*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disin
Pulau Bali telah menjadi salah satu destinasi wisata yang penting. Satu bentuk pendukungnya yang terpenting tempo doeloe adalah ketersediaan akomodasi (tempat menginap dan layanan makanan dan minuman). Tempat akomodasi yang tersedia awalnya hanya ditemukan di Boeleleng dan kemudian berkembang ke seluruh penjuru pulau, Tempat akomodasi yang pertama di Boeleleng tersebut adalah sebuah losmen (logement) yang dibangun pada tahun 1888.
Lantas bagaimana sejarah perhotelan di pulau Bali? Yang jelas dimulai dari suatu penginapan dalam bentuk losmen (logement). Berita keindahan Bali sudah mendunia, perkembangan hotel seiring dengan meningkanya minat wisatawan datang ke Bali. Bahkan Rabindranath Tagore tak mampu menahan diri di Soerabaja untuk meneruskan perjalannya ke Bali (lihat De Sumatra post, 29-08-1927). Tentu saja Presiden Soekarno merasa perlu membangun hotel mewah di Bali. Semua itu, sejauh ini kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Awal Akomodasi di Bali: Losmen di Boeleleng
Secara historis Bali sebelah utara lebih dulu berkembang dibandingkan Bali sebelah selatan baik dalam bidang perdagangan, pemerintahan maupun wisata. Bahkan pelabuhan Boeleleng di Bali sebelah utara sudah eksis sejak era VOC. Pemerintah Hindia Belanda juga membuka cabang pemerintahan pertama kali di Boeleleng (pasca Perang Bali 1846-1849). Wilayah Bali sebelah utara khususnya di Boeleleng pada era VOC mengindikasikan penduduk heterogen (Armenia, Cina, Arab, Jawa, Bugis, Mandar, Melajoe dan lainnya). Oleh karena itu pengadaan penginapan di Boeleleng tahun 1880 dianggap yang pertama di pulau Bali.
Losmen sendiri pada waktu itu adalah standar minimal untuk menginap bagi orang-orang Eropa-Belanda (yang cenderung menginginkan tempat tidur yang layak dan toilet yang terjaga). Losmen pada dasarnya adalah mini hotel. Losmen yang didirikan oleh pemerintah kerap disebut Pesanggrahan. Pesanggrahan dibangun di kota-kota utama (hoofdplaats) dan pesanggrahan juga dibangun diantara dua kota sebagai tempat bermalam dalam perjalanan.
Di Batavia sudah sejak lama diketahui keberadaan losmen dan hotel bahkan sudah banyak sejak era VOC. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, hotel yang terbilang mewah di Batavia adalah Hotel des Indes yang lokasinya dekat dengan rumah-losmen Gubernur Jenderal (kini Istana Negara). Pada tahun 1821 sebuah losmen pertama dibangun di Buitenzorg oleh seorang Inggris dengan nama Logeent Buitenzorg, berada tidak jauh dari istana Gubernur Jenderal (kini Istana Bogor). Hubungan antara Hotel des Indes di Batavia dan Logement Buitenzorg dilakukan dengan kereta kuda (asing-masing memiliki istal). Logement Buitenzorg pada masa ini tetap berada di Kantor Wali Kota Bogor yang sekarang.
Pada tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan Bali sebelah selatan (afdeeling Zuid Bali) dengan ibu kota Denpasar. Dengan demikian Residentie Bali en Lombok menjadi terdiri dari empat afdeeling: Boeleleng, Djembrana, Lombok dan Zuid Bali. Ibu kota Residentie Bali en Lombok berada di Singaradja (sejak 1898). Dalam hal ini semua wilayah di pulau Bali menjadi terbuka. Babak baru pariwisata di Zuid Bali dimulai.
Residen berkedudukan di Singaradja dan Asisten Residen di Denpasar. Controleur ditempatkan di Tabanan, Negara, Gianjar, Kloengkoeng dan Karangasem. Pada kota-kota penting ini, tempat dimana Controelur berkedudukn paling tidak dengan sendirinya telah dibangun pesanggrahan (pemerintah). Tempat dimana Controelur berkedudukn uumnya mengindikasikan adanya orang Eropa-Belanda.
Sejak terbukanya Bali selatan, pelan tapi pasti jumlah wisatawan terus meningkat. Para wisatawan mulai ada yang meneksplorasi wilayah jauh dari tempat orang Eropa berada. Mereka ingin melihat tempat-tempat yang eksotik dan situs-situs lama yang terkenal. Salah situs lama yang terkenal di Bali adalah Kintamani. Sebagai bentuk layanan pemerintah, Pemerintah mulai membangun pesanggrahan (losmen) di Kintamani pada tahun 1913.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Rabindranath Tagore dan Bali Hotel di Denpasar
Tahun 1908 sesungguhnya dapat dikatakan sebagai tahun kunjungan wisata. Apa pasal? Ratoe Wilhelmina akan ke Hindia Belanda (sebatas di Jawa). Ratoe akan mengunjungi beberapa tempat. Selain Batavia, antara lain adalah Buitenzorg, Soekaboemi, Pelaboehan Ratoe, Tjipanas, Bandoeng, Garoet, Boroboedoer, Dieng, Djogjakarta, Oosthoek (Banjoewangi), Soerabaja dan Gresik. Ini adalah kunjungan kerja yang dikombinasikan dengan berwisata. Seluruh perjalanan memakan waktu 92 hari (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-11-1908). Kunjungan itu juga telah memicu minat orang-orang Inggris seperti di Singapoera dan Penang untuk mengunjungi Jawa. Ada satu persoalan yang mengemuka kunjungan wisata Ratoe dan orang-orang Inggris tersebut yakni soal penginapan.
Jangan melihat kualitasnya dulu, jumlah kamar yang tersedia belum banyak di tempat-tempat yang menjadi destinasi wisata tersebut. Kamar-kamar hotel, terasuk di Batavia, banyak penghuni tetap. Oleh karena menyewa dalam waktu lama harga per kamar jatuhnya menjadi lebih murah untuk satuan hari relatif dibandingkan pengunjung yang hanya stay 3-5 hari. Kamar-kamar hotel selama ini menjadi seacam tempat kost. Para wisatawan harus menanggung high cost karena harga kamar menjadi relatif mahal karena jumlah ketersedian kamar kosong, seentara jumlah wisatawan meningkat dari waktu ke waktu. Persoalan serupa juga terjadi di kota-kota kecil dimana pemerintah telah menyediakan pesanggrahan (losmen), yang kenyataannya banyak kamar dihuni secara tetap oleh para pejabar atau para pengusaha yang berbisnis di wilayah sekitar.
Apa yang menyebabkan terjadi kekacauan kunjungan wisatawan dengan pemenuhan akomodasi yang sesuai, karena tidak ada koordinasi. Itulah sebelunya yang menyebabkan munculnya gagasan pembentukan biro pariwisata (Het Toeristenbureau). Pembentukan biro pariwisata yang berpusat di Batavia ini sesungguhnya era baru dunia pariwisata di Hindia Belanda baru dimulai. Namun ketika terjadi lonjakan wisatawan tampak biro pariwisata tidak berjalan efektif. Kinirja biro pariwisata mulai ditingkatkan.
Biro pariwisata yang berpusat di Batavia yang terus berkoordinasi dengan cabang-cabangnya di daerah mulai mengembangkan destinasi-destinasi wisata yang baru. Sejak Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang peerintahan di Zuid Bali tahun 1908, para wisatawan mulai berdatangan. Pada tahun 1911 seorang wisatawan Hungaria melancong ke Bali dari Soerabaja ke Banjowangi terus menyeberang ke Bali. Salah satu dampak peningkatan jumlah wisatawan ke Bali, seperti disebut di atas adalah Pemerintah Residentie Bali en Lombok membangun pesanggrahan di Kintamani tahun 1913.
Cabang dari Biro Pariwisata di Soerabaja meski sudah melihat Bali sebagai destinasi yang menjanjikan tetapi dalam prakteknya belum dioptiimalkan. Cabang biro di Soerabaja masih berfokus di seputar wilayah Oost Java. Namun kemudian ceritanya menjadi lain ketika tahun 1927 seorang pujangga besar India Rabindranath Tagore yang berkunjung ke Batavia akan melanjutkan perjalanan ke Bali (lihat De Sumatra post, 29-08-1927).
Apa yang menyebabkan munculnya minat Rabindranath Tagore ke Bali tidak disebutkan. Namun diduga bisa karena banyak faktor. Pertama, selama di Batavia, Rabindranath Tagore disambut secara meriah oleh kounitas Inggris di Batavia (orang Inggris dan orang India). Boleh jadi dorongan itu muncul dari komunitas Inggris tersebut. Kedua, Rabindranath Tagore disebut adalah seorang Brahmana. Boleh jadi faktor ini yang menyebabkan dorongan minat Rabindranath Tagore harus berkunjung ke Bali. Sebagaimana diketahui umum bahwa pulau Bali terdapat banyak Brahmana.
Kunjungan Rabindranath Tagore ke Bali dapat dikatakan sebagai era baru pariwisata di Bali. Rabindranath Tagore adalah orang besar, penerima hadiah Nobel. Namun sekali lagi, di mata orang Belanda, Bali belum mendapat perhatian besar sebagai destinasi wisata untuk dikembangkan. Justru orang asing yang banyak ke Bali, termasuk Rabindranath Tagore, sementara orang-orang Belanda kurang berminat wisata ke Bali. Mengapa demikian? Besar dugaan karena faktor psikologis orang-orang Belanda sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian orang Bali tidak menyukai orang Belanda, lebih-lebih orang Badoeng. Hal ini boleh jadi karena belum lupa ingatan penduduk Badoeng bagaimana Pemerintah Hindia Belanda menaklukkan Badoeng tahun 1906 dan Kloengkoeng pada tahun 1908.
Seperti disebutkan di atas, beberapa orang Amerika dan Jerman sudah ada di Bali pada tahun 1913. Satu yang terkenal dari orang Jerman dan memilih menetap di Bali adalah seorang pelukis bernama Walter Spies sejak 1920. Lalu satu lagi nama yang perlu disebutkan adalah José Miguel Covarrubias, juga seorang pelukis, seorang warga negara Meksiko yang bermukim di New York datang ke Bali pada tahun 1930.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tampaksiring dan Presiden Soekarno
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar