*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Kota Semarang termasuk kota tua, tepatnya di Kota Lama Semarang yang sekarang. Secara geomorfologis, Kota Lama Semarang berada di wilayah yang rendah, yang pada masa lampau berada di hilir daerah aliran sungai Semarang. Dari kawasan inilah kota Semarang terus berkembang hingga ke masa kini. Tipologi terbentuknya kota Semarang mirip dengan kota Batavia (kini Jakarta) dan juga kota Surabaja yang akan dibuat tersendiri.
Diawali dari penandatangan perjanjian antara Kerajaan Mataram dan VOC pada 15 Januari 1678. Kala itu Amangkurat II menyerahkan Semarang kepada pihak VOC sebagai pembayaran karena VOC telah berhasil membantu Mataram menumpas pemberontakan Trunojoyo. Setelah Semarang berada di bawah kekuasaan penuh VOC, kota itu pun mulai dibangun. Sebuah benteng bernama Vijfhoek yang digunakan sebagai tempat tinggal warga Belanda dan pusat militer mulai dibangun. Lama kelamaan benteng tidak mencukupi sehingga warga mulai membangun rumah di luar sebelah timur benteng. Tak hanya rumah-rumah warga, gedung pemerintahan dan perkantoran juga didirikan. Pada tahun 1740-1743 terjadilah peristiwa Geger Pacinan, perlawanan terbesar pada kurun waktu kekuasaan VOC di Pulau Jawa. Setelah perlawanan tersebut berakhir dibangunlah fortifikasi mengelilingi kawasan Kota Lama Semarang. Setelahnya karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan kota yang makin pesat, fortifikasi ini dibongkar pada tahun 1824. Untuk mengenang keberadaan banteng yang mengelilingi kota lama, maka jalan-jalan yang ada diberi nama seperti Noorderwalstaat (Jalan Tembok Utara-Sekarang Jalan Merak), Oosterwalstraat (Jalan Tembok Timur – Sekarang Jalan Cendrawasih), Zuiderwalstraat (Jalan Tembok Selatan-Sekarang Jalan Kepodang) dan juga Westerwaalstraat (Jalan Tembok Barat-Sekarang Jalan Mpu Tantular). (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah tata kota Semarang di sungai Semarang? Seperti disebut di atas, kota Semarang yang sekarang termasuk kota tua, suatu kota dimana kini Kota Lama Semarang yang berkembang setejak era VOC/Belanda. Lalu bagaimana sejarah tata kota Semarang di sungai Semarang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota Semarang di Sungai Semarang; Kota Lama Semarang Sejak Era VOC/Belanda
Tunggu deskripsi Hingga era Portugis, nama Semarang belum terinformasikan. Yang ada adalah Cheribon, Tagal, Pekalongan, Demak dan Japara. Dalam ekspedisi pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman (1595-1597) hanya menyebut nama Japara. Bagaimana dengan nama Demak? Secara spesifik nama Senarang diidentifikasi pada Peta 1695.
VOC/Belanda telah membuka pos perdagangan di Demak dan Tegal. Untuk memasuki wilayah pedalaman yang berpusat di Mataram VOC memulai ekspedisi yang dimulai dari benteng Missier, tiga jam perjalanan dari Tegal (melalui sungai Tagal). Ekspedisi ini dipimpin oleh Jacob Couper. Wilayah pedalaman ini berhasil ditaklukkan pada tanggal 16 Desember 1681. Lalu benteng Missier dibangun. Tugas eskpedisi adalah untuk memetakan ruang wilayah dari berbagai aspek seperti penduduk dan pemimpin lokal, resources, dan sebagainya. Pada tahun 1695 dari benteng Missier dilakukan ekspedisi ke wilayah Mataram. Dari peta ekspedisi rute yang dilalui dari Missier ke Semarang, Jepara dan Cartosoera. Kemudian memutar ke selatan dan seterusnya ke Mataram lalu ke barat ke Banjoemas dan kemudian ke utara hingga ke benteng Missier kembali. Salah satu hasil ekspedisi ini adalah penyerahan Semarang ke pihak VOC pada tahun 1705. Ini sehubungan dengan ekspedisi ke Cartosoera tanggal 24 Oktober 1705 dibawah pimpinan Herman de Wilde yang mengikuti rute Semarang, Oengaran, Toentang, Salatiga, Cartosoera. Pada rute ini kemudian sejumlah benteng dibangun. Sejak penyerahan ini Semarang menjadi pusat koloni baru dari Missier ke Semarang dengan membangun benteng Semarang di sungai Semarang yang selesai tahun 1708. Peta Semarang 1695
Pos pertahanan VOC/Belanda kemudian dipindahkan dari Demak ke Semarang. Di Semarang sendiri sudah ada bupati (wilayah Mataram). Dengan dibangunnya benteng Semarang yang selesai tahun 1708 dianggap penting sebagai permulaan untuk menavigasi sejarah tata kota Semarang.
Sejak adanya perjanjian awal VOC dan pemimpin Jawa 1695, Semarang diserahkan kepada VOC, para pemimpin VOC di Batavia langsung merencanakan sebuah kota yang berbasis di benteng yang akan dibangun di sisi timur sungai Semarang. Pembangunan benteng Semarang sendiri memiliki kesamaan (mirip) dengan pembangunan benteng Batavia. Kedua benteng (Batavia dan Semarang) sama-sama mengambil lokasi di muara sungai dekat laut yang berada di sisi timur sungai. Tampaknya desain konstruksi benteng Semarang yang dibuat tahun 1698 merujuk pada desain benteng Batavia 1619. Peta Semarang 1719
Peta tertua Semarang adalah peta tahun 1719. Dalam pet aini rumah Bupati yang juga sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahan disebut Kraton. Rumah Bupati Semarang menurut Peta VOC 1719 berada di arah hulu sisi barat sungai Semarang. Pada peta ini disebut Dalam yang diduga adalah rumah Bupati atau Kraton. Lokai Dalam ini letaknya tidak jauh dari Rumah Ibadah (Javaasch Tempel). Lokasi dimana disebut Dalam terdapat empat situs. Pada persil pertama terdapat tiga situs yang diduga bagian dari Rumah Bupati dan pada persil kedua hanya terdapat satu situs yang diduga sebagai pusat pemerintahan (kantor). Di lahan perkarangan Bupati terdapat kebun kopi. Sebuah kebun kopi yang diduga telah diintroduksi oleh VOC. Kebun kopi ini diduga kebun kopi pertama di Semarang. Sementara itu di seberang sungai Semarang diidentifikasi Sinood Quartiar.
Seperti kita lihat nanti pada Peta 1741 lokasi Javaasch Tempel diidentifikasi sebagai Masigit (Masjid Kaoeman?) dan lokasi Sinood Quartiar diidentifikasi sebagai Chineese Klenteng (Klenteng Sam Poo Kong?). Peta Semarang 1741
Area sebelah barat sungai Semarang yang berpusat pada Dalam dan Masigit adalah desa penduduk asli (pribumi) Jawa, sementara di hilir desa Jawa terdapat kampement (perkampungan) orang-orang Melayu, Moor dan Arab. Sedangkan area sebelah timur (berseberangan) sungai Semarang yang berpusat pada Klenteng Tionghoa adalah perkampungan warga pendatang (migran) Cina. Secara epistemologis, komunitas pertama di Semarang (sepanjang DAS Semarang) adalah Desa Jawa, kemudian disusul perkampungan Melayu/Arab dan disusul kemudian perkampungan Tionghoa. Eksistensi ketiga komunitas ini menjadi dasar munculnya koloni VOC/Belanda sejak 1708 yang berpusat di benteng (casteel) yang lokasinya mengambil posisi di hilir perkampungan Tionghoa. Sejak kehadiran VOC/Belanda di DAS Semarang, kerjasama VOC dengan Bupati, kopi mulai diintroduksi
Selanjutnya perkembangan kota meluas di luar benteng. Dalam peta kota
Semarang tahun 1741, area Eropa berada di belakang benteng yang mengikuti ke
arah hulu di sisi timur sungai Semarang. Jika titik pandang dari pantai, area
Eropa berada di timur benteng (lihat Peta Kota Semarang 1741). Pada tahun 1741, benteng Semarang yang selesai
dibangun 1708 tetap dipertahankan fungsinya. Area Eropa tampak telah memiliki
jalan yang menghubungkan satu persil dengan persil lahan pemukiman yang lain.
Area Eropa ini telah tersambung (menyatu) dengan area (kampemen) orang-orang
Tionghoa. Area perkampungan orang-orang Tionghoa juga berada di sisi timur
sungai Semarang. Perkampungan orang Melayu
berada di seberang benteng Semarang, berada pada sisi barat sungai Semarang
agak ke hilir (lebih dekat ke laut jika dibandingkan dengan posisi benteng).
Perkampungan penduduk asli (pribumi Jawa) berada jauh ke arah hulu di sisi barat
sungai Semarang. Posisi perkampungan penduduk pribumi (Jawa) berseberangan
dengan perkampungan Tionghoa. Salah satu penanda (navigasi) pertakampungan
Tionghoa adalah klenteng yang persis berada dekat sisi timur sungai Semarang.
Jika diyakini bahwa klenteng Tionghoa (Sam Poo Kong) sudah eksis sejak era
Cheng Ho maka kemungkinan hanya ada dua area pemukiman: perkampungan sebelah
sisi timur sungai Semarang (area Tionghoa) dan perkampungan sebelah sisi barat
sungai Semarang (area pribumi Jawa). Perkampungan pribumi Jawa ini berpusat di
sebuah bangunan masjid. Ini mengindikasikan bahwa dua perkampungan awal ini
berada jauh dari pantai. Pada
saat permulaan koloni Belanda/VOC tahun 1708, benteng yang dibangun berada di
dekat muara tidak jauh dari laut. Area antara benteng dan perkampungan Tionghoa
ini kemudian berkembang sebagai area Eropa. Area perkampungan Melayu yang lebih
dekat ke laut di sisi barat sungai Semarang diduga sudah terbentuk sebelum
koloni VOC muncul (sebelum pembangunan benteng). Di dalam lokasi yang sama
dengan orang Melayu terdapat orang-orang Arab. Perkampungan orang pribumi Jawa
dan perkampungan Melayu/Arab sama-sama berada di sisi barat sungai Semarang.
Dengan demikian, perkampungan orang Eropa/Belanda muncul belakangan. Selain itu
terdapat di beberapa titik suatu populasi. Pertama adalah para pekerja (kuli)
yang diduga didatangkan dari daerah lain. Kedua, para serdadu pribumi yang
membantu militer VOC/Belanda. Para pekerja dan serdadu pribumi ini berada di
belakang area Eropa/Belanda dan perkampungan Tionghoa. Beberapa pos juga
terdapat di sisi timur sungai Semarang, seakan pos pemisah antara area
Eropa/Belanda dan perkampungan Tionghoa dengan perkampungan orang pribumi Jawa
dan perkampungan Melayu/Arab. Ketiga adalah militer berbangsa Eropa/Belanda
yang menjadi komandan bagi serdadu pribumi ditempatkan di benteng (yang
berfungsi sebagai garnisun militer).
Gambaran Kota Semarang yang dideskripsikan di atas merupakan gambaran Kota Semarang sebelum terjadinya pemberontakan Cina pada tahun 1741. Dalam peta Kota Semarang 1741, lokasi klenteng Tionghoa berada di sisi timur sungai Semarang di perkampungan Tionghoa.
Pada masa kini, jika klenteng Sam Poo Kong sebagai klenteng pertama di Semarang, mengapa letaknya berada di sisi barat sungai Semarag. Padahal dalam peta masa lampau (Peta Semarang 1741) hanya satu lokasi yang diidentifikasi sebagai klenteng, yakni klenteng yang berada di sisi timur sungai Semarang (yang kini menjadi bagian Kota Lama Semarang). Sketsa kota Semaran 1775
Pada bulan Juni hingga November 1741 terjadi kolaborasi Cina dan Jawa untuk melawan VOC/Belanda. Pemberontakan ini akhirnya dapat diatasi oleh militer VOC/Belanda. Dalam perkembangan lebih lanjut, pada bulan November 1743, Soesoehoenan Pakoebewono menandatangani sebuah perjanjian damai dengan VOC yang mana semua wilayah pantai utara Jawa diserahkan kepada VOC. Sejak itu, tata kota (Semarang) dilakukan perombakan. Kamp Cina dibongkar dan dijadikan lapangan luas (Lukisan Rach, Johannes, 1775-1780). Sebagai penggantinya perkampungan Tionghoa direlokasi ke tepi barat sungai Semarang di selatan kota. Di lokasi inilah kini terdapat klenteng Sam Poo Kong. Lapangan luas ini dalam perkembangannya menjadi area Eropa/Belanda yang baru yang kini disebut Kota Lama Semarang
Apakah telah terjadi kekeliruan dalam menulis dan menafsirkan sejarah? Boleh jadi. Namun demikian, masih perlu pembuktian lebih lanjut. Sebagai navigasi: Kota Semarang sejak era VOC telah mengalami beberapa perubahan tata kota. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa area Tionghoa dari sisi timur telah direlokasi ke sisi barat sungai Semarang. Pemukiman orang Melayu/Arab (Moor) yang berada di hilir di sisi barat sungai dipindahkan ke hulu di sisi timur sungai Semarang (lihat peta 1787).
Sementara itu, area Eropa/Belanda diperluas. Benteng Semarang yang lama diperluas. Pemukiman (area) orang Eropa/Belanda menjadi bagian dari benteng Semarang (Stad). Dua bastion menggunakan nama bastion dari benteng yang lama yakni Zee(land) dan Amsterdam. Bastion yang lain diberi nama Smits, Ceylon, de herderler, de lier (sisi sungai) dan de Tawang. Area inilah yang kini dikenal sebagai area Kota Lama Semarang. Peta Kota Semarang 1787: A. Eropa, X. Moor, Y. China.
Dalam perkembangan lebih lanjut, pada tahun 1824 benteng Semarang (yang diperluas) dibongkar. Area orang Eropa/Belanda dibangun di sisi barat sungai Semarang. Lalu pada sisi barat kota dibangun banjir kanal. Dalam Peta 1815 belum terdeteksi kanal. Di area yang baru ini kemudian juga dibangun semacam benteng baru untuk fungsi pertahanan yang disebut Fort Prins van Orange. Area baru Eropa/Belanda ini seakan dikelilingi barier sungai/kanal. Peta Semarang, 1815
Seperti halnya sejarah tata kota Batavia, sejarah tata kota Semarang juga didukung data (peta dan narasi) yang cukup. Dalam hal ini kota Semarang telah berkembang sejak 1708 (benteng pertama). Kota Semarang lambat laun kemudian semakin meluas dengan membangun benteng baru yang menjadi ibukota/stad (benteng kedua). Dua benteng ini berada di sisi timur sungai Semarang.
Dalam era Perang Jawa (Pangeran Diponegoro) benteng lama dibongkar dan dibangun benteng yang lebih modern yang disebut benteng Fort Prins van Orange yang lokasinya berada di sebelah barat sungai Semarang (benteng ketiga). Dari tiga benteng ini, hanya benteng kedua yang menarik perhatian, karena benteng kedua ini merupakan area dari Kota Lama yang sekarang. Peta Semarang 1880).
Bagaimana perkembangan kota Semarang selanjutnya tentu saja lebih menarik, lebih-lebih kota Semarang termasuk salah satu yang diberlakukan desentralisasi (sejak 1906). Dengan mulainya bekerja dewan kota (gemeenteraad) penataan kota Semarang akan lebih dinungkinkan memperbaiki tata kota yang alami (bersifat alami) dan lebih efektif lagi dalam penataan kota Semarang ke masa depan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kota Lama Semarang Sejak Era VOC/Belanda: Benteng Sebagai Navigasi Penelusuran Sejarah Kota
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar