*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Dalam daftar orang-orang terkaya (konglomerat) Indonesia dewasa ini hampir seluruhnya adalah orang Tionghoa. Tentu saja tidak di Indonesia tetapi juga ditemukan di Hong Kong, Taiwan dan negara-negara lain di Asia Tenggara. Mereka ini bukan warga negara Cina tetapi sudah menjadi warga negara setempat. Aset mereka yang besar telah mengikat mereka menjadi warga negara tempatan. Di Indonesia (baca: Hindia) orang Cina pertama terkaya adalah Ni Hoe Kong.
Dalam daftar orang-orang terkaya (konglomerat) Indonesia dewasa ini hampir seluruhnya adalah orang Tionghoa. Tentu saja tidak di Indonesia tetapi juga ditemukan di Hong Kong, Taiwan dan negara-negara lain di Asia Tenggara. Mereka ini bukan warga negara Cina tetapi sudah menjadi warga negara setempat. Aset mereka yang besar telah mengikat mereka menjadi warga negara tempatan. Di Indonesia (baca: Hindia) orang Cina pertama terkaya adalah Ni Hoe Kong.
Ni Hoe Kong adalah orang terkaya pertama di Hindia pada
era VOC. Ni Hoe Kong tinggal di Batavia. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, orang-orang
Tionghoa yang muncul sebagai konglomerat semakin bertambah di berbagai tempat
seperti di Soerabaja, Semarang dan Medan. Mereka yang berbasis di Hindia
(Belanda) dan Semenanjung termasuk Singapoera (Inggris) ini terhubung dengan Tiongkok
karena mereka memiliki dua kewarganegaraan (Tiongkok dan Belanda/Inggris). Hal
ini karena waktu itu masih menganut sistem bertatanegara diizinkan untuk
memiliki dua kewarganegaraan.
Siapa Ni Hoe Kong dan bagaimana Ni Hoe Kong
membangun bisnisnya menjadi inspirasi bagi orang-orang Tionghoa lainnya untuk
menjadi konglomerat. Mereka tentu saja tidak mudah untuk meraihnya. Mereka
kerja keras berusaha di tengah-tengah para pengusaha Eropa/Belada dan juga
berusaha keras diantara kelemahan penduduk pribumi. Pemerintah mendukung
mereka. Pemerintah Hindia Belanda tidak membedakan Eropa, Tionghoa, Arab dan
pribumi asal bersedia (bekerjasama) untuk membangun ‘jalan’ dan ‘jembatan’. Bagaimana
itu berproes? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Konglomerat Tionghoa
yang sekarang di Indonesia adalah garis continuum antar gnereasi sejak era VOC.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Ni Hoe Kong dan Migran Cina
Tidak
ada orang yang mengetahui siapa Ni Hoe Kong. Semua telah berlalu. Orang-orang
hanya mengenal dan mengingat konglomerat ayah-anak di Semarang (Oei Tjie Sien
dan Oei Tiong Ham) dan dua konglomerat di Medan, dua bersaudara Tjong Jong Hian
dan Tjong A Fie. Keluarga Oei di Semarang sangat berpengaruh, demikian juga
keluarga Tjong di Medan. Pengaruh mereka tidak hanya diantara komunitas
Tionghoa tetapi lebih jauh dapat mempengaruhi arah program pemerintah di era
Nederlandsch Indie (Hindia Belanda).
Mengapa Ni Hoe Kong
tidak dikenal di antara orang-orang Tionghoa? Itu karena tidak ada
berita-berita tentang Ni Hoe Kong. Ni Hoe Kong hidup di era VOC. Suatu era
dimana belum ada surat kabar. Namun masih ada catatan harian Kasteel Batavia
(Daghregister). Dari catatan-catatan kuno inilah diketahui siapa Ni Hoe Kong dan
bagaimana sepak terjangnya. Tentu saja yang tidak boleh dilupakan masih ada
peta-peta kuno yang dapat memperkaya data dan informasi tentang Ni Hoe Kong.
Ni Hoe Kong adalah pimpinan orang Cina di
Batavia. Berdasarkan Peta Land 1739 salah satu pemilik land di sisi Mookervaart
Tangerang adalah Ni Hoe Kong. Sejauh yang diketahui, Ni Hoe Kong adalah orang
Cina yang setara dengan pedagang-pedagang Eropa/Belanda. Sebagai pimpinan, Ni
Hoe Kong harus berbagai perhatian antara kepentingan VOC dan kaumnya di Batavia
pada era VOC. Ni Hoe Kong adalah pimpinan orang-orang Cina dengan gelar
Kapitein.
Tidak diketahui sejak kapan Ni Hoe Kong berdiam di
Batavia. Yang jelas seorang pimpinan, apakah orang Tionghoa, Arab, Moor dan
lainnya diangkat pemerintah VOC karena memiliki pengaruh yang besar (biasanya
orang yang terpandang atau orang yang memiliki aset yang besar). Para pimpinan
ini dengan sendirinya menjadi patner pemerintah.
Ni Hoe Kong berada ditengah-tegah terjadinya
pemberontakan Cina di Batavia tahun 1740, suatu pemberontakan yang berakhir
dengan terbunuhnya sia-sia sekitar 10.000 orang Cina karena ulah kejam militer
VOC. Ni Hoe Kong dalam posisi sulit.
Kapitein Ni Hoe Kong
dibantu oleh tiga luitenan (lihat Daghregister, 26 September 1740). Ketiga
luitenan tersebut adalah Oeij Teko, Oeij Sonko, Khouw Tsinko (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1840). Ni
Hoe Kong dicurigai ikut bersekongkol dengan pemberontak karena Ni Hoe Kong
menyembunyikan orang bersenjata di rumahnya. Catatan Daghregister ini
menunjukkan bahwa tahun 1740 sudah cukup banyak orang Tionghoa di Batavia dan
sekitar apakah orang Cina yang sudah lama menetap atau para migran yang bekerja
di perkenunan tebu dan pabrik gula. Ni Hoe Kong di Batavia tidak sendiri tetapi
juga terdapat tiga saudaranya yang lain yakni Nicoangkong, Nilierkong dan
Nitjetkong. Mereka berempat adalah anak buah dari pangeran dari Kaisar Cina
sebelumnya (lihat Nederlandsch gedenkboek of Europische Mercurius,1741).
Pasca Perang Cina (lebih tepatnya disebut
Chinezenmoord) Gubernur Jenderal yang baru Johannes Thedens (1741-1743) mulai
beres-beras cuci piring: cooling down. Johannes Thedens, meski ada risiko,
menganggap orang Cina adalah potensi ekonomi yang perlu dimaksimumkan untuk
tujuan VOC. Dalam posisi orang Cina setengah marah dan setengah frustasi,
Johannes Thedens mulai membangkitkan kehidupan orang-orang Cina kembali seperti
sebelum terjadinya perang.
Memusuhi orang-orang Cina hanya memperburuk sendi-sendi
ekonomi VOC. Orang-orang Cina bukanlah musuh yang sebenarnya, musuh VOC yang
sebenarnya adalah orang Inggris dan Prancis yang setiap saat dapat melumpuhkan
orang Belanda, orang-orang Cina yang ada di Hindia Timur adalah orang-orang
dari Tanah Tiongkok yang mengadu peruntungan dan mencari kehidupan baru di
Hindia Timur. Johannes Thedens dengan sadar mulai membina kerjasama dengan
orang-orang Tionghoa dengan mengangkat (kembali) pimpinannya. Kebijakan umum
VOC menjadikan penduduk pribumi sebagai subjek diperluas dengan menjadikan
orang Cina sebagai subjek. Pemerintah VOC akan mengontrol orang-orang Cina di
Hindia Timur melalui para pemimpinnya dengan mengangkat (kembali) sejumlah
letnan Cina.
Pasca perang (Chinezenmoord) Pemerintah VOC mulai
meningkatkan penataan pola bertempat tinggal di setiap kota-kota utama.
Penataan ini juga sekaligus untuk melakukan pengawasan ketat terhadap
orang-orang Cina. Ibarat kata, yang sudah berlalu, berlalulah. Pola bertempat
tinggal orang Tionghoa dan migran Cina seperti di Batavia, Semarang dan
Soerabaja serta Tangerang disatukan dalam satu area tertentu yang disebut
kampement. Area kampement ini dibatasi oleh batas-batas tertentu yang pada
intinya ingin membedakan pemukiman orang-orang Eropa/Belanda di satu pihak
dengan pemukiman orang Tionghoa dan pribumi di pihak lain.
Babak baru partisipasi orang-orang Cina dimulai
lagi. Namun para pedagang Cina generasi berikutnya tidak terdeteksi di batavia.
Pedagang Cina yang muncul berada di Ternate, Semarang, Timor dan tempat-tempat
lainnya. Apakah pedagang-pedagang Cina yang selama ini berbasis di Batavia,
trauma dengan kejadian tahun 1740 dan telah relokasi ke tempat-tempat lain?
Nama-nama pedagang Cina sebelum Ni Hoe Kong di Batavia antara
lain Niolamko (lihat Daghregister, 2 Maret 1714) dan Nihonko (lihat
Daghregister, 27 Juli 1714). Di Semarang ada Oein Jianko (lihat Daghregister, 20
Februari 1722); Nitjenko di Banten (Daghregister 12 Juni 1729) dan Niothoko di
Macassar (lihat Daghregister, 22 November 1737). Mereka ini adalah
pedagang-pedagang besar (konglomerat) di era VOC.
Migran Baru
Konglomerat Baru
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar