Kamis, 10 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (463): Pahlawan Indonesia - Putra-Putra Pakualaman; Noto Koesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti pada artikel sebelumnya, ada satu bagian sejarah Pakualaman di wilayah Jogjakarta, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Putra-putra dari Pakualaman antara lain adalah adalah Notokoesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat.

Paku Alam adalah gelar bagi Adipati Pakualaman. Nama ini pertama kali disandang Pangeran Harya Natakusuma, adik tiri Hamengkubuwana II, ketika dinobatkan sebagai penguasa Pakualaman dengan gelar Paku Alam I oleh Pemerintah Hindia Inggris pada 29 Juni 1813. Sebelumnya, yaitu pada 17 Maret 1813, kedua pihak sepakat untuk mendirikan suatu pemerintahan baru di Yogyakarta yang bernama Kadipaten Pakualaman. Pemerintahan ini menduduki sebagian wilayah Yogyakarta yang diserahkan Hamengkubuwana II kepada Natakusuma. Hamengkubuwana II sendiri digulingkan oleh Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Hindia Inggris waktu itu) dalam Geger Sepehi. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Pakualaman Notokoesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Pakulaman adalah putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan Pakualaman. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Pakualaman melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (462): Pahlawan Indonesia dan Putra-Putra dari Kesunanan Surakarta di Belanda; Hirawan dan Soemeh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu bagian sejarah Kesunanan Surakarta Hadiningrat, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Dua putra dari Kesunanan Surakarta adalah Hirawan dan Soemeh.

Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745. Selanjutnya, sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Berlakunya Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Jatisari sejak tahun 1755 menyebabkan Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dengan rajanya Sunan Pakubuwana III; sedangkan Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta, dengan rajanya Sultan Hamengkubuwana I. Keraton dan kota Yogyakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu dibangun. Adanya Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 turut memperkecil wilayah Kasunanan, dengan diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada pihak Pangeran Sambernyawa (Adipati Mangkunegara I. Kasunanan Surakarta dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram bersama dengan Kesultanan Yogyakarta, karena raja-rajanya merupakan keturunan raja-raja Mataram. Setiap raja Kasunanan Surakarta bergelar susuhunan atau sunan, sedangkan raja Kesultanan Yogyakarta bergelar sultan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat Hirawan dan Soemeh melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalh putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan di Solo. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 09 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (461): Pahlawan Indonesia-Raden Koesoemo Oetojo Anggota Volksraad Pertama; Sejarah Awal Demokrasi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Yang pertama selalu menarik untuk diperhatikan. Raden Koesoemo Oetojo adalah salah satu anggota Volksraad yang pertama (1918). Pembentukan dewan pusat (Volksraad) di Batavia sendiri adalah bentuk awal demokrasi di Indonesia (baca: Hindia Belanda).

Raden Mas Adipati Ario Koesoemo Oetoyo adalah seorang anggota Volksraad yang pernah menjabat sebagai Bupati Ngawi (1902-1905) dan Bupati Jepara (1905-1927). Oetoyo pernah aktif dan menjabat pada sejumlah organisasi dan lembaga antara lain sebagai Ketua Organisasi Pergerakan Politik Boedi Oetomo (1926-1936), anggota Dewan Pimpinan Harian Volksraad yang pertama yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1918, serta Wakil Ketua Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat) yaitu badan yang dibentuk pada tahun 1943, diketuai Ir. Soekarno, dan bertugas mengajukan usul kepada pemerintah, menjawab pertanyaan mengenai politik, dan menyarankan tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan militer Jepang. R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo lahir pada tanggal 13 Januari 1871 dengan nama Raden Mas Oetoyo. Ia adalah cicit dari Sultan Hamengku Buwono I. Ayahanda R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, yaitu R.M. Soejoedi Soetodikoesoemo, ialah seorang pamong praja yang kemudian menjadi Patih di Pekalongan, yang merupakan putra Bupati Kutoarjo, R.M. Soerokoesoemo. R.M. Soerokoesoemo adalah cucu dari Sultan Hamengku Buwono I. Ibunda R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, yaitu R.A. Soeratinem, ialah putri dari Raden Adipati Aroeng Binang, Bupati Kebumen. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Raden Koesoemo Oetojo? Seperti disebut di atas, Raden Koesoemo Oetojo adalah salah satu anggota Volksraad pertama yang berasal dari golongan pemerintahan lokal. Lalu bagaimana sejarah Raden Koesoemo Oetojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (460): Pahlawan Indonesia dan Go Tjiau Yang; Orang Cina Pertama di Sekolah Eropa (HBS Semarang)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda paling tidak sudah terdapat sekolah menengah (HBS). Sekolah HBS itu ada di Batavia, Soerabaja dan di Semarang. Orang Cina pertama yang bersekolah di HBS Semarang adalah Go Tjiau Yang. Apakah ada siswa Cina yang bersekolah di HBS Batavia dan HBS Soerabaja yang mendahuluii Go Tjiau Yang?

Sementara itu orang pribumi pertama di HBS Semarang adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini. Raden Kartono lulus dari HBS Semarang pada tahun 1896. Raden Kartono kemudian pada tahun yang sama berangkat studi ke Belanda (di Universiteit te Delft). Sejak Raden Kartono studi di Belanda, dalam perkembangannya semakin banyak lulusan HBS Semarang yang studi ke Belanda apakah orang Cina maupun orang pribumi. Bagaimana dengan di HBS di Batavia dan HBS Semarang?

Lantas bagaimana sejarah Go Tjiau Yang? Seperti disebut di atas, Go Tjiau Yang adalah orang Cina pertama studi di sekolah Eropa (HBS) di Semarang. Lalu bagaimana sejarah Go Tjiau Yang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 08 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (459): Pahlawan Indonesia - Studi ke Belanda; Memperluas Kecerdasan Menyatukan Perjuangan Bangsa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Studi ke Belanda adalah awal pencerdasan bangsa bagi pribumi. Studi ke Belanda menjadi kawah candradimuka persatuan bangsa, perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapakai kemerdekaan. Pemuda-pemudi pribumi yang studi ke Belanda tergabung dalam organisasi mahasiswa Indische Vereeniging. Namun sejarah studi ke Belanda kerap disalahartikan dan sejarahnya juga dinarasikan kurang akurat.

Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908.Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Soeroto yang tujuan utamanya ialah mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato.Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk, pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeninging ini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, studi ke Belanda adalah awal perncerdasan bangsa dan studi ke Belanda adalah kawah candradimuka dan mempersatukan keceerdasan dalam pejuangan bangsa untuk meraih kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (458): Pahlawan Indonesia dan Ir Raden Sarengat, Lulus di Delft 1920; Insinyur Delft Generasi Pertama

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Raden Sarengat? Boleh jadi sudah terlupakan. Raden Sarengat adalah insinyur teknik sipil lulusan Uinversiteit te Delft tahun 1920. Raden Sarengat dalam hal ini adalah gerasi awal pribumi yang meraih gelar insinyur teknik sipil, jauh sebelum Ir Soekarno meraihnya di THS Bandoeng pada tahun 1926. Salah satu insinyur teknik generasi awal ini yang sudah dinarasikan sejarahnya adalah Notodiningrat.

Prof. Ir. Wreksodiningrat (dikenal sebagai Notodinigrat) (22 Agustus 1888 – 09 Oktober 1969) adalah seorang insinyur teknik sipil pertama Indonesia yang menjadi Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sejak tahun 1947 hingga 1951. Ia lulus dari TH Delft, Belanda pada tahun 1918. Bersama dengan beberapa tokoh bumiputera yang melanjutkan kuliah di Negeri Belanda diantaranya adalah Mohammad Hatta dan Sam Ratulangi. Wreksodiningrat lahir di Yogyakarta, dari ayah yang bernama KPH Notodirojo (Putra Sri Paku Alam V) dan Ibu yang bernama R.A. Muktionowati (Cucu Sri Paku Alam II). Wreksodiningrat wafat di Yogyakarta 9 Oktober 1969, dimakamkan di Astana Girigondo, Wates, Kulon Progo. Nama kecil Wreksodiningrat yaitu Raden Mas Radete dan nama dewasanya Raden Mas Notodiningrat. Sedangkan nama atau gelar dari Keraton Kasunanan yaitu Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Wreksodiningrat. Wreksodiningrat lahir di Puro Pakualaman dan sampai tingkat SMA tinggal di Puro Pakualaman. Pada waktu SD beliau sekolah di Sekolah Rendah Ketiga, Bintaran, Yogyakarta (1896-1898);  Sekolah Rendah kesatu, Yogyakarta (1898-1900); Sekolah Rendah kesatu, B. Semarang (1900-1903); Pada waktu SMA bersekolah di Sekolah H.B.S. Semarang (1903-1908); Technische Hogeschoole Van Delft, Civieltnsinjoer (1908-1912 dan 1916-1918). Pada saat masih menjadi mahasiswa di Delft, Belanda Wreksodiningrat ikut dalam Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) di Belanda, beliau menjadi salah satu pengurus dalam perhimpunan tersebut yaitu menjadi sekretaris. Indische Vereeniging yaitu organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Raden Sarengat? Seperti disebut di atas, Raden Sarengat termasuk salah satu generasi awal insinyur Indonesia. Namun sejarahnya kurang terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah Raden Sarengat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.