancing
bebas di dalam situ. Sebanyak [tidak terbaca jelas] pemancing berpartisipasi dalam hari pertama pesta
memancing ini. Banyak orang-orang ETI (Eropa/Belanda) dan para pemilik toko. Pesta memancing akan dilakukan lagi hari
Minggu berikutnya (Bataviaasch nieuwsblad, 09-09-1941).
Beberapa tahun
sebelumnya ‘ngubek situ’ di Rawa Besar dilakukan dengan cara menangkap langsung
yang dibagi ke dalam tiga kelompok (situ disekat menjadi tiga bagian).
Industri di Depok juga terus
berkembang. Melkerij ‘Vita’ di Depok masih mendapat pengakuan dari pemerintah
sebagai produk susu kualitas kelas-1 hasil dari pengujian laboratorium, semacam
BPOM ( Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1941). Sementara seseorang memasang iklan
untuk mencari seorang pembantu yang memenuhi syarat.
Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1942 |
Hal yang bersifat keluarga di Depok
juga terlaporkan dengan baik. Willy Cornelius Loen yang bertempat dinggal di
Tjilatjap menikah dengan gadis Depok bernama Charlotte Leander. Upacara perkawinan
dilangsungkan pada tanggal 13 Februari 1942 (Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1942).
LJC Kok tidak menjadi anggota dewan provinsi, tetapi
tetap menjadi anggota dewan kabupaten Buitenzorg. Ini terdeteksi kehadiran Kok
sebagai anggota ketika dewan kabupaten melakukan sidang perdana untuk anggota
dewan periode empat tahun ke depan (Bataviaasch nieuwsblad, 11-02-1942). Kok
meminta perhatian anggota dewan untuk meningkatkan anggaran bagi desa-desa. Di
Onderdistrict Depok, menurut Kok banyak desa-desa di dalam particulier land
yang adakalanya tersembunyi dan kurang tesentuh oleh pemerintah terutama dalam
bidang pendidikan.
Era Kolonial Belanda Berakhir
Di Surabaya, awal kedatangan militer
Jepang diketahui ketika Radjamin Nasution tiba-tiba mendapat surat dari anak
perempuannya, seorang dokter yang bersuamikan dokter juga, Dr. Amir Hoesin (Siagian) yang sama-sama
berdinas di Tarempa, Tandjong Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan
kepada khalayak dan cepat beredar, karena termasuk berita penting masa itu.
Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya mempublikasikan isi surat
keluarga (anak kepada ayahnya) tersebut menjadi milik public sebagaimana
dikutip oleh koran De Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat
tersebut.
.
Tandjong Pinang, 22-12-194l.
Tandjong Pinang, 22-12-194l.
Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio,
Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada
Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam
hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di
gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan
terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang
bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa
yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah
jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.
Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku
mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk
mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya
diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap
hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa
kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa
melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.
Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami
merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat
kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak
mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya
punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis
14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di
sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini
mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.
Penyerangan oleh Jepang dimulai
dengan pengeboman di Filipina dan Malaya/Singapura. Pemboman oleh Jepang di
Tarempa merupakan bagian dari pengeboman yang dilakukan di wilayah Singapura.
Tarempa (Natuna) sangat dekat dari Singapura.
Tanggal 3 Februari 1942 perang benar-benar meletus di
Kota Surabaya. Pasukan Jepang selama satu bulan beberapa kali mengebom Kota
Surabaya. Koran Soerabaijasch Handelsblad yang menjadi salah satu sumber utama
artikel ini, lama tidak terbit. Baru terbit kembali pada
tanggal 26-02-1942. Dalam terbitan tersebut, dilaporkan terjadi perubahan di
Dewan Kota. Radjamin diangkat sebagai Wakil Ketua.
Pada tanggal 8 Maret 1942
pemerintahan Belanda di Indonesia benar-benar takluk tanpa syarat kepada pasukan
Jepang. Pada hari itu juga kekuasaan Gemeente (Pemerintahan Kota) Surabaya
berpindah tangan kepada militer (pasukan tentara) Jepang. Lantas Dewan Kota
dibubarkan. Namun demikian, pada fase konsolidasi ini, pihak Jepang masih
memberi toleransi dua kepemimpinan di dalam kota. Walikota Fuchter masih
dianggap berfungsi untuk kepentingan komunitas orang-orang Eropa saja.
Sementara walikota di kubu Indonesia dibawah perlindungan militer Jepang
ditunjuk dan diangkat Radjamin Nasoetion--Wethouder, mantan anggota senior
dewan kota yang berasal dari pribumi.
Jepang memilih Radjamin dibandingkan yang lain karena
Radjamin satu-satunya tokoh pribumi di Surabaya yang memiliki portfolio paling
tinggi. Radjamin selain dikenal sebagai Wethouder (tokoh anggota dewan kota) yang
pro rakyat. Radjamin juga diketahui secara luas sangat dekat dengan rakyat dan
didukung tokoh-tokoh ‘adat’ di Surabaya. Radjamin juga berpengalaman dalam
pemerintahan Belanda sebagai pejabat tinggi (eselon-1) Bea dan Cukai. Jangan
lupa, Radjamin juga seorang yang cerdas, dokter, lulusan perguruan tinggi
STOVIA di Batavia (teman sekelas Dr. Soetomo).
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar