*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Kota
Medan terbilang kota baru. Nama Medan adalah suatu kampong di hulu daerah
aliran sungai Deli dengan nama Medan Poetri. Di hilir sungai di muara eksis
kampong Labuhan. Saat mana Atjeh mengambil alih perdagangan di panati timur
Sumatra dari Siak Indrapura, radja Ismail bekerja sama dengan Belanda untuk
mengusir Atjeh dari Deli tahun 1863. Pada tahun 1865 planter Nienhuys membuka
perkebuna di Labuhan hingga akhirnya mencapai Medan Poetri. Pada tahun 1875
cabang pemerintahan di Deli dibentuk dengan menempatkan Controleur di Medan.
Secara keseluruhan tanah Deli terdiri tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi pusat pemerintahan. Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura. Sultan Ismail di Riau s diserang oleh gerombolan Inggris dipimpin Adam Wilson. Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. Sejak saat itu Belanda menguasai Kesultanan Siak Sri Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. Pada tanggal 1 Februari 1858 Sultan Ismail menandatangani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang masuk kekuasaan Belanda. Lalu tahun 1858 Elisa Netscher diangkat menjadi Residen. Netscher dan Sultan Ismail secara politis menguasai daerah taklukan Kesultanan Siak yakni Deli (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah tata kota Medan di Deli di tengah perkebunan? Seperti disebut di atas, itu bermula pada tahun 1863 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Labuhan dan kemudian diperluas di Medan tahun 1875. Labuhan kota lama dan Medan kota baru. Lalu bagaimana sejarah tata kota Medan di Deli di tengah perkebunan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota Medan di Deli di Tengah Perkebunan; Labuhan Kota Lama dan Medan Kota Baru
Sejarah kota Medan dimulai di Labuhan. Ini bermula ketika keluar Beslit No. 8 tanggal 21 Februari 1965, yang isinya: (a) disetujui penempatan controleur di Siak, Laboean Batoe, Panei, Batoe Bara dan Deli untuk melayani para kas houder (posthouder) di lanskap dimaksud yang akan berada dibawah kas houder Afdeeling Siak (b) manajemen dan administrasi akan dilakukan sesuai dengan Resolusi No 27 tanggal 29 Mei 1852. Dalam perkembangannya, beberapa lanskap baru dibentuk dengan menempatkan controleur.
Pemerintah Hindia Belanda datang ke Sultan Siak dan membuat kesepakatan
pembentukan otoritas Belanda, pada 1 Februari 1858. Sejak itu wilayah Siak
(Riaouw) semakin meluas ke utara hingga ke Deli. Pada tahun 1864 di Rioauw
kepala pemerintahan dijalankan oleh seorang Residen, dan dibantu seorang
Asisten Residen di Siak Indrapoera. Sementara itu, di Deli pada tahun 1865
seorang swasta bernama Nienhuys memulai usaha sendiri di bidang perkebunan
tembakau. Ini berarti kehadiran Nienhuys bersamaan dengan kehadiran
pemerintahan kolonial Belanda (controleur) pertamakali di Deli. Hasilnya
memuaskan maka Neinhuys mendatangkan kuli Cina dari Penang yang awalnya
bejumlah 190 orang (lalu pada nantinya tahun 1869 telah berjumlah 900 orang).
Keberhasilan Neinhuys telah menarik minat investor lain dan melakukan bisnis
perkebunan yang sama di Deli. Controleur dan Sultan membuka pintu bagi investor
baru dari Eropa (tentu saja termasuk Belanda). Hasilnya langsung terasa:
investor di satu sisi membawa uang dan bersirkulasi dan keberhasilan
perusahaan-perusahaan yang invest telah mendongkrak ekonomi penduduk. Sultan
mendorong penduduknya menanam kelapa, buah-buahan dan sayur-sayuran. Selama
bertahun-tahun penduduk sangat tergantung pasokan dari luar untuk pakaian,
barang rumahtangga, makanan, beras dengan harga sangat mahal, kini harganya
menjadi lebih murah. Perputaran uang telah memicu berdatangannya
pedagang-pedagang Tionghoa dari pantai dan orang-orang Batak dari dataran
tinggi (bovenlanden) untuk menjual produk-produk surplus mereka. Lambat laun
kebutuhan sehari-hari penduduk makin tersedia dan untuk mengamankan kelebihan
pasokan dikirim ke Penang dan munculnya pelayaran reguler (Laboehan
Deli-Penang). Kebutuhan adanya dokter lokal (docter djawa school) semakin
mengemuka. Hasil perkebunan mulai terasa, harga tembakau Deli di Belanda sudah
mendapat harga yang memuaskan bahkan pada tahun 1869 volume ekspor Deli sudah
mencapai 157.000 Ton ke Eropa dan 37.500 Ton di pasar domestik (termasuk
Semenanjung). Sementara itu kuli semakin banyak yang didatangkan dari Cina,
Siam, Kling dan Java dengan perjanjian kerja. Para planter sudah kembali modal
dan untung. Controleur dan Sultan mulai tersenyum. Pemerintah Belanda mendorong
perusahaan-perusahaan Belanda khususnya untuk berinvest lebih besar dengan
mendatangkan kapital lebih banyak dari Eropa. Melihat apa yang tengah terjadi
di Deli, memicu minat Sultan Langkat dan Sultan Serdang agar investor juga
datang ke daerah mereka masing-masing. Pada tahun 1869 Pemerintah Belanda mengeluarkan
Keputusan Kerajaan Belanda No. 13 bertanggal 16 Desember 1869 bahwa Deli
Maatschappij yang didirikan dengan domisili di Amterdam akan bergerak di bidang
pertambangan dan pertanian serta reklamasi lahan terletak di Deli yang juga
diberikan hak pembangunan prasarana sebagaimana di tempat lain yang dengan
keleluasaan itu diwajibkan untuk melakukan pengolahan produk, penjualan produk
dan pembangunan kereta api untuk mendukung usaha sendiri maupun kemajuan. Lalu
berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda No. 16 bertanggal 14 Januari 1870
statuta Deli Mij disahkan dan mendapat layanan kanal di Hoogeveen Belanda dan
diakui sebagai badan hukum. Dalam hal ini Nienhuiys adalah planter pertama di
Deli dan Deli Mij adalah perusahaan pertama di Deli berbadan hukum.
Dalam Almanak 1870, Residentie Riouw en onderhoorigheden konfigurasi pemerintahan menjadi terdiri dari beberapa afdeeling: Siak Sri Indrapoera, Lingga, Karimon, Batam, Noord Bintang, Zuid Bintang dan Tandjong Pinang. Afdeeling Siak Sri Indrapoera terdiri dari enam onderafdeeling, yakni: Siak, Deli, Batubara, Asahan, Bengkalis dan Laboean Batoe (Panei dihapuskan lalu dimasukkan ke Laboehan Batu dan Asahan dibentuk. Asisten Residen ditempatkan di Siak, sedangkan di Deli, Batubara, Asahan, Bengkalis dan Laboean Batoe masing-masing tetap dikepalai oleh seorang controleur.
Pada tahun 1870, onderafdeeling Deli dibentuk dengan ibukota di Laboehan. Pada tahun 1874, keberadaan nama kampung
Medan Poetri di Deli sudah diketahui melalui koran (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-11-1874). Disebutkan di Medan sebagai tempat orang
Eropa/Belanda. Ini mengindikasikan di (onderafdeeling)
Deli telah terdapat dua tempat orang Eropa/Belanda: di Laboehan dan di Medan. Laboehan
berada di sisi timur muara sungai Deli; Medan berada di hulu sungai Deli (dimana
sungai Babura bermuara). Foto: Deli Maatschappij, di Medan (1870)
Semakin banyaknya orang Eropa/Belanda yang tinggal di Medan (Poetri) pada tahun 1875 ditempatkan seorang letnan militer (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1875). Sementara itu, sebagian besar Laboean Deli mengalami banjir, sejak 16 November, sebagian besar pasukan di Labuan Deli dipindahkan ke Medan dan hanya menyisakan satu orang militer (Belanda) dengan anggota sebanyak 30 orang pembantu non Belanda/pribumi (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-03-1875). Apakah tanggal 16 November 1975 penanda akan ada perubahan ibukota Deli dari Labuhan Deli ke Medan?
Bagaimana dengan di Medan? Praktis pada
tahun 1875 di Medan dan
sekitar sudah
terdapat antara 6000-7000 kuli asal Cina (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 22-05-1875). Sementara itu kuli dari Jawa hanya terdapat di
beberapa titik, mereka berasal dari Bagelan. Lalu persoalan lain pun muncul.
Ini bermula ketika Mr H, pemilik perkebunan tembakau di Sungai Pertjoet (empat jam
jarak dari kota utama, Medan) dengan dua Eropa yang tengah berada di rumahnya,
terjadi kerusuhan oleh 70-100 dari kulinya memberontak dan membunuh orang
Eropanya dan sejumlah pegawainya dari Melayu. Dengan bantuan militer dibawah
komando Letnan Muller dengan satu detasemen yang dikirim, para pemberontak
dapat diamankan, efek domino terhadap ribuan kuli-kuli Cina dapat terhindarkan. Foto: Kuli Cina di Deli (1870)
Pada tahun 1876 status onderafdeeling Deli ditingkatkan nmenjadi afdeeling. Status Controleur di Laboehan ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Sementara itu seorang Controleur lalu ditempatkan di Medan. Pada tahun 1876 ini juga terjadi penggantian kepala garnisun Medan dari lentan dua JE van Schaik kepada letnan dua CG Vossen (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-08-1876). Ini semua cepat terjadi karena eskalasi sosial yang semakin meningkat utamanya dari kalangan orang Cina seperti perdagangan opium, perampokan, dan kerusuhan.
Wilayah antara
Labuhan dan Medan di
afdeeling Deli cepat
berkembang, karena jalan poros dari pelabuhan (Laboehan) ke area-area perkebunan di arah hulu (Medan dan sekitarnya). Komunitas Cina sangat cepat berkembang
mengimbangi populasi penduduk Melayu. Komunitas Cina ini berbeda dengan para kuli asal Cina. Penduduk komunitas Cina adalah para penduduk yang
migrasi secara spontan dari wilayah-wilayah di Semanjung, Singapura dan pantai
timur Sumatra (Riauw). Pimpinan tertinggi komunitas Cina di Labuhan adalah Kapten.
Sejumlah kuli Cina yang keluar dari perkebunan semakin menambah populasi
komunitas Cina di sepanjang jalan poros
(Laboehan Deli-Medan). Foto: Kantor dagang di
Laboeh (1876)
Sejumlah pimpinan komunitas suku asli yang berbeda mulai mengeluh dan menyampaikan kepada Sultan, tentang kenaikan mengkhawatirkan ketidakamanan di berbagai tempat. Lalu Sultan membicarakannya dengan Controleur. Sejak itu peningkatan jumlah militer semakin kencang sehubungan dengan semakin meluasnya perkebunan dan potensi kerawanan hingga ke Langkat. Pimpinan militer di Medan kemudian ditingkatkan dari letnan menjadi pangkat mayor.
Para militer ini juga mulai
melakukan sejumlah pekerjaan sipil seperti pembangunan jembatan, tangsi-tangsi
dan garnisun. Semuanya dimaksudkan untuk mempermudah pergerakan militer. Lambat laun, situasi sosial di afdeeling Deli telah berubah drastis dari
suasana feodalistik (yang berpusat di istana Sultan) menjadi kondisi penguasaan
dengan perencanaan militer oleh militaire department (di depan) dan memperkuat
pemerintahan sipil oleh civiel departement (di belakang). Inilah awal praktek
kolonialisasi pemerintahan (penjajahan) yang sesungguhnya di Tanah Deli (dan
Langkat) untuk menggantikan kolonisasi swasta yang lebih longgar sebelumnya. Foto: Garnisun militer di
Medan (1876)
Ibukota (afdeeling) Deli yang berada di Labuhan Deli, tampaknya terlalu jauh bagi para planter untuk berurusan. Sebab kantor pusat para planter sudah banyak di Medan dan sekitarnya, sedangkan di Labuhan Deli sudah dianggap cabang dan hanya menyisakan kantor-kantor untuk melayani logistik dan perdagangan ke Eropa. Kebutuhan untuk memindahkan ibukota mulai menguat, Labuhan dianggap tidak layak untuk jangka panjang, tetapi lokasi ibukota baru juga belum diketahui dimana: apakah di Medan Poetri atau di tempat lain.
Dalam perkembangannya, afdeeling Deli, afd. Batoebara, afd. Asahan dan afd.
Laboehan Batu serta afd Bengkalis dipisahkan dari
Residentie Riouw dan kemudian afdeeling-afdeeling tersebut digabungkan menjadi satu residentie dengan nama Residentie Sumatra’s Oostkust dengan ibukota di Bengkalis. Dalam kopnteks inilah
kemudian di afd
Deli ditempatkan seorang Asisten Residen yang mana membawahi dua
controleur di Langkat dan Serdang plus di Medan. Peta Kampung Medan Poetri dan Deli
Maatschappij (1875)
Pada tahun 1877) Medan telah menjadi tempat utama (tanah Delimaatschappij). Perkembangannya sangat pesat, jauh melebihi perkembangan kota Laboehan sendiri, namun tidak terlihat menonjol kehadiran pemerintah. Sebaliknya swasta yang memainkan peran. Controleur, militer dan polisi tidak banyak berbuat seperti di tempat-tempat yang lain. Aparat pemerintah dimana-mana di wilayah afdeeling bertugas dengan pistol di pinggang. Bagaikan kota-kota di wild west. Intrik-intrik di antara planter juga muncul antara perusahaan-perusahaan Belanda dan perusahaan-perusahaan non Belanda. Kebetulan Delimaatschappij adalah perusahaan Belanda yang dalam kedekatannya, perusahaan ini cukup banyak membantu Pemerintah Hindia Belanda.
Aspirasi
para planter agar Resident yang berkedudukan di Bengkalis dapat dilakukan
relokasi ke Deli. Bahkan planter sudah menyediakan rumah khusus bagi Resident
jika berada di Deli dan diharapkan itu akan menjadi rumahnya di Soeka Moelia
jika relokasi ke Deli. Sementara penempatan Controleur yang ada sekarang di Medan dapat lebih
khusus untuk membidangi masalah kepolisian saja. Namun itu tidak akan mudah
karena jika ada relokasi akan membuat ketidaknyamanan antara Resident dengan
Sultan Siak yang selama ini dianggap menjadi ‘Tuhan’ bagi sultan-sultan di Deli, Langkat dan Serdang. Foto: Rumah di Soeka Moelia, bakal rumah Asisten Residen (1876)
Selama tahun 1878 telah terjadi beberapa perubahan di Deli. Pemerintah pusat akan menempatkan seorang notaris independen, pergantian komandan garnisun Medan. Lalu, Controleur pertama Medan, akan berakhir masa tugas yang dijabatnya sejak 1875 dan digantikan oleh Controleur klas-1 EWE Burger. Kemudian, di Medan juga dibangun penjara yang lebih besar dan sebuah kantor post. Ternyata berita-berita sebelumnya telah menandai akan pindahnya kantor Asisten Residen Deli dari Laboehan Deli ke Medan sebagaimana diberitakan Bataviaasch handelsblad, 02-07-1879.
Dengan
pindahnya ibukota afd Deli ke Medan, maka permintaan
para planter dan Sultan telah ditunaikan sebagian. Alasan utama perpindahan
ibukota Deli karena pengembangan perkebunan dan ketidakamanan yang semakin
meningkat di perkebunan-perkebunan, Dan itu, berarti pada tahun 1879 ini, Medan
memulai babak baru sebagai ibukota afd. Deli. Sementara itu ibukota Residentie Sumatra's
Ooskust masih tetap berada di Bengkalis. Seperti kita lihat nanti
pada tahun 1884 ibu kota Residentie dari Bengkalis dipindahkan ke Medan;
sementara afdeeling Bengkalis dipisahkan dan dimasukkan ke afdeeling Siak (residentie
Riouw).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Labuhan Kota Lama dan Medan Kota Baru: Perkembangan Kota Medan Sangat Pesat
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar