Jumat, 28 April 2023

Sejarah Cirebon (12): Bahasa di Wilayah Cirebon; Bahasa Dialek Cirebon Diantara Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, di nusantara bahasa menunjukkan suku/bangsa. Bahasa dalam hal ini adalah bahasa yang terbentuk pada suatu populasi tertentu, dimana bahasa itu diwariskan (dari masa ke masa). Bahasa tentu saja terus tumbuh dan berkembang, tetapi suatu bahasa bermula dari awal. Bahasa asal (bahasa asli) dapat bertransformasi membentuk bahasa baru (dipengaruhi berbagai bahasa), sebaliknya bahasa yang beragam di suatu wilayah tertentu dapat membentuk populasi sendiri yang memiliki bentuk bahasa sendiri.


Bahasa dituturkan oleh orang Cirebon adalah Bahasa Jawa yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni Sunda, Arab dan China (bahasa Cirebonan atau Jawa dialek Cirebon). Juga memiliki dialek bahasa Sunda tersendiri (bahasa Sunda Cirebon). Dahulu Bahasa Cirebon ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan wilayah kultural Sunda, khususnya Kuningan dan Majalengka dan juga China, Arab dan Eropa. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa baku. Perdebatan tentang bahasa Cirebon sebagai sebuah bahasa yang mandiri telah menjadi perdebatan yang cukup panjang. Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon hanyalah dialek (Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya). Pada masa ini dalam pengajaran di wilayah Cirebon, sulit mengacu kepada bahasa Jawa baku, dan juga sulit kepada bahasa Sunda baku, dan sedikit lebih mudah dengan menggunakan bahasa Bahasa Cirebon (juga mencerminkan nama yang lebih netral). (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah Cirebon? Seperti disebut di atas, bahasa pada populasi penduduk di suatu wilayah tertentu dapat terbentuk dari dua arah yang berbeda; bahasa asli (tunggal) atau bahasa ragam bahasa (melting pot/creol). suatu Dalam hal inilah menarik bahasa Cirebon di perhatikan. Di pantai utara Jawa bahasa dialek Cirebon berada diantara bahasa Jawa, bahasa Sunda dan bahasa Melayu (Indonesia). Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (11): Populasi di Wilayah Cirebon dan Etnik Cirebon; Betawi dan Banten Diantara Populasi Jawa dan Sunda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Populasi adalah penduduk, penduduk di suatu wilayah tertentu yang dihitung dengan satuan jiwa. Secara kejiawan, jumlah penduduk mengindikasi karakteristiknya. Karakteristik suatu populasi, dibedakan dari populasi lain, dapat diperhatikan dari awal usul, bahasa, adat istiadat dan berbagai aspek budaya yang lainnnya seperti seni (sastra, music, tari), arsitektur dan bangunan.  Sebaran populasi cenderung melampaui batas-batas georafis dan wilayah administrasi. Dalam hal ini suatu populasi memiliki karakteristik tersediri (tidak karena perbedaan wilayah geografis).


Suku Cirebon adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar wilayah Cirebon (kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon). Selain itu, suku Cirebon juga dapat ditemui di sebagian kabupaten Majalengka (sebelah utara atau biasa disebut sebagai Wilayah "Pakaleran"), sebagian kabupaten Subang sebelah utara mulai dari Blanakan, Pamanukan, hingga Pusakanagara dan sebagian pesisir utara kabupaten Karawang mulai dari pesisir Pedes hingga pesisir Cilamaya (Jawa bagian barat) dan di kecamatan Losari kabupaten Brebes (Jawa bagian tengah). Selain itu, Suku Cirebon tersebar di banyak provinsi-provinsi di Indonesia. Hasil sensus penduduk 2010 suku Cirebon berjumlah 1.877.514 jiwa (0,79% dari jumlah penduduk Indonesia). Provinsi terbanyak suku Cirebon adalah Jawa Barat (1.812.842 jiwa), Banten (41.645), dan Lampung (8.406). Sebanyak 75,91% bermukim di perkotaan. Masyarakat suku Cirebon agama Islam. Bahasa dituturkan oleh orang Cirebon adalah Bahasa Jawa yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni Sunda, Arab dan China (bahasa Cirebonan atau Jawa dialek Cirebon). Juga memiliki dialek bahasa Sunda tersendiri (bahasa Sunda Cirebon). Sempat ada pengakuan sebagai suku bangsa/etnis tersendiri. Pada mulanya keberadaan etnis atau orang Cirebon selalu dikaitkan dengan keberadaan suku Sunda dan suku Jawa. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah populasi di wilayah Cirebon dan etnik Cirebon? Seperti disebut di atas, populasi memiliki karakteristik sendiri yang dapat dibedakan dengan populasi lainnya. Populasi yang dimaksud dalam hal ini adalah populasi etinik/orang Cirebon. Di wilayah pantai utara Jawa juga ada populasi Betawi dan populasi Banten yang secara historis berada diantara populasi Jawa dan populasi Sunda. Lalu bagaimana sejarah populasi di wilayah Cirebon dan etnik Cirebon?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 27 April 2023

Sejarah Cirebon (10):Residen Cirebon Masa ke Masa, Sejak Era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Kesultanan Cirebon 1810


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah pemerintahan di wilayah Cirebon, hubungan antara Sultan dan Residen menjadi penting di awal, tetapi kemudian masa Pemerintah Hindia Belanda status kesultanan Cirebon dihapus. Sejak era VOC, peran Residen menjadi sentral, bahkan hingga berakhirnya colonial Belanda di Indonesia (1942). Residen adalah representasi Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Cirebon.


Masa kekuasaan Belanda (1705 - 1811). Pada masa kekuasaan Belanda berbagai perjanjian dilakukan di Cirebon dan akhirnya Belanda menyingkirkan kekuasaan politik para sultan dengan diangkatnya Jacob Palm tahun 1700-an. Kekuasaan kesultanan Cirebon membentang dari Luwung Malang (Haur Geulis) hingga ke Galuh, Limbangan dan Sukapura termasuk wilayah pantai selatan. Pada tahun 1706, Belanda mengangkat Pangeran Arya Cirebon (putera kedua dari Sultan Sepuh 1 Syamsudin Martawijaya) sebagai pengawas bupati-bupati di wilayah Cirebon-Priyangan, pengangkatan tersebut juga bertujuan agar kedudukan Pangeran Arya Cirebon menjadi terpandang. Pada tahun 1808 kesultanan Kacirebonan resmi berdiri mengembalikan Pangeran Raja Kanoman yang diasingkan. Pangeran Raja Kanoman kemudian menjadi Sultan Kacirebonan pertama dengan gelar Sultan Cirebon Amirul Mukminin. Belanda mulai menerapkan peraturan-peraturan di Cirebon (reglement op het beheer van Cheribonesche Landen pada 2 Februari 1809 tentang struktur kewilayahan bahwa Cheribonesche Landen dibagi dalam dua wilayah yaitu wilayah kesultanan Cirebon dan wilayah Cheribonesche-Preanger Landen (wilayah Priyangan-Cirebon) Limbangan, Sukapura dan Galuh. Pada 20 Juni 1810, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels memutuskan untuk menghapus wilayah Cirebon-Priangan dan wilayahnya dikendalikan langsung dari Batavia dengan nama Landdrostambt der Jacatrasche en Pranger Bovenlanden sementara sebagian dari bekas wilayah Cirebon-Priangan yakni wilayah Galuh dipinjamkan kepada kesultanan Yogyakarta karena tidak begitu menghasilkan dalam penanaman kopi (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, hubungan Residen dan Sultan sangat penting. Namun lambat laun kesultanan Cirebon dihapuskan 1810 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (9): Perdagangan Diantara Cirebon dan Batavia; Jalan Trans-Java Moda Transportasi dalam Perdagangan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Posisi pelabuhan Cirebon sudah sejak lama dianggap penting dalam navigasi pelayaran perdagangan. Keutamaan pelabuhan Cirebon ini semakin nyata pada era Portugis. Dalam perkembangannya VOC juga menjadi pelabuhan Cirebon sebagai salah satu pos perdagangannya di panati utara Jawa. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda semasa GG Daendels dibangun jalan pos trans Java dari Bandoeng ke Cirebon. Volume perdagangan di pelabuhan Cirebon semakin meninngkat. Pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan penting masa ke masa.


Monopoli perdagangan VOC di Cirebon. Niza Egal. Pada akhir abad ke 17 VOC melakukan monopoli perdagangan. Monopoli perdagangan yang pertama di pulau Jawa di Mataram. Monopoli perdagangan itu mengakibatkan perdagangan di Mataram mengalami kemunduran. Akan tetapi kemunduran perdagangan di Mataram itu tidaklah menyurut perdagangan di berbagai wlayah di Nusantara, salahsatunya di Cirebon. Cirebon merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa. Cirebon juga terletak diantara Jawa bagian tengah dan Jawa bagian barat. Berita tentang nama Cirebon menurut Tome Pires menyebut Cirebon dengan Chorobon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh. Sejak berdirinya, kota pelabuhan Cirebon menduduki posisi yang sentral dibidang pelayaran dan perdagangan di Jawa bagian barat. Pelayaran Cirebon merupakan kota pelabuhan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara memiliki peran sebagai pusat perdagangan. Perdagangan dilakukan tidak hanya dengan penduduk setempat melainkan ada pula hubungan perdagangan dengan bangsa asing yang pada wqktu musim-musim tertentu datang dan bahkan banyak pedagang asing yang menetap di Cirebon. Komoditi yang dihasilkan dari wilayah Cirebon adalah bahan pangan seperti sayur-sayuran, air tawar, beras dan sebagainya untuk persediaan para saudagar lokal maupun asing dalam perjalanan. Pada periode sebelum kedatangan VOC para pedagang Islam menduduki posisi yang sentral baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik (https://www.academia.edu/) 

Lantas bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti disebut di atas, pelabuhan Cirebon begitu penting dari masa ke masa. Pelabuhan ini semakin penting dengan pembangunan jalan Trans-Java dalam moda transportasi perdagangan di pedalaman. Dalam hubungan ini menarik untuk diperhatikan sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia. Lalu bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 26 April 2023

Sejarah Cirebon (8): Jalan Trans-Java Antara Bandoeng dan Karang Sambong; Ekonomi di Wilayah Cirebon dan di Wilayah Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Permbangunan jalan Trans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong memiliki kisah sendiri. Namun secara keseluruh pembangunan jalan pos Trans-Java telah mengubah wujud perdagangan di wilayah (pulau) Jawa. Ruas jalan Trans-Java Bandeng-Karang Sambong (di wilayah Cirebon) telah meningkatkan arus perdagangan antara wilayah Preanger di pedalaman dan wilayah Cirebon di pantai.


Jalan Pos Daendels dan Cikal-Bakal Trans-Jawa. Senin, 25 Mei 2015. Tempo.co. Jakarta. Hanya dalam setahun, 1808-1809, jalan desa sepanjang 1.000 Km dari Anyer ke Panarukan, yang tadinya terputus-putus, tersambung. Tak mungkin pekerjaan itu terlaksana tanpa tangan besi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Terpengaruh gelora Revolusi Prancis, ia ingin memberangus feodalisme masyarakat tradisional. Pada 5 Mei 1808, Gubernur Jenderal mengeluarkan instruksi berisi sepuluh pasal mengenai pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Potongan pertama menghubungkan Buitenzorg (Bogor)--lokasi istananya--ke Cirebon. Pembangunan ruas Megamendung hingga Puncak, Sungai Cikandil, dan Cadas Pangeran memakan banyak korban kuli yang tewas diterkam hewan buas, kelelahan, atau kena penyakit malaria. Jalan modern trans-Jawa dianggapnya penting. Ia tak peduli korban berjatuhan. Ia bahkan lalu mengumpulkan 38 bupati se-Jawa dan memerintahkan mereka melanjutkan proyek pembangunan jalan dari Cirebon ke Semarang, terus ke Surabaya, dan berakhir di timur Jawa: Panarukan. Pengerjaannya dibebankan kepada warga daerah masing-masing melalui kerja wajib. Jalan penuh cerita penderitaan itu kini bermetamorfosis menjadi jalan industri--urat nadi ekonomi Jawa. (https://travel.tempo.co/) 

Lantas bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti disebut pembangunan jalan pos trans-Java pada era Guburnur Jenderal Daendels semasa Pemerintah Hindia Belanda telah membuka ruang perdagangan di wilayah pedalaman dan mendekatkan jalur antara wilayah pantai dan wilayah pedalaman. Dalam hal inilah wilayah Cirebon dan wilayah Preanger menjadi penting diperhatikan. Lalu bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (7): Kesultanan Cirebon di Area Pantai dan Orang Sunda di Pedalaman; Residentie Cirebon dan Residentie Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Kesultanan Cirebon di wilayah Cirebon di wilayah pantai tidak terpisahkan dari sejarah masa lampau di pedalaman Kerajaan Pakuan Padjadjaran. Dalam hal ini kerajaan Pakuan Padjadaran yang berpusat di pedalaman diasosiasikan dengan populasi orang Sunda. Sejak kehadiran orang Eropa di Cirebon dan Priangan, lalu terbentuk dua residentie yang terpisah: residentie Cirebon dan residentie Preanger (sebutan orang Belanda untuk Priangan).


Kesultanan Kasepuhan memiliki wilayah Cirebon. Pembentukan Residentie Cirebon atas desakan Amangkurat 1 (Mataram). Wilayah Sumedang Larang mendeklarasikan berpisah dari beberapa desa yang ada di Cirebon. Pasca peristiwa Harisbaya (sebagai ganti dari Ratu Harisbaya /istri Zainul Arifin (Sultan Cirebon Ke 4) pergi dari Cirebon ke Sumedang Larang dan diceraikan dan menikah dengan Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) maka Sumedang Larang melepaskan wilayah bawahannya di sebelah timur Cilutung (sungai Lutung) yaitu wilayah Sindang Kasih (kini kecamatan Panyingkiran, Majalengka, dan Cigasong) di kabupaten Majalengka. Di sisi lainmya Kesultanan Dharma-Ayu (Dermayon/Indramayu) juga perjanjian kerja sama antara petinggi Belanda-Inggris dengan raja Indramayu. Lalu terbentuk Residentie Cheirebon. Dari kerja sama tersebut Sultan Kertawijaya (Sultan Wiralodra VI) menyetujui kesepakatan tahun 1680 di Keraton Dharma-Ayu Indramayu. Dari perjanjian Keraton Dharma-Ayu dipindah dari Indramayu ke Cirebon, yang tujuannyaberdekatan dengan Administratif Belanda dan Inggris di Cirebon, kemudian Dermayon menjadi Kesultanan Ngadharmayonan (Kanoman). Kesultanan Dermayon memiliki wilayah Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang khususnya Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan termasuk Cilamaya. Pada saat Revolusi 1890 oleh Sultan Purbadinegara I (Raden Djalari), wilayah Kesultanan Dermayon dibagi 3 bagian yaitu Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan dimasukan oleh Belanda ke dalam daerah Subang. Sedangkan Majalengka dan Kuningan sengaja dipisahkan untuk menjadi daerah mandiri. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti disebut di atas wilayah Cirebon memiliki dinamika sendiri, demikian juga di wilayah Priangan di pedalaman. Semasa Kesultanan Cirebon, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk residentie Cirebon dan residentie Preanger. Lalu bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.