*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Ada dua diantara music tradisi nusantara yang
terus bertahan dan tetap dilestarikan yakni music gamelan di Jawa dan music gondang
di Tanah Batak. Musik gamelan secara khusus sejak era Penmerintah Hindia
Belanda telah mendapat perhatian dari orang Eropa/Belanda. Salah satu musikus Eropa
yang menggabungkan music barat dengan music gamelan adalah Paul Sieleg (1909). Baiklah.
Sekarang kita membicarakan sejarah music gamelan di Surakarta.
Mengenal Gamelan Sekaten Surakarta, Gamelan yang Dibunyikan Selama 7 Hari. KOMPAS.com - Gamelan Sekaten merupakan perangkat gamelan yang dibunyikan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara Sekaten diselenggarakan secara periodik satu tahun sekali, yaitu setiap 5 sampai 11 Rabiul Awal. Upacara akan ditutup pada tanggal 12 Rabi'ul Awal dengan menyelenggarakan Garebeg Maulud. Sekaten berasal dari kata syahadatain, yang berarti dua kalimat syahadat. Secara simbolik, dua kalimat syahadat tersebut direpresentasikan dalam dua perangkat gamelan Sekaten, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Sari dan Kanjeng Kyai Guntur Madu yang ditabuh secara bergantian. Gamelan ini dibunyikan selama tujuh hari. Dua pengakat tersebut ditempatkan di tempat yag berbeda, yaitu di Bangsal Pradangga Kidul dan Bangsal Pradangga Lor yang keduanya terletak di halaman Masjid Agung di kawasan Keraton Surakarta. Anatomi gendhing sekaten secara lengkap terdiri dari racikan, umpak, gendhing (lagu pokok), dan suwukan. Racikan merupakan komposisi musikal yang merupakan pengenalan dalam setiap gendhing Sekaten. Umpak adalah potongan melodi yang digunakan sebagai jembatan dari racikan menuju lagu pokok. Sedangkan, suwukan merupakan melodi pendek yang khusus dibunyikan saat gendhing akan berhenti. Racikan ini diekspresikan pengrawit (musisi) menggunakan instrumen bonang dengan serangkaian melodi. Sementara, instrument lain memberikan keserempakan bunyi dengan nada yang sama. Gamelan Sekaten tidak terlepas peranan kerajaan-kerajaan Islam pada saat para wali di Jawa menyebarkan ajaran agama Islam. Pasalnya saat Islam masuk ke Jawa, masyarakat setempat telah memeluk agama Hindu dan Buddha yang menyertakan gamelan sebagai kesenian atau upacara ritual. Dengan kondisi masyaraka tersebut, Sunan Kalijaga mengusulkan menggunakan gamelan sebagai daya tarik penyebaran agama Islam. Gamelan Sekaten sebagai penyebaran Islam telah dilakukan oleh para walisanga sejak Kesultanan Demak (https://regional.kompas.com/)
Lantas bagaimana sejarah gamelan, gamelan di Soerakarta, musik tradisi tetap bertahan hingga era musik pop? Seperti disebut di atas, diantara music tradisi nusantara, salah satu yakni music gamelan masih eksis. Seperti gondang di Tanah Batak, gamelan di Jawa tetap dilestarikan sebagai world music. Lalu bagaimana sejarah gamelan, gamelan di Soerakarta, musik tradisi tetap bertahan hingga era musik pop? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Gamelan, Gamelan di Soerakarta, Musik Tradisi Tetap Bertahan hingga Era Musik Pop; Gamelan World Music
Orang pertama yang mendeskripsikan music gondang di Tanah Batak di Residentie Tapanoeli (afdeeling Angkola Mandailing) adalah Asisten Resident TJ Willer (1846). Namun music tradisi yang paling banyak ditulis adalah music gamelan di Jawa. Sebelum mendeskripsikan lebih luas, dua orang yang pantas disebut yang panjang lebar mendeskripsikan music gamelan adalah Dr JPN Land dan Dr I Groneman, Tulisan mereka disatukan dalam satu judul buku De Gamelan te Jogjakarta (terbit tahun 1890).
Dr JPN Land membahas secara teoritis dengan tinjauan literatur dengan judul Voorrede over Onze Kennis der Javaansche Muziek dan Dr I Groneman mendeskripsikan secara lengkap music gamelan itu sendiri berdasarkan pengetahuan sepenuhnya di Jogjakarta. Selain menjelaskan jenis gamelan, jenis alat yang digunakan dan jenis gending, Groneman juga menyalin puluhan gending dari sejumlah pemiliki di Jogjakarta yang disalin dalam notasi barat (not balok). Gronemen juga melampirkan notasi music Jawa (gamelan) dalam notasi tradisi. Isaac Groneman mengawali karir sebagai dokter pemerintah yang ditempatkan di Residentie Pranger (Bandoeng) pada tahun 1860an. Setelah selesai berugas, Groneman pindah ke Jogjakarta menjadi dokter pribadi Soeltan. Sebagai seorang professional yang dapat dikatakan seorang ahli Jawa, banyak tulisan Gronemen tentang Jawa dan Jogjakarta, termasuk tulisan tentang gamelan ini. Sebagaimana gamelan terdapat di seluruh Jawa, Madura, Bali dan Lombok, Groneman menyebut dalam tulisan bahwa bupati Bandoeng RAA Wiranata Koesoeman mendapat hadiah alat music Tjelempong dari Soetan, yang menurut Gronemen alat yang sebelumnya tidak ditemukan dalam music di Bandoeng. Alat music Tjalempong adalah bagian dari instrument music gamelan di Jogjakarta.
Jauh sebelum era Dr I Groneman, keberadaan music (orchestra) gamelan sudah terinformasikan. Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java (terbit 1818) sudah memberikan gambaran umum tentang gamelan. Dalam satu tulisan berjudul Beschrijving van Java yang dimuat dalam Letterkundig Magazijn van Wetenschap, Kunst en Smaak, 1819 disebutkan musik pengiring hiburan pentas orang Jawa dibawakan oleh beberapa alat musik yang disebut gamelan. Banyak dari alat music mereka terdiri dari pelat kayu atau logam, yang dipukul dengan palu. Instrumen yang mereka sebut gong, mungkin yang paling kuat dan merdu dari semua instrumen dan mungkin pantas disetarakan dengan gendang Eropa. Lagu-lagu rakyat mereka, betapapun sederhananya, tidak mengecewakan dengan nada-nada yang ada.
AJ van der Aa dalam bukunya berjudul Nederlands Oost-Indiƫ, of Beschrijving der Nederlandse bezittingen in Oost-Indie terbit 1846 telah mendeskripsikan lebih lengkap tentang gamelan jika dibandingkan dengan yang dideskripsikan oleh Raffles. Penggamabran van der AA kurang lebih serupa dengan penggambaran TJ Willer tentang music gondan di Afdeeling Mandailing, Musik gondang menurut TJ Willer bertumpu pada dua alat music yakni gong dan gondang sambilan (sembilan gendang/drum yang berjejer). Seperti disebut di atas, peran gong yang juga sentral dalam music gamelan dan Tjalempong.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gamelan World Music: Bagaimana Bisa Bertahan?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar