Minggu, 09 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (18): Tata Kota Malang Wilayah Pegunungan; Kali Brantas, Kampong Pasar Godang - Alun-Alun Kota


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Banyak kota-kota di Indonesia pada masa lalu yang bermula di kampong lama tetapi memulai baru di area baru. Artinya kota yang sekarang secara tata kota bermula dari area baru kota yang baru. Hal itulah yang terjadi dengan kota Malang yang sekarang. Bermula tumbuh di kampong Pasar Godang tetapi perkembangannya dimulai dari area yang baru (kota baru) dimana alun-alun kota dibangun.


Menilik Tata Kota Malang yang Terbaik di Hindia Belanda. Republika. Jumat 07 Aug 2020. Perencanaan Kota Malang masa Hindia Belanda sempat dipuji. Tata kota menghabiskan waktu bertahun-tahun. "Kota Malang bersama Semarang diajukan ke Paris sebagai kota yang perencanaan sangat bagus" kata Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra Surabaya, Handinoto. Perencanaan tata Kota Malang peranan arsitek Herman Thomas Karsten. Sebagian besar tata kota di Hindia Belanda merupakan hasil dari jerih payahnya. Karsten selalu pergi dari kota ke kota lain untuk komandai hampir seluruh kota termasuk Kota Malang," jelas penulis buku Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Karsten mengembangkan Malang dari wilayah Klojen Lor (sekarang area RS Saiful Anwar), sebelumnya terdapat benteng sejak zaman VOC. Kemudian daerah ini berkembang menjadi pemukiman Belanda Tahapan selanjutnya, Karsten fokus mengembangkan pembangunan di alun-alun Kota Malang dan sekitarnya. Setelah abad 20, banyak warga Eropa berpindah di Kota Malang. Karsten mengubah tata kota Malang lebih baru lagi. Ia ingin mendirikan pusat kota baru yang kemudian dibangun alun-alun bundar di dekat gedung Balai Kota Malang. Karsten meletakan perumahan modern khusus masyarakat Eropa dengan gaya arsitektur tinggi di jalan utama, Ijen Boulevard. Saat ini wilayah tersebut masih menjadi kawasan elit di Kota Malang. Perkembangan perencanaan kota Malang dari tahap satu sampai delapan sudah lengkap 1937. Semuanya telah direncanakan dengan standarisasi yang tinggi. Bahkan, peraturan tata Kota Malang disebut menjadi yang terbaik di Hindia Belanda. (https://news.republika.co.id/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota di Malang wilayah pegunungan? Seperti disebut di atas, kota Malang yang sekarang bermula di suatu area baru untuk menggantikan lokasi yang lama di kampong Pasar Godang di sisi barat sungai Brantas. Lalu bagaimana sejarah tata kota di Malang wilayah pegunungan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota di Malang Wilayah Pegunungan; Sungai Brantas di Kampong Pasar Godang dan Alun-Alun Kota

Nama Malang sudah diketahui tahun 1679 (lihat Daghregister, 29-11-1679). Disebutkan Glisson di Malang dan Troenajaja di Antangh. Nama Glisson mungkin Kareng Galesong dan Troenajaja adalah Trunojoyo. Nama tempat Antangh pada masa ini boleh jadi Ngantang.


Dalam teks Negarakertagama (1365) ada nama tempat yang disebut Damalang. Nama lainnya yang disebut dalam teks tersebut yang diduga sekarang berada di wilayah Malang dan sekitarnya, yaitu Pasuruhan, Singhasasri, Kidal dan Balitar. Nama yang mirip dengan Malang pada era VOC adalah Pa-malang (lihat Daghregister, 06-05-1665).

Nama Malang disebut sebagai suatu negorije (negeri) (lihat Daghregister, 09-03-1724). Disebutkan wilayah Malang di bawah kekuasan Patrajoeda (lihat Daghregister 28-08-1724). Disebutkan di Malang (di bawah kekuasaan Patrajoeda) melakukan pemberontakan. Disebutkan menyarankan detasemen Soeseohoenangs untuk menumpas pemberontak di Malang (lihat Daghregister 07-04-1725). Soesoehoenan dalam hal ini adalah Raja di Kartosoero.


Dalam terminology lama, negorije/negeri adalah suatu tempat, siatu kampong. Dalam hal ini nama Malang adalah suatu nama kampong di wilayah pedalaman (suatu wilayah yang disebut di bawah yirisdiksi Soesoehanan do Kartosoero. Pada peta yang dibuat Francois Valentijn (Peta 1724) nama Malang, sebagai suatu nama kampong sudah diidentifikasi. Peta ini terkesan sudah menggambarkan situasi dan kondisi masa kini. Nama kampong terdekat dari Malang adalah kampong Bato (kini Batu). Meski secara geografis cukup dekat dengan (kota) Pasuruan, tetapi akses jalan dari Batu dan Malang adalah menuju kota Soerabaja. Dalam peta tersebut juga diidentifikasi nama Antang dan Blitar.

Meski nama Malang masih terbilang baru, tetapi wilayah Malang sendiri tampaknya sudah lama memiliki peradaban sendiri. Jika data Prasasti Pamotoh (1198) valid dan bahwa nama Malang sudah disebut, maka ada satu masa peradaban yang mendahuluinya di wilayah Malang yakni era (kerajaan) Kanjuruhan pada abad ke-8 yang mana di dalam prasasti Dinoyo (760), rajanya adalah Gajayana.


Soal nama Kanjuruhan ada perbedaan pembacaan prasasti yang dilakukan oleh FDK Bosch (lihat “De Sanskrit-Inscriptie op den Steen van Dinaya” sebagai "tâte puram kâñjuruhan mahat" dengan pembacaan yang dilakukan oleh R Ng Poerbatjaraka (lihat "Agastya in den Archipel") sebagai "tate sutān puruṣān mahatah". Lepas dari soal apakah ada kerajaan Kanjuruhan, karena sumber yang menyebutkan hanya prasasti Dinoyo yang dibaca oleh FDK Bosch, yang jelas sebelum disebut nama Malang sudah ada peradaban awal pada abad ke-8. Nama Malang yang disebut dalam prasasti abad ke-12 juga masih bisa dipertanyakan karena yang tertulis adalah Malangakalihan (bukan Malang, dalam arti kata berdiri sendiri). Yang perlu mendapat perhatian lagi adalah bahwa prasasti Dinoyo yang berasal dari abad ke-8, seperti prasasti-prasasti Sumatra yang berasal dari abad ke-7 yang berbahasa Batak dan bahasa Sanskerta, prasasti Dinoyo juga berbahasa campuran bahasa Jawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti-prasasti Sumatra tersebut antara lain Kedukan Bukit (682), Talang Tuwo (684) dan Kota Kapur (686). Relasi antara Sumatra dan Jawa disebut di dalam prasasti Kota Kapur.

Wilayah Malang telah memiliki peradaban yang sudah tua adalah satu hal. Sedangkan nama Kanjuruhan dan nama Malang adalah hal lain lagi, dua nama ini belum bisa dipastikan secara tepat kapan bermula. Dalam teks Negarakertagama (1365) hanya menyebut nama tempat Damalang. Nama yang disebut dalam teks ini adalah Singhasari (tidak jauh dari nama tempat/kampong Malang). Dalam catatan Daghregister yang berasal dari abad ke-17 nama Pemalang/Pamalang lebih tua daripada nama Malang), Akan tetapi jika memperhatikan isi dua prasasti di wilayah Malang tersebut tentulah masih bisa dikaitkan dengan kejadian-kejadian sejaman di tempat lain (mulai dari Sumatra, Jawa bagian barat, Jawa bagian tengah, hingga ke Jawa bagian timur).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sungai Brantas di Kampong Pasar Godang dan Alun-Alun Kota: Malang Nama Lama, Malang Kota Baru

Nama Malang sudah sejak lama dikenal. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, orang yang pertama mengunjungi Malang adalah Raffles pada fase pendudukan Inggris (lihat Raffles, The History of Java, 1818). Disebutkan Raffles mengunjungi Malang pada tahun 1815. Raffles memulai perjalanan dari Pasuruan melalui Lawang hingga Malang. Raffles juga sempat mengunjungi area candi Singhasari.


Setelah pendudukan Inggris (1811-1816) dan Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan, wilayah Malang diadministrasikan sebagai suatu district dengan nama District Malang en Antang (lihat J van den Bosch, 1818). Seperti halnya, Raffles yang terbilang orang Eropa pertama memahami deskripsi pulau Jawa, bahkan hingga ke pedalaman, van den Bosch juga sangat memahami detail pulau Jawa. Saat ini van den Bosch sudah berpangkat Letnan Kolonel. Sementara van den Bosch pada masa Gubernur Jenderal Daendels pangkatnya masih kapten, yang mendapat penugasan untuk memetakan seluruh jalur yang akan dibangun jalur jalan trans-Java. Sudah barang tentu peta-peta yang dibuat van den Bosch ini menjadi rujukan bagi Raffles mengunjungi berbagai tempat di Jawa.

Setelah kembalinya Pemerintah Hindia Belanda (pasca pendudukan Inggris), Residen Pasoeroen diangkat berkedudukan di (kota) Pasoeroean. Lalu kemudian diangkat Asisten Residen di wilayah Residentie Pasoeroean yang berkedudukan di (afdeeling) Malang. Asisten Residen (afdeeling) Malang yang pertama adalah D Monnereau (lihat Bataviasche courant, 04-04-1818). Sebelum rumah/kantor Asisten Residen di Malang selesai dibangun, bertempat tinggal di Pasoeroean. Rumah/kantor Asisten Residen dibangun oleh grup zeni yang dibantu oleh detasemen yang telah lebih dahulu berada di Malang. Rumah/kantor Asisten Residen dibangun di dekat kampong Godang. Posisi GPS-nya berada di arah hulu sisi barat sungai Brantas dimana sungai Amprong bermuara di sungai Brantas (sementara di sebelah barat berada jalan raya). Lalu dalam perkembangannya, pada tahun 1927 dalam pemerintahan disertakan pemimpin local dengan mengangkat bupati. Yang diangkat menjadi bupati di Malang adalah Raden Toemenggoeng Noto Diningrat (lihat Bataviasche courant, 10-01-1827). Rumah bupati Malang dibangun yang lokasinya tepat berada di arah selatan rumah/kantor Asisten Residen.


Seiring dengan realisasi pembangunan jalur kereta api (pertama) di Semarang, lalu pada tahun 1865 muncul gagasan pembangunan jalur kereta api dari Pasoeroean hingga ke Malang (lihat Bataviaasch handelsblad, 03-06-1865). Namun konsesi yang ditawarkan kepada swasta tidak pernah muncul. Setelah menunggu lama Pemerintaha Hindia Belanda mulai berinisiatif membangun jalur kereta api dari Soerabaja ke Pasoeroen terus ke Malang. Akhirnya dapat direalisasikan (lihat Bataviaasch handelsblad, 06-09-1880). Ujung dari jalur kereta api ini di Malang berada di utara kantor Asisten Residen (sisi utara sungai Brantas). 

Dalam Almanak `1867 Afdeeling Malang terdiri dari tujuh distrik: Kota [Malang] terdiri dari 33 desa; Gondang Legi (95 desa); Sengoro (85); Pakis (123); Penanggungan (121); Karangloo (135) dan Ngantang (63 desa). Semua nama-nama district tersebut sudah teridentifikasi pada Peta 1817. Wilayah district (kota) Malang mulai dari sungai Brantas ke arah barat hingga lereng gunung.


Di luar area urban (kota) Malang, beberapa desa yang masuk district adalah Boering (sisi timur sungai Brantas), Tjilaket, Katjoek, Wagir (ibu kota onderdistrict), Peniwen, Kamoelan, Djamoeran, Bedali, Blimbing dan Pretjet. Dalam Almanak 1912, populasi penduduk urban di (kota) Malang terdiri dari: pribumi sebanyak 24.274 jiwa, irang Cina 3.587 jiwa, orang Eropa/Belanda 1.383 jiwa, orang Arab 342 jiwa orang timur asing lainnya 13 jiwa. Total populasi penduduk sebanyak 29.544 jiwa.

Pada tahun 1887 kota Malang mulai ditata. Ini sehubungan dengan terbitnya peraturan batas ibu kota (hoofdplaats) dari (afdeeling) Malang Stbls 1887 No. 194. Lalu dengan telah ditetapkan batas wilayah ibu kota Malang, maka tata kota dimulai dimana yang pertama dilakukan meneatpkan dimana pusat kota yakni tempat dimana kantor Asisren Residen berada. Dalam hal ini area kantor asisten residen yang selama ini dianggap tidak sesuai lagi dengan upaya pengembangan kota. Untuk itu kantor asisten residen direlokasi dengan membangun baru.

 

Area pembangunan kantor Asisten Residen dipilih di sebelah barat stasion kereta api, di sisi barat sungai Brantas. Setelah rumah/kantor Asisten Residen yang baru ditempati, lalu kantor asisten residen yang lama dijadikan sebagai rumah/kantor Controleur. Ini mengindikasikan bahwa area kota baru sudah terbentuk, area eks kantor Asisten Residen yang lama (kini Controleur) akan segera pula menjadi kota lama. Dalam perkembangannya, di depan kantor Asisten Residen yang baru dibanngun alun-alun kota. Alun-alun dalam hal ini dalam bahasa Inggris sebagai esplanade dan bahasa Belanda sebagai plein. Sebelum alun-alun kota Malang ini dibangun, di Buitenzorg sudah lama dibangun alun-alun tepat berada di depan kantor Residen/Asisten Residen (sisi utara kini menjadi jalan Gedong, sisi barat kini menjadi jalan Dewi Sartika, sisi selatan menjadi jalan Muslihat dan sisi timur menjadi jalan Juanda). Sementara itu di Medan pada tahun 1879 dibangun alun-alun yang disebut esplanade (seperti Buitenzoeg, di empat sisi esplanade di Medan menjadi jalan. Pada sisi luar empat jalan ini kemudian berdiri berbagai bangunan seperti hotel, kantor pos, bangunan societeit. 

Alun-alun Kota Malang yang dibangun ini hingga ini hari masih eksis. Posisi alun-alun ini berada di arah utara knaroe asisten residen yang dipisahkan oleh jalan raya (kini menjadi jalan Merdeka Selatan). Pada sisi sebelah barat alun-alun kemudian dibangun masjid (kini Masjid Agung) dan gereja (kini gereja Emanuel). Pada sisi utara alun-alun antara lain dibangun pastoral; di sisi timur alun-alun dibangun sekolah pemerintah. Sementara itu di sebelah timur area kantor residen menjadi area orang Cina (pecinan) dan sebelah barat area kantor asisten residen menjadi area orang haji/orang Arab yang menyatu dengan area masjid di sebelah utaranya (kemudian dikenal Kauman).

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar