Jumat, 07 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (29): Awal Penerbangan dan Kebandaraan di Bali; Lapangan Terbang di Singaradja dan di Toeban [Ngurah Rai]


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disin

Sejarah penerbangan di Indonesia belum terbilang tua. Baru sekitar satu abad yang dimulai pada era Hindia Belanda. Sejarah penerbangan dan sejarah kebandaraan relatif bersamaan. Hal ini karena pesyaratan utama pendaratan pesawat haruslah lebih dulu dibangun lapangan terbang (bandara). Lapangan terbang pertama di pulau Bali dibangun di Buleleng, baru kemudian dibangun lagi lapangan terbang baru di Toeban (Badoeng, Zuid Bali).

Lapangan terbang Toeban kemudian berkembang menjadi bandara internasional yang kini lebih dikenal bandara Ngurah Rai (Denpasar). Bandara Ngurah Rai pada masa ini terbilang salah satu bandara di Indonesia yang sangat sibuk. Belum lama ini ada rencana peerintah pusat untuk membangun bandara baru di pulau Bali. Lokasi bandara baru ini direncanakan di kabupaten Buleleng (Bali Utara). Lantas apakah lokasi bandara baru di kabupaten Buleleng akan sama dengan lokasi lapangan terbang tempo doeloe? Yang jelas tempo doeloe pengembangan kebandaraan dari utara pulau Bali ke selatan, tetapi pada masa ini adalah sebaliknya dari selatan ke utara. Dengan adanya dua bandara internasional di Bali akan memudahkan akses bagi pendatang, khususnya wisatawan berwisata ke pulau Bali.

Lantas bagaimana sejarah kebandaraan di pulau Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Sejarah kebandaraan di pulau Bali hanya dilihat sejarah perkembangan bandara Ngurah Rai yang sekarang. Tentu saja itu tidak cukup. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lapangan Terbang di Bali: Militer Menjadi Sipil

Meski Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia (sejak 27 Desember 1949), pada era Republik Indonesia Serikat (RIS) sesungguhnya Indonesia belum berdaulat untuk urusan penerbangan dan kebandaraan. Semua moda transportasi udara ini masih di tangan orang-orang Belanda. Bahkan direktur Garuda Inonesia Airways (GIA) masih orang Belanda. Armada GIA sendiri belum banyak dan lebih banyak pesawat-pesawat KLM yang memenuhi udara Indonesia.

Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah gabungan negara-negara federal bentukan Belanda dengan negara Republik Indonesia. Negara-negara federal antara lain Negara Sumatra Timur dan Negara Indonesia Timur (Sulawesi, Bali, Nusatenggara dan Maluku). Atas desakan para Republiken, akhirnya RIS dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan keesekan harinya diproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena RIS telah dibubarkan, maka Kabinet Hatta juga dibubarkan dan kemudian dibentuk Kabinet Natsir. Dala pembentukan kabinet Perdana Menteri Natsir mengangkat Ir. Djoanda sebagai Menteri Perhubungan. Ir. Djoeanda membawa rombongan para alumni THS (kini ITB) termasuk Ir, Tarip Harahap yang menjadi Direktur Penerbangan Sipil. Ir. Tarip Harahap lulus THS Bandoeng 1939 dan selama era perang keerdekaan RI beribukota di Djogjakarta Ir Tarip Harahap adalah Direktur Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia atau disingkat DAMRI (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-06-1949).

Kembalinya Indonesia ke negera kesatuan (NKRI) orang-orang Belanda yang bekerja di Indonesia pulang ke Belanda dan semua urusan Indonesia diambilalih oleh orang Indonesia termasuk soal urusan penerbangan dan kebandaraan. Tugas pertama Ir Tarip Harahap adalah mengambil kendali urusan penerbangan dan kebandaraan dari orang-orang Belanda. Untuk urusan vital ini orang Indonesia sangat minim pengalaman.

Sistem aviasi udara jelas berbeda dengan sistem darat DAMRI. Namun Ir Tarip Harahap harus bertanggungjawab karena sudah dipercayakan kepadanya. Kebetulan Ir Tarip Harahap adalah ahli teknik sipil dan karena itu untuk urusan kebandaraan lebih mudah dipahaminya. Tinggal urusan penerbangan. It Tarip Harahap segera terbang ke Australia untuk beberapa minggu dalam mempelajari sistem penerbangan dari ahli-ahli Australia.

Setelah menyelesaikan masalah urusan penerbangan dan kebandaraan di Jawa, selaku Direktur Penerbangan Sipil, Ir. Tarip Harahap mulai mengembangkan urusan serupa di luar Jawa. Hal yang paling pokok ke barat adalah pengoperasian jalur penerbangan ke Medan (via Palembang). Sementara hal paling pokok ke timur dalam pengoperasian jalur penerbangan ke Makassar (terus ke Ambon) adalah negosiasi dengan militer untuk menjadikan lapangan terbang di Makassar sebagai bandara sipil.

 

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-05-1951: 'Ir. Tarip Abdullah Harahap di Makasser, Kepala Deparrtemen Penerbangan Sipil Kemnterian Perhubungan berdiskusi dengan tentara dan administrasi sipil, menyangkut rencana untuk memulihkan hubungan udara antara Djakarta dan Ambon melalui Makasser. Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-07-1952 melaporkan di Medan telah dibentuk sebuah komisi penerbangan (civil aviation) dalam rangka mengevaluasi kelayakan bandara Polonia Medan dan juga untuk melakukan studi persiapan bandara Blang Bintang di Kota Radja (kini Banda Aceh) untuk persiapan pendaratan jenis pesawat Convalrs. Komisi terdiri dari Tarip Abdullah Harahap (ketua).

Setelah selesai urusan penerbangan dan kebandaraan ke barat, Ir Tarip Harahap mulai mengembangkan pengoperasian jalur penerbangan ke wilayah timur Indonesia. Yang mendapat prioritas pertama jalur ini adalah untuk memastikan kelayakan lapangan-lapangan terbang yang ada di Denpasar, Sumbawa, Waingapu, Kupang, Mauere dan Makassar (lihat Java-bode:nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-03-1954). Sejak saat inilah lapangan terbang Denpasar direvitalisasi dari lapangan terbang militer menjadi bandara sipil.

Setahun berikutnya, Ir Tarip Harahap mulai menasionalisasi pilot, Departemen Penerbangan Sipil, Kemenetrian Perhubungan mulai merintis sekolah pelatihan penerbangan sipil. Sekolah ini dipusatkan di Curug, Tangerang. Sementara pembangunan lapangan terbang di Curug, Tangerang berlangsung departemen penerbangan sipil menyiap kurikulum (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-06-1952). Sejauh ini Ir. Tarip Abdullah Harahap telah mengoperasikan sebanyak 30 bandara sipil dan sebanyak 20 buah bandara baru yang dibangun, termasuk bandara Curug, Tangerang (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-02-1953). Hari Senin tanggal 2 Maret 1953 secara resmi Sekolah Penerbangan Indonesia dibuka di Kemajoran (lihat De nieuwsgier, 03-03-1953). Dalam peresmian ini dihadiri oleh Menteri Perhubungan Ir. Djoeanda. Dalam foto tampak Menteri melakukan pemeriksaan barisan para siswa. Ir. Djoeanda tampak didampingi oleh Ir. Tarip Abdullah Harahap (celana hitam). Pelatihan penerbangan di Kemajoran ini adalah fase pertama pelatihan yang nantinya akan dikonsentrasikan di Tjoeroeg, Tangerang.

Pada bulan Juni 1953 bandara di Indonesia mulai dimodernisasi (lihat De nieuwsgier, 12-06-1953). Disebutkan peralatan kontrol lalu lintas radio yang baru mulai dioperasikan yang pertama di bandara Talang Betutu di Palembang. Unit ini, yang sangat modern, yang tahun lalu oleh Kementerian Perhubungan dipesan di Inggris. Ir Tarip Abdullah Harahap dari kementerian menyatakan kepada PIA bahwa total ada sebanyak 30 unit yang dipesan oleh kementerian di Inggris. Bandara kedua yang akan mendapatkan unit seperti itu setelah Palembang adalah bandara Makassar, demikian menurut Ir. Harahap.

 

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-06-1954: ‘Ir. T Harahap, kepala departemen teknis dari Layanan Penerbangan Sipil dari Kementerian Perhubungan, yang telah melakukan perjalanan orientasi satu bulan ke Prancis, baru-baru ini kembali ke Indonesia. Ir. Harahap menjelaskan kepada PI dan Aneta bahwa perjalanannya terutama ditujukan untuk mempelajari teknologi untuk pembangunan bandara.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Awal Penerbangan dan Kebandaraan di Bali: Lapangan Terbang Singaradja

Jauh sebelum lapangan terbang Denpasar di Toeban dibangun, lapangan terbang di Singaradja sudah eksis. Keberadaan lapangan terbang di Boeleleng paling tidak sudah diketahui pada tahun 1920 yang terletak di Singaradja (lihat De locomotief, 24-04-1920). Lapangan terbang Singaradja ini dibangun untuk digunakan dalam pendaratan pesawat terbang militer.

De locomotief, 24-04-1920: ‘Kecelakaan terbang Matthews. Salah satu rekan senegara kami, kami membaca di surat kabar Soerabaja Handelsblad--menerima sepucuk surat dalam bahasa Inggris, memberikan beberapa rincian lebih lanjut tentang nasib menyedihkan yang menimpa kedua penerbang. Kami menerjemahkan sebagai berikut:  Berita pertama yang kami terima, penulis surat itu, berada di Singaradja selama kecelakaan, adalah bahwa pesawat telah mendarat. Namun tak lama setelah itu, kami menerima pesan lain bahwa para mekanik telah melompat keluar dari mesin sebelum menyentuh tanah dan kakinya patah kareta itu. Dokter kemudian membawa serta semua obat dan peralatan yang dibutuhkan untuk merawat kaki yang patah, dan ketika kami tiba di bandara, Sersan Kay juga ditemukan mengalami luka pada tulang rusuknya. Dia sangat kesakitan; bubuk morfin yang diberikan oleh dokter memberinya sedikit kelegaan. Saya memperhatikan bahwa Matthews terlihat sangat sedih. Tetapi ketika saya ingin menghiburnya sedikit dan menunjukkan kepadanya bahwa terlepas dari kemalangan ini dia masih bisa terbang ke Australia, karena mereka telah mengatasi begitu banyak kesulitan. Tampaknya Matthews telah mendarat dengan mesin berhenti, Ketika menyadari bahwa dia sudah turun terlalu rendah, ingin naik lagi, tetapi mesin menolak dan Kapten Matthews tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia mendarat dengan bagian depan mesinnya ke barat, tetapi mesin tersebut berada di bandara dengan bagian depan ke timur, sehingga pesawat telah berbalik arah dan dicurigai jatuh...kecelakaan ini terjadi setelah ia menyelesaikan 550 mil dari Kali Djati dalam waktu 6 jam, dimana pilot telah melewati bagian terburuk dari perjalanan, sementara hanya 1.000 mil memisahkannya dari tujuan terakhirnya [baca: Australia], seseorang hanya dapat memiliki simpati terbesar baginya. Mesin itu runtuh sekitar 10 yard dari batas lapangan terbang yang banyak ditanam pohon pisa'ng, termasuk ilalang dan ini mungkin yang menyebabkan fakta bahwa nyawa mereka terselamatkan, karena mereka terlempar dari pesawat sebelum jatuh dan membentur tanah. Matthews memberi tahu saya bahwa bandara baik-baik saja dan bahwa tanda cross putih di tengah lapangan sudah terlihat dari atas di tengah Selat Bali. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pihak berwenang Hindia Belanda di Kali Djati memberinya semua dukungan yang mungkin, memberinya peta yang baik dan memberinya semua informasi yang mungkin, sehingga dia sama sekali tidak mengalami kesulitan selama penerbangannya. Kapten Matthews dan Sersan Kay sekarang berada di rumah kediaman Residen. Residen serta istrinya dan sekretaris dan Controleur  banyak upaya dilakukan untuk keduanya. Saya menulis di atas sebagai tanggapan atas apa yang telah saya lihat sendiri dan saya percaya bahwa ada juga keinginan tulus dari atas untuk menawarkan semua bantuan yang memungkinkan. Residen Bali telah memanggil dokter dari Denpasar dan Bangli untuk datang jika kondisi Sersan Kay ternyata lebih serius dari yang terlihat. Matthews memiliki perasaan kaku di sekujur tubuh, tentu saja hal ini terus masih mengalami sock dengan kejatuhannya. Dia bermaksud untuk tinggal disini untuk sementara waktu, tetapi saya menyarankan agar dia dibawa ke Surabaya dengan kapal yang akan berlayar pagi itu’.

Dari berita di atas, lapangan terbang di Singaradja adalah lapangan terbang militer Hindia Belanda yang terhubung dengan lapangan terbang Kalidjati di Subang (Jawa Barat). Dua lapangan terbang antara Kalidjati dan Singaradja berada di Semarang dan Soerabaja. Namun dimana letak lapangan terbang militer ini di Singaradja tidak diketahui secara tepat, tetapi paling tidak dari keterangan di atas tidak jauh dari kota (Singaradja). Lapangan terbang Singaradja tampaknya seakan lapangan terbang internasional yang dapat digunakan oleh negara asing [Inggris] yang menghubungkan orang-orang Inggris di Singapoera dan Sidney (Australia). Tentu saja pesawat terbang masih terbatas di kalangan militer dan belum ada pesawat komersil (sipil) di Hindia Belanda. Rintisan penerbangan sipil baru terjadi pada tahun 1924.

Pesawat pertama (dari Amsterdam) mendarat di Indonesia (baca: Hindia Belanda) di lapangan terbang Polonia Medan. Itu terjadi pada tahun 1924. Dari Singapura pesawat yang sama kemudian mendarat di lapangan terbang Tjililitan, Batavia (kini Cililitan, Jakarta). Dua bandara ini (Polonia dan Cililitan) menandai awal sejarah aviasi (penerbangan) sipil di Hindia Belanda. Setelah sukses pendaratan tersebut, Panitia Penerbangan Hindia Belanda langsung mengirim telegram ke Ratoe Wilhelmina dan sang Ratoe langsung mengirim ucapan selamat. Ucapan selamat juga disampaikan kepada tiga penerbang dan langsung mendapat bintang (lihat De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Itulah awal penerbangan di Hindia Belanda,

Sejak peristiwa bersejarah penerbangan Amsterdam-Batavia tahun 1924 lalu muncul gagasan penerbangan sipil di Hindia Belanda. Lalu didirikan Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) pada tanggal 16 Juli 1928. Layanan pertama dilakukan masih sebatas di Jawa. Rute pertama yang dikembangkan adalah untuk menghubungkan Batavia dan Bandoeng. Rute berikutnya yang dikembangkan adalah untuk menghubungkan Batavia dan Semarang. Layanan ini dimulai tanggal 1 November 1928. Selanjutnya KNILM memperluas layanan hingga ke Soerabaja.

Lantas bagaimana dengan pulau Bali? Belum ada jalur penerbangan yang secara khusus dibuat untuk menyambung rute penerbangan sipil, yang sudah ada baru hingga Soerabaja. Jalur penerbangan (dari Soerabaj) ke Bali di Singaradja baru sebatas penerbangan militer.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar