Sabtu, 27 September 2025

Sejarah Diaspora (17): Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Ziarah ke Makam Kakek-Nenek di Belanda; Sigar dan Maengkom


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini

Presiden Prabowo menyempatkan diri untuk berziarah ke makam kakek dan nenek dari pihak ibunya, yakni Ph. FL Sigar dan CE Maengkom. Kakek dan neneknya dimakamkan di sana pada tahun 1946. Ziarah tersebut dilakukan di pemakaman umum Oud Eik en Duinen di Den Haag, Belanda. Prabowo membagikan momen ziarah ini melalui akun Instagram pribadinya pada Sabtu ini, 27 September 2025. Kunjungan ke Belanda ini merupakan bagian dari lawatan resmi kenegaraan, di mana Presiden Prabowo juga bertemu dengan Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima.


Soemitro Djojohadikusumo menikah dengan Dora Marie Sigar, yang saat itu merupakan mahasiswa keperawatan di Utrecht, ketika keduanya belajar di Belanda. Mereka menikah pada 7 Januari 1946 di Jerman. Anak pertama mereka, Biantiningsih Miderawati, menjadi sarjana pendidikan dari Universitas Harvard. Anak kedua, Mariani Ekowati, menjadi ahli mikrobiologi. Anak ketiga, Prabowo Subianto merupakan Presiden Indonesia ke-8. Dora Marie Sigar lahir di Langoan, Minahasa 21 September 1921, putri Philip F. L. Sigar dan Cornelie E. Maengkom. Soemitro Djojohadikusumo lahir 27 Mei 1917 di Gombong, Kedoe, putra dari Margono Djojohadikusumo (makam di Banyumas) dan Siti Katoemi Wirodihardjo (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, ziarah ke makam kakek-Nenek di Belanda? Seperti disebut di atas, kakek dan nenek dari pihak ibunya, yakni Ph. FL Sigar dan CE Maengkom, keduanya meninggal di Belanda tahun 1946. Lalu bagaimana sejarah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, ziarah ke makam kakek-Nenek di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah ahli sejarah, melainkan hanya sekadar ahli ekonomi untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Ziarah ke Makam Kakek-Nenek di Belanda; Marga Sigar dan Maengkom

Dora Marie Sigar berangkat studi ke Belanda karena sudah ada saudara-saudaranya yang sekolah di Belanda. Nona Th AA Sigar (sekolah gizi), nona CHJ Sigar (sekolah apoteker) dan Ph J Sigar (mahasiswa hukum). Pada tahun 1939, selama libur sekolah Dora Marie Sigar pulang kampong di Batavia Centrum (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-10-1939). Setelah cukup lama di tanah air, Dora Marie Sigar kembali ke Belanda untuk melanjutkan studinya. Tentu saja bergabung kembali dengan Perhimpoenan Indonesia. 


Het volksdagblad: dagblad voor Nederland, 16-01-1940: ‘Baru-baru ini, atas prakarsa Perhimpoenan Indonesia (Indonesische vereeniging), sebuah pertemuan diadakan di Leiden dengan topik: "Situasi Internasional" dan "Kongres Rakyat Indonesia." Pertemuan tersebut diketuai oleh Mohamad Ildrem Siregar, sekretaris Perhimpoenan Indonesia. Beliau menyatakan bahwa ketika membahas situasi internasional, saat ini kita harus membahas perang di Eropa. Pembicara pertama, Moewalladi, menyatakan bahwa hakikat perang di Eropa, pada kenyataannya, tidak terlalu mirip dengan slogan-slogan yang menyerukan rakyat untuk berperang. Jika memang perang untuk demokrasi, maka hak-hak demokrasi harus diperluas di negara sendiri. Dalam praktiknya, yang terjadi justru sebaliknya. Jika perang untuk kebebasan, maka kebebasan harus diberikan pertama-tama dan terutama kepada bangsa-bangsa kolonial. Namun, bangsa-bangsa ini tidak diberikan kebebasan; sebaliknya... di negara-negara tersebut, hak-hak asasi manusia masih dibatasi’. Catatan: Ketua Perhimpoenan Indonesia adalah Parlindoengan Lubis. Mohamad Ildrem Siregar dan Parlindoengan Lubis sama-sama mahasiswa kedokteran di Amsterdam. Catatan: Ketua Perhimpoenan Indonesia adalah Parlindoengan Lubis. Mohamad Ildrem Siregar sudah selesai studi dan Parlindoengan Lubis mahasiswa menyelesaikan studi kedokteran di Amsterdam. M Ildrem lulus AMS Medan tahun1931 (lihat Deli courant, 07-05-1931). Dalam daftar lulus ini juga ada nama TM Hasan dan TM Thahir. Mereka bertiga berangkat ke Belanda dengan kapal ms Marmix van St. Aldegonde yang berangkat dari Batavia tanggal 2 September dengan tujuan akhir Amsterdam (lihat Deli courant, 03-09-1931). Dalam manifes kapal juga terdapat nama Hartog. M Ildrem lulus kandidat dokter di Leiden beralamat di Den Haag (lihat Bredasche courant, 11-10-1934). M Ildrem lulus ujian dokter pertama di Leiden dengan alamat di Den Haag (lihat De Maasbode, 17-12-1938). Parlindoengan Lubis lulus AMS di Weltevreden dan kemudian berangkat ke Belanda dengan kapal ss Trier (dari Singapura) dengan tujuan akhir Rotterdam tanggal 8 Agustus 1932 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-08-1932).


Sebagaimana diketahui, pada bulan Mei 1940 pasukan militer Jerman menduduki seluruh wilayah Belanda. Meski demikian, dalam siatuasi ‘menegangkan’ aktivitas sosial ekonomi termasuk kegiatan pendidikan tetap berjalan. Dora Marie Sigar berhasil menyelesaikan studinya (lihat Algemeen Handelsblad, 02-07-1940). Disebutkan lulus ujian akhir di sekolah Handelschool di Amsterdam antara lain DM Sigar.


Di Amsterdam ada dua sekolah menengah perdagangan (handelschool), yakni sekolah pemerintah (Openbare Handelschool) dan sekolah swasta (Christelijke Handels HBS). Dora Marie Sigar lulus di Christelijke Handels HBS. Siswa yang diterima di sekolah ini adalah lulus MULO atau lulusan HBS 3 tahun. Lama studi dua tahun. Openbare Handelschool Amsterdam adalah sekolah yang sudah berusia tua, sekolah perdagangan pertama di Belanda (3 tahun dan 5 tahun). Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pernah beberapa tahun sebagai pengajar di sekolah ini dalam pelajaran bahasa Melayu (lihat Nieuwe Haarlemsche courant, 25-08-1910). Soetan Casajangan adalah pendiri Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) tahun 1908. Di Batavia juga sudah ada yang menyelenggarakan sekolah handelschool 2 tahun yakni di Prins Hentrik School (PHS). Orang pribumi yang pernah lulus di PHS adalah Mohamad Hatta (1921, kelak menjadi Wakil Presiden RI); Abdoel Hakim Harahap (1927, kelak menjadi Wakil Perdana Menteri RI) dan Soemitro Djojohadikoesoemo (1935, kelak menjadi Menteri RI). Catatan: Foto: Margono Djojohadikoesoemo (lihat De locomotief, 13-01-1936).

Setelah lulus sekolah Handelschool di Amsterdam, apakah Dora Marie Sigar segera kembali pulang kampong? Yang jelas sejumlah mahasiswa juga dapat menyelesaikan studinya. Soemitro Djojohadikoesoemo lulus ujian sarjana (Drs) di bidang ekonomi (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 11-07-1940). Tidak berapa lama, Parlindoengan Lubis lulus ujian dan meraih gelar dokter di Amsterdam (lihat De standard, 26-10-1940).


Saat ini di Belanda dalam situasi sedikit gamang karena Jerman menduduki Belanda sejak Mei 1940. Pengurus Perhimpoenan Indonesia (PI) saat itu (periode 1936-1940) adalah Parlindoengan Lubis (ketua); Sidhartawan (sekretaris); dan Mohamad Ildrem Siregar (bendahara). Salah satu bagian dari PI adalah organisasi pencinta seni dan budaya Indonesia yang diberi nama Roekoen Peladjar Indonesia (ROEPI). Dalam kepengurusan terdiri dari ketua Hertog dan Wakil Ketua Daliloedin Lubis. Organ ROEPI adalah majalah Soeara Roepi dengan ketua Redaksi Maroeto dan para anggota Soemitro dan T Tobing (lihat Zaans volksblad: sociaal-democratisch dagblad, 07-02-1939). Parlindoengan Lubis adalah abang dari Daliloedin Lubis. Catatan: ROEPI adalah organisasi pelajar dan mahasiswa; Perhimpoenan Indonesia (PI) organisasi orang Indonesia termasuk pelajara, mahasiswa, alumni dan yang lainnya. Foto: Pengurus Perhimpoenan Indenesia Sidhartawan/sekretaris; Parlindoengan Lubis/ketua; Mohamad Ildrem Siregar/bendahara (1938)

Lalu setelah lulus sarjana, apakah Soemitro Djojohadikoesoemo dan Parlindoengan Lubis pulang kampong? Tidak. Mengapa? Pemerintah pendudukan militer Jerman di Belanda, telah menutup semua akses (lalu lintas) antara Indonesia dan Belanda. Putra pertama M Ildrem lahir yang diberi nama Abdoel Kadri (lihat Leidsch dagblad, 19-11-1941). Seperti kita lihat nanti, pemerintah pendudukan militer Jerman menangkap para pengurus inti Perhimpoenan Indonesia dan kemudian dikirim ke kamp konsentrasi NAZI. Mohamad Ildrem Siregar dibebaskan. Parlindoengan Lubis masih bisa bertahan tetapi Sidhartawan meninggal di kamp. Dr Parlindoengan Lubis akhirnya berhasil melarikan diri dari kamp.

 

Soemitro Djojohadikoesoemo melanjutkan studi ke tingkat doktoral dan akhirnya dapat meraih gelar doktor (PhD) tahun 1943 di bidang ekonomi dengan desertasi berjudul ‘Het volkscredietwezcn in de depressie’ (Maandschrift van het Centraal Bureau voor de Statistiek = Revue mensuelle du Bureau Central de Statistique du Royaume des Pays-Bas, 31-10-1943).

Kepemimpinan Perhimpoenan Indonesia tetap eksis, meski tanpa ketua tetapi FKN Harahap dan kawan-kawan tetap meneruskan perjuangan dengan menerbitkan majalah yang pro kemerdekaan Indonesia. FKN Harahap (pecatur tangguh yang pernah mengalahkan juara catur Belanda) menggaungkan kembali semangat Indonesia dengan Indonesia Raya. Ini dapat dibaca pada edisi De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 15-05-1945.


“Pada musim semi tahun 1944…kami tetap berjuang...kegamangan dalam menyelesaikan studi...kami terus melawan Jepang... muncul utusan dari Kedutaan Besar Jepang di Berlin untuk memberikan umpan, mahasiswa Indonesia membuang umpan tersebut. Itu adalah siasat untuk menangkap Mahasiswa Indonesia dengan jaring mereka... tiga tahun bagi orang Indonesia dari semua kehilangan hubungan dengan keluarga mereka!... Untuk itu jangan lupa dan harus sadar seberapa jauh studi Anda sudah berkembang. Apakah Anda semua terburu-buru untuk ujian, atau mungkin ujian terakhir Anda?... FKN Harahap’. Catatan: "Indonesia", majalah Perhimpoenan Indonesia pada tahun 1937 dengan redaktur Parlindoengan Lubis (kelahiran Padang Sidempoean dan Sidartawan, kelahiran Bangkalan). Pada bulan Mei 1941 adalah edisi terakhir (pendudukan militer Jerman sejak Mei 1940) dengan para redaktur Parlindoengan Lubis dan Sidhartawan dan administrasi Mohamad Ildrem Siregar (kelahiran Padang Sidempoean). Penyitaan dokumen majalah Indonesia inilah yang kemudian pengurus inti Perhimpoenan Indonesia (Parlindoengan Lubis, ketua, Sidhartawan, sekretaris dan Mohamad Ildrem Siregar, bendahara) ditangkap lalu dijebloskan ke kamp NAZI. Pada tahun 1943 majalah Indonesia diterbitkan kembali secara terbatas dan setelah Belanda dibebaskan dari militer Jerman oleh Sekutu pada bulan Mei 1945, jangkauan majalah semakin luas yang mana para redaktur adalah: Drs Maroeto Daroesman (kelahiran Poerworedjo?); Drs AI Mochtar (kelahiran Padang Sidempoean); FKN Harahap (kelahiran Depok).

Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat pada akhirnya berhasil membebaskan wilayah Belanda dari pendudukan Jerman. Pasukan Jerman di Belanda menyerah kepada Sekutu pada tanggal 5 Mei 1945. Dalam konteks inilah kemudian orang-orang Indonesia di Belanda mendapat kesempatan untuk menyuarakan perjuangan kemerdekaan Indonesia.


Pada tanggal 9 Mei 1945 di Amsterdam diadakan demonstrasi besar dengan mengatasnamakan Perhimpoenan Indonesia untuk menuntut kemerdekaan Indonesia yang berkumpul di lapangan Istana Kerajaan. Bendera Merah Putih menjulang diantara demonstrasi (lihat De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 26-05-1945). Disebutkan lebih lanjut banyak orang Amsterdam yang mendukung demo ini dengan simpati. Beberapa orang Amsterdam juga ikut naik panggung untuk berbicara untuk mendukung kemerdekaan Indonesia termasuk Wali Kota Amsterdam. FKN Harahap telah berpidato, yang mewakili atas nama Perhimpoenan Indonesia untuk mengatakan beberapa kata. mengucapkan terima kasih kepada orang-orang Belanda untuk semua dukungan dan simpati ini, yang mana orang Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus memperjuangkan kemerdekaan.

FKN Harahap dalam fase ini telah menjadi pimpinan warga Indonesia di Belanda. Lalu rapat umum dilakukan oleh kepanitiaan yang dibentuk orang-orang Indonesia (Perhimpoenan Indonesia) yang disebut Verbond van Indonesische Burger (VIB) diadakan di Foyer van de Stadsgehoorzaal te Leiden pada hari Jumat 13 Juli (lihat De kroniek, 11-07-1945).


Dalam rapat massa ini panitia menghadirkan dua pembicara utama. Dua pembicara tersebut adalah R. Poeradiredja dengan judul ‘Indonesie! Beheer of Bevrijding?’ dan RM Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dengan judul ‘Sociaal-economische problemen rondom Indonesie’. Dua tema ini menjadi sangat penting: Pertama, soal pembebasan (kemerdekaan) yang disampaikan oleh R Poeradiredja. Kedua, soal masalah social dan ekonomi yang terus memburuk di Indonesia. Enam hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Djakarta, di Amsterdam di tengah-tengah orang Belanda FKN Harahap melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Isi proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut di Belanda itu dimuat pada surat kabar Het parool, 11-08-1945. FKN Harahap adalah pemimpin Perhimpunan Indonesia di Belanda.

Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat juga berhasil menaklukkan Jepang di Asia/Pasifik. Kaisar Hirohito pada tanggal 14 Agustus 1945 menyatakan takluk. Pengumuman itu disiarkan secara internasional melalui jaringan radio (yang juga dapat didengar di pelabuhan Tandjoeng Priok). Sebagaimana diketahui, pada tanggal 17 Agustus 1945 (bangsa) Indonesia menyatakan kemerdekaan di Djakarta. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan masuknya Sekuru/Inggris ke Indonesia (September) dalam rangka pelucutan dan evakuasi militer Jepang dan pembebasan interniran Eropa/Belanda, mulai menguat Gerakan Belanda untuk memasuki Indonesia.


Keesings historisch archief: “Komite Penasihat Sosiologi untuk Konferensi Nasional--30 November--Menteri Wilayah Seberang Laut telah membentuk komite penasihat sosiologi untuk persiapan Konferensi Nasional. Menurut ANP, pembentukan komite ini bertujuan untuk mencegah orang terjebak dalam rumus-rumus yang semata-mata berdasarkan ideologi dan abstraksi hukum, dan dari kurangnya pertimbangan realitas sosial. Komite tersebut akan mengumpulkan bahan studi, yang akan diproses secara statistik oleh Statistik Belanda (BPS). Komite tersebut tidak akan melakukan survei; namun, sebuah laporan diharapkan akan diterbitkan. Komite tersebut diketuai oleh Bapak Van Helsdingen; anggotanya adalah Prof Tinbergen, Dr Kuin, Fred Oudschans Dentz, dan Dr Soemitro Djojohadi Koesoemo”.

Dalam mengantisipasi Gerakan Belanda tersebut, Perhimpoenan Indonesia di Belanda mengeluarkan sebuah manifesto di Belanda yang kemudian diumumkan yang mana meminta agar orang Belanda untuk menahan diri untuk berperang (dengan orang Indonesia) dan memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mandiri. Penandatangan manifesto ini termasuk didalamnya FKN Harahap (lihat De waarheid, 03-01-1946).


Situasi dan keamanan yang semakin tidak menentu di Djakarta, akhirnya diputuskan para pemimpin Indonesia harus hijrah ke Jogjakarta. Presiden, Wakil Presiden dan sejumlah menteri berangkat ke Jogjakarta dengan menggunakan kereta api dari stasion Manggarai tanggal 4 Januari 1946. Perdana Menteri Soetan Sjahrir masih berkantor di Djakarta.  Pindahnya ibukota RI ke Djogjakarta, paling tidak kehadiran tiga pertama pemimpin RI (Soekarno, Hatta dan Amir) sebagaimana dilaporkan Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 07-01-1946 merupakan amanat KNIP

Sebagaimana dikutip di atas, bahwa Dr Soemitro Djojohadikusumo menikah dengan Dora Marie Sigar pada tanggal 7 Januari 1946 di Jerman. Lalu apakah orang tua masing-masing hadir dalam pernikahan tersebut? Yang jelas beberapa hari kemudian pada tanggal 24 Januari Drs Maroeto Daroesman menikah dengan Mimi Soetiasmi Soejono di Amsterdam (lihat Het Parool, 02-02-1946). Sebelumnya juga telah terinformasikan bahwa FKN Harahap telah menikah dengan Mr T Soedjanadiwirja tanggal 9 Agustus 1945 (lihat Trouw, 03-08-1945). T Soejanadiwirja sendiri lulus ujian sarjana hukum di Leiden pada bulan Mei 1941 (lihat  Algemeen Handelsblad, 29-05-1941).


Sementara itu dalam menanggapi perkembangan situasi dan kondisi Indonesia yang semakin panas, sehubungan dengan sidang PBB, didatangkan delegasi Belanda dan delegasi Indonesia. Delegasi Indonesia ke sidang PBB diwakili oleh Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Mr Zain (lihat Amigoe di Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden, 22-01-1946). Sementara itu di Indonesia, pada pertemuan badan ekonomi pusat (centrale economische organisatie) yang diadakan diadakan di Jogjakarta mengumumkan pendirian Poesat Bank Indonesia (PBI) yang mana Dr. Karim sebagai direktur (Leeuwarder koerier, 02-03-1946). Disebutkan pendirian PBI sebagai bank sentral Indonesia ini sangat didukung oleh pemerintah Republik. Catatan: Z Zain di Leiden lulus ujian akhir examen Indische recht di Leiden (lihat Algemeen Handelsblad, 16-03-1940).

Dalam sidang PBB di London, Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Mr Zain menyangkal usulan Belanda (lihat Het Parool, 18-03-1946). Tidak lama kemudian, diberitakan keduanya akan berangkat ke Indonesia (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 28-03-1946). Sudah barang tentu Dr Soemitro Djojohadikoesoemo akan menjemput istrinya Dora Marie Sigar di Belanda.

 

Sementara itu di Indonesia, dengan semakin intensnya perlawanan orang Indonesia terhadap kehadiran Belanda di Indonesia, pada bulan Mei 1946 Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (yang dibantu oleh Zoelkifli Lubis dan Soeltan Djogja) membentuk panita organisasi tentara yang diketuai oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo. Hasil kerja panitia diumumkan pada tanggal 17 Mei 1946 yang terdiri dari struktur pertahanan (yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap) dan struktur kemiliteran dengan pembagian sejumlah divisi. Dalam pengumuman ini juga Kolonel Soedirman dipromosikan menjadi panglima tertinggi dengan pangkat Jenderal, sementara personil militer disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi (lihat Nieuwe courant, 29-05-1946).

Seperti dikutip di atas, CE Maengkom ibu dari Dora Marie Sigar meninggal dunia tanggal 7 Juli 1946 di Vooburg, Belanda. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan istrinya Dora Marie Sigar sudah berada di Indonesia. Duka mereka semakin dalam, karena sebagai Republiken sulit mendapatkan visa dari Pemerintah (kerajaan) Belanda. Tentu saja masih banyak orang Indonesia di Belanda yang dapat menghadiri pemakaman. FKN Harahap dan Mr T Soedjanadiwirja (teman Somitro dan Dora Marie) masih berada di Belanda. FKN Harahap terinformasikan pada bulan Juli 1946 ini lulus ujian akhir dan meraih gelar sarjana di Vrijs Universiteit (Universitas Merdeka) Belanda (lihat Friesch dagblad, 10-07-1946).


Dr Soemitro Djojohadikoesoemo yang sudah di tanah air, bergabung dengan kabinet Soetan Sjahrir. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo menjadi penasehat ekonomi cabinet. Dua tokoh utama dalam cabinet ini adalah Soetan Sjahrir sebafgai Perdana Menteri merangkap Menteri Lur Negeri dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai Menteri Pertahanan. Namun tidak terduga ada sabotage di Soerakarta (lihat Algemeen Handelsblad, 01-07-1946). Dalam sabotage ini, Sjahrir, Darmawan, Soemitro dan (Mayor) Soedibio plus Soedarsono dan lainnya diculik satu kelompok tertentu dari TRI dan kemudian ditahan di penjara. Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin Harahap bergegas dari Djogjakarta (ibu kota RI) untuk mermbebaskannya. Dan berhasil dibebaskan dalam kondisi selamat dan kemudian dibawa ke Djogjakarta. Penculikan dialamatkan kepada kelompok pendukung Tan Malaka (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 01-07-1946). Berita lain dalam edisi ini diberitakan pengumuman di media bahwa Dr. HJ van Mook, atas permintaannya sendiri, sebagai Letnan Gubernur Jenderal akan mengundurkan diri.

Dengan mengundurkan dirinya Dr HJ van Mook adalah suatu titik balik antara hubungan antara (kerajaan) Belanda dengan (Republik) Indonesia. Mengapa? Dr HJ van Mook sejatinya adalah setengah orang Indonesia. Dr HJ van Mook lahir di Semarang (sebagai orang Indo). Dr HJ van Mook sebagai Letnan Gubernur Jenderal (Hindia Belanda) diangkat semasa Kabinet Gerbrandy (cabinet di pengasingan di London) pada bulan Februari 1945. Dr HJ van Mook masih tetap dipertahankan pada cabinet Schermerhorn–Drees. Namun dalam pemilihan umum 1946 partai dari Schermerhorn dan Drees kalah. Dalam konteks inilah Dr HJ van Mook mengundurkan diri. Perdana Menteri yang baru adalah Louis Beel (dilantik pada tanggal 3 Juli 1946). Dr HJ van Mook tampaknya telah melihat apa yang tengah terjadi di Indonesia tidak sesuai pandangannya (lagi). Rekan-rekannya orang Indonesia, termasuk Dr Soemitro Djojohadikoesoemo semakin menjauh (boleh jadi karena dua saudaranya telah gugur dalam perang di Tangerang pada bulan Januari 1946).


Pada tahun 1917 di Belanda diadakan Kongres Hindia. Penggagasnya adalah asosiasi mahasiswa Indologi di Leiden yang dipimpin oleh HJ van Mook. Kongres ini mengundang semua asosiasi mahasiswa asal Hindia di Belanda, termasuk Indische Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia yang dipimpin oleh Notodiningrat) dan Chung Hwa Hui (asosiasi mahasiswa China). Sebelum kongres diadakan rapat umum di Indische Vereeniging yang mana ditetapkan Dahlan Abdoellah (arsiparis) yang akan menjadi pembicara (dengan makalah) mewakili Indische Vereeniging. Dalam Kongre Hindia inilah kemudian Dahlan Abdoellah sebagai perwakilan Dahlan Abdoellah meminta agar nama Hindia (Belanda) diganti dengan nama Indonesia (nama yang sudah muncul dalam dunia akademik sejak 1850). Dalam kongres ini juga muncul debat, dari forum yang mewakili Indische Vereeniging adalah Goenawan Mangoenkoesoemo dan Sorip Tagor Harahap. Akhirnya Kongres yang dipimpin HJ van Mook mengadopsi nama Indonesia sebagai pengganti nama Hindia. Sejak inilah nama Indonesia secara resmi ditabalkan untuk wilayah Hindia (Belanda). Lalu pada Kongres Hindia tahun 1918, nama kongres sudah disebut Kongres Indonesia. Dengan mengundurkan dirinya Dr HJ van Mook sebagai Letnan Gubernur Jenderal pada bulan Juli 1946, setengah aspirasi (aspirasi Indonesia) akan menghilang dari rencana strategis di dalam peta politik (kerajaan) Belanda. Terbukti militer Belanda di Indonesia semakin brutal (seperti dalam agresi militer Belanda pertama, Juli 1947 dan agresi militer Belanda kedua, Desember 1948). Seperti kita lihat nanti, dalam agresi militer Belanda kedua, paman Dr Soemitro Djojohadikoesoemo (Mr Santoso Wirodihardjo) dibunuh militer Belanda di Pakem/Djogjakarta. Catatan: Goenawan Mangoenkoesoemo yang tengah studi kedokteran di Belanda adalah salah satu pendiri Boedi Oetomo (1908); Sorip Tagor Harahap adalah ketua Sumatranen Bond di Belanda. Sumatranen Bond didirikan di Belanda pada tanggal 1 Januari 1917, yang mana sebagai sekretaris adalah Dahlan Abdoellah, bendahara Todoeng Harahap gelar Soetan Goenong Moelia; dan salah satu anggota komisaris adalah Tan Malaka. Indische Vereeniging yang didirikan di Belanda tahun 1908 oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah organisasi supra nasional yang anggotanya dari berbagai afiliasi organisasi seperti Boedi Oetomo, Sumatranen Bond dan para individu non afiliasi seperti Soewardi Soerjaningrat yang juga turut hadir dalam Kongres Hindia 1917. Soewardi Soerjaningrat (kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara) adalah eks pengurus NIP (yang dibubarkan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1913).

Di tanah air, Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan sang ayah, Margono Djojohadikoesoemo saling bahu membahu dalam menjalankan Bank Negara Indonesia (di dalam kabinet Soetan Sjahrir dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dari Partai Sosialis). Dora Marie Sigar berpisah dengan sang ibu (untuk selamanya), Dr Soemitro Djojohadikoesoemo semakin dekat dengan sang ayah, Margono Djojohadikoesoemo (dalam satu perjuangan). Seperti kita lihat nanti Margono Djojohadikoesoemo adalah tokoh yang sudah sejak lama dikenal di Jawa.


Setelah disahkannya Perpu Bank Negara Indonesia didirikan pada tanggal 17 Agustus 1946. Pendirian bank negara ini dengan sendirinya menggantikan (sebagai kelanjutan) dari PBI, yang mana PBI sendiri yang telah menerima modal awal 340.000 gulden pendudukan Jepang dari ‘Dana Kemerdekaan’. Yang menjadi Presiden Bank Negara Indonesia adalah Margono Djojohadikoesoemo dan sebagai penasehat keuangan Drs Soemitro Djojohadikoesoemo, PhD (lihat Nieuwe courant, 17-10-1946). Disebutkan Bank Negara Indonesia juga terdiri dari beberapa direktur.

Hubungan antara Belanda dan Indonesia semakin kritis. Hal ini karena semua elemen Pemerintah Indonesia harus keluar dari Djakarta. Rombongan terakhir terjadi pada bulan Oktober 1946 (lihat Nieuwe courant, 17-10-1946). Disebutkan rombongan terakhir ini berkumpul di bekas rumah Sutan Sjahrir yang terdiri dari bagian Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Informasi dan Kementerian Perhubungan yang mana yang memimpin rombongan terakhir ini adalah Overste (Letkol) Mr Arifin Harahap yang berangkat dari Stasion Manggarai menuju Jogja yang dikawal oleh polisi Belanda.


Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan istrinya Dora Marie Sigar kembali mendapatkan kabar bahwa Ph. FL Sigar, ayah Dora Marie Sigar meninggal tanggal 21 November 1946 di Den Haag. Tentu saja akan juga turut dibantu orang-orang Indonesia di Belanda. FKN Harahap dan Mr T Soedjanadiwirja sendiri masih berada di Belanda..

Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan istrinya Dora Marie Sigar tidak turut mengantarkan orang tua dan kedua mertua ke pemakaman di Belanda. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan istrinya Dora Marie Sigar belum bisa ke Belanda untuk berziarah. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan istrinya Dora Marie Sigar di Indonesia tengah berjuang melawan Belanda.


Dr Soemitro Djojohadikoesoemo menjadi sebagai penasehat ekonomi selama Kabiet Soetan Sjahrir dan selama Kabinet Amir Sjarifoeddin Harahap. Dalam, Kabinet Sjahrir ke-3 adakalanya Dr Soemitro sebagai pejabat yang menggantikan Menteri Keuangan Sjarifoedin Prawiranegara (lihat misalnya Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 20-11-1946).

Mr FKN Harahap (lahir di Depok) dan istrinya Mr T Soedjanadiwirja  (lahir di Bandoeng) masih berada di Belanda dan belum kembali ke tanah air. Fakta bahwa sudah berkurang jumlah orang Indonesia di Belanda (sudah banyak yang kembali ke Indonesia untuk berjuang). Mengapa mereka masih bertahan di Belanda? Boleh jadi masih banyak mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang tengah menyelesaikan studinya.


Orang-orang Indonesia yang sudah menyelesaikan studi sudah banyak yang kembali ke tanah air. Tentu saja dengan menggunakan kapal-kapal Belanda (yang sudah terbuka akses antara Belanda dan Indonesia). Dokter Mohamad Ildrem Siregar telah membuka dokter praktek di Batavia; Dokter Parlindoengan Loebis sudah bergabung dengan kementerian Kesehatan RI di Jogjakarta. Mr Masdoelhak Nasoetion, PhD juga sudah bergabung dengan pemerintah RI sebagai Residen di Midden Sumatra yang berkedudukan di Boekittinggi.

Perlu dicatat di sini, diantara mahasiswa Indonesia di Belanda selama pendudukan Jerman, ada empat mahasiswa yang berhasil mencapai gelar doktor (PhD), yakni Dr Abdoerachman, PhD (lahir di Keboemen lulus doktor kedokteran di Utrecht bulan Desember 1942); Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, PhD (lahir di Keboemen lulus doktor ekonomi di Rotterdam bulan Maret 1943); Mr Masdoelhak Nasoetion, PhD (lahir di Sibolga lulus doktor hukum di Utrecht pada bulan Maret 1943); dan Dr Ong Eng Die, PhD (lahir di Gorontalo lulus doktor ekonomi, juga di Rotterdam pada bulan Juni 1943).


Mereka berempat sejauh data yang diketahui adalah doktor-doktor Indonesia terakhir dari 83 banyaknya yang lulus sebelum kemerdekaan Indonesia. Jumlah 83 doktor Indonesia bukanlah jumlah yang sedikit, apalagi negara mereka dalam situasi dan kondisi kolonial. Doktor Indonesia pertama adalah Oei Jan Lee, kelahiran Bandanaira yang meraih gelar doctor (PhD) dalam bidang hukum di Leiden tahun 1889 (lihat lihat Nieuwe Vlaardingsche courant, 16-01-1889). Beberapa lainnya diantara orang Indonesia generasi awal yang meraih gelar doktor adalah Abdoel Rivai dalam bidang kedokteran (1908); Hoesein Djajadiningrat dalam bidang sastra (1913); Roland Tumbelaka dalam bidang kedokteran (1919); Han Tjio Tjong dalam bidang teknik (1922); Sardjito dalam bidang kedokteran (1923); Soeratmo dalam bidang kedokteran hewan (1923); Alinoedin Siregar gelar Dja Endar Boemi dalam bidang hukum (1925); dan Sjamsi Sastra Widagda dalam bidang ekonomi (1925).   

Disertasi Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, PhD tampaknya telah menarik perhatian sejumlah pihak di Belanda. Materi disertasi tersebut tidak hanya di lihat dalam konteks historisnya, juga dalam konteks situasi dan kondisi ekonomi (saat ini) yang berada di tengah perang dunia. Rekonstruksi pembangunan (termasuk pembangunan ekonomi) akan terjadi, termasuk di Indonesia.


Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 19-02-1944: ‘Dari Meja Pembaca. ‘Het volkscredietwezcn in de depressie’. RM Dr Soemitro Djojohadikoesoemo. Institut Ekonomi Belanda telah menerbitkan beberapa publikasi tentang signifikansi organisasi kredit bagi segmen tertentu dalam perekonomian nasional. Publikasi-publikasi tersebut menguraikan pengaruh yang diberikan oleh organisasi penyediaan kredit terhadap perkembangan industri di negara yang secara ekonomi lebih maju. Studi karya Raden Mas, Dr Soemitro, ini membahas sistem kredit di masyarakat tropis yang lebih primitif namun berkembang pesat, Hindia Belanda, selama masa depresi setelah 1929. Dapat dikatakan bahwa studi semacam itu saat ini hanya memiliki signifikansi historis—namun demikian menarik. Banyak penulis telah membahas asal-usul dan perkembangan Sistem Kredit Rakyat: Th A Fruln, direktur Kantor Kas Pusat pada saat itu dan penggerak utama di balik reorganisasi dan sentralisasi Sistem Kredit Rakyat, yang berujung pada pendirian Bank Rakyat Umum pada tahun 1934. Bank-bank rakyat yang independen tersebut digabung menjadi satu kesatuan dengan Kantor Kas Pusat, yang sebelumnya berfungsi sebagai badan pengendali dan pengelola serta pusat keuangan. Lebih lanjut, Ir EP Wellenstein, Dr JW Meyer Ranneft, Margono Djojohadikoesoemo, dan banyak lainnya. Dr. Soemitro, yang memilih tren kredit selama depresi sebagai subjek kajiannya, mengawali hal ini dengan pertimbangan teoretis tentang fungsi uang dan kredit. Di desa, keduanya memiliki makna yang sama sekali berbeda dibandingkan di masyarakat Barat. Riba merajalela di Hindia Belanda. Masa ketika uang tidak berperan di desa, masyarakat Indonesia dalam bentuk miniatur, sudah lama berlalu. Sifat tertutup ekonomi produksi sebagian besar telah dihancurkan oleh arus uang dan masuknya uang. Namun, Kromo masih kurang memahami nilai uang. Ia tidak pernah meminjam uang—namun membeli segala sesuatu secara kredit, seringkali dengan suku bunga yang sangat tinggi. Namun, hal ini tidak menarik baginya. Akibatnya, pinjaman yang relatif kecil terkadang menyebabkan ia kehilangan harta benda—tanah dan pepohonannya. Pemerintah ingin melindunginya dari hal ini, dan begitulah Sistem Kredit Rakyat terbentuk. Namun, ternyata campur tangan pemerintah memiliki batas yang tak terbatas terhadap pandangan ekonomi dan struktur inheren masyarakat adat. Selama krisis, lembaga-lembaga kredit uang muncul sebagai lembaga yang hanya bergantung pada kondisi ekonomi yang menguntungkan. Tepat ketika kebutuhan akan uang lebih mendesak dari sebelumnya, bank-bank desa dan organisasi-organisasi kredit rakyat memperparah kekurangan keuangan dengan berfokus terutama pada penagihan pinjaman yang belum lunas. Komite pemberantasan riba, yang dibentuk oleh pemerintah pada tahun 1929, menyimpulkan bahwa aktivitas rentenir yang bekerja di tengah masyarakat tidak boleh dihalangi dalam keadaan apa pun! Dr Soemitro berfokus terutama pada hasil operasional lembaga-lembaga yang terlibat. Mengenai aspek "lokal dan ekonomi", ia yakin bahwa AVB (Asosiasi Bank Umum) telah bertindak sangat baik dalam tindakannya terhadap sewa tanah dan hipotek. Bahwa kredit seharusnya tidak. Ia ingin membawa kemakmuran yang lebih besar bagi pengguna pertapaan, yang kurang memiliki kemauan, dengan bekerja secara dinamis, yaitu, mendorong kemakmuran. Ia berharap banyak dari kegiatan koperasi dan stimulasi industrialisasi. C de Bot’.

Seperti disebut di atas, Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Dr Ong Eng Die adalah dua terakhir doktor Indonesia semasa kolonial, yang keduanya juga di bidang ekonomi. Dalam sejarahnya, ada sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda yang mengambi studi perdagangan/ekonomi, termasuk Mohamad Hatta (lulus sarjana tahun 1931), namun, seperti yang disebut di atas yang pertama meraih gelar doctor (PhD) dalam bidang ekonomi adalah Sjamsi Widagda (kelahiran Solo).


Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Dr Ong Eng Die kembali ke Indonesia pada tahun 1946. Mereka berdua di Indonesia kemudian menginisiasi pembentukan perusahaan pemerintah di bidang perbankan dan perdagangan (lihat Eindhovensch dagblad, 14-01-1947). Disebutkan telah didirikan Perusahaan Perbankan dan Perdagangan (Banking en Trading Corporation Ltd). Modal perusahaan sebesar 20 juta gulden dan 4 juta gulden diantaranya telah disetor. 60 persen sahamnya dimiliki oleh pemerintah republik, sedangkan 40 persennya dimiliki publik. Manajemen perusahaan terdiri dari Dr Soemitro dan Dr Ong Eng Die. Foto: Soemitro Djojohadikoesoemo 1947 (lihat Nieuwsblad van het Zuiden, 21-08-1947)

Tunggu deskripsi lengkapnya

Marga Sigar dan Maengkom: Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Marie Sigar

Ayah dan ibu Dora Marie Sigar dan mertua Soemitro Djojohadikusumo meninggal di Belanda tahun 1946. CE Maengkom ibu dari Dora Marie Sigar meninggal dunia tanggal 7 Juli 1946 di Voorburg dan Ph. FL Sigar, ayah Dora Marie Sigar meninggal tanggal 21 November 1946 di Den Haag. Lantas kapan Ph. FL Sigar dan CE Maengkom berangkat ke Belanda?


Pada tahun 1939 Ph. FL Sigar dan CE Maengkom masih berada di Batavia Centrum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1939). Tiga anak mereka di Belanda nona Th AA Sigar, nona CHJ Sigar dan Ph J Sigar. Dora Marie Sigar sedang pulang kampong selama libur sekolah (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-10-1939).

Dalam perkembangannya diketahui bahwa Th AA Sigar dan CHJ Sigar sudah kembali ke kampong halaman (setelah menyelesaikan studi di Belanda). Kedua gadis tersebut tampaknya telah menikah. Th AA Sigar van Batavia dan G Meljado van Bandoeng tiba di Semarang (lihat De locomotief, 12-01-1940); SS Pelenkahu dan CHJ Sigar diberitakan menikah di Batavia-Centrum (lihat Deli courant, 19-01-1940). Sementara itu, Ph J Sigar masih di Belanda dan Dora Marie Sigar telah kembali ke Belanda setelah usai masa libur sekolah.


Besar dugaan setelah pernikahan CHJ Sigar ini di Batavia, Ph. FL Sigar dan CE Maengkom berangkat ke Belanda. Mengapa? Ph J Sigar dan Dora Marie Sigar masing-masing sedang menyelesaikan studinya. Lalu kapan Ph. FL Sigar dan istri (CE Maengkom) berangkat ke Belanda? Besar dugaan pada awal tahun 1940 ini. Hal ini karena Ph FL Sigar dinyatakan pensiunan sebagai Kepala Pegawai Negeri Sipil Hindia Belanda (lihat Nederlandsche staatsalmanak voor iedereen; handboek betreffende zaken en personen in betrekking tot Nederland en koloniën, jrg 41, 1940). Ph. FL Sigar dan istri diduga sudah berada di Belanda sebelum terjadi pendudukan militer Jerman (bulan Mei 1940). Seperti disebut di atas, Dora Marie Sigar lulus sekolah Handelschool di Amsterdam pada bulan Juli 1940 (lihat Algemeen Handelsblad, 02-07-1940).

Sebagaimana diketahui, Dr Soemitro Djojohadikusumo menikah dengan Dora Marie Sigar pada tanggal 7 Januari 1946 di Jerman. Ini mengindikasikan bahwa orang tua Dora Marie Sigar masih berada di Belanda. Sudah barang tentu, orang tua Dora Marie Sigar menghadiri pernikahan putri mereka yang sudah barang tentu ditemani oleh saudaranya Ph J Sigar.


Ph J Sigar terinformasikan pada tahun 1939 (lihat De Nederlander, 07-11-1939). Disebutkan di Amsterdam lulus ujian kandidat Ned. Indisch Recht Ph J Sigar. Setelah itu tidak pernah terinformasikan apakah Ph J Sigar sudah menyelesaikan studi hukumnya. Yang jelas, seperti mahasiswa Indonesia lainnya tetap ‘terkurung’ di Belanda hingga tahun 1945.

Seperti dikutip di atas, CE Maengkom ibu dari Dora Marie Sigar meninggal dunia tanggal 7 Juli 1946 di Voorburg, Belanda (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 11-07-1946). Disebutkan pada hari Minggu, 7 Juli, meninggal dunia Ibu dan Ibu Mertua kami tercinta CORNELIE EMILIE SIGAR-MAENGKOM.  (Atas nama keluarga) Mr Ph J SIGAR, SS PELENKAHU beserta keluarga.


Berita keluarga ini diduga berdasarkan telegram/telepon yang diterima di Djakarta dari Belanda yang kemudian dipublikasikan di surat kabar (Het Dagblad) yang terbit di Djakarta. Dalam berita keluarga ini terkonfirmasi bahwa Ph J Sigar sudah menyelesaikan studi hukumnya dengan gelar sarjana hukum (Mr). Lantas mengapa dalam berita ini tidak disebutkan Dora Marie Sigar? Besar dugaan Dora Marie Sigar Bersama suami (Dr Soemitro Djojohadikusumo) berada di Jogjakarta (ibu kota RI). Oleh karena itu, berita yang diumumkan oleh Mr Ph J Sigar dan CHJ Sigar (istri Mr SS Felenkahu) melalui surat kabar di Djakarta dapat terinformasikan ke berbagai keluarga di berbagai tempat termasuk juga Dora Marie Sigar dan suami di Jogjakarta.

Belum hilang dari memori tentang duka terhadap meninggalnya sang ibu, tidak lama, beberapa bulan kemudian terinformasikan bahwa Ph FL Sigar, ayah Dora Marie Sigar meninggal tanggal 21 November 1946 di Den Haag (lihat Algemeen Handelsblad, 22-11-1946). Berita duka ini juga dimuat dalam surat kabar di Djakarta atas nama keluarga Mr Ph J Sigar (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-11-1946). Dalam berita ini Mr Ph J Sigar menyebut meninggalnya tanggal 21 November 1946 di Voorburg, Laan van Swaensteyn No. 18. Di Belanda berita duka tersebut diumumkan lagi (lihat Het Binnenhof, 25-11-1946 dan De Nederlander, 26-11-1946).


Vrij Nederland, jrg 7, 1946, no. 15, 07-12-1946: ‘Berita keluarga. Tuhan Allah juga mengangkat Ayah, Mertua, dan Kakek terkasih kami, PHILIP FL SIGAR, wdnr. dari CE Maengkom. Mantan Sekretaris Daerah Manado; Mantan Administrator di Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat; Wakil Kepala Urusan Hindia Barat di Departemen Wilayah Seberang Laut; Ksatria Ordo Oranye-Nassau, usia 61 tahun. Atas nama keluarga: TAA Turang-Sigar B. T. Ph. Sigar. Voorburg. November 1946. Laan van Swaensteyn 18.

Dalam berita keluarga tersebut yang dimuat dalam Vrij Nederland, terinformasikan bahwa TAA Sigar (istri dari Turang) dan BT Ph Sigar sedang berada di Voorburg. Boleh jadi mereka ini mewakili keluarga di Indonesia datang ke Belanda untuk mengunjungi sang ayah yang boleh jadi karena dikabarkan sedang sakit. Namun bisa juga bahwa TAA Sigar dan BT Ph Sigar sudah pindah ke Belanda.


Nieuwe courant, 27-11-1946: ‘Aneta melaporkan dari Den Haag: Bapak Philip Sigar dimakamkan di sini pada hari Senin. Sekretaris Jenderal Wilayah Seberang Laut, Bapak J. Kiveron, berbicara mewakili Menteri dan menyoroti karier unik almarhum. Dr. Warjouw menekankan pentingnya Sigar bagi rekan-rekan senegaranya, terutama bagi masyarakat Minahasa. Pemakaman terakhir akan dilaksanakan di Tondano’. Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 28-11-1946: ‘Almarhum Ph. Sigar. Mengenai karier Bapak Ph. Sigar, yang wafat dan pemakamannya telah kami laporkan, berikut ini dapat dicatat: Bapak Sigar memulai kariernya pada tahun 1901 di dinas administrasi di kediaman Menado. Setelah meniti karier, beliau menjadi anggota dewan di Dewan Provinsi Jawa Barat (Provincialen Raad voor West-Java) ketika dewan tersebut didirikan, dan kemudian menjadi administrator Provinsi Jawa Barat. Bapak Sigar, yang merupakan seorang Ksatria Ordo Oranye-Nassau, memberikan jasa besar kepada rakyat Minahasa dengan memberikan nasihat yang membangun terkait masalah politik’.

Philip Frederik Laurans Sigar dan Cornelie Emilie Sigar (Maengkom) telah tiada. Semua anak-anak mereka yang diperkirakan banyaknya sembilan orang telah menikah termasuk Dora Marie Sigar (anak ke-8) yang menjadi istri Dr Soemitro Djojohadikusumo. Namun masih ada satu lagi yang belum menikah yakni Mr Ph J Sigar di Batavia. Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 17-12-1946 mengumumkan bahwa tanggal 18 Desember 1946 telah menikah Mr Ph J Sigar dengan Etty EE Pesik di Batavia Centrum. Anak pertama Philip Frederik Laurans Sigar dan Cornelie Emilie Sigar (Maengkom) adalah RJ Ph Sigar.


Pada tahun 1931 di KW III School Batavia diadakan ujian transisi dimana yang naik dari kelas tiga ke kelas empat antara lain RJ Ph Sigar (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1931). Sementara yang naik dari kelas satu ke kelas dua antara lain RM Soemitro Margono Djojohadiekoesoemo (anak dari Margono Djojohadikusumo).

Philip Frederik Laurans Sigar dan Margono Djojohadikusumo adalah dua tokoh yang dikenal luas saat itu. RM Margono adalah adjunct inspecteur di Centrale Kas yang ditempatkan di Malang belum lama ini ditempatkan di Weltevreden (lihat De Indische courant, 17-03-1930). Sementara Philip Frederik Laurans Sigar adalah pegawai pemerintah kelas 1 di Province West Java yang berkedudukan di Batavia (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 09-07-1930). Philip Frederik Laurans Sigar belum lama ini libur cuti ke Belanda (yang juga turut RJ Ph Sigar).


Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 19-06-1933: ‘Perpisahan untuk Ph FL Sigara. Sebuah karier yang luar biasa. Pada Jumat pagi, dalam rapat, dewan deputi mengucapkan selamat tinggal kepada administrator di sekretariat provinsi, Bapak Ph. F.L. Sigar, yang akan segera pensiun, sebagaimana yang kita baca di "Bat. Nwbld." Atas permintaan Bapak Sigar, perpisahan diadakan secara sederhana. Gubernur memberikan penghormatan kepada administrator yang pensiun tersebut dan mencatat kariernya yang sangat terhormat, bahkan fenomenal: dimulai sebagai juru tulis dengan gaji 2,50 gulden per bulan, Bapak Sigar berakhir sebagai pegawai negeri sipil senior dengan gaji 1.250 gulden. Atas nama sekretaris dan para pegawai negeri sipil, beliau dihadiahi sebuah jam, yang hanya akan beliau terima di Belanda; kemarin, foto hadiah tersebut diberikan kepadanya. Sekarang kita akan menceritakan kembali catatan pengabdian Bapak Sigar yang tentu saja sangat luar biasa. Ph. F.L. Sigar lahir pada tanggal 17 Mei 1885, di Langoan, dekat Menado. Pada bulan Juni 1901, ia mulai bekerja sebagai sukarelawan di kantor keresidenan di Menado, dan pada bulan Januari 1902, ia diangkat menjadi juru tulis. Ini adalah posisi bergaji pertamanya, dengan gaji 2,50 gulden per bulan. Pada bulan Mei 1902, ia menjadi juru tulis untuk asisten inspektur untuk Pendidikan Pribumi di Tondano, dan pada bulan Januari 1905, bertindak sebagai juru tulis pertama di kantor departemen di Poso. Di sini, ia secara bersamaan memegang posisi asisten kepala kantor pos. Pada bulan Agustus 1905, Bapak Sigar diangkat sebagai bertindak sebagai kepala kantor pos Pribumi di Bodjo, dan pada bulan Januari, hal yang sama di Oena-Oena. Pada bulan Juni 1906, ia diangkat sebagai juru tulis di kantor asisten keresidenan Midden Celebes. Di sini, ia juga menjabat sebagai asisten kepala kantor pos dan administrator dana distrik. Setelah diangkat sebagai pelaksana tugas panitera di kantor keresidenan di Menado pada April 1909, Bapak Sigar secara berturut-turut naik pangkat dari pelaksana tugas panitera, panitera, dan kepala panitera sementara, sebelum diangkat sebagai pelaksana tugas sekretaris pada Mei 1930. Setelah menghabiskan beberapa bulan di luar negeri pada Agustus 1922, Bapak Sigar kembali ke Menado sebagai pelaksana tugas sekretaris kantor keresidenan. Pada akhir tahun 1925, beliau ditempatkan di bawah Gubernur West Jawa dan, pada bulan Januari, diangkat sebagai referendary di kantor Provinsi West Jawa. Pada Agustus 1929, beliau kembali cuti ke luar negeri, dan sekembalinya pada Juni 1930, beliau diangkat sebagai administrator’.  Catatan: Seperti disebut sebelumnya Ph. F.L. Sigar tampaknya masih dibutihkan pemerintah. Ph FL Sigar baru pensiun pada tahun 1940. Ph. F.L. Sigar, ditetapkan: dengan penunjukan tanggal 1 Januari 1926, untuk provinsi Jawa Barat. sebelumnya sebagai pelaksana tugas sekretaris provinsi Menado (lihat Haagsche courant, 18-01-1926). Pada tahun 1884 berdasarkan informasi dari lands dienst, eerste districtshoofd dengan titel majoor van Langowan, di afdeeling Tondano, residentie Menado, Philip Roeland Sigar berakhir (lihat De locomotief, 27-12-1884). Berdasarkan Raad van Justitie di Amboina diangkat L Sigar sebagai majoor di Langowan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-02-1873). L Sigar juga menjadi anggota schoolcommisie di Langoan (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1874). Nama Lourens Roeland Sigar, terinformasikan sebagai Majoor van het distrikt Langowang, berkedudukan di Langowang tahun 1979 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-07-1879). Philip Roeland Sigar diduga adalah ayah dari Ph FL Sigar. Majoor adalah setingkat kepada distrik di Jawa yang disebut demang.

Sementara itu, RM Margono Djojohadikusumo selain sebagai pegawai pemerintah PNS) di bidang kas, RM Margono Djojohadikusumo juga menjadi salah satu dewan komisaris di Boedi Oetomo, yang mana sebagai ketua Boedi Oetomo adalah RM Kesoemo Oetojo (anggota Volksraad).


Pada tahun 1931 Kongres Boedi Oetomo (kongres ke-21) diadakan di Batavia di Gedoeug Permoefakatan. di gang Kenari (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-04-1931). Tentu saja Margono Djojohadikusumo hadir. Sejumlah tamu juga hadir diantaranya dua anggota Dewan Kota Soerabaya, Lengkong dan Radjamin Nasoetion (keduanya dari partai PBI pimpinan Dr Soetomo). Dalam kongres ini isu yang dibahas adalah Status Kekuasaan di Hindia dan Pendidikan bagi anak perempuan. Dalam kongres muncyl usulan dari cabang "Jacatra" untuk mengubah anggaran dasar agar semua penduduk asli dapat diterima menjadi anggota Boedi Oetomo diterima dengan suara mayoritas, sementara usulan dari cabang Sragen mengenai kemungkinan penggabungan dengan partai politik lain juga disetujui. RM Kesoemo Oetojo membuka kongres yang pada intinya beliau menekankan bahwa BO tidak hanya berfokus pada situasi internal, tetapi juga pada apa yang terjadi di luar batas negara (seperti India dan Mesir). BO menganggap perlu untuk tetap mendapatkan informasi tentang hal ini. Lalu sejumlah pembicara tampil ke podium. Sekitar pukul 12.30 ketua menutup rapat umum. Rapat umum kedua diadakan pada hari Minggu yang dimulai oleh golongan mahasiswa (PPPI). Lalu kemudian menghadirkan pembicara utama, Sanoesi Pane yang naik ke podium dengan judul "Apa yang bisa dipelajari dari gerakan kerakyatan di India Britania?" Dari ceramahnya yang sangat panjang (ia berbicara selama lebih dari tiga jam), kita dapat mengutip hal berikut. Pertama, sang pembicara menguraikan asal-usul gerakan kerakyatan di India Britania. Ia mendalaminya dengan sangat rinci. Ia sendiri pernah ke sana pada tahun 1928 dan mempelajari budaya negeri itu. Selain banyak aspek positif, ia juga melihat kontradiksi yang mencolok dalam masyarakat kerakyatan. Sebelumnya, pajak di sana sedemikian rupa sehingga rakyat tidak ragu sama sekali untuk mengorbankan pendapatan pajak mereka. Lambat laun, terjadi perubahan yang membuat rakyat jelata merasa getir. Terkadang, orang harus membayar lebih dari 0,7% dari total pendapatan mereka kepada otoritas pajak, sementara rata-rata penduduk harus hidup dengan 4,2 sen per kapita per hari. Kelaparan merajalela di sana, dan rakyat hidup dengan "perut kosong". Pembicara kemudian menjelaskan bahwa kemiskinan ada di mana-mana. Orang-orang terlihat berjalan telanjang di jalanan, memungut apa pun yang mereka temukan sebagai makanan. Dari uraian di atas, pembicara berpendapat bahwa tidak mengherankan jika rakyat secara bertahap menjadi tidak puas dan segala macam perkumpulan rahasia pun muncul. Pembicara kemudian membahas secara rinci tindakan Gandhi, yang memperkenalkan gagasan non-kooperasi, yang awalnya kurang berhasil, tetapi kemudian mendapatkan dukungan. Akhirnya, pembicara bertanya kesimpulan apa yang harus ditarik dari perjuangan nasionalis yang sangat intensif di India Britania. Ia percaya bahwa hal ini dapat diarahkan pada banyak hal. Jika pemerintah Hindia Belanda ingin menjadikan gerakan yang berhaluan non-kooperasi menjadi usang di masa mendatang dan mencegah konspirasi rahasia serta konspirasi berbahaya lainnya, sebaiknya pemerintah menyatakan dengan jelas apa yang harus diberikan kepada rakyat ini. Setidaknya, rakyat ini harus diberi status dominion (Tepuk tangan). Lebih lanjut, pembicara berharap agar pemerintah tidak berupaya menghalangi gerakan ini dengan berbagai pasal hukum. Pasal 153a dan 153b yang terkenal juga harus dicabut. Hindia Belanda telah menyadari bahwa tindakan drastis seperti itu tidak akan memungkinkan pemerintah untuk memberantas gerakan nasional. Tidak perlu menenangkan rakyat di sini dengan dewan dan badan serupa, karena parlementerisme di Barat telah menyadari bahwa hal ini tidak dapat memberikan kepuasan. Kita harus percaya diri pada kekuatan kita sendiri (Tepuk tangan). Beberapa dari forum yang menanggapi isi pidato Sanoesi Pane tersebut adalah Hadji (Agoes) Salim, Soekelén, Mohamad Thabrani, (mahasiswa) Mohamad Jamin, Koentjoro (Indonesia Moeda). Terakhir, Koesoemo Oetoyo menyatakan bahwa BO belum menyatakan dukungannya terhadap Status Dominion. Hal ini akan diselidiki oleh Dewan Eksekutif yang baru diangkat. Pukul 12.30 siang, ketua menutup rapat umum terakhir. Sementara itu juga di Batavia diadakan rapat tahunan Persatoean Minahasa (lihat De Indische courant, 12-06-1931). Disebutkan Senin malam, 15 Juni, pada pukul setengah tujuh, asosiasi ini mengadakan pertemuan umum tahunan di The Music Dome di Stadstuin. Selain poin -poin biasa yang harus diperlakukan, masalah tubuh asosiasi sendiri juga dibesarkan. Setelah pertemuan, Ketua Dewan Pusat dan anggota Volksraad, Dr Ratulangi, akan mengadakan kuliah umum.

Tampaknya RJ Ph Sigar tidak melanjutnya studi, diduga setelah selesai studi 3 tahun (setara MULO) di KW III School, lebih memilih langsung bekerja (?). RM Soemitro Margono Djojohadiekoesoemo juga tidak melanjutkan studi setelah lulus ujian kelas tiga di KW III School. Akan tetapi Soemitro Margono Djojohadiekoesoemo transfer ke sekolah Prins Hendrik School (PHS) di afdeeling A (ilmu social ekonomi).


Pada tahun 1935 RM Soemitro Djojohadiekoesoemo lulus ujian akhir di PHS (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-06-1935). Sementara yang naik dari kelas empat ke kelas lima di PHS antara lain Anwar Makarim (kakek Nadiem Makarim). Soemitro Margono Djojohadiekoesoemo lalu langsung berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi (di Rotterdam).

Di Belanda, mahasiswa-mahasiswa Indonesia jarang yang berpartisipasi dalam klub olah raga. Soemitro Djojohadiekoesoemo terdaftar di klub olah raga Nautilus di Rotterdam. Pada tahun 1937 klub tersebut melakukan kejuaraan. Yang menjadi pemenang pertama pada cabang olah raga tenis meja untuk single adalah Soemitro Djojohadiekoesoemo (lihat De Maasbode, 22-03-1937). Pimpong adalah salah satu bakat yang dibawa Soemitro Djojohadiekoesoemo dari Indonesia (semasa sekolah) yang tidak bisa disembunyikan di Belanda.


Seorang pelajar Indonesia di Batavia, FKN Harahap berangkat ke Belanda untuk memgikuti turnamen catur di Zandvoort yang diselenggarakan oleh Zandvoortsche Schaakvereniging dalam rangka merayakan ulang tahunnya. Dalam turnamen ini termasuk Grand Master dari Latvia dan dan Juara Catur Belgia (lihat Haagsche courant, 18-09-1934). Turnamen ini dibagi beberapa kategori: Eerste Group (2 grup), Hoofdklass (10 grup), Eersteklasse (6 grup). Tweedeklaase (4 grup), Derdeklasss (3 grup). FKN Harahap usia 17 tahun berada dalam Eersteklasse, Grup-C yang terdiri dari empat pecatur yang mana FKN Harahap memiliki poin 1 (dua kali draw). Pada tahun 1935 dalam turnamen yang sama di Belanda, FKN Harahap kembali ke Belanda untuk berpartisipasi di Eersteklasse (lihat Haagsche courant, 09-09-1935). FKN Harahap berada dalam Eersteklasse, Grup-C yang terdiri dari empat pecatur yang mana FKN Harahap memiliki poin 1 (dua kali draw, dua kali kalah). FKN Harahap tidak kembali ke tanah air, tetapi melanjutkan studinya sambil terus belajar main catur. Hal itulah mengapa beberapa waktu FKN Harahap tidak terdeteksi namanya di dunia catur. Foto: Margono Djojohadikoesoemo (lihat De locomotief, 05-03-1937)

Pada libur tahun 1937 Soemitro Djojohadiekoesoemo pulang ke tanah air. Pada saat kembali ke Belanda, juga turut semua keluarganya (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-08-1937). Di dalam manifes kapal ms Marnix van Sint Aldegonde yang berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Amsterdam tanggal 11 Augustus 1937 terdapat diantaranya RM Margono Djojohadikoesoemo, nyonya Margono Djojohadikoesoemo dan anak yakni nona S (oekartini Silitonga) Margono Djojohadikoesoemo, nona M(iniati Wahjudi) Margono Djojohadikoesoemo, dan S(oemitro) Margono Djojohadikoesoemo.

 

Soemitro Djojohadiekoesoemo di Belanda tampaknya tidak melanjutkkan hobinya dalam olahraga tenis meja. Namun teman-temannya yang lain di cabang berbeda masih terinformasikan seperti FKN Harahap dalam kompetisi catur di Belanda, serta Mohamad Ildrem Siregar dan Ibnoe dalam kompetisi permainan bridge. Satu yang jelas, Raden Mas Soemitro Djojohadikoesoemo berhasil ujian candidat ekonomi di Handelshoogeschool di Rotterdam (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 22-10-1937).

Seperti disebut diatas, Soemitro Djojohadikoesoemo aktif organisasi mahasiswa di Perhimpoenan Indonesia maupun di Roekoen Peladjar Indonesia/ROEPI ((lihat Zaans volksblad: sociaal-democratisch dagblad, 07-02-1939). Akhirnya Soemitro Djojohadikoesoemo lulus ujian sarjana (Drs) di bidang ekonomi tahun 1940 (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 11-07-1940).  Soemitro Djojohadikoesoemo melanjutkan studi ke tingkat doctoral (PhD).


Setelah dua tahun berlalu, nama FKN Harahap terdeteksi kembali di Belanda (lihat De Telegraaf, 19-06-1938). Disebutkan bahwa FKN Harahap di Chr. Lyceum, afd. Gymnasium di Haarlem termasuk dari 21 candidaten yang dinyatakan lulus dan mendapat gelar diploma (izajah setingkat SMA). FKN Harahap setelah meraih Diploma pulang sebentar ke tanah air sebelum melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Pada tahun 1939 FKN Harahap lulus ujian propedeus di Vrije Universiteit (lihat Haagsche courant, 22-06-1939. FKN Harahap di Belanda adalah anggota klub catur Haarlemsch Schaakgezelschap (HSG). Dalam suatu pertandingan kejuaraan antar klub catur di perserikatan (bond) yang berada di bagian utara BelandaNoord-Holandsch Schaakbond, HSG menang 6-3 dengan lawannya (lihat Haarlem's dagblad, 28-03-1940). FKN Harahap berada pada Meja-7 melawan Sondorp. FKN Harahap juga aktif berorganisasi di dalam kampus Vrije Universiteit (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 28-11-1941). Dalam kepengurusan Senaat van het Studentencorps periode tahun 1941-1942, FKN Harahap menjabat sebagai Abactis (Sekretaris)

Sejak pendudukan militer Jerman di Belanda, aktivitas organisasi dan aktivitas politik sangat ditekan oleh pemerintah pendudukan militer Jerman. Tidak ada yang dapat diperbuat para mahasiswa Indonesia kecuali focus studi. Indonesia juga telah diduduki militer Jepang (sejak Maret 1942). Praktis hubungan mahasiswa Indonesia kampong halaman putus sama sekali. Meski demikian, seperti disebut di atas Soemitro Djojohadiekoesoemo berhasil meraih gelar doctor (PhD) dalam bidang ekonomi di Rotterdam pada bulan Maret 1943. FKN Harahap studinya baru sampai pada lulus kandidat. Namun situasi dan kondisi cepat berubah, pada bulan Mei 1945 Sekutu berhasil membebaskan wilayah Belanda. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia cepat bereaksi.


FKN Harahap dalam fase ini telah menjadi pimpinan warga Indonesia di Belanda. Lalu rapat umum dilakukan oleh kepanitiaan yang dibentuk orang-orang Indonesia (Perhimpoenan Indonesia) yang disebut Verbond van Indonesische Burger (VIB) diadakan di Foyer van de Stadsgehoorzaal te Leiden pada hari Jumat 13 Juli (lihat De kroniek, 11-07-1945). Dalam rapat massa ini panitia menghadirkan dua pembicara utama. Dua pembicara tersebut adalah R. Poeradiredja dengan judul ‘Indonesie! Beheer of Bevrijding?’ dan RM Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dengan judul ‘Sociaal-economische problemen rondom Indonesie’. Dua tema ini menjadi sangat penting: Pertama, soal pembebasan (kemerdekaan) yang disampaikan oleh R Poeradiredja. Kedua, soal masalah social dan ekonomi yang terus memburuk di Indonesia.

Pada bulan Agustus 1945 Sekutu juga telah menaklukkan Jepang. Seperti disebut di atas, pada tanggal 14 Agustus 1945 Kaisar Jepang menyatakan takluk. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945 di Djakarta bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan.


Dr Soemitro Djojohadikoesoemo terinformasikan masih berada di Belanda (lihat Keesings historisch archief: geïllustreerd dagboek van het hedendaagsch wereldgebeuren met voortdurend bijgewerkten alphabetischen index, 25-11-1945). Disebutkan pada tanggal 30 November 1945, Menteri Wilayah Seberang Laut telah membentuk komite penasihat sosiologi untuk persiapan Konferensi Nasional. Menurut ANP, pembentukan komite ini bertujuan untuk mencegah orang terjebak dalam rumus-rumus yang semata-mata berdasarkan ideologi dan abstraksi hukum, dan dari kurangnya pertimbangan realitas sosial. Komite tersebut diketuai oleh Van Helsdingen; anggotanya adalah Prof Tinbergen, Dr Kuin, Fred Oudschans Dentz, dan Dr Soemitro Djojohadi Koesoemo. Dalam perkembangannya diketahui bahwa penasihat baru Indonesia untuk PBB, Dr Raden Mas Soemitro Djojohadikoesoemo telah bergabung dengan delegasi Belanda ke PBB sebagai penasihat (lihat De nieuwe Nederlander, 21-01-1946). Informasi ini juga terinformasikan di Indonesia. Aneta melaporkan dari London pada tanggal 21 bulan ini bahwa pemerintah Belanda telah menunjuk seorang Indonesia kedua untuk delegasi Belanda dalam rapat umum PBB. Beliau adalah Dr Raden Mas Soemitro Djojohadikoesoemo, yang ditunjuk sebagai penasihat Komite Ekonomi dan Keuangan serta Komite Perwalian. Djojohadikoesoemo berusia 28 tahun (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-01-1946). Di Indonesia sendiri proses politik antara perwakilan Indonesia dan perwakilan Belanda terus berlangsung hingga bulan Maret (lihat Het Parool, 18-03-1946). Disebutkan pertemuan baru antara delegasi Belanda dan Indonesia berlangsung Sabtu sore di kediaman Sir Archibald Clark Kerr di Batavia. Pertemuan berikutnya antara Sjahrir dan Dr Van Mook diperkirakan akan berlangsung awal minggu ini. Delegasi Indonesia terdiri dari Soetan Sjahrir (ketua), Dr Darmawan, Dr Darma Setiawan, Hadji Agoes Salim, dan Dr AK Pringgodigdo (sekretaris). Delegasi Belanda terdiri dari Dr Van Mook, Count Van Bylandt, Dr Idenburg, dan Dr Koets. Delegasi-delegasi tersebut akan bersifat permanen. Diskusi dilakukan dalam tiga bahasa: Inggris, Belanda, dan Melayu. Dr. Koets baru saja tiba di Batavia dari Bangkok. Sementara itu, Sjahrir mengirimkan memorandum panjang kepada Jenderal Stopford, di mana ia mengeluhkan perilaku pasukan Belanda dan mengutip beberapa kasus di mana mereka diduga bertindak tidak pantas. Menurut laporan dari stasiun radio yang dikendalikan Sekutu di Batavia, TRI memutuskan untuk menginternir sejumlah besar pasukan Belanda, dengan menyatakan bahwa mereka sepenuhnya mendukung pemerintah Republik. Mereka menyangkal bahwa mereka setuju dengan usulan Belanda, seperti yang dilaporkan sebelumnya. Pada fase inilah diketahui Soemitro Djojohadikoesoemo pulang ke Indonesia.

Berdasarkan surat kabar di Bataia (Nieuwsgier) Mr Djairin Zain dan Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, dua anggota delegasi Indonesia yang mewakili Belanda pada sidang pertama PBB di London, tiba di Batavia dengan pesawat perang Inggris sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Penerangan Republik. Mereka mengunjungi Sjahrir dan menceritakan secara rinci tentang pengalaman mereka di London (lihat Nieuwe courant, 20-03-1946). Ini adalah kepulangan Dr Soemitro Djojohadikoesoemo ke tanah air (sejak 1937).


Seperti disebut di atas, CE Maengkom ibu dari Dora Marie Sigar meninggal dunia tanggal 7 Juli 1946 di Vooburg dan Ph FL Sigar, ayah Dora Marie Sigar meninggal tanggal 21 November 1946 di Den Haag. Yang menjadi sisa pertanyaan dalam hal ini adalah mengapa pada narasi masa kini, terdapat tiga tahun berbeda pernikahan antara Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Dora Marie Sigar. 7 Januari 1945; 7 Januari 1946; dan 7 Januari 1947. Intinya, apakah Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Dora Marie Sigar semasih kedua orang tua Dora Marie Sigar masih hidup? Dalam konteks inilah menjadi penting dihubungkan dengan ziarah Prabowo S Djojohadikoesoemo (Presiden RI) ke makam orang tua Dora Marie Sigar di Belanda.

Di dalam Instagram Prabowo ditampilkan foto ayah-ibu dan kakek-nenek (pihak ayah) yang disebutkan ‘perkawinan orang tua kami’ Dora Sigar dan Soemitro Djojohadikoesoemo, Jakarta 7 Januari 1947. Foto ini juga menggambarkan situasi dan kondisi yang sama yang dimuat pada harian Merdeka 19 Januari 1947 foto berdua tetapi menggambarkan pakaian kedua mempelai dan latar belakang foto.


‘Perkawinan orang tua kami’ Dora Sigar dan Soemitro Djojohadikoesoemo, Jakarta 7 mengindikasikan (acara resepsi pernikahan) diadakan di Jakarta pada tanggal 7. Seperti disebut di atas, ibu dan ayah Dora Marie Sigar telah meninggal dunia di Belanda pada tahun 1946. Oleh karena itu di dalam foto di Jakarta tanggal 7 Januari 1947 hanya orang tua Soemitro yang ada. Lantas, mengapa disebut acara resepsi perkawinan tanggal 7 Januari diadakan di Jakarta? Saat ini Margono Djojohadikoesoemo (ayah) dan Soemitro Djojohadikoesoemo adalah sama-sama Republiken. Apakah itu mungkin diadakan di Jakarta (sementara ibu kota RI sejak Januari 1946 sudah dipindahkan dari Djakarta ke Jogjakarta dan sejak bulan Oktober 1946 sepenuhnya pemerintahan RI telah dikosongkan dari Djakarta/Batavia). Namun pejabat/individu tertentu dari masing-masing pihak (Belanda dan Republiken) belum menggunakan surat izin tertentu (semacam visa). Hal ini karena isi perjanjian Linggarjati baru ditandatangani pada bulan Maret 1947. Pada tahun 1947 ini buku Soemitro Djojohadikoesoemo berjudul Soal Bank di Indonesia diterbitkan oleh penerbit Pustaka Rakjat (lihat Nieuwe courant, 13-12-1947).

Besar dugaan bahwa acara resepsi pernikahan diadakan di Djakarta. Mengapa? Seperti disebut di atas, Republik Indonesia menjalin hubungan dagang "Banking and Trading Corp., Ltd." didirikan di Batavia dengan modal ƒ20 juta, yang mana ƒ4 juta telah disetor; 60% saham tetap berada di tangan pemerintah Republik, dan 40% disediakan untuk publik. Manajemennya terdiri dari Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo dan Dr. Ong Eng (lihat Algemeen Handelsblad, 14-01-1947).


Nieuwsblad van het Noorden, 20-11-1946: ‘Pejabat direktur keuangan di Batavia, Drs. L. Korthals dan Dr. Soemitro, keduanya anggota subkomite urusan keuangan yang didirikan pada tanggal 30 Oktober, mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan bahwa mata uang Hindia Belanda dan mata uang Republik akan menjadi alat pembayaran yang sah di wilayah Jawa dan Sumatra yang diduduki Sekutu, dan apa yang disebut wilayah pinggiran di bawah otoritas Republik’.

Lalu kapan pernikahan yang sebenarnya dilangsungkan? Seperti disebut di atas ada tiga versi tahun untuk tanggal yang sama. Besar dugaan tanggal 7 Januari 1947 adalah acara resepsi pernikahan yang diselenggarakan oleh pihak keluarga Soemitro Djojohadikoesoemo (dalam adat Jawa). Dalam hal ini acara resepsi pernikahan kedua. Hal serupa ini umum berlaku bahkan hingga masa ini. Lalu kapan acara resepsi pernikahan yang pertama? Boleh jadi hal itulah mengapa terinformasikan pada tanggal 7 Januari 1946. Dalam hal ini resepsi pernikahan yang pertama telah diadakan di Belanda (semasih kedua orang tua Dora Marie Sigar masih hidup).


Bagaimana dengan versi tanggal 7 Januari 1945? Bisa saja terjadi. Sebab Soemitro Djojohadikoesoemo sudah lulus PhD pada tahun 1943. Sebab waktu pernikahan orang Indonesia di Belanda bebas dan bersifat acak. Mohamad Ildrem Siregar menikah (segera setelah lulus dokter) sebelum tahun 1941. FKN Harahap (sebelum selesai studi) menikah pada tanggal 9 Agustus 1945. Maroeto Daroesman menikah Februari 1946. Umumnya lulusan Belanda yang kembali ke tanah air sudah menikah di Belanda.

Seperti disebut di atas, abang Dora Marie Sigar bernama Mr Ph J Sigar menikah di Batavia pada bulan Desember 1946, beberapa minggu setelah ayah mereka meninggal di Belanda (November 1946). Adik bungsu mereka (di bawah Dora Marie Sigar) bernama Frederika Sigar terinformasikan menikah pada tahun 1949 (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 04-02-1949). Lalu bagaimana dengan saudara-saudara Soemitro Djojohadikoesoemo?


Seperti disebut di atas, pada tahun 1937 keluarga Margono Djojohadikoesoemo berangkat ke Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-08-1937). Di dalam manifes kapal ms Marnix van Sint Aldegonde yang berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Amsterdam tanggal 11 Augustus 1937 terdapat diantaranya RM Margono Djojohadikoesoemo, nyonya Margono Djojohadikoesoemo dan anak yakni nona S(oekartini) Margono Djojohadikoesoemo, nona M(iniati) Margono Djojohadikoesoemo, dan S(oemitro) Margono Djojohadikoesoemo.

Margono Djojohadikoesoemo ke Belanda pada tahun 1937. Keberangkatan ke Belanda Margono Djojohadikoesoemo juga terkait dengan dinas (sebagai Inspektur Jenderal di Algemeen Volkscredietbank). Keberangkatan ini juga bersama istri dan sang anak Soemitro Djojohadikoesoemo yang tengah pulang kampong selama libur kuliah. Keberangkatan ke Belanda ini juga turut saudara Soemitro Djojohadikoesoemo, yakni Soekartini Margono Djojohadikoesoemo dan Miniati Margono Djojohadikoesoemo.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-08-1937: ‘R. M. Margono. Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo, Inspektur Jenderal di Algemeen Volkscredietbank, yang ditempatkan di bawah pengawasan Penasihat Kredit Publik dan Koperasi, telah diinstruksikan untuk melakukan perjalanan ke Belanda selama satu tahun pada paruh pertama bulan Agustus 1937 dan, setibanya di sana, menyerahkan diri di bawah pengawasan Menteri Koloni, untuk diserahi tugas-tugas yang dianggap tepat oleh menteri tersebut’.

Hingga bulan April 1938, Margono Djojohadikoesoemo masih terinformasikan berada di Belanda (lihat De Nederlander, 06-04-1938). Disebutkan dalam pemakaman Dr Ir HJ Lovink di pemakaman umum di Alphen a.d. Rijn yang juga turut dihadiri antara lain, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, Seni dan Ilmu Pengetahuan, perwakilan Menteri Urusan Ekonomi; Dr LJ van der Waals, atas nama Menteri Koloni; RM Margono Djojo Hadikoesoemo, perwakilan Departemen Urusan Ekonomi di Batavia; W Brandsma, Royal Forester, mewakili HM Ratu; Prof C Broekema, Rektor Magnificus dari Universitas Pertanian di Wageningen; FEH Èbels, anggota Tweede Kamer.


De standard, 06-04-1938: ‘Den Haag, 5 April. Berdasarkan Keputusan Kerajaan, Komite Kehormatan untuk partisipasi Belanda dalam Pameran Dunia New York 1939 telah ditunjuk sebagai anggota oleh: Prof Dr GA van Poelje, Direktur Jenderal Pendidikan, dan Ir ALH Roebroek, Direktur Jenderal Pertanian. Berikut ini adalah beberapa pria yang telah ditambahkan sebagai anggota komite umum untuk partisipasi tersebut di atas: Raden Adipati Ario Soejono, yang bekerja pada divisi ke-4 Departemen Koloni; D Hannema, direktur Museum Boymans; WGF Jongejan, ketua Dewan Bisnis Hindia Belanda; Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo, pegawai Divisi 4 Departemen Koloni; Ph Mees, ketua Asosiasi Bankir Rotterdam; Prof Dr B Schrieke, profesor luar biasa di Universitas Kota di Amsterdam’.

Di Belanda juga terinformasikan istri Soejono dan istri Margono Djojohadikoesoemo diwawancari jurnalisi (lihat De Gooi- en Eemlander: nieuws- en advertentieblad, 29-04-1938). Disebutkan Ny. Soejono, istri seorang pejabat tinggi di departemen koloni, putrinya yang sedang belajar sastra Jawa di Leiden, dan Ny. Margono, juga istri seorang pejabat tinggi, yang belum lama berada datang dari Hindia Belanda.


Setelah satu tahun ke Belanda (termasuk perjalanan bolak-balik), Margono Djojohadikoesoemo kembali ke tanah air. Namun Miniati Margono Djojohadikoesoemo tidak kembali karena akan melanjutkan studi di Belanda. Tentu saja di Belanda, Miniati akan dibimbing abangnya Soemitro. Bagaimana dengan Soerkartini? Tidak terinformasikan kapal apa yang ditumpangi Margono Djojohadikoesoemo ke tanah air.

Pada tahun 1938 Miniati Margono Djojohadikoesoemo lulus ujian transisi dari kelas empat ke kelas lima di Eerste Christelijke HBS di Den Haag (lihat De Nederlander, 05-07-1938). Nama Margono Djojohadikoesoemo terinformasikan kembali di Hindia pada bulan Oktober 1938 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-10-1938). Disebutkan dalam rangka memperingati hari jadinya yang kelima, Credit-Centrale Bandung menyelenggarakan perayaan di gedung Himpoenan Soedara, Moskeeweg. Beberapa pembicara RS Soeriaatmadja dan I Soeriaatmadja mengenai sistem sewa beli, dan oleh RM Margono Djojohadikoesoemo mengenai hasil penelitiannya mengenai perdagangan dan industri Eropa selama masa jabatannya di Kementerian Perekonomian (di Belanda?). Pada tahun 1939, Miniati lulus ujian akhir HBS di Den Haag (lihat Haagsche courant 01-07-1939). Disebutkan ujian akhir HBS di Christelijke HBS bagian A (ilmu social) di Den Haag antara lain yang lulus Tine Djojohadikoesoemo.


Tampaknya Miniati Margono Djojohadikoesoemo lancar studi di Belanda. Miniati Margono Djojohadikoesoemo berangkat dari tanah air sudah lulus MULO atau HBS 3 tahun. Miniati Margono Djojohadikoesoemo lulus ujian akhir di Canisius College RK-AMS di Menteng 40, Batavia Centrum (lihat De koerier, 09-06-1937). Yang lulus bersama adalah Boerhanoeddin, Darwis, PA. Hakim, BF Jatim, P Liem Beng Tjioe, M Margono, IF Muller, J Siregar; gagal 4 candidat.

Lantas bagaimana selanjutnya, apakah Tine Djojohadikoesoemo akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Belanda atau kembali ke tanah air? Yang jelas, seperti disebut di atas, Soemitro Djojohadikoesoemo lulus ujian sarjana (Drs) di bidang ekonomi (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 11-07-1940). Dapat ditambahkan disini, Dora Marie Siregar berhasil menyelesaikan studi HBS di Belanda (lihat Algemeen Handelsblad, 02-07-1940). Disebutkan lulus ujian akhir di sekolah Handelschool di Christelijke Handels HBS, Amsterdam antara lain DM Sigar.


Soemitro Djojohadikoesoemo lahir tanggal 29 Mei 1917. Kapan lahir Tine Djojohadikoesoemo? Jika Tine Djojohadikoesoemo lulus sekolah HBS pada tahun 1939, dengan asumsi usia lulusan setingkat HBS adalah sekitar 18 tahun, kemungkinan besar lahir pada tahun 1921. Sebagaimana terinformasikan pada masa ini Soekartini Margono Djojohadikoesoemo lahir pada tahun 1919. Oleh karena itu, Tine Djojohadikoesoemo adalah anak ketiga dari Margono Djojohadikoesoemo.

Soekartini Margono Djojohadikoesoemo memulai sekolah di KW III School Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-05-1932). Disebutkan ujian masuk di KW III School yang lulus antara lain nona RA Soekartini Djojohadikoesoemo, HA Haye, nona JA Verdonk, M. Soerjono Daroesman (ayah dari Marzuki Daroesman, SH).


Yang lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua antara lain AF Ompi dan T Pohan. Yang naik dari kelas dua ke kelas tiga antara lain Soemitro Margono Djojohadikoesoemo (abang dari RA Soekartini Djojohadikoesoemo), MA Loen, Thung Liong Peng dan Z Zainoeddin. Yang naik ke kelas empat antara lain R Soenioto Sastrosoeparto dan M. Hamzah. Yang naik ke kelas lima (kelas tertinggi): Lit. Econ. Afdeeng antara lain E Trouw; Wis- en Nat. afdeeling antara lain RMP Tjipto Boedjono Prawiro Midjojo dan SG Manusama.  Pada tahun 1933 RA Soekartini Djojohadikoesoemo dan Soemitro Djojohadikoesoemo sama-sama naik kelas (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-05-1933). Seperti disebut di atas, Soemitro Djojohadikoesoemo pada tahun berikutnya pindah ke PHS. Pada tahun 1935 RM Soemitro Djojohadiekoesoemo lulus ujian akhir di PHS (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-06-1935).

Setelah naik ke kelas dua, pada tahun 1933 nama RA Soekartini Djojohadikoesoemo tidak terinformasikan lagi. Lantas bagaimana kelanjutan studi RA Soekartini Djojohadikoesoemo? Apakah mengundurkan diri? Pada tahun 1940 RA Soekartini Djojohadikoesoemo terinformasikan berada di Den Haag. Kapan ke Belanda, apakah tahun 1937? Bagaimana dengan Tine Djojohadikoesoemo? Seperti disebut di atas, pada tahun 1939, Miniati lulus ujian akhir HBS di Den Haag (lihat Haagsche courant 01-07-1939). Tampaknya Tine Djojohadikoesoemo setelah lulus HBS di Den Haag pada tahun 1939 kembali ke tanah air. Berdasatkan informasi yang ada hanya ada dua anak RM Margono Djojoadikoesoerao yang masih berada di Belanda yakni Soemitro Djojohadikoesoemo dan Soekartini Djojohadikoesoemo.


Soerabaijasch handelsblad, 21-06-1940: ‘Hubungan Keluarga di Belanda. Sementara banyak orang menanti dengan cemas. Kami telah mengetahui bahwa Bapak RM Margono Djojoadikoesoerao, Inspektur Sistem Kredit Rakyat di Batavia, mengirim telegram kepada Bapak Hart dan Profesor Boeke setelah invasi Jerman ke Belanda, meminta informasi tentang putranya, Soemitro, seorang mahasiswa di sekolah tinggi perdagangan di Rotterdam, putrinya, nona Soekartini di Den Haag, dan saudara laki-lakinya, Saroso, juga seorang mahasiswa di sekolah tinggi perdagangan di Rotterdam. Bapak Margono kini telah menerima pesan dari Menteri Koloni, melalui Gubernur Jenderal, bahwa, menurut informasi yang diterima oleh konsulat Belanda di Bern, anak-anak keluarga Margono aman di Belanda. Dapat ditambahkan ke pesan di atas bahwa pejabat lain di negara ini juga menerima berita melalui saluran yang sama mengenai nasib orang tua, anak-anak, atau anggota keluarga lainnya di wilayah pendudukan’.

Apakah Soekartini Djojohadikoesoemo di Belanda sedang melanjutkan studi? Yang jelas di Belanda sejak Mei 1940 telah terjadi pendudukan militer Jerman. Oleh karenanya hubungan komunikasi Belanda dan Indonesi terputusa. Namun jalur komunikasi yang ada ke Belanda tampaknya hanya melalui Bern di Swiss (juga berada di bawah kekuasaan Jerman). Seperti disebut di atas, Soemitro Djojohadikoesoemo lulus ujian sarjana (Drs) di bidang ekonomi pada bulan Juli 1940 (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 11-07-1940). Yang lulus bersama dengan Soemitro Djojohadikoesoemo adalah Saroso Wirodihardjo (yang dalam hal ini adalah pamannya). Pada tahun 1940 terinformasikan Raden Adjeng Soekartini Djojohadikoesoemo beralamat di jalan Regentesselaan No 103 Den Haag (lihat Leidsch dagblad, 28-12-1940).


Pada bulan Novemeri 1941 sejumlah anggota Volksraad pribumi meminta penjelasan dari pemerintah tentang isi Atlantic Charter (antara Perdana Menteri Inggris dan Presiden Amerika, delapan poin dalam yang menjadi tujuan-tujuan Sekutu) yang mana juga diterima pemerintah Belanda dengan puas (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-11-1941). Para anggota Volksraad pribumi tersebut adalah Soetardjo, Sceroso, Iskandar Dinata, Tjakraningrat, Tirtokoesoemo, Rehatta, Kasimo, Soangkoepon, Mogot, Abdoel Rasjid, Prawoto, Nalaprana. Soeria Nata Atmadja, Mahmoed, Muh. Yamin, Samsoedin, Mochtar, Lapian, Wirjopranoto, Sceria Karta Legawa, Sosrohadikoesoemo, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moélia (fraksi Pendidikan), Salamoen, Mapoedji, Soekawati, Tadjoeddin Noor, Hoedojó dan Hamongsapoetro. Dalam situasi ini terinformasikan bahwa Menteri Koloni telah menunjuk, Dr Van Mook, saat ini direktur Departemen Urusan Ekonomi sebagai Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda (lihat De Indische courant, 16-12-1941). Pada bulan Januari 1942 anggota Dewan Rakyat Soangkoepon telah mengajukan pertanyaan berikut kepada Pemerintah: Di antara warga negara Indonesia yang dipanggil untuk dinas militer terdapat kepala keluarga dan pencari nafkah, serta kaum muda yang sedang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan menengah dan tinggi. Mereka akan mengalami kerugian yang signifikan dalam studi mereka jika diwajibkan untuk menjalankan dinas militer (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-01-1942). Pada bulan Februari 1942 disebutkan agenda rapat umum hari Rabu, tanggal 4 bulan ini, telah dilengkapi dengan pertimbangan permohonan reservasi proposal; hasil permohonan anggota dewan, yang permohonannya telah diajukan oleh anggota Muh. Yamln, Abdulrasjid, dan Mogot (lihat De Indische courant, 04-02-1942). Pada masa reses sejumlah anggota dewan sudah ada yang pulang kampong. Akan tetapi tiba-tiba muncul telegram dari Sekretaris Pemerintah Pertama, yang mengumumkan bahwa Gubernur Jenderal menganggap perlu untuk mengadakan sidang luar biasa Volksraad, dimulai pada tanggal 24 Februari 1942, untuk membahas topik-topik tertentu. Tentu saja itu sulit dilakukan karena perang sudah sudah berlangsung. Pesan telegraf dari Bapak Soangkoepon, tertanggal Kotanopan, 21 Februari 1942, yang menyatakan bahwa beliau untuk sementara tidak dapat menghadiri rapat Volksraad dan Dewan Delegasi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-02-1942). Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon, anggota dewan paling vokal di Volksraad yang menjadi ketua fraksi Nasional Indonesia boleh jadi dalam hati marah kepada orang-orang Belanda “urus dirimu’. Volksraad kemudian di Batavia semakin kacau (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-02-1942). Disebutkan di Volksraad Wirjopranoto (Fraksi Nasionalis Indonesia) berbicara tentang hakikat perang, yang bukan lagi perjuangan militer, melainkan melibatkan seluruh penduduk. Oleh karena itu, masyarakat berkepentingan untuk dapat mengikuti fakta-fakta. Kepentingan negara dan rakyat bertemu dalam perang ini. Sehubungan dengan hal ini, pembicara menyoroti kurangnya informasi, yang telah dikritik di media. Pembicara menekankan pentingnya peran Letnan Gubernur Jenderal Dr van Mook, yang berkat kunjungannya ke Amerika, memiliki informasi yang cukup dan telah ditunjuk untuk memberi pengarahan kepada Volksraad. Singkatnya sebagaimana diketahui pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada pendudukan militer Jepang.

Pada akhir September 1942 Soekartini Djojohadikoesoemo beralamat di jalan Marien Poelstraat No 41 (lihat Leidsch dagblad, 01-10-1942). Pada pertengahan bulan Oktober Soemitro Djojohadikoesoemo dan saudaranya nona RA Soekartini Djojohadikoesoemo beralamat di jalan Mar. Poelstr. No 37 Leiden (lihat Leidsch dagblad, 20-10-1942).


Lalu apakah Saroso Wirodihardjo melanjutkan studi ke tingkat doktor (PhD)? Yang jelas Soemitro Djojohadikoesoemo berhasil meraih gelar doktor (PhD) dalam bidang ekonomi pada tahun 1943 di Rotterdam. Pada bulan Maret 1946, Soemitro Djojohadikoesoemo, PhD tiba di tanah air (setelah menghadiri sidang PBB di London. Saroso Wirodihardjo pada bulan Apri 1946 masih terinformasikan di Belanda.

Pada saat tiba di tanah air (Djakarta) pada bulan Maret 1946, besar dugaan Soemitro Djojohadikoesoemo, PhD telah diinformasikan dua adiknya (Soejono dan Soebianto) gugur dalam perang (mempertahankan kemerdekaan) di Tangerang (pada tanggal 25 Januari 1946).


Pada tanggal 22 Januari 1946 tiga pasukan Sekutu/Inggris dari Buitenzorg akan pergi ke Serpong untuk memeriksa gudang amunisi Jepang (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 22-01-1946). Sementara itu, pasukan yang telah berangkat ke Serpong untuk memeriksa pada hari Senin, harus kembali setelah perjalanan 8 Km, Mereka tidak bisa kembali ke Buitenzorg sebelum gelap karena dua jembatan hancur dan jembatan yang kedua tidak bisa dilewati. Berbagai hambatan dan perangkap tangki ditemukan di sepanjang jalan. Semuanya telah dibersihkan (lihat Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-01-1946). Pada akhir pekan tidak ada aktivitas Sekutu/Inggris di Buitenzorg. Eksplorasi mengungkapkan bahwa jembatan menuju Serpong dari Buitenzorg hancur. Pada tanggal 25 malam 26 Januari.ada kejadian dimana seorang penjaga Jepang diserang. Tidak ada informasi lebih lanjut yang diterima dari Serpong (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 29-01-1946). Saroso Wirodihardjo terinformasikan pada bulan Juli 1946 sudah berada di Indonesia (wilayah Republik sebagai Kepala Kantor Perdagangan Luar Negeri.

Bagaimana dengan Soekartini Djojohadikoesoemo dan Tine Djojohadikoesoemo? Yang jelas dua saudara mereka (Soejono dan Soebianto) sudah tiada. Hanya Soemitro Djojohadikoesoemo yang tersisa dari saudara laki-laki mereka.


Pada bulan Desember 1948, militer Belanda di Indonesia melakukan invasi (yang lebih dikenal agresi militer Belanda kedua) ke wilayah Republik dengan sasaran pertama Jogjakarta ibu kota RI dan Sibolga ibukota Keresidenan Tapanopeli (pada tanggal 19 Desember 1948). Sementara para militer berangkat bergerilya (Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion kembali ke West Java dan Jenderal Soedirman ke selatan Jogjakarta dan TB Simatoepan ke Midden Java) para pemimpin sipil (Soekarno dan Mohamad Hatta dan lainnya) menyerah. Pada saat inilah Mr Masdoelhak Nasoetion PhD, Mr Santoso Wirodihardjo dan lainnya ditangkap satu persatu. Yang pertama adalah Mr Masdoelhak Nasoetion PhD (penasehat hukum untuk pemerintah RI di Jogjakarta) dan kemudian dengan dirantai dibawa ke Pakem (di suatu ladang jagung). Setelah tiga hari, sejumlah Republik yang digelandang ke Pakem, termasuk yang menyusul Mr Santoso Wirodihardjo lalu tanggal 21 Desember semua (enam orang) dilepas di ladang jagung dan kemudian diburu. Mr Masdoelhak Nasoetion PhD dan beberapa yang lainnya seketika tewas. Namun Mr Santoso Wirodihardjo bisa lolos dari kejaran pemburu. Mr Santoso (Sekjen Kemendagri) dalam keadaan terluka, tetapi ketika di dalam mobil dalam perjalanan ke Jogja dapat dicegat tentara lalu disuruh berjongkok di tepi jalan lalu ditembak dan tewas di tempat (lihat De Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en Noord-Overijssel, 01-02-1949). Mr Santoso Wirodihardjo adalah paman dari Soemitro Djojohadikoesoemo (abang dari Saroso Wirodihardjo). Seperti disebut di atas, Saroso Wirodihardjo sama-sama lulus sarjana ekonomi dengan Soemitro Djojohadikoesoemo di Rotterdam tahun 1940; Mr Masdoelhak Nasoetion PhD dan Soemitro Djojohadikoesoemo PhD sama-sama meraih gelar doktor (PhD) tahun 1943. Saat ini (1948/1949) Soemitro Djojohadikoesoemo di Paris adalah perwakilan RI di PBB di Paris (lihat Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 08-01-1949). Foto: Soemitro Djojohadikoesoemo di Paris 1949

Dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia menemukan jalan keluar. Perundingan antara Belanda dengan Indonesia disepakati diadakan di Den Haag pada bulan Oktober 1949. Perundingan tersebut (Konferensi Meja Bundar/KMB) kemudian disepakati dimana Kerajaan Belanda akan mengakui kedaulatan Indonesia (dalam bentuk RIS/Negara Republik Indonesia plus negara-negara bagian/federal) yang akan berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam pemerintahan RIS ini Ir Soekarno sebagai Presiden, dan Drs Mohamad Hatta sebagai Perdana Menteri. Namun tidak lama kemudian sejumlah negara bagian (federal) membubarkan diri seperti Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Pasoendan, Negara Sumatra Selatan dan lainnya. Yang terakhir dibubarkan, setelah dilakukan referendum pada bulan April 1950 adalah Negara Sumatra Timur. Pada masa inilah kemudian para pemuda Indonesia melakukan kongres pemuda (yang ketiga, setelah 1926 dan 1928).


De vrije pers: ochtendbulletin, 08-06-1950: ‘Kongres Pemuda. Pagi ini pukul sepuluh, kongres pemuda ketiga diselenggarakan di ibu kota Pasar Besar pada April. Perwakilan dari seluruh Indonesia berpartisipasi dalam kongres, dan pekerjaan persiapan telah dimulai. 116 orang yang mewakili 42 organisasi hadir. Kongres yang sebenarnya baru akan dimulai Sabtu depan. Diskusi sedang diadakan mengenai topik-topik yang akan dibahas. Dalam sebuah proklamasi yang dikeluarkan pada pembukaan kongres pemuda, yang dimulai pagi ini di Soerabaja, lima organisasi pemuda, yaitu PPRI, GERI, PRAI, PRI, dan GAPI, yang bersama-sama memiliki cabang lokal di seluruh Indonesia, mengumumkan bahwa mereka telah bergabung dan bersama-sama mendirikan 'Pemuda Republik Rakjat Indonesia'. Dewan organisasi baru ini terdiri dari Abidin Effendi dari Soerabaja, ketua; Prabowo dari Djakarta, wakil ketua; Hasjim Darif dari Soerabaja, sekretaris jenderal; AH Makmur dari Djakarta, sekretaris pertama; dan anggota Soewono dari Solo, sekretaris kedua; dan Soewarto, Chalid, Rashidi, Soegiarto, Soemarsono, Handojo dan Soemarno’.

Sebagaiman diketahui pada tanggal 17 Oktober 1951 putra Soemitro Djojohadikoesomo lahir yang diberi nama Prabowo Soebianto. Mengapa nama itu yang diberikan? Nama Soebianto diduga mengambil nama pamannya Soebianto yang gugur dalam masa perang di Lengkong, Tangerang pada bulan Januari 1946. Bagaimana dengan nama Prabowo? Apakah nama itu dapat dikaitkan dengan nama-nama tokoh para pemuda saat itu (para penguru organisasi Pemuda Republik Rakjat Indonesia) yang mana Prabowo dari Djakarta sebagai wakil ketua dan Hasjim Darif dari Soerabaja sebagai sekretaris jenderal.


Sebagaimana kita lihat nama putra kedua Soemitro Djojohadikoesomo diberi nama Hasjim Soejono Djojohadikusumo (lahir 5 Juni 1954). Dalam hal ini Soemitro Djojohadikoesomo memberi nama kedua putranya: Prabowo (nama tokoh pemuda saat itu) Soebianto (nama paman yang gugur); Hasjim (nama tokoh pemuda saat itu) Soejono (nama paman yang gugur). Bagaimana itu bisa memiliki pola pemberian nama? Bisa saja ditanyakan kepada para pemilik nama (Prabowo Soebianto dan Hasjim Soejono). Pada tahun 1954 buku Soemitro terbit dengan judul Persoalan Ekonomi di Indonesia (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-06-1954).

Dalam perkembangannya nona Soekartini Djojohadikoesoemo terinformasikan sudah kuliah di Universitas Indonesia (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-11-1953). Disebutkan di fakultas bahasa dan sastra Universitas Indonesia lulus ujian propaedeutissche dalam bidang bahasa dan sastra Prancis antara lain nona Soekartini Djojohadikoesoemo. Tine Djojohadikoesoemo sendiri terinformasikan pada tahun 1951 telah menikah (Wahjoedi Djojodinoto).


Nama Wahjoedi terinformasikan pada tahun 1940 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-06-1940). Disebutkan di sekolah AMS Salemba afdeeling B (IPA) lulus ujian akhir antara lain FW Siagian, A Pattinama, Oey Beng Swan, J Grashuis, Raden Wahjoedi dan TB Simatoepang. Sebagaimana diketahui, TB Samatoepang diterima di Akademi Militer di Bandoeng yang baru dibuka. Pribumi lainnya yang diterima antara lain adalah AH Nasoetion, AE Kawilarang. Raden Wahjoedi diterima di Geneeskundige Hoogeschool di Batavia. Pada tahun 1941 Raden Wahjoedi lulus ujian kandidat kedua antara lain Soejono, Raden Wahdjoedi dan Lie Djoe Eng (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-08-1941). Catatan: Dalam kaitannya dengan pembukaan KMA di Bandoeng, salah satu anggota Volksraad NFG Mogot mengajukan pertanyaan: apakah tidak akan bermanfaat juga, dalam mengalokasikan tempat di Akademi Militer Kerajaan bagi calon-calon Indonesia, untuk mempertimbangkan sebanyak mungkin warga negara Indonesia yang terwakili dalam angkatan bersenjata. kebangsaan (Jawa, Sunda, Menado, Ambon, Batak, dll.) dan oleh karena itu, jika memungkinkan, untuk menerima setidaknya satu calon dari masing-masing kebangsaan ini (lihat De Sumatra post, 04-03-1941). Disebutkan lebih lanjut hingga awal Juli pada tahun 1940, sejumlah besar (sekitar 450) wajib militer memasuki dinas aktif di Bandung—semuanya memiliki ijazah akhir HBS 5 tahun atau AMS atau yang setara. Beberapa pemuda Indonesia termasuk di antara mereka yang menyerahkan sertifikat mereka. Pelatihan sebagai perwira profesional di Tentara Kerajaan Belanda (KNIL) ditawarkan kepada sejumlah dari mereka. Setelah melalui proses penyaringan, sekitar 250 pemuda ini (Belanda dan Indonesia) kini dinyatakan layak untuk pelatihan perwira cadangan. Sebagian besar dari jumlah ini, termasuk pemuda Indonesia, telah mendaftar untuk pelatihan lanjutan sebagai perwira profesional di Tentara Kerajaan Belanda (KMA), yang pelatihannya akan dimulai pada paruh kedua tahun ini. Dalam urusan akademi dan milisi ini di Volksraad yang paling kritis menyuarakan dari fraksi Nasional Indonesia (ING) yang dipimpin Abdoel Firman gelar Mangaradja Soangkoepon. Pada bulan Juli 1941 RUU tentang milisi di bawah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-07-1941). Dalam satu debat, Soangkoepon menunjukkan bahwa Pemerintah tidak membutuhkan pasukan berjuta-juta, karena jutaan tentara, selain 1.000 pesawat dan 4 kapal penjelajah tempur yang disebutkannya, tidak dapat dianggap sebagai angkatan bersenjata yang lengkap. Peralatan lengkap seperti itu akan membutuhkan puluhan ribu pesawat, belum lagi kapal perang, kereta perang, dan senjata, serta amunisi dan perlengkapan lainnya yang sangat besar yang membutuhkan biaya besar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-07-1941). Anggota fraksi NIG ini selain Mangaradja Soangkoepon (dari dapil Oost Sumatra), juga Dr Abdoel Rasjid (dapil Noord Sumatra) dan Mohamad Jamin dari dapil Midden Sumatra, Lapian (Celebes), Mochtar (Zuid Sumatra), Samsoedin, Soeroso (Midden Java), Tadjoeddin Noor (Zuid en Oost Borneo), Wirjopranoto, en Iskandardinata (Pasoendan) (lihat De Indische courant, 16-07-1941). Fraksi pribumi lainnya adalah PPBB (persatuan pegawai pemerintah) yang beranggotakan antara lain Prawoto, Soetardjo, Tirtokoesoemo dan NFG Mogot. Fraksi PPBB ini kemudian dikenal sebagai fraksi IMG (Moderat Indonesia). Pada bulan Novemeri 1941 sejumlah anggota Volksraad pribumi meminta penjelasan dari pemerintah tentang isi Atlantic Charter (antara Perdana Menteri Inggris dan Presiden Amerika, delapan poin dalam yang menjadi tujuan-tujuan Sekutu) yang mana juga diterima pemerintah Belanda dengan puas (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-11-1941). Para anggota Volksraad pribumi tersebut adalah Soetardjo, Sceroso, Iskandar Dinata, Tjakraningrat, Tirtokoesoemo, Rehatta, Kasimo, Soangkoepcn, Mogot, Abdoel Rasjid, Prawoto, Nalaprana. Soeria Nata Atmadja, Mahmoed, Muh. Yamin, Samsoedin, Mochtar, Lapian, Wirjopranoto, Sceria Karta Legawa, Sosrohadikoesoemo, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moélia (fraksi Pendidikan), Salamoen, Mapoedji, Soekawati, Tadjoeddin Noor, Hoedojó dan Hamongsapoetro. Pada bulan Februari 1942 disebutkan agenda rapat umum hari Rabu, tanggal 4 bulan ini, telah dilengkapi dengan pertimbangan permohonan reservasi proposal; hasil permohonan anggota dewan, yang permohonannya telah diajukan oleh anggota Muh. Yamln, Abdulrasjid, dan Mogot (lihat De Indische courant, 04-02-1942). Pada masa reses sejumlah anggota dewan sudah ada yang pulang kampong. Akan tetapi tiba-tiba muncul telegram dari Sekretaris Pemerintah Pertama, yang mengumumkan bahwa Gubernur Jenderal menganggap perlu untuk mengadakan sidang luar biasa Volksraad, dimulai pada tanggal 24 Februari 1942, untuk membahas topik-topik tertentu.

Tentu saja itu sulit dilakukan karena perang sudah sudah berlangsung. Pesan telegraf dari Bapak Soangkoepon, tertanggal Kotanopan, 21 Februari 1942, yang menyatakan bahwa beliau untuk sementara tidak dapat menghadiri rapat Volksraad dan Dewan Delegasi (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-02-1942). Singkatnya sebagaimana diketahui pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada pendudukan militer Jepang.

Asosiasi Mahasiswa Indonesia adalah federasi organisasi mahasiswa seluruh Indonesia. Salah satu pengurusnya tahun 1953 adalah Maroeli TH Silitonga, yang menjadi Panitia Persiapan Asian Student Games di Calcutta. Maroeli TH Silitonga terinformasikan pertama kali di Jogjakarta pada tahun 1951.


De nieuwsgier, 18-07-1953: ‘Asian Student Games. Dalam sebuah konferensi yang diadakan di Jogja pada tanggal 12 dan 13 Juli oleh perkumpulan olahraga mahasiswa dari seluruh Indonesia, diputuskan untuk berpartisipasi dalam Kompetisi Olahraga Mahasiswa Asia, yang akan diadakan di Kalkuta Februari mendatang. Sebagai persiapan, sebuah komite nasional untuk partisipasi dalam Kompetisi Olahraga Mahasiswa Asia telah dibentuk, yang terdiri dari (untuk presidium) Sie Swan Po (Asosiasi Mahasiswa Indonesia), ketua; Darmawan Adi (Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada), wakil ketua; dan untuk badan eksekutif, Maroeli TH Silitonga (Asosiasi Mahasiswa Indonesia), ketua; dan Alex Marentek (Ikatan Mahasiswa Jakarta), wakil ketua. Alamat: Panitia Nasional menghadapi Asian Stundent Games: Tugu Kuion 70, Jogja. Untuk Jakarta, silakan hubungi Alex Marentek, Peganggsaan Timur 17”. De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 20-07-1953: ‘Jogja Menuju Asian Student Games. Pada konferensi asosiasi olahraga pelajar dan mahasiswa yang diadakan di Jogja, diputuskan bahwa pelajar Indonesia akan berpartisipasi dalam Asian Student Games, yang akan diselenggarakan di Kalkuta Februari mendatang. Menyadari bahwa Asian Student Games akan mempererat hubungan internasional antar pelajar, sebuah komite nasional dibentuk di Indonesia pada tahun 1953. Presidiumnya terdiri dari perwakilan dari delapan organisasi pelajar dan mahasiswa yang aktif di bidang olahraga. Presidium diketuai oleh Sie Swan Po (PPMI) dan Darmawan Adi (Dewan Mahasiswa Gadjah Mada). Komite eksekutif diketuai oleh Maroeli TH Silitonga (IPPI) dan wakil ketua oleh Alex Marsntek (DMD). 

Pada tahun 1954 Maroeli TH Silitonga menjadi anggota Dewan Pengurus Ikatan Pemuda Peladjar Indonesia (IPPI) sebagai perwakilan Dewan Pengurus di Jakarta. IPPI sudah terinformasikan pada tahun 1952 (lihat De nieuwsgier, 30-08-1952). Pada tahun 1954 di Jakarta diadakan kejuaraan renang dimana Ria Tobing memecahkan rekor nasional (lihat De nieuwsgier, 29-11-1954). Hasil-hasilnya antara lain: 50 M Wanita: 1. Siti Nursiah (Tirta Kertjana) 54.9 detik; 2. Djuarial (TK) 59.9 detik; 3. Soekartini (TK) 69.5 detik. 100 M Wanita: 1 Ria Tobing (TK) 1 menit 31.9 detik (rekor baru nasional); 2 Dahlia Tobing (TK) 1 menit 37.4 detik; 3. Farida Harahap (TK) 1 menit 40.2 detik. Apakah Soekartini yang dimaksud adalah Soekartini Djojohadikoesoemo? Jika benar, apakah turut serta dalam Asian Student Games di Calcutta pada bulan Februari 1954? Farida Harahap masih berusia 15 tahun.


De nieuwsgier, 16-06-1954: ‘Dewan Pengurus IPPI. Dewan Pengurus Ikatan Pemuda Peladjar Indonesia untuk tahun mendatang terdiri dari: Boestaman, ketua; Makkateru Sjamsuadin, ketua I; Soeharno, ketua II; Iljas Fathoni, sekretaris; dan Zainal Moerad, bendahara. Untuk komisioner. Perwakilan Dewan Pengurus di Jakarta terdiri dari Maroeli TH Silitonga, Akhas Pangerang (sekretaris), Bahtiar Jahja, Eziddin, dan Martono. Perwakilan di IUS adalah Boësono Wiwoho’. De nieuwsgier, 11-12-1954: ‘Ribuan siswa dan mahasiswa merayakan Hari Hak Asasi Manusia kemarin pagi di Ikada. Setelah menyanyikan lagu kebangsaan, dilakukan hening cipta selama satu menit. Maruli Silitonga berbicara mewakili para mahasiswa, Olav Rytter mewakili PBB, Masdani mewakili Aliansi PBB Indonesia, dan (melalui perekam) Ketua DPR Sartono. Pertemuan tersebut memutuskan bahwa hak asasi manusia telah dilanggar di beberapa belahan dunia, termasuk Irian. Resolusi tersebut menyerukan kepada siswa dan mahasiswa di seluruh dunia untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta melawan kolonialisme. Kami memahami bahwa sebuah pertemuan juga diadakan tadi malam di Gedung Pertemuan Urnurn untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia. Karena tidak ada pengumuman yang dikirimkan kepada kami, sayangnya kami tidak dapat menghadiri pertemuan yang tidak diragukan lagi penting ini’.

Pada bulan Agustus 1955 telah terjadi perubahan kabinet dari Kabinet Ali ke Kabinet Boerhanoedin Harahap. Yang menjadi Menteri Keungan yang baru adalah Soemitro Djojohadikoesoemo. Satu pernyataan Menteri Keuangan yang baru dilantik ini adalah soal penyelidikan asal usul kekayaan para mantan Menteri (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-09-1955). Disebutkan dalam sebuah ceramah yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Sosialis di Jogjakarta, Menteri Keuangan, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, menyatakan bahwa ia "tidak keberatan jika pemerintah memulai penyelidikan mengenai asal usul kekayaan individu yang menjabat sebagai menteri untuk periode terbatas sejak tahun 1950 dan seterusnya. Mengenai tugas kabinet saat ini, menteri menyatakan bahwa kabinet ini dapat dianggap sebagai kabinet transisi, yang tugasnya terbatas. Hal ini mencakup, antara lain, memulihkan kepercayaan publik. Perbaikan di bidang ekonomi dan keuangan akan membutuhkan waktu yang panjang. Kabinet saat ini berupaya mencegah kemerosotan ekonomi dan nilai tukar mata uang lebih lanjut.


Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 23-09-1955: ‘Sjahrir dan Soemitro di Makassar. Kabinet saat ini adalah kabinet yang memimpin rakyat menuju pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil yang andal yang nantinya akan bertugas di pemerintahan, menurut pernyataan Prof Dr Soemitro, Menteri Keuangan, dalam sebuah pertemuan di Hotel Negara Makassar, yang diselenggarakan oleh PSI dan Gerakan Pemuda Sosialis di kota tersebut. Dr Soemitro, yang datang ke Makassar bersama Sjahrir dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan partai PSI, lebih lanjut menyatakan bahwa program utama kabinet saat ini adalah penyelenggaraan pemilihan umum yang baik dan, di samping itu, pemulihan wibawa pemerintah, yang mencakup penguatan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Kabinet Boerhanoeddin Harahap membentuk panitia ad hoc untuk menangani pemilihan umum, yang bertugas menyelidiki persiapan yang telah dilakukan oleh Kabinet Ali untuk pemilihan tersebut. Namun, beberapa kelompok mengklaim dalam hal ini bahwa kabinet ingin menunda pemilihan umum. Reaksi ini dapat dimaklumi, mengingat kabinet Boerhanoeddin telah melakukan pembersihan korupsi secara besar-besaran’.

Pada bulan Maret 1956 Kabinet Boerhanoedin Harahap digantikan kembali Kabinet Ali (Kabinet Ali yang kedua). Ganyang korupsi yang digaungkan oleh Kabinet Boerhanoedin Harahap kembali meredup. Usulan Prof Dr Soemitro, sewaktu menjadi Menteri Keuangan untuk penyelidikan asal usul kekayaan para Menteri tidak dapat direalisasikan.


Pada tahun 1956 akan diadakan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika di Bandoeng (setelah sukses konferensi Asia Afrika tahun 1955) dan telah terbentuk panitia baru (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 04-05-1956). Disebutkan dewan komite menjadi terdiri dari: Teddy Kardiman (IPPI), ketua pertama; AS Soedarsono (PP TRIP), ketua kedua; Hassan Arifin (Pemuda Rakjat), sekretaris pertama; dan S Kertapati (Pemuda Demokrat), sekretaris kedua. Keuangan akan dikelola oleh dua bendahara yang akan ditunjuk, masing-masing anggota IPPI dan PP TRIP. Asosiasi yang saat ini berkolaborasi di komite adalah: Gerakan Pemuda Bekas Tentara Peladjar, IPPI, Nonoman Sunda, Pemuda Rakjat, Mahasiswa Progresif, PP TRIP, LEKRA, PPD dan Pemuda Demokrat.

Sementara itu terinformasikan Gerakan Mahasiswa Sosialis didirikan (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 05-05-1956). Disebutkan Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS) baru-baru ini didirikan di Bandung. Gerakan ini berbasis sosialisme demokratis. Adrin Kahar adalah ketuanya.


Konferensi Mahasiswa Asia Afrika (AASC) hari ini dijadwalkan dibuka dengan upacara di Teater Varia, Bandung (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-05-1956). Disebutkan sekretaris Panitia Persiapan Internasional (PPI), Gultom menyatakan peserta dari 9 negara: Jepang, Filipina, Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia, Mesir, India, Lebanon, Iran dan Birma. Konferensi tidak mengejar tujuan politik atau ideologi. tidak punya waktu untuk tampil. Setiap delegasi disambut dengan antusias dengan yel-yel "Untuk Perdamaian dan Persahabatan". Delegasi Indonesia yang berpartisipasi dalam AASC terdiri dari: Agusdin Aminuddin, ketua PPMI (Federasi Mahasiswa Indonesia) dan anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sebagai ketua delegasi; anggota delegasi Busro Sahri (Gerakan Mahasiswa Jakarta); Dulmanat, Wakil Ketua PPMI sekaligus anggota CMB (Konsentrasi Mahasiswa Bandung); Sabam Siagian dari Persatuan Mahasiswa Kristen Indonesia. Anggota lainnya adalah: Surachman (Universitas Airlangga Surabaya); Subroto (Universitas Gadjah Mada, Jogja); Emil Salim (Universitas Indonesia, Jakarta); Ismail Kartasasmita Mahdan (Universitas Medan); Andi Ismail Arifin Manggu (Universitas Makassar); Achmad Djailani, Jopie Nunuhutu; Sjarif Saleh, dan Ismail Habi. Delegasi tersebut berkumpul pada Konferensi Mahasiswa Antar-Indonesia di Jakarta pada pertengahan Mei lalu.

Pada bulan Juni 1956 mantan Menteri Keuangan Prof Dr Soemitro Djojoghadikoesoemo terinformasikan akan berangkat ke Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo adalah Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 26-06-1956: ‘Prof. Dr. Soemitro ke Amerika Serikat. Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Burhanuddin Harahap, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, terbang ke Amerika Serikat pada hari Senin. Prof. Soemitro akan menghabiskan sekitar enam minggu menghadiri seminar di Merrill Center for Economics, tempat para ekonom dari seluruh dunia akan bertukar gagasan. Prof. Soemitro akan ditunjuk sebagai anggota komite pengarah yang beranggotakan lima orang. Setelah menghadiri seminar tersebut, Prof. Soemitro akan memberikan kuliah tamu di University of California, Berkeley. Setelah kunjungannya ke Amerika Serikat, Prof. Soemitro juga akan mengunjungi University of Manchester di Inggris’.

Selepas konferensi di Bandoeng, CMB (Konsentrasi Mahasiswa Bandung) menginisiasi terbentuknya Konsentrasi Mahassiwa Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) pada bulan November 1956 (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 16-11-1956).


Pusat Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) mengajak mahasiswa untuk mendukung dan melaksanakan konsep presidensial. Dalam sebuah pernyataan, organisasi tersebut menyatakan bahwa perpecahan yang berkembang belakangan ini di antara rakyat Indonesia membahayakan keamanan tujuan revolusioner (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 26-02-1957).

Pada tahun 1957 Maroeli Silitonga (IPPI) terinformasikan sebagai Ketua Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS). Ini mengindikasikan bahwa Maroeli Silitonga sebagai ketua pada periode kedua. Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS) berseberangan dengan Konsentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI)? CGM pro kebijakan RI, GMS pro PRRI?


Sejak kemerdekaan Indonesia, gerakan mahasiswa Indonesia di Indonesia bermula pada tahun 1947. Pada bulan Januari 1947 di ibu kota RI di Jogjakarta didirikan Himpoenan Mahasiswa Islam (HMI) yang diketuai oleh Lafran Pane (adik dari Sanoesi Pane). Pada bulan November 1947 di Djakarta, didirikan Perhimpoenan Mahasiswa Universitas Indonesia (PMUI) yang digagas oleh Ida Nasoetion dari jurusan sastra dan G Harahap dari jurusan jurnalistik. Ida Nasoetion menjadi ketua pertama PMUI yang kemudian pada bulan April 1948 diduga diculik Belanda (yang kemudian hilang untuk selamanya) yang dilaporkan surat kabar harian Merdeka. Seperti disebut di atas, Kongres Pemuda diadakan di Djakarta yang diselenggarakan Pemuda Republik Rakjat Indonesia (PRRI) yang mana Dewan terdiri dari Abidin Effendi dari Soerabaja, ketua; Prabowo dari Djakarta, wakil ketua; Hasjim Darif dari Soerabaja, sekretaris jenderal; AH Makmur dari Djakarta, sekretaris pertama; dan anggota Soewono dari Solo, sekretaris kedua; dan Soewarto, Chalid, Rashidi, Soegiarto, Soemarsono, Handojo dan Soemarno (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 08-06-1950). Pada tahun 1952 organisasi mahasiswa di tingkat universitas di Djakarta dibentuk dengan nama Dewan Mahasiswa (studentenraad) Universitas Indonesia Djakarta (lihat De nieuwsgier, 22-12-1952). Disebutkan dalam berita ini Presiden terpilih adalah Widjojo [Nitisastri] (Fakultas Ekonomi). Anggota terdiri dari Soebardi (Fakultas Sastra dan Filsafat), Soeharto (Fakultas Kedokteran) dan Ismed Siregar (Fakultas Hukum). Dewan Mahasiswa pimpinan Widjojo Nitisastro ini hanya mencakup empat fakultas Universitas Indonesia di Djakarta. Sedangkan fakultas Universitas Indonesia di Bandoeng memiliki dewan sendiri yang pimpinannya antara laian Januar Hakim Harahap (mahasiswa teknik sipil). Pada tahun 1953 di Djakarta diadakan Hari Soempah Pemoeda pada hari yang mana para pemuda bersumpah (lihat De nieuwsgier, 21-10-1953). Disebutkan rangkaian kegiatan Hari Sumpah Pemuda dilakukan dua hari tanggal 26 dan 27 Oktober 1953. Kegiatan dilaksanakan di Deca Park (lapangan Monas bagian selatan yang sekarang). Ketua Panitia adalah Ali Mochtar Hoetasoehoet, ketua mahasiswa Akademi Wartawan yang berlokasi di Deca Park yang juga bekerja di harian Indonesia Raja pimpinan Mochtar Lubis (yang tengah ditahan). Ali Mochtar Hoetasoehoet adalah mantan komandan tentara pelajar di Padang Sidempoean. Selanjutnya Gerakan Mahasiswa Sosialis di Bandung menyatakan dukungan penuh terhadap segala langkah yang diambil dengan kesadaran penuh untuk memberantas korupsi dan tidak bermotif politik, sebagaimana tertuang dalam pernyataan yang ditandatangani oleh ketuanya, yang akan disampaikan kepada para pejabat negara saat ini (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 10-04-1957).

Maroeli Silitonga berdebat dengan Emil Salim (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-05-1957). Disebutkan dalam perayaan Dies Natalis Gerakan Mahasiswa Jakarta diadakan debat antara Maroeli Silitonga Ketua Badan Eksekutif Gerakan Mahasiswa Sosialis dengan Emil Salim Ketua Dewan Kerja Mahasiswa Universitas Indonesia. Perdebatan tersebut dipimpin oleh Amrin Thaib dan dihadiri oleh, antara lain, rektor Universitas Indonesia, Profesor Bahder Djohan. Inti debat Ëmil Salim berpendapat bahwa organisasi mahasiswa tidak boleh terlibat dalam politik, sementara Maruli Silitonga menentang pandangan ini.


Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 28-05-1957: ‘Dr. Soemitro Tetap di Sumatra. Mantan Menteri Keuangan, Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, yang telah menerima surat perintah penangkapan dari otoritas militer di Jawa, saat ini berada di Padang, Sumatra Tengah. Dalam pernyataan yang dikeluarkan hari ini, beliau membantah tuduhan bahwa beliau terlibat dalam kejahatan jabatan. Dia mengatakan bahwa beliau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dari otoritas militer karena menolak tunduk pada "tirani yang sewenang-wenang". Soemitro tiba di Padang empat belas hari yang lalu’.

 

Selain Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS) juga terdapat Gerakan Pemuda Sosialis (GPS) yang terbentuk di berbagai daerah. Kedua gerakan sosialis sudah tentu terhubung dengan Partai Sosialis Indonesia. Seperti disebut di atas, Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS) didirikan di Bandoeng pada tahun 1956. Sedangkan Gerakan Pemuda Sosialis pada tahun 1956 sudah berusia dua tahun (lihat De nieuwsgier, 06-12-1956). Disebutkan Gerakan Pemuda Sosialis mengadakan resepsi di Gedung Pertemuan Umun di Dakarta pada Selasa malam sehubungan dengan peringatan dua tahun. Hadir adalah Ketua Umum dari Partai Sosialis Indonesia Soetan Shahrir. Sejumlah pidato diadakan pada kesempatan ini. Sebuah film ditampilkan setelah pidato.


Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 01-08-1957: ‘Pemuda Indonesia Kunjungi Amerika Serikat. Tujuh perwakilan dari Pemuda Demokrat Indonesia, Persatuan Pemuda Kristen Indonesia dan Gerakan Pemuda Sosialis berangkat ke Amerika Serikat atas undangan pemerintah AS untuk melakukan perjalanan orientasi di sana selama 140 hari, kata American Information Service di Djakarta. Mereka akan mengunjungi pusat-pusat pelatihan di bawah naungan Majelis Kesejahteraan Nasional di New York dan selanjutnya juga mempelajari gerakan keagamaan, organisasi pemuda, metode mengenai pengumpulan dana, teknologi pembuatan massa, organisasi bisnis pertanian dan ikan. Kunjungan ke taman dan monumen nasional serta tempat-tempat bersejarah juga aktif’.

Sebagaimana diketahui Maroeli TH Silitonga kemudian menikah dengan Soekartini Djojohadikoesoemo. Kapan mereka menikah tidak terinformasikan. Seperti disebut di atas, Maroeli Silitonga adalah ketua Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia, yang mana Soemitro Djojohadikoesoemo adalah anggota Dewan Pusat Partai Sosialis Indonesia (PSI), partai yang didirikan tahun 1948. Anak pertama Maroeli TH Silitonga dan Soekartini Djojohadikoesoemo lahir tahun 1958 yang diberi nama Mora Dharma Silitonga. Seperti kita lihat nanti anak kedua mereka diberi nama Mitra Vinda Silitonga.


Pada kabinet yang dipimpin Perdana Menteri Boerhanoedin Harahap (partai Masyumi) tahun 1955, Soemitro Djojohadikoesoemo adalah Menteri Keuangan (partai PSI). Dalam perkembangannya Kabinet Boerhanoedin Harahap mendapat tekanan di parlemen. Mengapa? Partai Masjumi dan Partai PSI dan partai yang lainnya yang sehaluan mengajuan RUU Anti Korupsi. Tidak kuat menghadapi tekanan, Boerhanoedin Harahap membubarkan kabinetnya pada tanggal 3 Maret 1956. Tidak lama kemudian muncullah kisruh nasional (terbentuknya PRRI dan kemudian disusul dengan terbentuknya Permesta). Catatan: Pada tahun 1957 Kerajaan Inggris memberikan kemerdekan kepada Federasi Malaya (Semenanjung Malaya). Saat ini Singapoera masih berada di bawah Inggris.

Setelah Soemitro Djojohadikoesoemo tidak lagi di dalam kabinet Indonesia (RI), tentu saja menggunakakan kepakarannya dalam bidang ekonomi. Pada saat inilah terinformasikan di Singapoera suatu perusahaan orang Indonesia yang dikenal sebagai ‘Island Development Associates’ atau ‘Eastern Trading’ atau ‘Prabowo Company’ yang berada di gedung perkantoran termahal di Singapura, sebuah gedung pencakar langit berpendingin udara dari marmer dan aluminium (lihat De Volkskrant, 03-04-1958).


Dr Soemitro Djojohadikoesoemo yang menjadi Menteri Keuangan pada Kabinet Boerhanoeddin Harahap digantikan Djoeanda Kartawidjaja sejak 9 Januari 1957 dalam Kabinet Ali Sastromidjojo. Kabinet Ali kedua ini kemudian digantikan Kabinet Djoeanda Kartawidjaja (yang dilantik pada 9 April 1957). Dalam kabinet ini Perdana Menteri Djoeanda Kartawidjaja juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan. Untuk posisi Menteri Kehakiman adalah Gustaaf Adolft Maengkom dan Menteri Keuangan Soetikno Slamet. Catatan: Djoeanda Kartawidjaja lulus ujian akhir di THS Bandoeng dan mendapat gelar insinyur tahun 1933 (lihat De locomotief, 08-05-1933). Sementara di kampus yang sama Ir Soekarno lulus tahun 1926. GA Maengkom pada tahun 1931 lulus ujian kandidat kedua di Rechthoogesshool di Batavia. Pada tahun 1933 GA Maengkom, A Maengkom dan AE Maengkom beralamat di jalan Kemajoran 53 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-04-1933). GA Maengkom lulus ujian doctoral pertama (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-11-1933). A Maengkom menikah (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-08-1934). Sementara Amir Sjarifoedin Harahap di kampus yang sama tertunda studinya karena sudah ditahan di penjara Soekamiskin Bandoeng (lihat De Indische courant, 15-04-1935). Disebutkan Amir Sjarifoedin, tokoh Partindo yang terkenal, yang seperti diketahui, dijatuhi hukuman satu setengah tahun penjara oleh Landraad di Batavia pada tahun 1933 karena penghasutan, menurut N. v. d. D., akan dibebaskan pada pertengahan April. Saat ini ia mendekam di penjara Soekamiskin. Pada bulan Januari 1934 Ir Soekarno dari penjara Soekamiskin dibawa ke Bata v ia dan selanjutnya diasingkan ke Flores. Pembebasan Amir Sjarifoedin karena ada permintaan dari kampus karena masih kuliah. Partindo adalah suksesi PNI pimpinan Ir Soekarno. Amir Sjarifoedin Harahap dan Mohamad Jamin dua tokoh Partindo akhirnya lulus di Rechthoogeschool dan kemudian membuka firma hukum di Soekaboemi. Bagaimana dengan GA Maengkong yang juga anggota Partindo? Yang jelas nama GA Maengkom baru terdeteksi lagi pada tahun 1954 (lihat Indische courant voor Nederland, 18-09-1954). Disebutkan GA Maengkom dari Soekabumi telah dimutasi ke Djakarta dan diangkat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Pertama di Jakarta.  A Maengkom (saudara GA Maengkom) terinformasikan meninggal pada bulan Mei 1955 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-05-1955). Soetikno Slamet lulus ujian akhir AMS afdeeling AI di Jogjakarta tahun 1933 (lihat De locomotief, 05-05-1933). Pada tahun 1934 Soetikno Slamet lulus ujian kandidat pertama di Rechtshoogeschool (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-05-1934). Pada tahun 1936 Soetikno Slamet lulus ujian doctoral pertama (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-11-1936). Soetikno Slamet lulus ujian doctoral kedua (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1939). Tinggal selanvgkah lagi untuk mendapat gelar sarjana hukum (Mr). Setelah lulus Soetikno Slamet ditempatkan di Kediri. Pada tahun 1941 Soetikno Slamet diangkat menjadi adjunct inspektur keuangan di Kediri (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-03-1941). Pada tahun 1947 Soetikno Slamet bagian dari delegasi RI dalam Perundingan Renville (lihat Algemeen Indisch dagblad, 29-10-1947). Disebutkan delegasi RI ke Renville dipimpin Perdana Menetri Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dengan wakil Mr Ali Sastroamidjojo. Para anvggota delegasi antara lain Soetan Sjahrir. H Agoes Salim, Dr Tjoa Sek Ien, Ir Djoeanda. Para penasehat antara lain Kolonel TB Simatoepang; Commodore Soeriadarman, wakil Commodore Halim Perdana Koesoema, Dr AK Gani. Mr Soetikno Slamet dan RM Margono (ayah dari Soemitro Djojohadikoesoemo). Lantas dimana Soemitro Djojohadikoesoemo? Sedang menjadi perwakilan RI di PBB. Soetikno Slamet juga menjadi bagian delegasi RI ke perundingan KMB di Den Haag (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 23-08-1949). Disebutkan Minggu pertama konferensi dimulai dengan pertemuan berbagai delegasi. Misalnya, Drs Mohamad Hatta bertemu dengan Prof. Romme, demikian pula Dr. Soekiman. Menteri Mansholt bertemu dengan Soemitro Djojohadikoesoemo. Kelompok-kelompok kecil delegasi Belanda telah bertemu dalam beberapa hari terakhir untuk membahas isu-isu terkait Uni, masalah militer, serta masalah keuangan dan ekonomi. Delegasi republik kini telah menunjuk anggota komite: sebuah komite politik, yang dipimpin oleh Dr Soepomo dengan para anggota: M Roem, Soekiman, Ali Sastroamidjojo, Koesoemahatmadja, Mohammed Jamin, Hamid Algadrie, dan Tan Po Goan. Komite ekonomi beranggotakan, antara lain: Ir Djoeanda, Prof Soenario, Soejonohadinoto, Margono (ayah Soemitro), Hadikoesoemo, Soetikno Slamet, Sediono, Soewarto; Sabaroeddin, Achmad Kosasih, Soemadimangoenkoesoemo. Dalam panitia militer, yang anggotanya tiba hari ini: Dr. Leimena, Soebyakto, Soeriadarma, Kolonel Jahja, dan Mayjen Harjono. Dalam panitia kebudayaan: Ali Sastroamidjojo, Prof. Soenario, Soesoehoenan dan Mangkoenegoro, serta Dr Sim Ki Ay dan Mohammed Yamin. Di komite sosial: Soejono, Soerasno, Sewaka, Sediono, dan Soewarta. Selanjutnya, delegasi Partai Republik telah menunjuk anggota sub-komite yang mungkin akan menangani: kebijakan ekonomi umum, kebijakan moneter, kebijakan perdagangan, valuta asing, bank sirkulasi, pinjaman dan keuangan negara, ganti rugi hukum bagi perusahaan, dan lalu lintas darat, laut, dan udara. Pada tahun 1952 Soetikno Slamet diketahui sevbagai kepala perbendaharaan umum.

Disebutkan lebih lanjut, tidak hanya ‘Prabowo Company’ juga ada ‘Marindo Corporation’ yang merupakan milik dari Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo. Nama perusahaan ‘Prabowo Company’ merupakan nama anak Soemitro Djojohadikoesoemo yang bernama Prabowo Djojohadikoesoemo; dan nama ‘Marindo Corporation’ adalah singkatan dari nama ayah Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo yakni Margono Dojojohadikoesoemo. Di Singapoera juga terdapat nama perusahaan ‘Trimarga’ yang dipimpin oleh Prof Drs Tan Goan Po.


Tampaknya Soemitro Djojohadikoesoemo sayang anak, sayang ayah (like son, like father). Nama anak ditabalkan sebagai nama perusahaan dan juga nama ayah ditabalkan pada nama perusahaan. Saat ini Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo masih berusia tujuh tahun; sang ayah Margono Djojohadikoesoemo masih hidup (pensiunan). Nama Margono Djojohadikoesoemo terinformasikan pada tahun 1957 (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 23-01-1957). Disebutkan Margono Djojohadikoesoemo adalah Presiden Direktur NV Natour (National Hotel and Tourism); dan Presiden Komisaris Bank Negara Indonesia. Margono Djojohadikoesoemo adalah anggota PSI (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 08-02-1957). Margono Djojohadikoesoemo sebagai Ketua Dewan Pengawas Bank Indonesia berakhir (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 01-07-1957). Margono Djojohadikoesoemo, Presiden Direktur NV Natour, pergi ke luar negeri, tetapi jatuh sakit di Singapura dan sangat marah (saran dokter: istirahatlah selama tiga bulan). Setelah tiga bulan istirahat, Margono Djojohadikoesoemo mengatakan ingin mengundurkan diri sebagai direktur, karena ingin menyerahkan jabatan direktur kepada yang lebih muda. Nyonya Margono Djojohadikusumo terinformasikan di Djakarta sebagai ketua kepanitiaan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-10-1957).

Sejak ini ini nama Soemitro Djojohadikoesoemo dan sang ayah Margono Dojojohadikoesoemo tidak terinformasikan lagi. Besar dugaan Soemitro Djojohadikoesoemo bersama ayah (Margono Dojojohadikoesoemo) dan anak Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo tinggal di Singapoera (bersekolah). Sementara itu di Indonesia, Kabinet Djoeanda Kartawidjaja berakhir 6 Juli 1959. Dalam Kabinet Karya yang dimulai 10 Juli 1959 dipimpin langsung Presiden Soekarno dan juga merangkap sebagai Perdana Menteri. Dalam kabinet ini Menteri Keuangan dijabat oleh Djoeanda Kartawidjaja dan Menteri Keamanan dan Pertahanan adalah Majoor Generaal Abdoel Haris Nasoetion. Pada kabinet ini untuk pertama kali dibentuk Kementerian Perdagangan dengan status Menteri Muda yang dijabat oleh Overste (Letkol) Mr Arifin Harahap. Kementerian Kehakiman (sebelumnya dijabat GA Maengkom) didegradasi statusnya menjadi Menteri Muda Kehakiman (dijabat Sahardjo). Kabinet ini terkesan bercorak ‘alumni’ Bandoeng (yang mingindikasikan antitesa pemerintahan PRRI).


Mr Arifin Harahap adalah adik dari mantan PM Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (meninggal 1948) yang sejak 1950 sebagai pejabat karir di Direktorat Perdagangan Luar Negeri) bersama dengan Dr Soemitro Djojohadikoesoemo. Sudah barang tentu kini (1958), bisnis Soemitro Djojohadikoesoemo di Singapoera dengan perdagangan luar negeri Indonesia akan menjadi semakin erat. Untuk sekadar ditambahkan disini, adik Mr Arifin Harahap bernama N Hanoem Harahap menikah dengan Akman Beruni, adik dari Ir Amroe Baghwie Siregar di Bandoeng (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-01-1953). Ir Amroe Baghwie adalah putra dari Dr Abdoel Rasjid Siregar, pendiri Bataksche Bond di Batavia tahun 1918 dan anggota Voksraad dari dapil Noord Sumatra (1934-1942).

Pada tahun 1965 entah bagaimana, Presiden Soekarno tiba-tiba menyinggung nama Soemitro Djojohadikoesoemo. Apa yang salah dengan Prof Soemitro Djojohadikoesoemo? Nama Soemitro Djojohadikoesoemo terinformasika kembali setelah Soemitro Djojohadikoesoemo hijrah ke Soengapoera pada tahun 1957.


Amigoe di Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden, 20-09-1965: Jakarta. (ANP) — Presiden Soekarno pada hari Sabtu menyatakan dalam sebuah pertemuan para ekonom Indonesia bahwa buku-buku teks ekonomi dari luar negeri, seperti karya Engelbrecht, Keynes, dan lainnya, harus dibuang. Ia berpendapat bahwa para ekonom Indonesia "harus mengembangkan teori dan pandangan baru tentang konstruksi sosialisme." Kepala negara secara khusus mengecam teori-teori Profesor Soemitro, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Uniersitas Indonesia, yang kini dilaporkan berada di Malaysia’.

Sebagaimana diketahui pada tanggal 30 September 1965 terjadi kisruh politik di Indonesia yang dikenal sebagai G30/S PKI. Sebanyak enam jenderal terbunuh seperti Jenderal Achmad Yani (KASAD) dan Brigjen DI Pandjaitan. Menteri Pertahanan AH Nasoetion dapat menyelamat diri tetapi ajudannya Letnan Tendean terbunuh (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 05-10-1965). Disebutkan pada hari ini, mereka dimakamkan dengan penghormatan militer, bersama dengan seorang letnan yang juga gugur. Menteri Nasoetion (Menteri Koordinator Kompartimen Pertahanan dan Keamanan / Kepala Staf Angkatan Bersenjata) memimpin prosesi pemakaman. Sementara itu Radio Djakarta mengumumkan semua anggota pengawal istana yang ikut dalam pemberontakan hari Kamis di bawah pimpinan Kolonel Oentoeng telah dipanggil untuk hadir dalam waktu tiga hari, dengan ancaman sanksi berat jika melakukan desersi.  Catatan: Jenderal Achmad Yani yang gugur kemudian digantikan oleh Mayor Jenderal Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden RI, menggantikan Soekarno).


De tijd: dagblad voor Nederland, 06-01-1968: ‘Ketidakpuasan di Indonesia oleh CH Schaap. Di Indonesia, ketidakpuasan terhadap rezim Jenderal Suharto semakin meningkat, yang mengambil alih kekuasaan dari Presiden Sukarno pada bulan Februari dan memperluas kekuasaannya pada bulan Oktober. Meskipun pemerintahan yang dibentuknya sebagian besar terdiri dari warga sipil, Suharto juga dibantu oleh staf pribadi (Staf Pribadi, disingkat SPRI), yang disebut sebagai "pemerintahan tak kasat mata" Indonesia. Badan ini terdiri dari dua belas personel militer. Salah satunya adalah Mayor Jenderal Taswin Almanik Nntadiningrat, yang telah ditunjuk sebagai pengganti Dr. Soedjarwo Tjondronegoro sebagai duta besar di Den Haag. Soedjarwo akan kembali ke Jakarta minggu ini; kedatangan Taswin di Den Haag belum diketahui. Ketidakpuasan di Indonesia menyangkut pembangunan ekonomi dan politik. Mereka yang tidak puas tidak menyangkal bahwa banyak hal telah membaik sejak rezim otokratis Presiden Sukarno, terutama terkait kebebasan berpendapat dan pendekatan terhadap hubungan luar negeri, tetapi mereka merasa kemajuannya terlalu lambat. Mereka prihatin dengan penundaan pemilu yang diumumkan Suharto, kekuatan besar SPUI (Gerakan Sosialis untuk Persatuan Rakyat), dan kenaikan harga. Di Medan, harga beras kini telah naik menjadi enam puluh rupee per kilo. Mereka yang tidak ingin makan nasi tentu saja dapat memilih tepung terigu dengan harga tiga puluh rupee per kilo, tetapi itu pun tidak dapat dibeli dengan gaji dalam rupee, yang hanya sedikit lebih tinggi daripada gaji orang Belanda dalam gulden. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa di Indonesia banyak orang memiliki lebih dari satu pekerjaan, tetapi bahkan dengan pekerjaan seperti itu pun hidup tetap sulit. Orang-orang di Indonesia juga kesal dengan sikap Jenderal Suharto, yang mengatakan kepada para demonstran yang memprotes tingginya harga beras: "Ya, saya bertanggung jawab, tetapi jika saya dapat membantu menurunkan harga beras dengan ikut bersorak, saya akan ikut bersorak." Menteri Penerangan Moh. Diah Uield kemudian memberikan pidato radio yang memuji tindakan "kesatria" Suharto. Di Indonesia, mereka berkata: "Kita tidak lagi membutuhkan demagogi ala Sukarno seperti itu." Atau, dalam versi Belanda: Tindakan lebih berbicara daripada kata-kata. Kritikus di Indonesia mengatakan pemerintah Suharto tidak melakukan apa pun untuk benar-benar mengatasi ekonomi. Mereka hanya mengekstraksi dana asing. Ini adalah tuduhan yang agak cacat, karena bisnis memang telah dihidupkan kembali yang telah benar-benar runtuh di bawah Sukarno. Tetapi terlalu sedikit dari hal ini yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Di atas segalanya, produksi beras yang cukup dan terjangkau seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia. Lebih lanjut, penundaan kembalinya demokrasi penuh menimbulkan kebencian. Mengapa pemilihan umum, yang dijanjikan pada 5 Juli 1988, ditunda hingga awal 1969? Dan mengapa kedua partai yang dilarang oleh Presiden Sukarno saat itu, Masjoemi dan PSI (partai sosialis mendiang Sutan Sjahrir), masih belum kembali? Dan mengapa orang-orang yang sebelumnya menentang Sukarno tidak terlibat? Pemerintah Suharto memang telah mengizinkan partai Islam lain untuk menggantikan Masjoemi yang dilarang, tetapi itu merupakan tantangan yang cukup besar. Pertama, mantan Wakil Presiden Moh. Hatta ingin memimpin "partai Islam demokratis" ini, tetapi ia ditolak. Kemudian, Bapak Moh. Roem (berkali-kali menjadi menteri dan, setelah Konferensi Meja Bundar, menjadi perwakilan Indonesia pertama di Den Haag) maju, tetapi ia juga tidak disukai. Akhirnya, muncullah Haji Fakih Oesman, seorang tokoh yang jauh kurang menonjol dibandingkan kedua tokoh sebelumnya. Patut dicatat bahwa baik Hatta maupun Roem tidak terlibat dalam pemberontakan di Sumatra pada tahun 1958, yang bisa menjadi alasan penolakan mereka. Mereka yang berpartisipasi dalam pemberontakan itu, termasuk tokoh-tokoh terkemuka seperti Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo dan Bapak Sjafroeddin Prawiranegara, kini kembali memiliki kebebasan politik, tetapi mereka tidak diberi jabatan resmi. Demikian pula, tidak ada mantan anggota Masjoemi maupun PSI. (Kecuali Soedjatmoko, ipar mendiang Sjahrir dan pemimpin PSI-nya sendiri, yang menjadi orang kedua yang memimpin delegasi Indonesia di (Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.) Rakyat sekarang menginginkan demokrasi sejati yang tidak menyingkirkan siapa pun, dan tanpa hak istimewa khusus bagi tentara. Dan, mungkin yang lebih penting lagi, mereka menuntut agar devaluasi mata uang dihentikan dan agar satu gaji cukup untuk membeli beras secukupnya’. 

Mr Arifin Harahap, Sekjen Departemen Perdagangan telah memimpin hubungan kerjasama Indonesia dengan Singapoera. Sesi ketiga dari pembicaraan hubungan kerjasama ini dilangsungkan pada tanggal 26 April hingga 2 Mei 1968. Namun hubungan antar kedua negara masih benci tapi rindu (satu sama lain).


Singapura diberikan Inggris kemerdekaan pada 9 Agustus 1965. Saat ini keluarga Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo sudah pindah ke London dimana Prabowo bersekolah SMA di London (1966-1968). Di Singapoera dalam fase Konfrontasi Indonesia-Malaysia, dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) Indonesia, Sersan Dua (Anumerta) Usman Janatin, yang bersama Kopral Dua Harun Thohir terlibat dalam pengeboman MacDonald House. Mereka berdua kemudian dihukum gantung di Singapura pada 17 Oktober 1968.

Pada tahun 1968 tampaknya Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo sudah berada di Indonesia. Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo kembali memiliki kebebasan politik, tetapi tidak/belum diberi jabatan resmi. Namun beberapa hari kemudian terinformasikan bahwa Profesor Soemitro Djojohadikoesoemo dalam perubahan kabinet Soeharto (yang disebut Kabinet Pembangunan) diangkat sebagai Menteri dalam memimpin Kementerian Perdagangan, suatu kementerian yang dirintis oleh Menteri Muda Mr Arifin Harahap pada tahun 1959. Hingga tahun 1968 ini Mr Arifin Harahap masih menjabat sebagai Sekjen Kementerian


Pada kabinet Ampera 1 (28 Juli 1966 sampai dengan 11 Oktober 1967), Jenderal Soeharto menjadi penjabat Presiden (menggantikan Soekarno) sejak 12 Maret 1967. Pada saat inilah menurut pers telah terbentuk Trio Baru Indonesia yakni Soeharto, Hamengkoeboewono, Adam Malik. Mereka bertiga memegang posisi strategis: Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Panglima ABRI (Soeharto); Menteri Luar Negeri (Adam Malik Batubara); Menteri Negara Urusan Ekonomi, Keuangan, dan Industri (            Sri Sultan Hamengkubuwana IX). Trio Lama terbentuk pada awal kemerdekaan Indonesia (1945) dimana tiga posisi strategis: Presiden (Ir. Soekarno), Wakil Presiden (Drs Mohamad Hatta) dan Menteri Pertahanan/BKR yang merangkap Menteri Penerangan (Mr Amir Sjarifoedin Harahap). Ketiganya kerap disebut sebagai Three Founding Fathers.

Dengan masuknya Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dalam jajaran Menteri Ekonomi dalam Kabinet Soeharto (pada Kabinet Pembangunan I), menurut para pengamat akan terbentuk trio baru dalam bidang ekonomi. Trio baru ekonomi ini direspon pasar dengan baik. Presiden Soeharto telah menunjuk Sumitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perdagangan (jabatan yang pernah diduduki Mr Arifin Harahap semasa Kabinet Soekarno pada tahun 1959), Ali Wardhana sebagai Menteri Keuangan (kementerian yang pernah diduduki Dr Soemitro Djojohadikoesoemo semasa Kabinet Boerhanoedin Harahap, 1955-1956) dan Frans Seda sebagai Menteri Perhubungan. Kabinet Pembangunan I ini secara resmi dilantik pada tanggal 10 Juni 1968.


De tijd: dagblad voor Nederland, 13-06-1968: ‘Soeharto Membentuk Ulang Kabinet. Posisi-posisi kunci di Indonesia dipegang oleh trio yang cakap. Perubahan besar diharapkan terjadi dalam kebijakan impor. (Dari kontributor khusus) Djakarta, Juni — Dengan perombakan kabinet Indonesia terbaru, Presiden Soeharto, menurut banyak pengamat asing, telah mempercayakan posisi-posisi kunci dalam "Kabinet Pembangunan" kepada trio yang sangat cakap. Kalangan perdagangan luar negeri di Djakarta, serta banyak pengusaha Indonesia, sangat senang dengan terpilihnya Profesor Soemitro Djojohadikoesoemo (Menteri Perdagangan), Dr Ali Wardana (Menteri Keuangan), dan Drs Frans Seda (Menteri Perdagangan). Menteri Keuangan yang baru adalah mantan murid Profesor Soemitro, dan secara umum diasumsikan bahwa beliau akan bekerja sama dengan Menteri Perdagangan yang baru. Harapan yang sama mendasari pengangkatan Drs Seda untuk posisi komunikasi; salah satu hal paling mendesak yang dibutuhkan Indonesia. Menurut sumber internal, Prof Soemitro menetapkan beberapa syarat penting sebelum menyetujui pengangkatannya. Beliau menginginkan kebebasan penuh dalam membersihkan ‘kandang Augeas’. Sebagai Menteri Keuangan, Soemitro terlibat dalam: Ia menjabat di beberapa kabinet Indonesia pada tahun 1950-an, terakhir di Kabinet Boerhanoedin Harahap tahun 1956—periode di mana ia dengan jelas menunjukkan kemampuannya untuk menjalankan jabatan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh komitmen dan antusiasme. Pada tahun 1957/1958, ia berjuang di pihak PRRI Sumatera dan bekerja di Malaysia selama beberapa tahun. Sejak tahun 1968—tahun pertama ia diizinkan kembali ke Indonesia—ia menjalankan, antara lain, sebuah konsultan ekonomi di Djakarta bersama teman jurnalisnya, Mochtar Lubis’. Daftar Menteri Kabinet Boerhanoedin Harahap tahun 1955 (lihat De Volkskrant, 13-08-1955).

Setelah hubungan Indonesia dan Singapura beres, Mr. Arifin Harahap, sebagai Sekjen Departemen Perdagangan juga melakukan pemulihan hubungan ekonomi dengan Malaysia. Sebagaimana diberitakan, Mr. Arifin Harahap memimpin misi ekonomi perdagangan. Pada tanggal 24 Maret 1969, Mr. Arifin Harahap hubungan ekonomi dan perdagangan antara Indonesia dan Malaysia akan berjalan lebih baik.


Mr Arifin Harahap telah sukses menjalin (pemulihan kembali) ekonomi dan perdagangan dengan tiga negara tetangga terdekat: Australia, Singapore dan Malaysia. Pengetahuan dan pengalaman Mr. Arifin Harahap di bidang perdagangan sejak 1949 masih dibutuhkan Presiden Suharto. Pada tanggal 24 April 1969 Mr Arifin Harahap Sekjen Departemen Perdagangan diangkat dan dilantik menjadi duta besar. Tugas sebagai duta besar tentu tidak mudah, karena Mr. Arifin Harahap akan ditempatkan di tempat yang baru sama sekali bagi Indonesia yakni di Afrika, tepatnya di Alzajair. Tugas ini tentu dimaksudkan untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara Afrika terutama untuk menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan. Tentu saja kepergian Mr Arifin Harahap sangat direstui Menteri Perdagangan Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo. Sudah barang tentu Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo masih ingat nama Perdana Menteri Boerhanoedin Harahap tahun 1955-1956. Catatan: Arifin Harahap lulus ujian kandidat pertama di Rechthoogeschool Batavia (lihat De Indische courant, 19-08-1939). Daftar Menteri Kabinet Boerhanoedin Harahap tahun 1955 (lihat De Volkskrant, 13-08-1955).

Pada tanggal 24 April 1969 Mr Arifin Harahap Sekjen Departemen Perdagangan diangkat dan dilantik menjadi duta besar. Tugas sebagai duta besar tentu tidak mudah, karena Mr. Arifin Harahap akan ditempatkan di tempat yang baru sama sekali bagi Indonesia yakni di Afrika, tepatnya di Alzajair. Tugas ini tentu dimaksudkan untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara Afrika terutama untuk menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan. Tentu saja kepergian Mr Arifin Harahap sangat direstui Menteri Perdagangan Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo. Sudah barang tentu Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo masih ingat nama Perdana Menteri Boerhanoedin Harahap tahun 1955-1956.


Algemeen Dagblad, 08-12-1955: ‘Soemitro: Anggaran Berimbang Mungkin Terwujud pada Tahun 1957. Djakarta (Ass. Press). Menteri Keuangan Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, kemarin menyatakan bahwa ia yakin Indonesia dapat mencapai anggaran berimbang pada tahun 1957. Ia mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia telah menyetujui rancangan anggaran untuk tahun 1956, yang akan meningkatkan pendapatan negara sebesar 2.300.000.000 rupiah. Menteri tersebut mengatakan bahwa pengeluaran tahun depan akan mencapai 19 miliar rupiah dan pendapatan sebesar 18 miliar rupiah. Ia menambahkan bahwa defisit awal tahun ini, yang diperkirakan sebesar 3,5 miliar rupiah, telah berkurang lebih dari 2,5 miliar rupiah dalam empat bulan terakhir pemerintahan "Harahap yang jujur ​​dan terhormat". Defisit pada tahun 1953 mencapai 2.700.000.000 rupiah, dan pada tahun 1954 menjadi 3.600.000.000 rupiah’. 

Hingga sejauh ini, nama tiga generasi Djojohadiekoesoemo tidak pernah terdeteksi ke Belanda. Soemitro Djojohadikoesoemo terakhir di Belanda pada bulan Maret 1946 (sepulang dari siang PBB di London); Margono Dojojohadikoesoemo pernah ke Belanda tahun 1937/1938.; Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo sama sekali tidak pernah terinformasikan ke Belanda. Mengapa? Apakah ada kaitannya dengan dua pamannya (dari pihak ayah) dan satu pamannya (dari pihak ibu) gugur dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia?


Pada masa ini pendidikan Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo terinformasikan sebagai berikut: TK di Djakarta (1956-1957); SD di Singapura (1957-1960); SD/SMP di Hong Kong (1960-1962); SMP di Kuala Lumpur, Malaysia (1962-1964); SMP di Zurich (1964-1966); SMA di London, Inggris (1966-1968). Perjalanan sekolah Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo tampaknya mengindikasikan dimana ayah dan keluarganya berada.

Seperti disebut di atas Soemitro Djojohadikoesoemo kembali ke tanah air pada tahun 1968. Bagaimana dengan sang ayah, Margono Djojohadikoesoemo? Sepuluh tahun kemudian terinformasikan sang ayah, Margono Djojohadikoesoemo meninggal tanggal 25 Juli 1978 di Jakarta yang kemudian dimakamkan di kampong halaman di Banyumas (di Dawuan).


Seperti disebut di atas, Margono Djojohadikoesoemo sejak 1957 tidak terinformasikan lagi (tidak terinformasikan berada dimana). Namun Soemitro Djojohadikoesoemo masih berjuang dengan rekan-rekannya. Pada tahun 1961 terinformasikan bahwa setelah Ventje Soemoeal, pemimpin pemberontak utama di Sulawesi, menyerah, hanya tersisa 5.000 pemberontak yang aktif melawan pemerintah. Mayoritas pemberontak tanpa pemimpin (lihat Twentsch dagblad Tubantia, 30-11-1961). Disebutkan lebih lajut bahwa sejak April tahun ini, lebih dari 50.000 pemberontak telah meletakkan senjata mereka. Kini, sudah menjadi pemandangan umum di Jakarta untuk melihat para kolonel muda pemberontak berpakaian sipil duduk di hotel-hotel, biasanya terjun ke dunia bisnis. Hanya sedikit yang menunjukkan keinginan untuk memasuki pemerintahan atau dinas militer. Sebagian besar pemberontak aktif yang tersisa berada di pegunungan Jawa Barat, tempat sekitar 2.500 pengikut fanatik Darul Islam menyerang jalur kereta api dan persimpangan jalan. Terdapat pula kantong-kantong pemberontak di hutan-hutan Sumatera Selatan dan Utara. Satu-satunya pemberontak terkemuka yang sejauh ini menolak untuk menyerah adalah Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, salah satu ekonom terkemuka Indonesia dan pernah menjabat sebagai menteri keuangan. Ia diyakini berada di luar negeri. Singkatya, seperti disebut di atas, Dr Soemitro Djojohadikoesoemo tahun 1968 kembali ke Indonesia (yang mana kekuasaan Soekarno terbilang sudah berakhir). Lalu setahun kemudian terinformasikan buku biografi Margono Djojohadikoesoemo terbit dengan judul ‘Kenang-kenangan dari Tiga Zaman’ yang diterbitkan di Djakarta tahun 1969. Buku ini juga menjadi menarik perhatian di Belanda yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dengan judul “Margono Djojohadikusumo. Herinneringen uit 3 tijdperken. Een geschreven familie-overlevering” diterbitkan di Amsterdam tahun 1970. P Tichelman membuat resensi buku ini yang kemudian dimuat dalam Vrij Nederland, jrg 31, 1971, No. 32, 10-04-1971. Dalam resensi ini terinformasikan bahwa sejak 1957 Margono Djojohadikoesoemo telah mengasingkan diri (di luar negeri) dan akan kembali setelah berakhirnya Soekarno.

Dari perjalanan sejarah keluarga Margono Djojohadikoesoemo tersebut, lantas apakah kunjungan tahun 2025 (sepulang sidang PBB tahun 2025) ini merupakan kunjungan pertama Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo ke Belanda? Silahkan para pembaca komen di kolom komentar. Yang jelas perjalanan hidup ayah dan anak kurang lebih mirip: seperti disebut di atas like father, like son.


Pada masa ini juga disebutkan bahwa pasca kerusuhan Mei 1998, Mantan Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto meninggalkan Indonesia untuk tinggal di Yordania pada bulan September 1998. Pada bulan Desember di di Bangkok. Prabowo kemudian di Kuala Lumpur lalu ke Yordania lagi. Saat masa paspor mau habis, Luhut Panjaitan adalah orang yang waktu itu membantu Prabowo untuk memperpanjang paspor. Saat itu Luhut Panjaitan Dubes RI di Singapura (1999-2000). Pada tanggal 9 Maret 2001 Prof Soemitro Djojohadikoesoemo meninggal dunia di Jakarta. Setelah mengasingkan diri, Prabowo Subianto kembali ke Indonesia secara permanen pada tahun 2001. Foto: Prabowo Subianto saat berziarah di makam sang kakek RM Margono Djojohadikusumo di Dawuhan, Banyumas, 29 Oktober 2023.

Sebagaimana diketahui Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden dari tahun 2001 hingga 2004. Pada tahun 2009 Prabowo menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri (namun kalah dari SBY). Pada tahun 2014 dan 2019 Prabowo mencalonkan diri sebagai presiden, tetapi kalah dari Joko Widodo (dua kali). Namun Presiden Joko Widodo mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dari tahun 2019 hingga 2024.


Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo kembali ke jajaran pemerintah tidak sebagai militer tetapi sebagai Menteri Pertahanan RI yang mana sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ini mengingatkan pada masa sang ayah, Prof Soemitro Djojohadikoesoemo (partai PSI) menjadi Menteri Keuangan pada Kabinet Boerhanoedin Harahap (1955-1956). Saat itu yang menjadi Menteri Pertahanan dirangkap oleh Perdana Menteri Boerhanoedin Harahap yang dibantu oleh Menteri Negara Pertahanan Abdoel Hakim Harahap (mantan Gubernur Sumatra Utara 1951-1953; mantan Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta tahun 1950). Keduannya tokoh partai Masjumi. Pada saat inilah Perdana Menteri Boerhanoedin Harahap menugaskan Menteri Negara Pertahanan Abdoel Hakim Harahap untuk mendamaikan dua kubu kolonel tentara Indonesia. Abdoel Hakim Harahap berpengalaman untuk urusan tentara ketika menjadi Residen Tapanoeli pada masa perang mempertahankan kemerdekaan pada saat Agresi Militer Belanda kedua di Tapanoeli tahun 1948 bersama Letnan Kolonel AE Kawilarang yang dikirim AH Nasoetion dari Divisi Siliwangi  (Abdoel Hakim Harahap juga lulusan sekolah PHS di Batavia, adik kelas Mohamad Hatta dan juga kakak kelas Soemitro Djojohadikoesoemo). Abdoel Hakim Harahap mengumpulkan semua kolonel seluruh Indonesia berkumpul di Jogjakarta. Lalu para kolonel yang terbagi dua faksi melakukan musyawarah. Muncul dua pimpinan di masing-masing kubu untuk dipilih: Kolonel AH Nasoetion mengungguli Kolonel Zulkifli Lubis. AH Nasoetion yang dirumahkan sejak Oktober 1952 (memimpin demonstrasi militer ke istana untuk menuntut parlemen dibubarkan karena terlalu banyak campur tangan di tubuh militer). Perdana Menteri Boerhanoedin Harahap kemudian merekomendasikan AH Nasoetion kepada Presiden Soekarno untuk jabatan KASAD yang kosong. Presiden Soekarno menerima (yang sejak itu keduanya tidak terpisahkan hingga meletusnya G30/S PKI tahun 1965). Catatan: Setelah AH Nasoetion dirumahkan sebagai KSAD, kemudian Panglima Jenderal TB Simatoepang mengundurkan diri dan kemudian mengundurkan diri juga Menteri Pertahanan Hamengkoeboewono IX. Tiga tokoh ini (plus alm Jenderal Soedirman) merupakan tokoh penting dalam pertahanan RI dalam Agresi Militer Belanda di Jogjakarta pada Desember 1948. Saat itu Divisi Siliwangi dibawah pimpinan Kolonerl AH Nasoetion mengungsi ke Jogjakarta/Jawa Tengah.

Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2024. Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo terpilih dengan perolehan suara yang sangat signifikan. Untuk posisi Menteri Pertahanan diangkat Sjafrie Sjamsoeddin (Letnan Jenderal). Untuk posisi Ketua Dewan Ekonomi Nasional ditunjuk Luhut Binsar Pandjaitan yang juga merangkap Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan. Untuk Menteri Keuangan ditempati Sri Mulyani Indrawati dengan wakilnya sebagai Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono (keponakan, putra dari adik Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo yakni Biantiningsih Miderawati Djojohadikusumo).


Dalam jajaran militer Panglima Tentara Nasional Indonesia adalah Jenderal TNI Agus Subiyanto. Sementara untuk Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) adalah Jenderal TNI Maruli Simanjuntak (menantu Luhut Binsar Pandjaitan). Nama ini mengingatkan kita dengan nama ipar Soemitro Djojohadikoesoemo (yang juga menjadi paman dari Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo yakni Maroeli Silitonga). Tentu saja masih ada Simanjuntak yang lainnya yakni Dahnil Anzar Simanjuntak (Wakil Menteri Haji dan Umrah) dan adik Prabowo Soebianto Djojohadikoesoemo yakni Hashim Djojohadikusumo sebagai Utusan Khusus Presiden dalam Bidang Iklim dan Energi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar