Jumat, 14 Februari 2020

Sejarah Jakarta (88): Sejarah Pulo Gadung, Perkampungan Orang Melayu di Pulo Besar; Pasar Besar dan Pembangunan Kanal Besar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pulo Gadung memiliki sejarah yang panjang. Namun seberapa tua sejarahnya kurang terinformasikan. Poeloe Gadong (kini Pulo Gadung) dibuka dan awalnya didiami oleh orang-orang Melayu. Sebagai pusat perdagangan yang penting di timur Batavia, pemerintah VOC/Belanda kemudian membangun jalan tol air (kanal air) dari Batavia ke Poeloe Gadong. Pasar Poeloe Gadong masih eksis hingga ini hari.

Pasar Pulo Gadung (Peta 1824)
Nama Pulo Gadung disalahartikan sebagai pulau yang banyak ditanam gadung (sejenis umbi-umbian). Entah dari mana sumbernya tidak jelas. Yang jelas Pulo berasal dari poeloe (pulau), namun gadung (gadong, gadoeng) sangat naif diterima hanya karena semata-mata kebetulan mirip dengan nama tanaman (yang juga masih dikenal pada masa ini). Lantas mengapa tidak disebut, misalnya berasal dari kata gedong, gedoeng? Pertanyaan berikutnya mengapa ada pulau di daratan? Dalam hubungan ini, (ilmu) toponimi bukanlah ilmu sejarah. Ilmu sejarah geografis harus bisa menjelaskan asal-usul suatu tempat, tetapi tidak harus selalu menjadi kewajiban untuk membuktikan dan menjelaskannya.

Asal-usul nama Pulo Gadung adalah satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Pulo Gadung. Sejarah Pulo Gadung adalah bagian yang membentuk Sejarah Jakarta. Oleh karena itu dalam sejarah Jakarta, sejarah Pulo Gadung tidak bisa diabaikan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
   
Peta 1774
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Poeloe Gadong Era VOC: Pusat Perdagangan di Jaringan Lalu Lintas Air

Nama Poeloe Gadong sudah dikenal di era VOC/Belanda. Poeloe Gadong adalah salah satu pemukiman pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang berasal dari Melajoe. Poeloe Gadoeng kemudian menjadi pusat pedagangan yang penting di daerah aliran sungai Soenter (dari Tjitrap hingga Tjilintjing). Kampong Poeloe Gadong menjadi sangat terkenal sejak dibangunnya jalan tol air dari kota (Stad) Batavia ke kampong Poeloe Gadong (sungai Soenter). Dalam perkembangannya di kampong Poeloe Gadong dibentuk land (lahan partikelir).

Peta lahan Poeloe Gadoeng (Peta 1780; Peta de Haan)
Kapan kanal (sungai Soenter) ini dibangun tidak diketahui secara pasti. Paling tidak Pada Peta 1740 Kanal Soenter ini sudah eksis. Pada Peta 1774 (peta lahan partikelir), land Poeloe Gadong berada di titik strategis ke timur (land Tjakong hingga Tjikarang) dan ke selatan (land Pondok Kalapa hingga Tjitrap).

Menurut Peta De Haan (Peta 1780), land Poeloe Gadoeng ini dimiliki oleh seorang pedagang VOC DE Brauns. Dalam Peta 1780 tersebut Kanal Soenter masih eksis dari Poeloe Gadoeng ke arah barat (menuju Batavia). Dalam Peta 1780 tampak teridentifikasi suatu area yang diduga kuat adalah pasar.

Pasar Senen, 1770
Pasar Poeloe Gadoeng ini diduga kuat dibangun oleh DE Brauns. Beberapa dasawarsa sebelumnya, tahun 1735 Justinus Vink membangun pasar di lahan miliknya yang kemudian dikenal sebagai Pasar Vinke (kini lebih dikenal Pasar Senen). Lahan ini dibeli oleh Justinus Vinke dari Cornelis Chastelein yang telah membuka lahan baru di Depok (perluasan lahan Chastelein di Seringsing). Justinus Vink juga membangun pasar di land Daalxigt (yang kemudian dikenal Pasar Tanah Abang). Pasar Vinke (Pasar Senen), Pasar Tanah Abang (buka hari Rabu) dan Pasar Poeloe Gadoeng (buka hari Jumat) diduga tiga pasar terawal yang dibangun.

Daftar pasar (Almanak, 1838
Justinus Vink terbilang sebagai pedagang (koopman) yang sukses di era VOC/Belanda. Justinus Vink setelah memiliki land Anthonij (eks land Chastelein) membeli lahan di Antjol. Justinus Vink lalu membeli lahan eks Kapitein Jonker di Tjilintjing. Untuk menghubungkan Antjol dan Tjilintjing, Justinus Vink membangun kanal baru. Kanal tersebut kemudian disebut Kanal Vinke (Vinkevaart). Kanal ini pada masa ini dikenal sebagai Kali Cilincing atau Kali Lagoa. Kanal Soenter dibangun oleh pemerintah VOC/Belanda. Jauh sebelum dua kanal ini dibangun beberapa kanal telah dibangun, salah satu diantaranya Kanal Mooker (Mookervaart). Kanal Mookervaart ini terbilang fenomenal yang dibangun oleh swasta (pribadi) Cornelis van Mook dari (benteng) Tangerang hingga (benteng) Angke (dibangun tahun 1684 dan selesai tahun 1687). Oleh karena pembuatnya Cornelis van Mook maka kanal tersebut disebut Mookervaart (kanal ini kini lebih dikenal sebagai kali di sisi utara jalan Daan Mogot (Pesing-Tangerang).

Era VOC/Belanda berakhir pada tahun 1799. Kerajaan Belanda mengakuisisi wilayah VOC dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Namun tidak lama kemudian, pada tahun 1811 terjadi pendudukan (militer) Inggris. Pada tahun 1812 pemilik land Poeloe Gadoeng diketahui seorang Cina, Litjong (lihat Java government gazette, 13-06-1812). Pada tahun 1816 kekuasaan kembali diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Poeloe Gadong Era Pemerintah Hindia Belanda: Meester Cornelis-Bekasi via Pulo Gadong

Pada saat permulaan Pemerintah Hindia Belanda (pasca pendudukan militer Inggris), salah satu kebijakan pemerintah (residentie) Batavia adalah mengkapitalisasi pasar. Sementara land-land yang ada masih berada di tangan swasta (lahan partikelir). Salah satu dari daftar pertama, Pasar Poelo Gadong yang dikapitalisasi oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini mengeluarkan peraturan bahwa pasar-pasar yang ditetapkan dikenanal pajak sebesar lima persen (lihat Bataviasche courant, 19-07-1817). Disebutkan bahwa kepada pemilik pasar untuk menyerahkan pajak sebesar lima persen dari total pendapatan.

Bataviasche courant, 19-07-1817
Tanah partikelir (land) yang telah diberlakukan sejak era VOC/Belanda masih tetap eksis. Hal ini karena pemilikan land telah dialihkan kepada swasta karena pemerintah VOC/Belanda telah menjualnya. Land dalam hal ini adalah negara dalam negaras. Disebut demikian karena pemerintah tidak bisa melakukan intervensi pada land. Penguasa tunggal di dalam land adalah tuan tanah (landheer). Landheer menerima iuran dari lahan-lahan yang diusahakan oleh penduduk dan persil-persil tanah yang disewa oleh swasta. Untuk pembangunan dan pengembangannya di dalam (wilayah) land dilakukan oleh landheer. Pusat pemerintah (ibu kota) di dalam land berpusat di sekitar rumah tuan tanah (landhuis). Seperti yang disebutkan di atas, para pemilik land ada juga yang membangun pasar, termasuk Pasar Poelo Gadong. Orang yang berdagang di Pasar Poeloe Gadong dikenakan tarif/retribusi oleh pemilik pasar (landheer atau kongsie). Pendapatan retribusi inilah yang kemudian dikenakan pemerintah sebagai pajak (verponding). Para pedagang dan pembeli di dalam pasar diasumsikan sebagai publik yang menjadi domain pemerintah.

Pada tahun 1826 dikeluarkan peraturan (beslit) tentang perpasaran di seluruh wilayah Residentie Batavia (lihat Javasche courant, 17-12-1829). Wilayah Residentie Batavia saat ini dari sungai Tjitarom/Karawang di timur hingga Tjisadane/Tangerang di barat dan dari pantai hingga ke pegunungan (gunung Salak dan gunung Pangrango). Dalam lampiran peraturan baru ini jumlah pasar yang dikapitalisasi oleh pemerintah semakin bertambah jika dibandingkan daftar tahun 1817. Jumlah pasar ini terus meningkat (lihat Almanak, 1838). Pasar yang dikenakan pajak oleh pemerintah tidak hanya pasar swasta tetapi juga pasar yang telah dikuasai pemerintah.

Poelo Gadoeng (Peta 1903)
Pada awal era Pemerintah Hindia Belanda (sebelum pendudukan Inggris), terutama pada era Gubernur Jenderal Daendels telah membeli sejumlah lahan (tanah partikelir) untuk pengembangan (pemerintahan) kota. Pembelian lahan ini yang pertama di Batavia dan Buitenzorg lalu kemudian dilanjutkan di Tangerang, Bekasi dan Karawang. Land yang dibeli pemerintah di Batavia antara lain land Weltevreden (eks land Anthonij/land Chastelein) yang kini dikenal sebagai Kawasan Senen dan di Buitenzorg land yang dibeli pemerintah adalah land Bloeboer (wilayah pusat Kota Bogor yang sekarang).  Sehubungan dengan hal tersebut Pasar Senen yang juga disebut Pasar Weltevreden (yang dulu disebut Pasar Vinke) dengan sendirinya menjadi pasar pemerintah. Peta 1903

Tunggu deskripsi lengkapnya

Poeloe Gadong Era Republik Indonesia: Kecamatan Pulo Gadong

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

2 komentar: