Senin, 10 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (19): Tata Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan; Kota Tua Bermula di Daerah Aliran Sungai Rheo/Rio


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Kota Tanjungpiang sejarinya adalah kota tua. Kota ini awalnya menjadi pos perdagangan Portugis di daerah aliran sungai Rheo (asal usul nama Rio, Riau?). Itu di masa lampau. Kota Tanjung Pinang tumbuh berkembang semasa Belanda (sejak era VOC). Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Tanjung Pinang menjadi penting karena titik awal terbentuknya kota Medan.


Tanjungpinang adalah ibu kota dari provinsi Kepulauan Riau, terletak di Pulau Bintan dan beberapa pulau kecil seperti Pulau Dompak dan Pulau Penyengat. Kota Tanjungpinang dahulunya adalah pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga. Tanjungpinang adalah ibu kota Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kabupaten Bintan). Pelabuhan Laut Tanjungpinang di Sri Bintan Pura memiliki kapal-kapal jenis feri dan feri cepat (speedboat) untuk akses domestik. Pelabuhan ini juga merupakan akses internasional ke Malaysia dan Singapura. Sebagian wilayah Tanjungpinang merupakan dataran rendah, kawasan rawa bakau, dan sebagian lain merupakan perbukitan, sehingga lahan kota sangat bervariasi dan berkontur. Berdasarkan Sulalatus Salatin, Tanjungpinang merupakan bagian dari Kerajaan Malaka. Setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugal, Sultan Mahmud Syah menjadikan kawasan ini sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Malaka. Kemudian menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Johor, sebelum diambil alih oleh Belanda setelah mereka menundukan perlawanan Raja Haji Fisabilillah tahun 1784 di Pulau Penyengat. Pada masa Hindia Belanda, Tanjungpinang merupakan pusat pemerintahan Karesidenan Riouw. Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia, menjadi ibu kota Provinsi Riau. Pada tahun 1957, Tanjungpinang menjadi ibu kota Provinsi Riau. Namun dua tahun kemudian ibu kota propinsi itu dipindahkan ke Pekanbaru. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah tata kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan? Seperti disebutkan di atas, kota Tanjung Pinang termasuk kota tua. Kota yang sudah dikenal sejak era Portugis. Kota tua bermula di daerah aliran sungai Rheo di pulau Bintan. Lalu bagaimana sejarah tata kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan; Kota Tua Bermula di Daerah Aliran Sungai Rio

Sejarah yang dapat ditelusuri, pada tahun 1784 nama Riau (Riouw) dapat dikatakan untuk kali pertama disebut. Namun sejak kapan nama Riau eksis sulit diketahui. Yang jelas nama-nama pulau Batam (pulau Batang) dan pulau Bintan (pulau Bintang) sudah eksis sejak lama. Nama Riau di pulau Bintan ditulis Riouw dan di masa lampau Rheo.


Setelah tercipta hubungan yang baik di Borneo, VOC kemudian merintis jalan ke pantai timur Sumatra pada tahun 1739 dengan pos perdagangan di muara sungai Siak di pulau Gontong. Namun karena pos ini diserang, VOC kemudian meninggalkan muara Siak dan lebih konsentrasi di pulau Bintan. Pada Peta 1775 di teluk pantai selatan Bintan diidentifikasi nama Rheo, yang diduga menjadi asal usul nama Riau. Pada tahun 1784 VOC di Malaka diserang. Oleh karena pusat VOC berada di Batavia (Jawa), posisi Malaka seakan terpencil. Kerajaan-kerajaan kecil di kawasan kerap mengganggu eksistensi VOC di kawasan. Kerajaan-kerajaan Melayu Selangor, Djohor dan Riau menyerang Malaka pada tahun 1784. Dengan kekuatan yang didatangkan dari Batavia berhasil membebaskan Malaka. Sebagai hukuman, VOC menyerang Selangor dan merebutnya. VOC kemudian menyerang Riau dan Radja Riau terbunuh (lihat Hollandsche historische courant, 12-03-1785).

Setelah Radja Riau terbunuh dalam perang dengan VOC, Riau jatuh ke tangan VOC tahun 1785. Untuk membawahi wilayah taklukan ini di bawah pimpinan Captain JP van Braam dibangun benteng di pulau Bintan (sekitar Tanjung Uban). Besar dugaan tidak lama kemudian ditinggalkan. Pada tahun 1787 Riau diambilalih oleh (kerajaan) Soeloe. Pengambilalihan ini boleh jadi karena kerajaan Riau sudah melemah setelah radjanya terbunuh oleh VOC dan tidak hadirnya VOC lagi.


Nama Riau diduga kuat merujuk pada nama Rheo, nama yang berasal dari era Portugis. Rheo, rio adalah sungai (bahasa Belanda: rivier). Pada Peta 1775 diidentifikasi nama Rheo di arah hulu teluk (yang merupakan sungai yang bermuara ke teluk). Di area dimana diidentifikasi nama Rheo diidentifikasi sebagai suatu kawasan perkebunan (lada?). Area Rheo inilah kota lama (kampong paling besar).

Setelah VOC menempati kembali pulau Bintan, seperti di berbagai tempat, benteng VOC juga kembali dibangun di pulau Bintan yang lebih baik. Pimpina di pulau Bintan diangkat G Pungel (lihat Leydse courant, 16-11-1789). Lantas mengapa benteng di pulau Bintang dibangun? Yang jelas rancangan bangunan benteng di pulau Bintan ini dibuat pada tahun 1791. Lokasi benteng yang dipilih bukan berada di pemukiman Cina maupun pemukiman pribumi, tetapi di suatu area kosong di suatu tanjung. Area yang dipilih tidak lagi di utara di selat (selat antara pulau Bintan dan pulau Batam), tetapi wilayah selatan pulau Bintan di pangkal teluk dekat Rheo (lihat Peta 1775). Di area benteng inilah kelak terbentuk Kota Tanjung Pinang (yang eksis hingga sekarang).


Benteng baru ini dibangun di area kosong di ujung tanjung (bagian terluar tanjung yang berhadapan dengan pulau Penyengat—juga disebut pulau Mars). Tanjung ini awalnya adalah suatu pulau, yang kemudian menyatu dengan daratan (membentuk tanjung). Sementara kampong Melayu berada di arah timur benteng (di dalam pulau/tanjung). Sedangkan perkampong Cina berada di seberang benteng dan kampong Melayu. Pulau yang menyatu dengan daratan ini dikenal sebagai Tanjung Pinang (bandingkan dengan Peta 1775 dimana posisi pulau Mars/Penyegat berada di sebelah barat pulau/tanjung). Benteng VOC/Belanda ini disebut Fort Kroonprins.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Tua Bermula di Daerah Aliran Sungai Rheo: Tanjung Pinang Masa ke Masa

Sejak 1795 terjadi pendudukan Prancis di Jawa. Pemerintahan VOC kemudian berada di bawah bayang-bayang Napoleon Prancis. VOC yang semakin melemah, lalu dibubarkan pada tahun 1799. Lalu kemudian semua asset VOC diakuisi oleh Kerajaan Belanda (Napoleon/Prancis) dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1800. Kesibukan di Jawa, khususnya di Batavia menyebabkan situasi dan kondisi di Riaou (Bintan) kurang terinformasikan.


Kerajaan Belanda (di bawah kekuasan Prancis) benar-benar telah menyebabkan sejumlah wilayah di Hindia Timur tidak terdeteksi radar termasuk di wilayah (kepulauan) Riau. Yang terdeteksi kuat hanya di (pulau) Jawa dan beberapa kota seperti Makassar, Palembang dan Banjarmasin. Lalu ketegangan baru muncul sejak diangkatnya Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1808. Mengapa? Inggris sedang mengincar Hindia Timur terutama di (pulau) Jawa. Untuk menghadapi itu, Daendels membangun beberapa kota pemerintahan dengan kekuatan militernya, dan juga membangun urat nadi perekonomian di darat/pedalaman dengan membangun jalan pos trans Java antara Batavia ke Anjer dan Batavia ke Panaroekan, Namun semua itu belum tuntas, Inggris menduduki Batavia pada tahun 1811 dan kemudian seluruh Jawa plus Makassar, Palembang dan Banjarmasin. Namun pendudukan Inggris ini tidak lama, karena pada tahun 1816 Inggris mengembalikannya kepada Kerajaan Belanda.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan tahun 1816, perrumbuhan yang dirintis Daendels (Belanda/Prancis) dan dikembangkan Inggris (Raffles) dilanjutkan oleh Kerajaan Belanda dengan memperkukuh Pemerintah Hindia Belanda (sebagai provinsi jauh dari Kerajaan Belanda). Satu yang pertama dilakukan oleh Komisaris Jenderal yang dipimpin van der Capellen adalah menyusun organisasi pemerintahan, menjalan fungsi pemerintahan di segala bidang termasuk pendidikan. Era baru Hindia Timur dengan nama Hindia Belanda dimulai.


Cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra dimulai di pantai barat Sumatra (Sumatra’s Westkust) dan di daerah aliran sungai Musi yang berpusat di Palembang. Pemerintahan di Palembang terintegrasi antara wilayah Palembang di daratan dan wilayah Bangka en Belitung di lautan. Sejumlah pejabat Belanda juga ditempatkan di wilayah Bangka untuk mengelola potensi pertambangan timah untuk mendukung perdagangan Pemerintah Hindia Belanda.. Peta 1785

Pada tahun 1821 cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda dibentuk di wilayah Riau. Untuk memulai organisasi pemerintahan di Riau, diangkat LZ van Ronzow sebagai residen Riau (lihat Bataviasche courant, 10-02-1821). Disebutkan diangkat untuk residen Riouw, LZ van Ronzow, inspektur pertambangan timah di Jeboes (kota di pantai utara Bangka). Wilayah Riau yang berpusat di Riau (Rheo) mulai diinisiasi di eks benteng VOC di Tandjoeng Pinang. Dari area benteng inilah kemudian kota Tanjung Pinang bermula di Riau. Tanjung Pinang menjadi ibu kota, Riouw/Rheo menjadi nama wilayah (residentie).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar