Jumat, 29 Desember 2023

Sejarah Bahasa (205): Bahasa Seira Fordata di Pulau Seira dan Pulau Fordata Kepulauan Tanimbar;BaratDaya-TenggaraBarat Maluku


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Fordata (Iyaru) dituturkan oleh masyarakat desa Ritabel, pulau Larat, kecamatan Tanimbar Utara, kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Pada tahun 2008 Kabupaten Maluku Barat Daya dimekarkan dengan membentuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan ibu kota di Saumlaki (Pulau Yamdena). Pada tahun 2019 nama Kabupaten Maluku Tenggara Barat diubah menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar


Dalam daftar peta wilayah yang diterbitkan tahun 1895 diidentifikasi pulau Larat dengan luas 51.525 HA dan pulau Vordate seluas 12.600 HA. Nama Vordate diduga yang kini menjadi nama Fordata. Pulau Sejra dinyatakan seluas 17.550 HA. Pada masa ini nama pulau Sejra diduga menjadi nama pulau Sera. Kota Larat di pulau Larat dan kota Seira di pulau Sera. Di wilayah kabupaten kepulauan Tanimbar pulau terbesar adalah pulau Yamdema atau pulau Tanimbar. Nama pulau ini sudah dikenal sejak era Portugis dengan nama pulau Timor Laoet (tentu saja bukan maksudnya pulau di sebelah timur laut pulau Tinor), tetapi, mungkin karena letaknya yang jauh terpisah dari kepulauan Timor lalu disebut pulau Timor Laoet.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Seira Fordata di pulau Seira dan pulau Fordata kepulauan Tanimbar? Seperti disebut di atas bahasa Seira Fordata dituturkan di kepulauan Tanimbar; Wilayah barat daya-tenggara barat Maluku. Lalu bagaimana sejarah bahasa Seira Fordata di pulau Seira dan pulau Fordata kepulauan Tanimbar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Peta 1695

Bahasa Seira Fordata di Pulau Seira dan Pulau Fordata Kepulauan Tanimbar; Wilayah Barat Daya-Tenggara Barat Maluku

Pada masa ini disebut bahasa Fordata (Iyaru) dituturkan oleh masyarakat desa Ritabel, pulau Larat. Bahasa Fordata juga ada yang menyebut sebagai bahasa Seira Fordata dan ada juga yang menyebut bahasa Seira-Larat-Fordata. Okelah. Yang jelas tiga nama yang menjadi satu nama bahasa tersebut adalah nama-nama pulau di kepulauan Tanimbar.


Pulau Larat dan pulau Fordata bertetangga di ujung timur laut pulau Tanimbar, sedangkan pulau Seira atau pulau Sera berjarak di sebelah barat daya pulau Tanimbar. Di tiga pulau tersebut ada kelompok populasi yang memiliki bahasa yang (mirip) sama. Oleh karenanya ada yang menyebut bahasa itu sebagai bahasa Seira-Larat-Fordata.   

Nama pulau Fordata sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak era Portugis dengan nama pulau Vordate (dieaja dengan lafal orang Portugis). Nama pulau Larat dan nama pulau Sera juga sudah dikenal lama. Nama Cera oleh orang Portugis dan nama Sejra oleh orang VOC/Belanda. Larat adalah nama kampong yang kemudian menjadi nama pulau. Tidak ada indikasi awal di ketiga pulau itu pelaur/pedagang Eropa bermukim.


Pada tahun 1511 pelaut Portugis menduduki Malaka. Lalu dua kapal Portugis meneruskan pelayaran ke Malaku. Dalam laporan dua kapal ini mereka melalui pantai utara Jawa, terus ke Solor dan Timor, dan seterusnya ke Banda, Ceram dan Maluku. Ini menunjukkan Portugis sangat mengutamakan Solor dan Timor. Pada tahun 1557 misinaris Portugis membuka stasion di Lahajong (Solor). Para misionaris menemukan para pekerja asal Makassar dengan penduduk asli mengusahakan kayu cendana. Artinya pedagang-pedagang asal Sulawesi sudah di kepulauan selatan. Untuk meningkatkan pertahanan di benteng Amboina, pada tahun 1575 dibangun benteng di Solor dan Copang (Timor). Pada tahun 1605 pelaut Belanda menaklukkan Portugis di benteng Amboina. Lalu pada tahun 1613 [elaut Portugis menaklukkan Portugis di Solor dan Copang. Orang-orang Portugis bergeser ke arah timur pulau Timor (kini wilayah Timor Leste). Dalam konteks inilah kehadiran pedagang-pedagang Belanda (VOC) di Kawasan termasuk di pulau Tanimbar. Lukisan: loge/benteng pulau Tanimbar (Vordate?)

Setelah VOC/Belanda menaklukkan Portugis di Malaka tahun 1641, maka Portugis hanya tersisa di Timor (bagian timur). Pada masa inilah pedagang-pedagang VOC berpusat di Coepang. Salah satu pos perdagangan VOC berada di pulau Tanimbar. Nama pulau Tanimbar bukan nama pulau Tanimbar yang sekarang, sebab Namanya pada masa itu diidentifikasi sebagai pulau Timor Laoet (pulau besar di lautan di dekat pulau Timor).


Pulau Tanimbar yang dimaksud dalam hal ini adalah pulau Vordate. Pedagang VOC mengidentifikasi pulau Vordate sebagai pulau Tanimbar. Di Pulau inilah pedagang VOC membangun pos/benteng pedagangan (lukisan tahun 1646). Nama pulau Timor Laoet pada era VOC (sejak era Portugis) masih eksis. Pada Peta 1695, pulau Tanimbar yang sekarang masih diidentifikasi sebagai pulau Timor Laut. Tampaknya pedagang VOC yang mengganti nama Vordate (Portugis) menjadi nama Tanimbar (nama asli). Dalam peta ini di pulau Larat diidentifikasi kampong Larat. Nama pulau Cera belum diidentifikasi sebagai Sejra (Belanda). Lantas bagaimana dengan nama Tanimbar. Seperti kita lihat nanti nama pulau Timor Laut disebut pulau Tanimbar dan nama pulau Tanimbar kembali ke nama awal (Vordate bergeser menjadi Fordata).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wilayah Barat Daya-Tenggara Barat Maluku:  Pulau Seira dan Pulau Fordata Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar