* Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini
Gunung Merapi di Yogyakarta (juga terlihat dari Solo) adalah salah satu gunung di Jawa yang terbilang aktif dari dulu hingga kini. Di era VOC/Belanda, letusan gunung Merapi kali pertama dicatat pada tahun 1760. Gunung Merapi yang berada di sekitar penduduk yang padat ini selalu menjadi menarik perhatian. Tidak hanya penduduk di sekitar gunung, juga orang-orang Eropa/Belanda.
Gunung Merapi di Yogyakarta (juga terlihat dari Solo) adalah salah satu gunung di Jawa yang terbilang aktif dari dulu hingga kini. Di era VOC/Belanda, letusan gunung Merapi kali pertama dicatat pada tahun 1760. Gunung Merapi yang berada di sekitar penduduk yang padat ini selalu menjadi menarik perhatian. Tidak hanya penduduk di sekitar gunung, juga orang-orang Eropa/Belanda.
Bataviasche courant, 14-10-1820 |
Lantas bagaimana sejarah
gunung Merapi selanjutnya? Gunung Merapi nyaris tidak ada matinya. Gunung
Merapi telah banyak menimbulkan korban, tetapi juga gunung Merapi telah memberi
manfaat. Untuk melengkapi sejarah gunung Merapi, ada baiknya disusun daftar panjang
letusan yang pernah terjadi. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo dulu.
Gunung Merapi: Ekspedisi Pertama Dipimpin HG Nahuijs
HG Nahuijs mengetahui
dari penduduk Soeracarta bahwa gunung Merapi pernah meletus namun sejauh ini
belum pernah ada yang (berani) memanjat gunung Merapi hingga ke puncak.
Penduduk menggambarkan jalan akses ke gunung Merapi dari timur, dari jalan raya
antara Samarang ke Souracarta, tiga paal dari Buejoelalie. HG Nahuijs manyadari
sejak 120 tahun Belanda (VOC/Pemerintah) membentuk pemerintahan belum satupun
yang menyelidiki gunung Merapi. Alasan-alasan inilah yang membuat Kolonel HG
Nahuijs sebagai Residen Soeracrta perlunya diadakan ekspedisi hingga puncak
gunung Merapi.
Bataviasche courant,
14-10-1820: ‘sesuai gambaran penduduk, saya dan tiga teman yang ingin ikut, S
van de Graaf, P. Merkus en H. Mac
Gillavry pada pagi hari yang mula-mula berkuda sejauh tertentu di desa Sella,
kemudian dengan jalan yang lebih sulit kami ditandu. Lalu kemudian hutan
menjadi sangat sulit dan berlipat ganda dan pendakian dilakuka dengan jalan
kaki...Ketika kami telah mendaki selama setengah jam, kami merasakan hawa yang
sangat dingin dan harus menggunakan pakain tebal.,,suhu udara jatuh ke 40
derajat Fahrenheit (sekitar 4 C) yang ditutupi kabut..terlihat gunung Tagal dan
pantai selatan...menurut pemandu tahun sebelumnya pendakian hanya sampai titik
ini...Saya tidak menyerah, kami menguatkan keberanian..dua puluh dua pembantu
kami coba merintis jalan ke atas yang terjal dan berbatuan...kami kelelahan dan
istirahat...lalu bangkit lagi dan tiga jam pendakian akhirnya kami mencapai
puncak teratas di sebelah utara...permukaan keabu-abuan lava, sementara dimana-mana
ada batu-batu besar dari letusan sebelumnya. Sekitar dua puluh langkah di atas
tempat kami seseorang melihat salah satu mangkuk besar atau kawah, dengan tiga
atau empat mil Inggris garis tengah lingkaran...dalamnya kawah ditaksir tiga
atau empat ratus kaki di bawah..juga terdapat beberapa jurang kawah, jurang kawah
yang paling dalam berwarna hitam..dari bawah jurang-jurang kawah asap muncul
berbau menyengat belerang...Setelah beristirahat selama setengah jam kami ingin
ke sisi barat...para pembantu sangat ingin tahu dan sebanyak 65 orang mereka
saya mengikuti bersama Graaf dan Merkus...akhirnya kami menemukan kawah kedua..Perjalanan
ini tidak sia-sia..saya dan Merkus masih bertahan hingga sampai di puncak busur
di sisi lain kawah.. Di sini kami sekarang berada di area
kompor yang darinya asap tebal mengepul. Tanahnya berlubang, longgar, dan
terbakar di sini, sehingga kami tidak mengambil risiko lebih lanjut...beberapa
jalan tidak bisa dilewati karena panas yang hebat...kami tiba kembali di bawah
sebelum malam ke desa Sello (Selo). HG Nahuijs, Soeracrta den 30 September 1820.
Hasil ekspedisi yang
dilakukan oleh HG Nahuijs ini seperti dikatakannya sendiri adalah orang pertama
Eropa berhasil mencapai puncak gunung Merapi. Laporan ekspedisi ini ditulis HG
Nahuijs di Surakarta pada tangga; 30 September 1820 yang kemudian diterbitkan
surat kabar yang terbit di Batavia, Bataviasche courant edisi 14-10-1820.
Berita ini menjadi maklumat bagi orang-orang Eropa di Hindia Belanda. Artikel
ini kemudian dilansir surat kabar di Leiden, Leydse courant edisi 02-03-1821.
Sejak inilah nama gunung Merapi dikenal di dunia ilmu pengetahuan.
Kesadaran dan tingkat pemahaman
orang Eropa/Belanda di Hindia semakin intens setelah beberapa tahun sebelumnya,
5 April 1815 gunung Tambora di Bima meletus yang membuat langit hingga ke
Makassar tertutup awan hitam yang membuat permukaan tanah gelap. Segera setelah
letusan gunung Tambor, Captain W. Eastwell dari Makassar melakukan ekspedisi untuk
memastikan apa yang menyebabkan suara letusan yang terdengar hingga ke Bangka. Captain
W. Eastwell berhasil hingga pantai dekat kaki gunung dan memastikan gunung
Tambora yang meletus (lihat Sejarah Makassar (16): Letusan Gunung Tambora di
Bima Terdengar di Makassar, 5 April 1815: Bagaimana Cara Membuktikan Letusan
Berasal dari Gunung Tambora?). Sebagaimana kelak gunung Krakatau meletus tahun
1883 kapal yang tengah melintas di Selat Sunda memastikan gunung Krakatau yang
meletus yang menyebabkan gelap gulita hingga ke Batavia. Kapal itu adalah kapal
uap Goouverneur Generaal Loudon yang berangkat dari Padang menuju Batavia. Saat
letusan dahsyat kapal uap GG Loudon di Kroei (lihat Sejarah Jakarta (32): Fakta
Letusan Gunung Krakatau Sebenarnya, 1883; Di Batavia Juga Terjadi Tsunami,
Gelap Gulita Siang Hari).
Gunung Merapi Meletus 1822: Desa Selo
Terbakar
Hingga berakhirnya tahun
1822 (edisi terakhir 28 Desember 1833) tidak ada berita tentang aktivitas
gunung Merapi di surat kabar Bataviasche courant. Surat kabar Bataviasche
courant terbit kembali pada tanggal 4 Januari 1823. Kabar gunung Merapi muncul.
Bataviasche courant, 04-01-1823: ‘Suara
berat terdengar di sini pada malam tanggal 30 Desember dan abu keputihan yang
halus, yang telah terdeteksi di banyak tempat sejak saat itu, telah menimbulkan
kecemasan baru terhadap bencana, yang disebabkan oleh letusan gunung berapi. Kami
segera untuk membantu pembaca kami untuk mengambil bagian dalam informasi yang
kami peroleh sampai akhir. Di Residentie Kadoe, pada malam tanggal 27 Desember,
gempa bumi jam sembilan terasa dari timur ke barat; itu terjadi delapan kali guncangan
dalam waktu 30 jam, terutama yang terakhir pada malam tanggal 28, sangat parah
dan lebih mengerikan oleh mereka pada gerakan menurun. Pada saat yang sama,
gunung Merapie terdengar goncangan tanah yang berat, dan mulai mendorong
batu-batu. Pada jam setengah satu pagi hari tanggal 29 terjadi letusan,
akibatnya gunung di sekelilingnya dikelilingi oleh lava, dengan pancaran-pancaran
api, dan hujan pasir tebal serta batu-batu kecil menutupi ladang-ladang di
sekitarnya...’
Kabar ini menandai awal
berita meletusnya gunung Merapi.Berita ini juga menyebutkan aktivitas gunung
Bromo di Pasuruan telah bergemuruh keras dan telah mengeluarkan abu yang tebal.
Juga dilaporkan baru-baru ini tedengar ledakan yang sangat mengerikan. Ini
mengindikasikan bahwa gunung Merapi tidak sendiri. Letusan gunung Merapi telah
membakar desa Petongan dan desa Sello (Bataviasche courant, 06-01-1823).
Pada saat ini dimana HG
Nahuijs saat ini? Tentu saja terus mengamati aktivitas gunung Merapi. Letnan
Kolonel HG Nahuijs sejak Agustus 1822 diketahui telah menjabat sebagai Residen Djogjakarta
(Bataviasche courant, 17-08-1822). Sementara Pieter Merkus berada di Ambon.
Pieter Merkus sejak pertengahan tahun 1921 telah diangkat oleh Gubernur
Jenderal van der Capellen sebagai Sekretaris Jenderal (Algemeenen Secretaris)
yang mana sebelumnya menjabat sebagai procureur-generaal bij het hoog
geregtshof en advocaat-fiscaal bij het hoog militair gercgtshof (lihat 's
Gravenhaagsche courant, 04-01-1822). Lalu pada pertengahan tahun 1822 Pieter
Merkus diangkat sebagai Gubernur Maluku (lihat Middelburgsche courant, 12-11-1822).
S van den Graaff berada di Batavia sebagai anggota dewan (Raad van Indie). Mac
Gillavrij sendiri berada di Soeracarta. Sejak pertengahan tahun 1822 Gillavrij
telah diangkat menjadi Residen Soeracarta, sebelumnya asisten residen di Gresik
(Rotterdamsche courant, 09-12-1823).
Laporan dari Residen
Kadoe yang diterima tanggal 7 Desember memberitahukan tidak ada lagi letusan
yang terjadi di gunung Merapi setelah letusan yang terbesar pada taanggal 31
Desember 1822. Meski demikian, gunung merapi terus menyala dan mengeluarkan
asap tebal. Sementara laporan dari Residen Soeracarta dan Djocjacarta dari
tanggal 3 terdengar bunyi gemuruh. Dari Semarang dilaporkan bahwa penduduk di desa-desa
di distrik Semarang terkena dampak debu gunung Merapi (Bataviasche courant, 11-01-1823).
Juga dalam berbagai laporan disebutkan bahwa selain desa-desa di sekitar gunung
Merapi banyak yang terbakar juga banyak penduduk yang meninggal, ternak mati
serta sawah ladang yang tidak bisa dipanen. Setelah meletusnya gunung Merapi
juga terjadi hujan lebat yang membawa massa dari hulu yang menerjang berbagai
properti, rumah, sawah dan jembatan.
Letusan gunung Merapi 31 Desember
1822 adalah sejarah pencatatan yang pertama yang terbilang lengkap. Letusan
beberapa dasar warsa sebelumnya hanya berita-berita singkat yang tidak
menggabarkan detail letusan dan dampaknya. Lantas bagaimana letusan gunung
Merapi selanjutnya? Berikut akan didaftarkan.
Daftar Panjang Letusan Gunung Merapi:
Letusan Terbesar 1931
Tidak ada komentar:
Posting Komentar