*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini
Wilayah Brebes dapat dikatakan pemekaran dari
wilayah Tegal. Wilayah Brebes menjadi batas budaya Jawa dengan budaya Sunda.
Sementara Wilayah Cirebon menjadi batas budaya Sunda dengan budaya Jawa. Hal
itulah mengapa ada populasi berbahasa Jawa di wilayah Cirebon, dan sebaliknya
ada populasi berbahasa Sunda di wilayah Brebes. Wilayah Cirebon dan Brebes di
pantai utara memiliki hubungan ke pantai selatan Jawa.
Brebes adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ada pendapat asal usul nama Brebes berasal dari "Bara" dan "Basah", bara berarti hamparan tanah luas dan basah berarti banyak mengandung air. Nama Brebes muncul era Mataram. Wilayah Tegal semula termasuk Pekalongan, Pemalang, dan Brebes. Pada tanggal 17 Januari 1678 di Jepara diadakan pertemuan Adipati Kerajaan Mataram, termasuk Arya Martalaya, Adipati Tegal dan Arya Martapura, Adipati Jepara. Kerjasama antara Amangkurat Admiral dengan Belanda dalam menumpas pemberontakan Trunajaya kedua adipati beda sikap. Setelah kematian dua adipate tanggal 18 Januari 1678, Sri Amangkurat II mengangkat Adipati/ Bupati sebagai pengganti. Untuk kabupaten Brebes di jadikan kabupaten mandiri dengan Adipati Arya Suralaya yang merupakan adik dari Arya Martalaya. Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa yang mempunyai ciri khas, dan terdapat sebagian penduduk juga berbahasa Sunda. Banyak nama tempat berasosiasi Sunda menunjukan sebagian barat wilayah bagian dari Sunda, di kecamatan Salem, Banjarharjo dan Bantarkawung, dan beberapa desa di Losari, Tanjung, Kersana, Ketanggungan dan Larangan. Bujangga Manik pendeta Hindu Sunda mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali awal abad ke-16 yang) menyebut batas Kerajaan Sunda di timur adalah Ci Pamali (kini Kali Brebes/Kali Pemali tepat di kota Brebes) dan di selatan Ci Serayu (kini Kali Serayu). Brebes sebagian besar dataran rendah, di barat daya dataran tinggi (puncaknya Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang), di tenggara (pegunungan bagian Gunung Slamet. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Brebes tempo doeloe? Seperti disebut di atas, Brebes dan Cirebon adalah batas budaya Jawa dan Sunda. Dalam hal ini Brebes sedekat Tegal dan sejauh Cirebon. Wilayah Brebes dan Cirebon di pantai utara Jawa memiliki hubugan sejauh pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah Brebes tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Brebes Tempo Doeloe; Sedekat Tegal Sejauh Cirebon, Sedekat Pantai Utara Jawa Sejauh Pantai Selatan Jawa
Nama Brebes begitu mudah diucapkan dan ditulis. Namun bagaiman asal usul nama Brebes tidak mudah ditelusuri. Pada peta-peta era Portugis sudah diidentifikasi nama Cirebon (nama Choroboam). Lalu kemudian diidentifikasi Tegal (Tagal). Nama Brebes baru terinformasikan pada era Belanda/VOC. Kecuali Cirebon, semua nama-nama tempat itu merujuk pada nama sungai.
Nama gunung, nama sungai dan nama kampong/pelabuhan menjadi dasar penulis
di dalam peta navigasi pelayaran perdagangan. Hanya peta-peta pelaut Eropa (seperti
Portugis, Spanyol dan Belanda) yang tetatp terdokumentasikan, terlestarikan
dengan baik hingga ke masa kini. Asal usul nama tempat itu sendiri sulit diketahui
secara pasti. Secara toponimi haruslah mengaitkannya fakta dengan data secara
tertulis (dari atau dengan siapa penulis mencatat nama yang diidentifikasi
dalam peta), berdasarkan pemahaman linguistic, sejarah navigasi pelayaran
perdagangan, kehadiran orang asing serta wilayah geografis dan karakteristik populasi
penduduk dimana nama itu diberikan. Dalam sejarah asal usul harus dimulai dari
asal (origin) dari masa terawal yang dapat diketahui. Bukan sebaliknya dengan
cara pemahaman situasi dan kondisi masa kini. Misalnya nama Tegal yang sekarang
(te-gal) tetapi dalam catatan masa lampau hanya ditulis seperti Tangala dan
Tagal (ta). Secara linguistic ta bergeser menjadi te (bukan sebaliknya). Demikian
juga dengan nama Cirebon, bermula dengan penulis Cha dan Che (bukan Chi). Ini
mengindikasikan cha bergeser menjadi che dan kemudian chi. Hal yang sama dengan
gunung Ciremai awalnya hanya dikenal Cheremai (bukan ci).
Seperti halnya nama Cirebon, nama Tegal dan nama Brebes dapat dikatakan bersifat unik. Nama-nama unik serupa ini cenderung berasal dari masa lampau (era Hindoe Boedha). Nama-nama unik itu tidak hanya di pesisir tetapi juga di wilayah pedalaman. Pada era VOC, selain nama Brebes di Jawa, juga ditemukan nama tempat/wilayah di sekitar laut Mediterania. Lantas dalam hal ini apakah nama Brebes di Jawa terkait dengan nama Brebes di Mediterania dengan kehadiran pelaut Portugis atau pelaut-pelaut pendahulu mereka orang-orang Moor?
Gunung dan sungai (besar) adalah penanda terpenting pada era navigasi
pelayaran perdagangan. Dua gunung penting di pantai utara Jawa dalam hal ini
adalah gunung Cheremai dan gunung Tagal. Sedangkan sungai terpenting adalah
sungai Caravam (Karawang?), Chiamo (Cimanuk?), Tagal (Tegal?) dan kemudian
menyusul Brebes. Nama Cheribon bukan merujuk pada nama sungai tetapi tempat di
suatu teluk. Besar dugaan Cheribon menjadi pelabuhan utama dengan feeder
pelabuhan-pelabuhan yang lebih kecil di muara sungai besar. Sungai besar
mengindikasikan intensitas perdagangan di daerah aliran sungai yang dapat
dinavigasi jauh ke pedalaman seperti sungai Cimanuk dan sungai Tegal.
Pada Peta 1700 benteng VOC telah didirikan di Cheribon dan di Tagal. Dalam pet aini ada tiga gunung penting yang diidentifikasi: gunung Sirmey (Ciremai), gunung Gadja dan gunung Tagal (Slamet). Benteng Cheribon berada di sisi dalam suatu teluk; benteng Tagal berada di muara sungai. Di sebelah barat benteng Tegal diidentifikasi sungai Brebes. Dalam peta ini tidak ada jalur perdagangan dari Tegal dan Brebes ke pedalaman. Hanya perdagangan sepanjang pantai saja. Mengapa? Sementara jalur perdagangan antara Losari dan Cimanuk terdapat beberapa jalur bahkan terhubung dengan pantai selayan Jawa. Jalur perdagangan lainnya ke pedalaman melalui benteng Semarang dan benteng Demak.
Gambaran dalam Peta 1700 ini seakan menjelaskan sepanjang seluruh pantai
utara Jawa merupakan jalur navigasi pelayaran perdagangan yang intens.
Sedangkan jalur navigasi perdagangan ke pedalaman hanya melalui Cheribon
(antara Losari dan Cimanuk) dan melalui wilayah antara Demak-Semarang. Wilayah belakang
pantai Tegal-Brebes kurang intens atau masih menjadi wilayah kosong atau sepi.
Ini juga seakan menggambarkan wilayah populasi penduduk (budaya) Sunda di barat
dan wilayah populasi penduduk (budaya) Jawa di timur di wilayah pedalaman.
Wilayah sepanjang pantai utara sebagai jalur navigasi pelayaran perdagangan diduga
menjadi wilayah melting pot (campuran berbagai populasi penduduk dari berbagai
tempat).
Pada Peta 1724 posisi benteng Tagal berada di sisi barat sungai Soengei Madialang. Sungai ini berada diantara dua sungai, di sebelah barat sungai Kaligansa dan di sebelah timur sungai Kalijerok. Sementara itu sungai Brebes berada di barat sungai Kaligansa, yang mana antara sungai Brebes dan sungai Losari diidentifikasi sungai Karakahan. Sungai Brebes kini dikenal sungai Pamali/Pemali.
Asal usul Kali berasal dari Quala (Kuala/Kwala). Suatu muara sungai yang
besar yang membeyuk teluk. Lambat laun teluk ini menyempit karena terjadi
proses sedimentasi jangka panjang, maka nama sungai menjadi nama kali. Dalam
perkembangannya kota Tegal terbentuk diantara sungai Kaligansa dan sungai
Kalijerok. Soengei Madialang yang berada di tengahnya lambat laut menghilang.
Sungai Kalijerok adalah sungai besar yang berhuulu di lereng sebelah barat
gunung Tagal (wilayah kerajaan Cartanagara; kini Ajibarang).
Wilayah belakang pantai antara sungai Brebes/Pamali dan sungai Losari terdapat wilayah pertanian yang luas (seperti halnya yang terdapat di pedalaman di Cartanaga/Adjibarang). Seperti disebut di atas, wilayah pertanian ini diduga merupakan wilayah pertanian dari populasi penduduk dari arah barat (populasi penduduk Soenda di lereng timur gunung Ciremai). Wilayah pertanian lainnya yang diidentifikasi terdapat di sisi utara danau Sagara Anakan (wilayah pertanian yang diduga lebih dekat ke populasi pendduk Soenda di sebelah barat).
Wilayah pesisir pantai utara Jawa yang ramai, populasi penduduk diduga
hidup dalam perdagangan dan perikanan. Lantas bagaimana dengan populasi
penduduk di wilayah pedalaman dimana terdapat lahan-lahan pertanian yang luas.
Secara geografis lebih dekat dengan populasi penduduk (budaya) Soenda. Apakah
populasi penduduk pertanian ini adalah populasi penduduk tersendiri? Populasi
penduduk (budaya) awal yang kemudian dipengaruhi (budaya) Soenda dan kemudian
menyusul dipengaruhi (budaya) Jawa. Pada masa ini dikenal populasi penduduk
yang berbeda dengan bahasa Jawa dan juga berbeda dengan bahasa Soenda. Populasi
penduduk ini lebih dikenal orang Tegal/Cirebon di pantai utara dan orang Banyumas
di pantai selatan Jawa. Apakah hal tersebut yang menyebabkan, sesuai gambaran Peta
1700 terhubung antara pantai utara dan pantai selatan? Sangat mungkin. Dua
populasi penduduk (di utara Tagal/Cirebon; di selatan Banjoemas) awalnya satu populasi
penduduk tersendiri (berbeda dengan Soenda di barat dan Jawa di timur).
Dalam Peta 1724 wilayah pertanian (padi) di pulau Jawa hanya diidentifikasi di beberapa kawasan/wilayah. Selain di wilayah Tegal/Cirebon dan wilayah Banjoemas, hanya terdapat di wilayah belakang pantai Rembang, wilayah belakang pantai Soerabaja (Mojokerto) dan wilayah belakang pantai selatan (Kediri) serta di wilayah Banten. Muncul pertanyaan: Mengapa wilayah/kawasan pertanian tidak terdapat di wilayah inti (budaya) Soenda maupun di wilayah inti (budaya) Jawa? Satu yang perlu ditambahkan disini di wilayah pertanian Banjoemas, Adjibarang dan Cirebon diidentifikasi sebagai habitat gajah. Apakah itu memiliki arti tersendiri?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sedekat Tegal Sejauh Cirebon, Sedekat Pantai Utara Jawa Sejauh Pantai Selatan Jawa: Brebes Masa ke Masa
Wilayah Brebes sebagai suatu district paling tidak terinformasikan pada tahun 1814 (lihat Java government gazette, 09-04-1814). Statusnya sebagai district adalah regentschap dimana ditempatkan seorang bupati. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda residentie Tagal terdiri sejumlah regentschap diantara Brebes dan Pamalang (lihat Bataviasche courant, 16-06-1821). Residentie Tagal berada diantara residentie Cheribon dan residentie Pekalongan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar