Sabtu, 08 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (342): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Tjokorda Gde Raka Soekawati; Federalis versus Republiken

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tjokorda Gde Raka Soekawati pernah menjadi anggota Volksraad mewakili dapil Soenda Ketjil (Bali dan Nusan Tenggara). Karir politik Soekawati tidak hanya sampai di Volksraad. Pada era perang kemerdekaan Indonesia, nama Soekawati (dan Soetan Hamin II dari Pontionak dan Nadjamoeddin Daeng Malewa dari Makassar) menjadi bagian terpenting dalam terbentuknya Negara Indonesia Timur.

Tjokorda Gde Raka Soekawati lahir di Ubud, Gianyar, Bali, 15 Januari 1899 (meninggal tahun 1967) adalah satu-satunya Presiden Negara Indonesia Timur. Ia menjabat dari tahun 1946 hingga pembubaran Negara Indonesia Timur pada 1950. Gelarnya, Tjokorda Gde, menandai bahwa Soekawati masuk kedalam kasta ksatria. Ia memiliki dua orang istri, yang pertama adalah orang Bali yaitu, Gusti Agung Niang Putu yang memberikan seorang putra yang bernama Tjokorda Ngurah Wim Sukawati. Pada tahun 1933, ia menikahi seorang perempuan Prancis bernama Gilbert Vincent, yang memberikannya dua orang anak. Di masa mudanya, Soekawati bersekolah di sekolah OSVIA. Pada 1918, ia menjadi calon resmi yang ditunjuk oleh auditor Bandung. Pada akhir tahun yang sama, ia menjadi "mantripolitie" (sebutan untuk pejabat adat) untuk Denpasar. Pada tahun 1919, ia memiliki ambisi politik dan dipromosikan menjadi Punggawa (kabupaten) tempat kelahirannya Ubud. Pada tahun 1924, ia terpilih sebagai anggota Volksraad, yang ia pegang sampai tahun 1927. Kemudian, pada tahun yang sama, ia menjadi anggota dewan delegasi Dewan Rakyat. Pada akhir tahun 1931, ia pergi belajar di Eropa. Pada tahun 1932, ia melanjutkan perjalanannya ke Belanda untuk belajar pertanian dan peternakan. Antara 18 dan 24 Desember 1946, ia menghadiri konferensi di Denpasar dan terpilih sebagai presiden sementara Negara Indonesia Timur. Pada 21 April 1950, ia berhasil merundingkan integrasi Indonesia Timur ke dalam kesatuan Republik Indonesia. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Soekawati dari Bali? Seperti disebut di atas, Soekawati pernah menjadi anggota Volksraad yang pada era perang kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu tokoh terpenting terbentuknya Negara Indonesia Timur. Lalu bagaimana sejarah Soekawati? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 07 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (341): Pahlawan Indonesia M Jusuf di Makassar;Meniti Karir Militer hingga Menjadi Panglima (AB)RI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya Kahar Muzakkar, M Jusuf juga memulai dari karir militer dalam upaya perjuangan mempertahankan kemerdekaaan Indonesia. Namun dalam perkembangannya, terutama pada era pengakuaan kedaulatan Indonesia keduanya berada di tempat yang berbeda, tetapi keduanya tetap saling menghormati. Karir Kahar Muzakkar tamat setelah melakukan pemberontakan, tetapi sebaliknya karir M Jusuf tetap berada di tracknya hingga menjadi Panglima Militer Indonesia (Panglima ABRI).

Andi Muhammad Jusuf Amir (23 Juni 1928 – 8 September 2004) disingkat M. Jusuf adalah salah satu tokoh militer Indonesia. Ia juga merupakan salah satu keturunan bangsawan dari suku Bugis akan tetapi melepaskan gelar kebangsawanannya itu pada tahun 1957 dan tidak pernah menggunakannya lagi. Dalam posisi pemerintahan ia pernah menjabat sebagai Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan pada periode 1978–1983. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada periode 1964–1974 dan juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 1983–1993.  Jusuf lahir di Kajuara, Bone. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal Jusuf . Ketika para pemimpin Nasionalis, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jusuf menunjukkan dukungannya dengan bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS). Menjelang akhir tahun 1945, dengan Belanda Pemerintah mempersiapkan untuk merebut kembali Indonesia, Jusuf dan rekan-rekannya sesama anggota KRIS berlayar untuk Java untuk bergabung dalam pertempuran. Jusuf sebenarnya mulai karier militernya di Angkatan Laut, menjadi ajudan dari Angkatan Laut Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Angkatan Laut ke-10 Staf Komando kantor pusat di Yogyakarta. Pada 1949, Jusuf telah beralih ke Angkatan Darat, menjadi bagian dari Polisi Militer sebelum menjadi anggota Komisi Militer Indonesia Timur. Pada tahun 1950, Jusuf menjadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima KO-TT VII/Wirabuana. Dalam posisi ini, Jusuf berpartisipasi dalam memadamkan pemberontakan oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Jusuf kemudian melanjutkan karier militernya, melayani sebagai Kepala Staf Resimen di Manado, sebuah Operasi Asisten Panglima KO-TT VII/Wirabuana, dan Kepala Cadangan Umum  (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah M Jusuf? Seperti disebut di atas, M Jusuf memiliki jalan yang berbeda dari rekan-rekannya sesama pejuang dari Makassar (Sulawesi Selatan). Dengan jalan yang berbeda M Jusu menemukan jalan pada tingkat kehormatan tertinggi di militer sebagai Panglima RI. Lantas bagaimana sejarah M Jusuf? Tentu saja sudah banyak ditulis. Namun demikian narasi sejarah selalu terus dilengkapi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (340): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Nadjamoeddin D Malewa:Sarikat Celebes hingga Negara NIT

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia juga terdapat nama Nadjamoeddin Daeng Malewa, seorang tokoh penting di Makassar. Awalnya ikut bergabung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tetapi kemudian lebih cooperative dengan Pemerintah Hindia Belanda. Pada saat perang kemerdekaan, dengan kembalinya Belanda (NICA) Nadjamoeddin Daeng Malewa yang awalnya pro kemerdekaan kembali berbalik menyambut kehadiran Belanda (NICA) hingga tampil sebagai pemimpin (perdana menteri) di Negara Indonesia Timur (negara yang diinisiasi Belanda/NICA).

Nadjamuddin Daeng Malewa (lahir di Buton 1907, meninggal di Makassar, 5 Januari 1950) adalah seorang politikus. Dia dibesarkan di dalam keluarga pengusaha kapal di Buton. Malewa memiliki darah Bugis pada akhir tahun 1920-an kembali ke Makassar dan bergabung dengan Perserikatan Celebes yang kemudian menjadi pemimpin cabang Makassar. Karena latar belakang politik yang sangat beragam di dalam organisasi, memunculkan konflik antara "Utara" dan "Selatan", Malewa pemimpin cabang Makassar kemudian mengambil alih dan mengganti namanya menjadi Partai Celebes yanh kemudian menjadi anggota Parindra. Pada November 1935, Malewa juga membentuk Roekoen Pelayaran Indonesia (Roepelin) sebagai upaya menyaingi Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Malewa kemudian keluar dari Parindra karena tidak mendapatkan dukungan untuk menjadi anggota Volksraad periode 1935 hingga 1939. Dia kemudian mendirikan Persatuan Celebes Selatan tetapi dengan sikap loyal pada pemerintah Belanda. Pada konferensi Malino tanggal 25 Juli 1946 Melewa menjadi peserta dimana tanggal 24 Desember 1946, Negara Indonesia Timur (NIT) dideklarasikan. Melewa salah satu kandidat untuk pemimpin (Presiden) NIT, namun demikian Malewa diangkat sebagai perdana menteri dari 13 Januari hingga 2 Juni 1947 dan periode kedua 2 Juni 1947 hingga 11 Oktober 1947. Pada tanggal 20 September 1947, Malewa diberhentikan sebagai perdana menteri dan diadili dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Pada tanggal 24 September 1947, melalui surat keputusan Residen Zuid-Celebes, dia tidak dapat bermukim di daerah kekuasaan NIT, khususnya daerah yang diberlakukan darurat militer seperti Sulawesi Selatan. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Nadjamoeddin Daeng Malewa? Seperti disebut di atas, Nadjamoeddin Daeng Malewa adalah salah satu tokoh penting di Makassar yang pro Belanda. Lantas bagaimana sejarah Nadjamoeddin Daeng Malewa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.