Rabu, 09 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (461): Pahlawan Indonesia-Raden Koesoemo Oetojo Anggota Volksraad Pertama; Sejarah Awal Demokrasi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Yang pertama selalu menarik untuk diperhatikan. Raden Koesoemo Oetojo adalah salah satu anggota Volksraad yang pertama (1918). Pembentukan dewan pusat (Volksraad) di Batavia sendiri adalah bentuk awal demokrasi di Indonesia (baca: Hindia Belanda).

Raden Mas Adipati Ario Koesoemo Oetoyo adalah seorang anggota Volksraad yang pernah menjabat sebagai Bupati Ngawi (1902-1905) dan Bupati Jepara (1905-1927). Oetoyo pernah aktif dan menjabat pada sejumlah organisasi dan lembaga antara lain sebagai Ketua Organisasi Pergerakan Politik Boedi Oetomo (1926-1936), anggota Dewan Pimpinan Harian Volksraad yang pertama yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1918, serta Wakil Ketua Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat) yaitu badan yang dibentuk pada tahun 1943, diketuai Ir. Soekarno, dan bertugas mengajukan usul kepada pemerintah, menjawab pertanyaan mengenai politik, dan menyarankan tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan militer Jepang. R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo lahir pada tanggal 13 Januari 1871 dengan nama Raden Mas Oetoyo. Ia adalah cicit dari Sultan Hamengku Buwono I. Ayahanda R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, yaitu R.M. Soejoedi Soetodikoesoemo, ialah seorang pamong praja yang kemudian menjadi Patih di Pekalongan, yang merupakan putra Bupati Kutoarjo, R.M. Soerokoesoemo. R.M. Soerokoesoemo adalah cucu dari Sultan Hamengku Buwono I. Ibunda R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, yaitu R.A. Soeratinem, ialah putri dari Raden Adipati Aroeng Binang, Bupati Kebumen. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Raden Koesoemo Oetojo? Seperti disebut di atas, Raden Koesoemo Oetojo adalah salah satu anggota Volksraad pertama yang berasal dari golongan pemerintahan lokal. Lalu bagaimana sejarah Raden Koesoemo Oetojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Raden Koesoemo Oetojo: Anggota Volksraad Pertama

Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS), Raden Mas Oetojo melanjutkan studi ke sekolah menengah (HBS). Pada tahun 1891 Raden Mas Oetojo lulus ujian akhir di HBS Semarang (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-06-1891). Disebutkan berita yang diterima dari surat kabar di Batavia, ujian akhir HBS sebanyak empat siswa lulus dimana Raden Oetojo dengan nilai 119 sebagai rangking kedua.

Sekolah menengah sejauh ini sudah ada di tiga  kota yakni Batavia, Soerabaja dan Semarang. Siswa yang diterima lulusan HBS. Lama studi lima tahun. Lulusan HBS dapat melanjutkan studi ke fakultas/universitas (hanya terdapat di Belanda). Dalam hal ini, jika dan hanya jika, Raden Mas Oetojo lancar studi, diterima di HBS Semarang pada tahun 1886. Sebagaimana diketahui lama studi di ELS selama tujuh tahun. Besar kemungkinan Raden Mas Oetojo pribumi pertama yang memperoleh pendidikan HBS dan merupakan generasi pertama pribumi diterima di sekolah Eropa (ELS). Ujian HBS Raden Mas Oetojo tampaknya diadakan di Batavia. Hal ini sesuai berita di atas dan juka berita kapal yang mana kapal Both berangkat dari Batavia dimana di Semarang antara lain Raden Mas Oetojo (lihat Bataviaasch handelsblad, 11-07-1891).  

Setelah lulus HBS Semarang, Raden Mas Oetojo tampaknya tidak melanjutkan studi ke Belanda, tetapi bekerja pada pemerintah. Pada tahun 1894 Raden Mas Oetojo disebutkan sebagai penulis di kantor Pekalongan, yang belum lama ini oleh pengawas bandar di Pekalongan, telah menerima hadiah 400 gulden atas karyanya untuk terjemahan ke dalam bahasa Jawa bagian ke-7 dan kedua dari seri buku bacaan Sunda, berjudul: Mitraining Awong Tani  (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-10-1894). Pada tahun 1895 tulisan Raden Mas Oetojo dimuat dalam majalah Tijdschriften. Tijdschrift voor het Binnnenlandsc Bestuur (lihat, De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-06-1895). Dalam edisi ini juga terdapat artikel F Holle. Raden Mas Oetojo adalah anak dari Patih Pekalongan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-06-1895). Pada edisi ke-6 artikle RM Oetojo juga dimuat (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-09-1895). Dalam edisi juga terdapat artikel van den Broek.

Nun jauh di Pantai Barat Sumatra, pada tahun 1895 Dja Endar Moeda membuka sekolah swasta di Padang (disebabkan banyak penduduk usia sekolah tidak tertampung di sekolah dasar pemerintah). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda lahir di Padang Sidempoean. Setelah lulus sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1884 ditempatkan sebagai guru di Batahan. Setelah beberapa kali dipindahkan seperti di Air Bangis dan Singkil, Dja Endar Moeda pensiun lalu berangkat haji ke Mekkah. Sepulang haji, Dja Endar Moeda memilih tinggal di Padang. Ibu kota Province Sunmatra’s Weskust. Provinsi di Pantai Barat Sumatra ini terdiri dari tiga residentie: Res. Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang), Res Padangsche Bovenlanden (Fort de Kock) dan Residentie Tapanoeli (ibu kota di Sibolga). Pada tahun 1895 dicatat surat kabar Pertja Barat dipimpin oleh P Baumer dengan editor Dja Endar Moeda (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1896). Dja Endar Moeda menjadi editor surat kabar pribumi pertama Pada tahun 1898 muncul statement Dja Endar Moeda yang dikutip surat kabar berbahasa Belanda di Padang Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad. Statement Dja Endar Moeda itu adalah bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa. Pada tahun 1900 diketahui Dja Endar Moeda telah mengakuisiasi saham surat kabar Pertja Barat dan sekaligus percetakannya. Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar baru berbahasa Melayu yakni Tapian Na Oeli (sasaran pembaca di wilayah Residentie Tapanoeli). Masih pada tahun 1900 ini Dja Endar Moeda menginisiasi pembentukan organisasi kebangsaan di Padang yang diberi nama Medan Perdamaian dimana Dja Endar Moeda sebagai ketua. Organ dari organisasi ini diterbitkan majalah dwi mingguan yang diberi nama Insulinde. Untuk membantu Dja Endar Moeda sebagai editor Insulinde, didatangkan guru muda lulusan sekolah guru di Fort de Kock, Djamaloedin. Organisasi kebangsaan Medan Perdamaian adalah organisasi kebangsaan Indonesia yang pertama (jauh sebelum Boedi Oetomo, 1908).

Pada tahun 1896 RM Oetojo diangkat di Pekalongan sebagai asisten wedono di Boewaran. Pada tahun ini juga diketahui RM Oetojo menjadi editor majalah berbahasa Jawa di Solo (Soerat Kkabar Prijaji). Hingga tahun 1900 surat kabar dwi mingguan ini masih eksis dengan editor RM Oetojo. Pada tahun 1902 RM Oetojo diangkat menjadi bupati di Ngawi (lihat  Bataviaasch nieuwsblad. 23-05-1902). Dalam pelantikan ini turut dihadiri ayahnya RM Loetp Adi Koesomo yang masih menjabat sebagai Patih di Pekalongan.

Dalam tempo dua tahun organisi kebangsaan Medan Perdamaian yang berpusat di Kota Padang sudah memiliki sekitar 500 anggota di provinsi Sumatra’s Westkust. Pada tahun 1902 Dja Endar Moeda atas nama pimpinan organisasi menyumbang sebanyak f14.000 untuk membantu peningkatakan pendidikan di kota Semarang (Midden Java). Sumbangan tersebut diberikan langsung Dja Endar Moeda melalui direktur pendidikan Pantai Barat Sumatra di Padang, Charles Adriaan van Ophuijsen (mantan guru dan direktur Kweekschool Padang Sidempoenan). Medan Perdamaian dalam hal ini tidak hanya memiliki motto Oentoek Sagala Bangsa juga benar-benar ingin membantu pendidikan anak bangsa meski jauh di Jawa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Raden Koesoemo Oetojo: Sejarah Awal Demokrasi di Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar