Minggu, 25 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (39): Sejarah Orang Arab di Borneo (Suksesi Orang Moor); Pontianak, Bandjarmasin dan Samarinda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini

Seperti halnya pedagang-pedagang Moor, pedagang-pedagang Arab mudah beradaptasi di berbagai tempat di Hindia. Hal ini berbeda dengan orang-orang Portugis dan Spanyol yang menyusul kemudian. Hanya segelintir orang-orang Belanda, Inggris dan Eropa lainnya dengan penduduk asli (pribumi). Orang Arab lebih mudah berbaur dengan pribumi jika dibandingkan dengan orang-orang asal Tiongkok. Boleh jadi, sesama Asia ini berbeda karena faktor jumlah. Orang-orang Moor dan orang-orang Arab jumlahnya tidak banyak. Hanya di beberapa tempat terbentuk komunitas Arab (sementara komunitas Cina di banyak tempat termasuk di Borneo).

Setelah transisi Hindu ke Islam (era para wali-wali di Jawa) muncul kerajaan Islam yang kuat (Kesultnana Demak). Pada era inilah pedagang-pedagang Moor sangat berjaya dalam perdagangan antar pulau hingga mereka menemukan jalan ke pulau Halmahera (Batachini del Moro). Orang-orang Moor sebelumnya baru sampai di utara pulau Sumatra, Orang-orang Moor adalah yang memperkaya dan memperkuat kerajaan-kerajaan di Atjeh (dari basis perdagangan awal di Baroes). Orang-orang Moor juga memperkaya dan memperkuat kerajaan Batak di daerah aliran sungai Baroemoen (Kesultanan Aroe). Orang-orang Moor dari kesultanan Aroe inilah yang merintis jalan baru ke Halmahera lewat Borneo, Mindanao, Manado terus ke Halmahera. Jalur sutra orang-orang Moor inilah yang diikuti oleh orang-orang Portugis (yang sudah mencapai Malacca pada tahun 1511). Orang Moor adalah pendahulu (predecessor) orang-orang Eropa. Orang Moor adalah tetangga Portugis di laut Mediterania (pantai utara Afrika). Nama gelar Mara, Marah, Meurah di bagian utara Sumatra (termasuk Atjeh) adalah gelar yang merujuk pada orang Moor.

Lantas bagaimana sejarah orang Arab di pulau Borneo? Oleh karena sama-sama beragama Islam, orang Arab yang sebelumnya hanya sebatas Sumatra lalu mengikuti langkah orang-orang Moor. Namun orang Arab lebih cenderung ke Jawa (timur). Mengapa? Orang Arab juga memiliki preferensi yang kuat ke Palembang dan ke pantai barat Borneo. Mengapa Mengapa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kalimantan (38): Sejarah Sabah dan Selangor, Kerajaan Sulu di Sabah (Borneo), Migran Angkola Mandailing di Selangor

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Utara di blog ini Klik Disini

Wilayah yang berdekatan di masa lampau kerapa terjadi perpindahan penduduk. Tiongkok begitu dekat dengan pantai barat Borneo, menjadi sebab banyak orang Cina bermigrasi kepantai barat Kalimantan. Demikian juga orang Boegis begitu dekat dengan pantai timur Borneo yang di masa lampau juga orang Jawa bermigrasi ke pantai selatan Borneo. Namun yang khas adalah migrasi Orang Sulu (Filipina) ke pantai utara Borneo di Sabah (Malaysia). Tentu saja ada migrasi dari pulau Sumatra (Mandailing en Angkola) ke Selangor.

Orang Mandailing dan Angkola (kini Tapanuli Bagian Selatan) bukanlah pendatang baru di dalam sejarah migrasi. Seperti halnya orang Tiongkok yang sudah sampai ke pantai timur Sumatra, orang Angkola Mandailing (yang saat itu disebut Kerajaan/ Kesultanan Aroe) juga sudah pula sampai ke laut Tiongkok di pulau Paragoa (yang kini bernama pulau Palawan). Hal itulah mengapa terdapat etnik Batak di Filipina yang terkonsentrasi di pulau Palawan. Pulau-pulau di tenggara pulau Paragoa terbentuk mix population yang kini menjadi etnik Soeloe. Orang-orang (Kerajaan/ Kesultanan) Soeloe inilah sebagian yang kemudian melakukan migrasi ke pulau Borneo (Sabah). Pada tahun 1870an orang-orang Inggris menyewa Sabah kepada (kerajaan) Soeloe. Pada waktu yang relatif bersamaan orang-orang Inggris di di Penang dan Singapoera melakukan aneksasi ke Selangor. Di Selangor sendiri sudah sejak lama orang-orang Angkola en Mandailing (Tapanoeli) bermukim. Kota Kuala Lumpur (ibu kota) Malaysia dibangun oleh orang-orang Mandailing en Angkola yang dipimpin oleh Sutan Puasa (Lubis). Sheila Majid, penyanyi legendaris Malaysia adalah salah satu keturunan (kerabat) Soetan Poeasa.

Bagaimana sejarah Orang Sulu di Sabah? Yang jelas relatif waktunya bersamaan dengan sejarah orang Angkola Mandailing (Tapanoeli) migrasi ke Malaya di Selangor. Bagaimana bisa? Sejarah masa lampau adakalanya tidak terduga pada masa kini. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kalimantan (37): Simpang Siur Sejarah Lanfang di Pantai Barat Kalimantan (1886); Republik Depok Jiran Ratoe Djaja

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini 

Pada tahun 1886 Kongsie Lanfang dihapus (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-05-1886). Sejak itu tidak ada lagi sisa Kongsi Lanfang di  wilayah Landak, Pontionak dan Mempawa. Pemerintah Hindia Belanda melikuidasinya. Namun pada masa ini, masih ada kisah Kongsi Lanfang yang tersisa yakni adakalanya diinterpretasi keliru sebagai semacam suatu republik. Padahal contoh semacam republik hanya ditemukan di Depok.

Orang-orang Tiongkok sudah sejak lampau berdagang ke Borneo, ke Sumatra, ke Jawa dan pulau-pulau lainnya. Namun kebijakan pengadaan tenaga kerja asal Tiongkok baik yang dilakukan oleh para pedagang VOC maupun para radja-radja atau sultan-sultan pada akhirnya menimbulkan persoalan lain. Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan tenaga kerja asal Tiongkok di Batavia. Orang Cina yang sudah lama di Batavia melongo (dan mereka jadi terseret). Pemimpin Cina di Batavia, Nie Hong tak berdaya. Pemerintah VOC di Batavia melancarkan perang, akibatnya sekitar 10.000 orang Cina terbunuh sia-sia. Mendatangkan tenaga kerja Tiongkok ternyata tidak berhenti. Pada tahun 1821 terjadi pemberontakan Cina di pantai barat Borneo. Lalu Pemerintah Hindia Belanda mengiri ekspedisi militer. Lagi-lagi banyak korban jiwa. Pemberontakan di pantai barat Borneo terjadi, terjadi lagi. Pada tahun 1854. Seperti halnya Nie Hong tempo doeloe, Kongsi Lanfang terjepit. Pada tahun 1874 terjadi pemberontak di Deli, kembali lagi makan korban. Tjong Jong Hian (Kongsi Hakka) mulai dapat mengatasinya.

Bagaimana sejarah Kongsi Lanfang di pantai barat Borneo? Lantas mengapa kerap terjadi pemberontakan orang-orang asal Tiongkok? Dalam hal ini haruslah dibedakan antara orang-orang Cina yang sudah lama menetap di Hindia (Jawa, Sumatra dan Borneo) sebagai penduduk resmi dan para tenaga kerja atau kuli yang didatangkan dari Tiongkok sebagai warga pendatang. Warga pendatang termasuk orang-rang dalam Kongsi Lanfang. Lalu bagaimana sejarah Kongsi Lanfang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.