Minggu, 20 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (30): Pribumi Studi ke Eropa, Tidak Hanya di Belanda; Abdoel Rivai, Ratoelangi hingga MO Parlindoengan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Pada saat belum ada perguruan tinggi di Indonesia semasa Pemerintah Hindia Belanda, pelajar/mahasiswa pribumi asal Hindia tidak hanya di Belanda. Beberapa kota di Eropa juga menjadi pilihan. Mengapa? Lalu bagaimana reaksi orang Belanda di Belanda? Tidak mempermasalahkan. Bagaimana dengan reaksi mahasiswa Belanda asal Hindia dan pejabat Belanda di Hindia Belanda? Kapan mahasiswa asal Indonesia menuju perguruan di Amerika Serikat?


Mayoritas Pelajar Indonesia Pilih Negara Uni Eropa Sebagai Tujuan Studi Luar Negeri. Cindy Mutia Annur. 21/03/2022. Mayoritas pelajar Indonesia memilih negara-negara Uni Eropa sebagai tujuan studi di luar negeri dari beasiswa, menurut laporan ISEAS-Yusof Ishak Institute. Persentase pelajar yang memilih studi di Uni Eropa sebanyak 19,1%. Amerika Serikat menjadi negara kedua terbanyak sebagai tujuan studi luar negeri dari beasiswa. Persentasenya mencapai 18,3%. Posisi ketiga ditempati Britania Raya dengan persentase sebanyak 11,5%. Kemudian, Jepang dan Tiongkok dipilih sebagai negara tujuan studi di luar negeri dari beasiswa masing-masing sebanyak 10,7%. Selanjutnya, sebanyak 8,4% responden memilih negara-negara di Asia Tenggara. Lalu, masing-masing sebanyak 7,6% responden memilih Australia dan Selandia Baru sebagai negara tujuan studi di luar negeri dari beasiswa. Sementara itu, ada sebanyak 6,1% responden memilih Korea Selatan. Survei ini dilakukan terhadap 1.677 responden di wilayah Asia Tenggara pada 2021, di mana 7,8% di antaranya berasal dari Indonesia. Survei dilakukan melalui secara online (89,9%) dan offline (10,1%) menggunakan metode mixed sampling. Survei online dilakukan dengan metode Computer-Assisted Personal Interview (CAPI). (https://databoks.katadata.co.id/)

Lantas bagaimana sejarah mahasiswa pribumi studi ke Eropa, tidak hanya di Belanda? Seperti disebut di atas, pada masa Pemerintah Hindia Belanda, mahsiswa pribumi tidak hanya studi di Eropa, juga ada ke ke kota lain di Eropa, sejak Abdoel Rivai, Ratoelangi hingga MO Parlindoengan. Lalu bagaimana sejarah mahasiswa pribumi studi ke Eropa, tidak hanya di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Mahasiswa (29):Para Insinyur Lulus di Universiteit te Delft; Notodiningrat dan Soerachman, Sarengat, Soeratin , Lainnya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Nama politeknik di Delft sudah lama dikenal, tidak hanya orang Eropa, orang Cina asal Hindia, juga orang pribumi. Ismangoen Danoe Winito pernah studi di kota Delft dan lulus tahun 1876. Lalu lulusan HBS Batavia Tan Tjoeng Liang mendapat gelar insinyur di politeknik Delft tahun 1894. Pada tahun 1896 Raden Kartono diterima di politeknik Delft, Raden Kartono adalah abang dari RA Kartini. Politik Teknik di Delft ini kemudian bertransformasi menjadi Universiteit te Delft.


Prof. Ir. Wreksodiningrat (dikenal sebagai Notodinigrat) lahir di Djogjakarta 22 Agustus 1888 adalah seorang insinyur teknik sipil pertama Indonesia yang menjadi Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1947-1951). Ia lulus dari TH Delft tahun 1918. Ayah bernama KPH Notodirojo (Putra Sri Paku Alam V) dan Ibu yang bernama R.A. Muktionowati (Cucu Sri Paku Alam II). Nama kecil Wreksodiningrat yaitu Raden Mas Radete dan nama dewasanya Raden Mas Notodiningrat. Sedangkan gelar dari Keraton Kasunanan yaitu KRMT Wreksodiningrat. Sampai tingkat SMA tinggal di Puro Pakualaman, sekolah di Sekolah Rendah Ketiga, Bintaran, Yogyakarta (1896-1898); Sekolah Rendah kesatu, Yogyakarta (1898-1900); Sekolah Rendah kesatu, B. Semarang (1900-1903); Pada waktu SMA bersekolah di Sekolah HBS Semarang (1903-1908); Technische Hogeschoole Van Delft, Civieltnsinjoer (1908-1912 dan 1916-1918). Pada saat masih menjadi mahasiswa di Delft, Belanda Wreksodiningrat ikut dalam Indische Vereeniging di Belanda, beliau menjadi salah satu pengurus dalam perhimpunan tersebut yaitu menjadi sekretaris. Indische Vereeniging yaitu organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah para insinyur lulusan Universiteit te Delft? Seperti disebut di atas, pelajar pribumi asal Hindia sudah mengenalnya sejak lama. Siapa saja yang lulus meraih insinyur dari Delft? Antara lain Notodiningrat, Soerachman, Sarengat dan Soeratin. Lalu bagaimana sejarah para insinyur lulusan Universiteit te Delft? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 19 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (28): Ida Loemongga Nasoetion Berjuang di Belanda; Perempuan Pribumi Hindia Mampu Raih Gelar Doktor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Siapa Ida Loemongga Nasoetion? Nyaris tidak terinformasikan hingga saya menemukan dokumennya dan menulis riwayatnya di dalam blog saya. Sejak itu banyak dikutip. Kini nama Ida Loemongga Nasoetion sudah ada yang menulisnya di dalam laman Wikipedia. Dalam hal ini nama Ida Loemongga Nasoetion dideskripsikan kembali dalam konteks sejarah mahasiswa dihubungkan dengan soal emansipasi wanita pribumi. Tentu saja ada data baru yang memperkayanya.


Ida Loemongga Nasution lahir di Padang, 22 Maret 1905 adalah perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (PhD), di bidang kedokteran. Diberitakan kantor berita Aneta dari Amsterdam, 29 April 1932. Dari Universiteiten Van Utrecht en Leiden nama Ida Loemongga Haroen al Rajid Nasution dinobatkan wanita pribumi pertama meraih gelar Doktor, tesis Diagnosis dan Prognosis Cacat Jantung Bawaan. Ayahnya adalah Haroen Al Rasjid Nasution, dokter lulusan Docter Djawa School 1902. Ibunya adalah Alimatoe Saadiah br. Harahap, perempuan pribumi pertama mendapat pelajaran dari sekolah Eropa. Orang tuanya berasal Padang Sidimpuan. Ida Loemongga Nasution belajar di ELS Tandjong Karang, dan Prins Hendrik School (afdeeling-B/IPA) di Batavia 1918. Ia lulus 1922, diterima ujian masuk STOVIA. Berkat kecerdasannya Ida direkomendasikan melanjutkan pendidikan ke Belanda. Pada usia 18 tahun, ia berangkat sendiri ke Amsterdam. Ia memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universiteit Utrecht 1927. Ida langsung mengambil dokter spesialis di Universiteit Lieden. Setelah menjadi asisten Dr. Caroline Lang, ia meneruskan pendidikan doktoral di Amsterdam. Ia dipromosikan 1931 sebagai doktor di bidang kedokteran dengan promotor Dr. Lang dengan judul disertasi, ‘Diangnose en Prognose van aangeboren Hartgebreken (Diagnosa dan Prognosa Cacat Jantung Bawaan)’. (Wikipedia: sumber: Sumut24 diakses tanggal 2023-03-11; Kaldera 2023-03-11; Padangkita.com 2023-03-11; Warta Mandailing 2023-03-11).

Lantas bagaimana sejarah Ida Loemongga Nasoetion berjuang di Belanda? Seperti disebut di atas, Ida Lomongga adalah perempuan pribumi studi ke Belanda. Perempuan pribumi asal Hindia yang mampu meraih gelar doctor dalam bidang kedokteran. Lalu bagaimana sejarah Ida Loemongga Nasoetion berjuang di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Mahasiswa (27): Caroline V Tan di Belanda, Pejuang Kesetaraan Wanita Cina di Hindia; RA Kartini hingga Ida Loemongga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Siapa Caroline V Tan? Membicarakan Caroline V Tan sebenarnya membicarakan soal emansipasi di Hindia (baca: Indonesia tempo doeloe) diantara orang Cina. Membicarakan emansipasi wanita Cina sejatinya juga membicarakan emansipasi wanita pribumi. Dalam hal inilah kita menghubungkan antara RA Kartini dengan Caroline V Tan. Lalu kemudian kita menghubungkan antara Caroline V Tan dengan Ida Loemongga.


RA Kartini menikah 12 November 1903. Anak tunggalnya Soesalit Djojoadhiningrat lahir 13 September 1904. Sebelumnya, pada bulan April 1903 Alimatoe’saadiah menikah dengan Dr Haroen Al Rasjid di Padang. Anak pertama mereka tanggal 22 Maret 1905 lahir diberi nama Ida Loemongga. RA Kartini dan Alimatoe’saadiah sama-sama disekolahkan orang tua mereka di sekolah dasar Eropa (ELS). Alimatoe’ Saadiah melanjutkan studi ke sekolah guru sebelum menikah (ayahnya Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah seorang guru alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean). Dalam konteks inilah Tan Thwan Soen rela meninggalkan keluarga dan bisnis di Indonesia (baca: Hindia Belanda) demi mewujudkan cita-cita dua putrinya yang masih kanak-kanak untuk melanjutkan studi di Belanda yakni CV Tan Thwan Soen dan LG Tan Thwan Soen pada tahun 1905. Caroline V Tan Thwan Soen kemudian menjadi pionir perjuangan perempuan Cina di Hindia.

Lantas bagaimana sejarah Caroline V Tan di Belanda, pejuang kesetaraan wanita Cina di Hindia? Seperti disebut di atas, Caroline V Tanda dapat dikatakan pionir emansipasi Wanita Cina di Hindia. Bagaimana dengan wanita pribumi? RA Kartini hingga Ida Loemongga. Lalu bagaimana sejarah Caroline V Tan di Belanda, pejuang kesetaraan wanita Cina di Hindia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 18 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (26): Soepomo, Lulusan Rechtschool Studi ke Belanda Raih Doktor Hukum Predikat Cum Laude; Boedi Oetomo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Mr. Soepomo, PhD lahir di Solo, meraih gelar doktor (PhD) di bidang hukum di Universiteit Leiden tahun 1927 dengan judul desertasi ‘De reorganisatie van 't agrarisch stelsel in het Gewest Soerakarta’ (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 09-07-1927). Yang bertindak sebagai promotor adalah Prof. Carpentier Alting. Keutamaan Dr Soepomo, PhD adalah orang Indonesia kedua peraih gelar PhD dengan predikat Cum Laude. Ini suatu prestasi sendiri pada masa itu. itu.

Prof. Dr. Mr. Soepomo lahir 22 Januari 1903 di Sukoharjo adalah seorang politikus dan pengacara Indonesia. Ia memulai pendidikannya tahun 1917 di ELS di Boyolali. Ia lulus pada tahun 1920, dan melanjutkan studinya ke MULO di Surakarta. Pada tahun 1923, ia pindah ke Batavia dan bersekolah di Rechtsschool. Ia bekerja di sebuah pengadilan negeri di Surakarta, sebelum berangkat ke Belanda untuk melanjutkan Pendidikan di Universitas Leiden, dan belajar hukum di bawah Cornelis van Vollenhoven. Ia lulus tahun 1927 dengan tesis berjudul "Reformasi Sistem Agraria di Wilayah Surakarta". Sekembalinya ia menjadi pegawai pengadilan di Yogyakarta, kemudian dipindahkan ke Departemen Kehakiman di Batavia. Saat bertugas di Departemen Kehakiman, ia mengambil pekerjaan sampingan sebagai dosen tamu di Rechtshoogeschool. Ia kemudian bergabung dengan asosiasi pemuda Jong Java, dan menulis sebuah makalah berjudul "Perempuan Indonesia dalam Hukum", yang ia presentasikan bersama dengan Ali Sastroamidjojo pada Kongres Perempuan 1928. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soepomo, lulusan Rechtschool studi ke Belanda raih doktor hukum dengan cum laude? Seperti disebut di atas, Soepomo memulai studi hukum di Batavia dan melanjutkan studi ke Belanda. Bagaimana hubungan Soepomo dengan Boedi Oetomo? Lalu bagaimana sejarah Soepomo, lulusan Rechtschool studi ke Belanda raih doktor hukum dengan cum laude? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Mahasiswa (25): Aminoedin Pohan dan Sjoeib Proehoeman; Dokter-Dokter Asal Padang Sidempoean (Angkola Mandailing)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Banyak dokter asal Angkola Mandailing lulusan Docter Djawa School/STOVIA, tetapi hanya sedikit yang melanjutkan studi ke Belanda. Diantara yang yang sedikit, tiga diantaranya meraih gelar doctor dalam bidang kedokteran. Ida Loemongga meraih gelar doctor di Amsterdan tahun 1930, Juga Sjoeib Prohoeman pada tahun 1931 dan Aminoedin Pohan pada tahun 1932. Ida Loemongga adalah perempuan pertama orang Indonesia meraih gelar doctor.


Dr. Sjoeib Proehoeman lahir di Paijakoemboeh. Dr. Sjoeib Proehoeman meraih gelar doktor (PhD) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1930 dengan judul desertasi: ‘Studies over de epidemiologie van de ziekte van Weil, over haren verwekker en de daaraan verwante organismen’. Dr. Sjoeib Proehoeman sangat menguasai tiga penyakit epidemik yang paling menakutkan: malaria, TBC dan lepra. Pada saat Sjoeib Proehoeman sudah mendapat gelar dokter, sang ayah, Si Badorang gelar Radja Proehoeman masih aktif sebagai pejabat bidang perternakan di kantor Residen Tapanoeli di Sibolga. Radja Proehoeman sendiri kelairan Pakantan, setelah lulus Veeartsen School di Buitenzorg ditempatkan di Kinari (Afdeeling XIII en IX Kota) pada tahun 1884. Pada tahun 1900 mengajukan permintaan untuk dipindahkan dari layanan di Pajakoemboeh. Radja Proehoeman dipindahkan ke Padang Sidempoean tahun 1906. Si Badorang gelar Radja Proehoeman dipindahkan dari Padang Sidempoean ke Sibolga yang juga merangkap sebagai dokter hewan pemerintah di Padang Sidempoean (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-03-1907).

Lantas bagaimana sejarah Dr Sjoeib Proehoeman dan Dr Aminoedin Pohan? Seperti disebut di atas, keduanya melanjutkan studi kedokteran ke Belanda dan meraih gelar doctor dalam bidang kedokteran, Mereka adalah generasi lebih lanjut dokter-dokter asal Padang Sidempoean (Angkola Mandailing). Lalu bagaimana sejarah Dr Sjoeib Proehoeman dan Dr Aminoedin Pohan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.