Senin, 10 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (20): Tata Kota Medan Tanah Deli di Tengah Perkebunan; Labuhan Kota Lama dan Medan Kota Baru


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Kota Medan terbilang kota baru. Nama Medan adalah suatu kampong di hulu daerah aliran sungai Deli dengan nama Medan Poetri. Di hilir sungai di muara eksis kampong Labuhan. Saat mana Atjeh mengambil alih perdagangan di panati timur Sumatra dari Siak Indrapura, radja Ismail bekerja sama dengan Belanda untuk mengusir Atjeh dari Deli tahun 1863. Pada tahun 1865 planter Nienhuys membuka perkebuna di Labuhan hingga akhirnya mencapai Medan Poetri. Pada tahun 1875 cabang pemerintahan di Deli dibentuk dengan menempatkan Controleur di Medan.


Secara keseluruhan tanah Deli terdiri tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi pusat pemerintahan. Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura. Sultan Ismail di Riau s diserang oleh gerombolan Inggris dipimpin Adam Wilson. Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. Sejak saat itu Belanda menguasai Kesultanan Siak Sri Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. Pada tanggal 1 Februari 1858 Sultan Ismail menandatangani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang masuk kekuasaan Belanda. Lalu tahun 1858 Elisa Netscher diangkat menjadi Residen. Netscher dan Sultan Ismail secara politis menguasai daerah taklukan Kesultanan Siak yakni Deli (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah tata kota Medan di Deli di tengah perkebunan? Seperti disebut di atas, itu bermula pada tahun 1863 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Labuhan dan kemudian diperluas di Medan tahun 1875. Labuhan kota lama dan Medan kota baru. Lalu bagaimana sejarah tata kota Medan di Deli di tengah perkebunan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota Medan di Deli di Tengah Perkebunan; Labuhan Kota Lama dan Medan Kota Baru

Sejarah kota Medan dimulai di Labuhan. Ini bermula ketika keluar Beslit No. 8 tanggal 21 Februari 1965, yang isinya: (a) disetujui penempatan controleur di Siak, Laboean Batoe, Panei, Batoe Bara dan Deli untuk melayani para kas houder (posthouder) di lanskap dimaksud yang akan berada dibawah kas houder Afdeeling Siak (b) manajemen dan administrasi akan dilakukan sesuai dengan Resolusi No 27 tanggal 29 Mei 1852. Dalam perkembangannya, beberapa lanskap baru dibentuk dengan menempatkan controleur.


Pemerintah Hindia Belanda datang ke Sultan Siak dan membuat kesepakatan pembentukan otoritas Belanda, pada 1 Februari 1858. Sejak itu wilayah Siak (Riaouw) semakin meluas ke utara hingga ke Deli. Pada tahun 1864 di Rioauw kepala pemerintahan dijalankan oleh seorang Residen, dan dibantu seorang Asisten Residen di Siak Indrapoera. Sementara itu, di Deli pada tahun 1865 seorang swasta bernama Nienhuys memulai usaha sendiri di bidang perkebunan tembakau. Ini berarti kehadiran Nienhuys bersamaan dengan kehadiran pemerintahan kolonial Belanda (controleur) pertamakali di Deli. Hasilnya memuaskan maka Neinhuys mendatangkan kuli Cina dari Penang yang awalnya bejumlah 190 orang (lalu pada nantinya tahun 1869 telah berjumlah 900 orang). Keberhasilan Neinhuys telah menarik minat investor lain dan melakukan bisnis perkebunan yang sama di Deli. Controleur dan Sultan membuka pintu bagi investor baru dari Eropa (tentu saja termasuk Belanda). Hasilnya langsung terasa: investor di satu sisi membawa uang dan bersirkulasi dan keberhasilan perusahaan-perusahaan yang invest telah mendongkrak ekonomi penduduk. Sultan mendorong penduduknya menanam kelapa, buah-buahan dan sayur-sayuran. Selama bertahun-tahun penduduk sangat tergantung pasokan dari luar untuk pakaian, barang rumahtangga, makanan, beras dengan harga sangat mahal, kini harganya menjadi lebih murah. Perputaran uang telah memicu berdatangannya pedagang-pedagang Tionghoa dari pantai dan orang-orang Batak dari dataran tinggi (bovenlanden) untuk menjual produk-produk surplus mereka. Lambat laun kebutuhan sehari-hari penduduk makin tersedia dan untuk mengamankan kelebihan pasokan dikirim ke Penang dan munculnya pelayaran reguler (Laboehan Deli-Penang). Kebutuhan adanya dokter lokal (docter djawa school) semakin mengemuka. Hasil perkebunan mulai terasa, harga tembakau Deli di Belanda sudah mendapat harga yang memuaskan bahkan pada tahun 1869 volume ekspor Deli sudah mencapai 157.000 Ton ke Eropa dan 37.500 Ton di pasar domestik (termasuk Semenanjung). Sementara itu kuli semakin banyak yang didatangkan dari Cina, Siam, Kling dan Java dengan perjanjian kerja. Para planter sudah kembali modal dan untung. Controleur dan Sultan mulai tersenyum. Pemerintah Belanda mendorong perusahaan-perusahaan Belanda khususnya untuk berinvest lebih besar dengan mendatangkan kapital lebih banyak dari Eropa. Melihat apa yang tengah terjadi di Deli, memicu minat Sultan Langkat dan Sultan Serdang agar investor juga datang ke daerah mereka masing-masing. Pada tahun 1869 Pemerintah Belanda mengeluarkan Keputusan Kerajaan Belanda No. 13 bertanggal 16 Desember 1869 bahwa Deli Maatschappij yang didirikan dengan domisili di Amterdam akan bergerak di bidang pertambangan dan pertanian serta reklamasi lahan terletak di Deli yang juga diberikan hak pembangunan prasarana sebagaimana di tempat lain yang dengan keleluasaan itu diwajibkan untuk melakukan pengolahan produk, penjualan produk dan pembangunan kereta api untuk mendukung usaha sendiri maupun kemajuan. Lalu berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda No. 16 bertanggal 14 Januari 1870 statuta Deli Mij disahkan dan mendapat layanan kanal di Hoogeveen Belanda dan diakui sebagai badan hukum. Dalam hal ini Nienhuiys adalah planter pertama di Deli dan Deli Mij adalah perusahaan pertama di Deli berbadan hukum.

Dalam Almanak 1870, Residentie Riouw en onderhoorigheden konfigurasi pemerintahan menjadi terdiri dari beberapa afdeeling: Siak Sri Indrapoera, Lingga, Karimon, Batam, Noord Bintang, Zuid Bintang dan Tandjong Pinang. Afdeeling Siak Sri Indrapoera terdiri dari enam onderafdeeling, yakni: Siak, Deli, Batubara, Asahan, Bengkalis dan Laboean Batoe (Panei dihapuskan lalu dimasukkan ke Laboehan Batu dan Asahan dibentuk. Asisten Residen ditempatkan di Siak, sedangkan di Deli, Batubara, Asahan, Bengkalis dan Laboean Batoe masing-masing tetap dikepalai oleh seorang controleur.


Pada tahun 1870, onderafdeeling Deli dibentuk dengan ibukota di Laboehan. Pada tahun 1874, keberadaan nama kampung Medan Poetri di Deli sudah diketahui melalui koran (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-11-1874). Disebutkan di Medan sebagai tempat orang Eropa/Belanda. Ini mengindikasikan di (onderafdeeling) Deli telah terdapat dua tempat orang Eropa/Belanda: di Laboehan dan di Medan. Laboehan berada di sisi timur muara sungai Deli; Medan berada di hulu sungai Deli (dimana sungai Babura bermuara). Foto: Deli Maatschappij, di Medan (1870)

Semakin banyaknya orang Eropa/Belanda yang tinggal di Medan (Poetri) pada tahun 1875 ditempatkan seorang letnan militer (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1875). Sementara itu, sebagian besar Laboean Deli mengalami banjir, sejak 16 November, sebagian besar pasukan di Labuan Deli dipindahkan ke Medan dan hanya menyisakan satu orang militer (Belanda) dengan anggota sebanyak 30 orang pembantu non Belanda/pribumi (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-03-1875). Apakah tanggal 16 November 1975 penanda akan ada perubahan ibukota Deli dari Labuhan Deli ke Medan?


Bagaimana dengan di Medan? Praktis pada tahun 1875 di Medan dan sekitar sudah terdapat antara 6000-7000 kuli asal Cina (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-05-1875). Sementara itu kuli dari Jawa hanya terdapat di beberapa titik, mereka berasal dari Bagelan. Lalu persoalan lain pun muncul. Ini bermula ketika Mr H, pemilik perkebunan tembakau di Sungai Pertjoet (empat jam jarak dari kota utama, Medan) dengan dua Eropa yang tengah berada di rumahnya, terjadi kerusuhan oleh 70-100 dari kulinya memberontak dan membunuh orang Eropanya dan sejumlah pegawainya dari Melayu. Dengan bantuan militer dibawah komando Letnan Muller dengan satu detasemen yang dikirim, para pemberontak dapat diamankan, efek domino terhadap ribuan kuli-kuli Cina dapat terhindarkan. Foto: Kuli Cina di Deli (1870)

Pada tahun 1876 status onderafdeeling Deli ditingkatkan nmenjadi afdeeling. Status Controleur di Laboehan ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Sementara itu seorang Controleur lalu ditempatkan di Medan. Pada tahun 1876 ini juga terjadi penggantian kepala garnisun Medan dari lentan dua JE van Schaik kepada letnan dua CG Vossen (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-08-1876). Ini semua cepat terjadi karena eskalasi sosial yang semakin meningkat utamanya dari kalangan orang Cina seperti perdagangan opium, perampokan, dan kerusuhan.


Wilayah antara Labuhan dan Medan di afdeeling Deli cepat berkembang, karena jalan poros dari pelabuhan (Laboehan) ke area-area perkebunan di arah hulu (Medan dan sekitarnya). Komunitas Cina sangat cepat berkembang mengimbangi populasi penduduk Melayu. Komunitas Cina ini berbeda dengan para kuli asal Cina. Penduduk komunitas Cina adalah para penduduk yang migrasi secara spontan dari wilayah-wilayah di Semanjung, Singapura dan pantai timur Sumatra (Riauw). Pimpinan tertinggi komunitas Cina di Labuhan adalah Kapten. Sejumlah kuli Cina yang keluar dari perkebunan semakin menambah populasi komunitas Cina di sepanjang jalan poros (Laboehan Deli-Medan). Foto: Kantor dagang di Laboeh (1876)

Sejumlah pimpinan komunitas suku asli yang berbeda mulai mengeluh dan menyampaikan kepada Sultan, tentang kenaikan mengkhawatirkan ketidakamanan di berbagai tempat. Lalu Sultan membicarakannya dengan Controleur. Sejak itu peningkatan jumlah militer semakin kencang sehubungan dengan semakin meluasnya perkebunan dan potensi kerawanan hingga ke Langkat. Pimpinan militer di Medan kemudian ditingkatkan dari letnan menjadi pangkat mayor.


Para militer ini juga mulai melakukan sejumlah pekerjaan sipil seperti pembangunan jembatan, tangsi-tangsi dan garnisun. Semuanya dimaksudkan untuk mempermudah pergerakan militer.  Lambat laun, situasi sosial di afdeeling Deli telah berubah drastis dari suasana feodalistik (yang berpusat di istana Sultan) menjadi kondisi penguasaan dengan perencanaan militer oleh militaire department (di depan) dan memperkuat pemerintahan sipil oleh civiel departement (di belakang). Inilah awal praktek kolonialisasi pemerintahan (penjajahan) yang sesungguhnya di Tanah Deli (dan Langkat) untuk menggantikan kolonisasi swasta yang lebih longgar sebelumnya. Foto: Garnisun militer di Medan (1876)

Ibukota (afdeeling) Deli yang berada di Labuhan Deli, tampaknya terlalu jauh bagi para planter untuk berurusan. Sebab kantor pusat para planter sudah banyak di Medan dan sekitarnya, sedangkan di Labuhan Deli sudah dianggap cabang dan hanya menyisakan kantor-kantor untuk melayani logistik dan perdagangan ke Eropa. Kebutuhan untuk memindahkan ibukota mulai menguat, Labuhan dianggap tidak layak untuk jangka panjang, tetapi lokasi ibukota baru juga belum diketahui dimana: apakah di Medan Poetri atau di tempat lain.


Dalam perkembangannya, afdeeling Deli, afd. Batoebara, afd. Asahan dan afd. Laboehan Batu serta afd Bengkalis dipisahkan dari Residentie Riouw dan kemudian afdeeling-afdeeling tersebut digabungkan menjadi satu residentie dengan nama Residentie Sumatra’s Oostkust dengan ibukota di Bengkalis. Dalam kopnteks inilah kemudian di afd Deli ditempatkan seorang Asisten Residen yang mana membawahi dua controleur di Langkat dan Serdang plus di Medan. Peta Kampung Medan Poetri dan  Deli Maatschappij (1875)

Pada tahun 1877) Medan telah menjadi tempat utama (tanah Delimaatschappij). Perkembangannya sangat pesat, jauh melebihi perkembangan kota Laboehan sendiri, namun tidak terlihat menonjol kehadiran pemerintah. Sebaliknya swasta yang memainkan peran. Controleur, militer dan polisi tidak banyak berbuat seperti di tempat-tempat yang lain. Aparat pemerintah dimana-mana di wilayah afdeeling bertugas dengan pistol di pinggang. Bagaikan kota-kota di wild west. Intrik-intrik di antara planter juga muncul antara perusahaan-perusahaan Belanda dan perusahaan-perusahaan non Belanda. Kebetulan Delimaatschappij adalah perusahaan Belanda yang dalam kedekatannya, perusahaan ini cukup banyak membantu Pemerintah Hindia Belanda.


Aspirasi para planter agar Resident yang berkedudukan di Bengkalis dapat dilakukan relokasi ke Deli. Bahkan planter sudah menyediakan rumah khusus bagi Resident jika berada di Deli dan diharapkan itu akan menjadi rumahnya di Soeka Moelia jika relokasi ke Deli. Sementara penempatan Controleur yang ada sekarang di Medan dapat lebih khusus untuk membidangi masalah kepolisian saja. Namun itu tidak akan mudah karena jika ada relokasi akan membuat ketidaknyamanan antara Resident dengan Sultan Siak yang selama ini dianggap menjadi ‘Tuhan’ bagi  sultan-sultan di Deli, Langkat dan Serdang. Foto: Rumah di Soeka Moelia, bakal rumah Asisten Residen (1876)

Selama tahun 1878 telah terjadi beberapa perubahan di Deli. Pemerintah pusat akan menempatkan seorang notaris independen, pergantian komandan garnisun Medan. Lalu, Controleur pertama Medan, akan berakhir masa tugas yang dijabatnya sejak 1875 dan digantikan oleh Controleur klas-1 EWE Burger. Kemudian, di Medan juga dibangun penjara yang lebih besar dan sebuah kantor post. Ternyata berita-berita sebelumnya telah menandai akan pindahnya kantor Asisten Residen Deli dari Laboehan Deli ke Medan sebagaimana diberitakan Bataviaasch handelsblad, 02-07-1879.


Dengan pindahnya ibukota afd Deli ke Medan, maka permintaan para planter dan Sultan telah ditunaikan sebagian. Alasan utama perpindahan ibukota Deli karena pengembangan perkebunan dan ketidakamanan yang semakin meningkat di perkebunan-perkebunan, Dan itu, berarti pada tahun 1879 ini, Medan memulai babak baru sebagai ibukota afd. Deli. Sementara itu ibukota Residentie Sumatra's Ooskust masih tetap berada di Bengkalis. Seperti kita lihat nanti pada tahun 1884 ibu kota Residentie dari Bengkalis dipindahkan ke Medan; sementara afdeeling Bengkalis dipisahkan dan dimasukkan ke afdeeling Siak (residentie Riouw).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Labuhan Kota Lama dan Medan Kota Baru: Perkembangan Kota Medan Sangat Pesat

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar