*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Ada satu masa dimana Indonesia disebut Hindia Belanda (baca: Indonesia Belanda). Itu terjadi sejak dibubarkannya VOC/Belanda. Salah satu Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia Belanda adalah Daendels. Nama Pemerintah Hindia Belanda berakhir setelah terjadinya pendudukan Jepang. Pemerintah Militer Jepang hanya berlangsung singkat (1942-1945). Pemerintah Republik Indonesia secara de jure dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ada satu masa dimana Indonesia disebut Hindia Belanda (baca: Indonesia Belanda). Itu terjadi sejak dibubarkannya VOC/Belanda. Salah satu Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia Belanda adalah Daendels. Nama Pemerintah Hindia Belanda berakhir setelah terjadinya pendudukan Jepang. Pemerintah Militer Jepang hanya berlangsung singkat (1942-1945). Pemerintah Republik Indonesia secara de jure dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa Pemerintah Republik Indonesia (hingga sekarang)
naturalisasi di Indonesia menjadi warga negara Indonesia (WNI) sudah dilakukan
sejak tahun 1950 seperti pemain sepak bola Arnold van der Vin. Tentu saja masih
ada cerita tersendiri, romantismen Johannes Cornelis Princen yang menjadi
WNI. Naturalisasi di Indonesia bukanlah baru. Naturalisasi pemain sepak bola
Christian Gonzales yang kemudian menjadi pemain nasional Indonesia adalah
rangkaian naturalisasi di Indonesia pada satu dasawarsa terakhir ini.
Sejak
Pemerintah Republik Indonesia, soal naturalisasi menjadi berita menarik
diantara warga negara asing (WNA). Naturalisasi Warga Negara Belanda (sebut
WNB) menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi cerita tersendiri seperti
pemain sepakbola Arnold van der Vin dan pegiat HAM Johannes Cornelis Princen.
Lantas apakah ada WNI yang menjadi WNB? Ada, bahkan sejak Pemerintah Hindia
Belanda. Salah satu WNI yang menjadi WNB adalah Dr. Abdul Rivai. Bagaimana itu
semua terjadi? Mari kita telusuri.
Naturalisasi di
Era Hindia Belanda: Menjadi Warga Negara Belanda
Pada
bulan Oktober 1909 sejumlah warga diajukan untuk naturalisasi menjadi warga
negara Belanda (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 23-10-1909).
Mereka yang diajukan menjadi warga negara Belanda (WNB) ini ada yang tinggal di
Hindia Belanda (baca: Indonesia) dan ada yang berdomisili di Belanda. Salah
satu yang diajukan tersebut, satu-satunya pribumi adalah dokter pribumi Dr.
Abdul Rivai yang tinggal di Amsterdam. Dari nama-nama yang diajukan itu umumnya
nama-nama asal Jerman yang berdomisili di Hindia Belanda.
Dr. Abdul Rivai,
lahir di Bengkulu, lulus Docter Jawa School di Batavia (kini Jakarta). Setelah diangkat
menjadi dokter pemerintah pernah bertugas di Tandjong Morawa Deli. Pada tahun
1903 Dr. Abdul Rivai merantau ke Belanda dan bekerja sebagai editor surat kabar
dwimingguan Bintang Hindia yang terbit di Amsterdam. Pada saat pendirian
organisasi mahasiswa pribumi di Belanda (Indisch Vereeniging) tahun 1908 yang
digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, Dr. Abdul Rivai turut
hadir. Presiden pertama organisasi ini di daulat Soetan Casajangan, alumni
sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempoean yang datang ke Belanda tahun
1905 untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Dalam kepengurusan
organisasi mahasiswa ini Dr. Abdul Rivai sebagai komisaris (pengawas).
Pengajuan
daftar orang yang akan dinaturalisasi tersebut diajukan kepada Twede Kamer (semacam
DPR pada masa ini) (lihat De Preanger-bode, 20-11-1909). Status Dr. Abdul Rivai
disahkan berdasarkan undang-undang tanggal 3 Januari 1910 (Staatsblad No. 9).
Publikasinya dikeluarkan pada tanggal 21 Januari 1910 (lihat Nederlandsche staatscourant, 21-01-1910).
Nederlandsche staatscourant, 21-01-1910 |
Orang-orang
Tionghoa di Hindia Belanda sudah sejak lama ada yang dinaturalisasi. Salah satu
yang terawal terdeteksi adalah Mr. Oei Jan Lee, yang menyebut dirinya Mr Johan
Lee, pengacara di Mahkamah Agung Hindia Belanda, lahir di Banda Neira, Amboina
(De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-03-1893). Untuk
orang pribumi yang pertama diduga adalah Dr. Abdul Rivai.
Hingga tahun 1883 sesuai Undang-Undang
Kewargaan Negara Belanda (28 Juli 1850) belum ada undang-undang di Belanda yang
dikaitkan dengan hal naturalisasi di Hindia Belanda. Ini dapat dibaca dalam
diskusi yang hangat pada tahun 1883 (lihat De locomotief 26-06-1883). Oleh
karenanya belum ada pribumi di Hindia Belanda yang berstatus naturalisasi.
Namun sebelumnya status hak setara Belanda (yang pertama) pernah diberikan
kepada Willem Iskander (guru alumni sekolah guru di Belanda tahun 1861) tetapi
bukan sebagai warga negara. Dasar rujukan ini terdapat pada Pasal 5 UU 1850
tersebut yang menyatakan bahwa Gubernur Jenderal dapat, sesuai dengan Raad van Indie,
membuat pengecualian terhadap penerapan aturan yang ditetapkan dalam pasal ini.
Willem Iskander adalah pribumi pertama studi ke
Belanda tahun 1857 dan setelah lulus pulang kampung dan pada tahun 1862
mendirikan sekolah guru di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola,
Residentie Tapanoeli). Penerapan ini sesuai dengan Dekrit Kerajaan No. 147
tanggal 10 September 1864 yang secara eksplisit menetapkan bahwa (setelah lulus
ujian), selain orang Belanda, penduduk pribumi di Hindia, sejauh mereka
termasuk Hindia Belanda, dapat diangkat sebagai pegawai negeri sipil dalam
pelayanan sipil di Hindia. Willem Iskander meninggal tahun 1876.
Dalam diskusi 1883 ini dekrit ini ditentang
karena tidak konstitusional (melanggar UU Kewargaan Negara 1850). Dalam UU
Kewargaan Negara 1850, orang-orang Arab, Tionghoa dan Moor yang beragama Islam dikategorikan
sebagai orang asing (di luar Belanda) dan dimasukkan sebagai pribumi. Diskusi
ini menyoroti tidak adanya peluang untuk naturalisasi dianggap
inkonstitusional. Sebab persyaratan terbaru untuk menjadi pejabat harus sebagai
warga negara Belanda (naturalisasi). Ismangoen Danoe Winoto meradang. Pribumi
yang diangkat setelah Willem Iskander adalah Raden Ismangoen yang lulus perguruan
tinggi di Belanda tahun 1875 tetapi berdasarkan peraturan baru dalam kenyataannya
tidak diperlakukan sebagai orang atau setara Belanda (lihat Algemeen
Handelsblad, 04-02-1897).
Sejak diskusi tahun 1883 inilah diduga diakomodir
peraturan tentang naturalisasi. Namun tidak berlaku bagi pribumi, tetapi
berlaku bagi yang lain terutama untuk orang Tionghoa seperti Mr. Oei Jan Lee. Perlakuan
terhadap Ismangoen ini menurut Abendanon adalah kesalahan politik, Pemerintah Hindia
Belanda hanya memberikan ‘kekecewaan yang menyedihkan’. Politik rasial. Abendanon
menyebut Ismangoen adalah orang Belanda sejati hanya ada perbedaan dalam warna
kulit. Hal yang sama juga dialami oleh Hendrik Karel Manupassa yang lulus tahun
1889 di Belanda juga status naturalisasi tidak diberikan (lihat Algemeen
Handelsblad, 04-02-1897).
Lantas
kapan naturalisasi diberikan kepada pribumi yang beragama Islam. Sejauh
ini belum ditemukan keterangannya. Yang jelas Dr. Abdul Rivai di Belanda
yang telah menyelesaikan studinya dan meraih gelar dokter penuh tahun 1908, sebagaimana
disebut di atas Dr. Abdul Rivai mendapat status naturalisasi pada tahun 1910.
Apakah Dr. Abdul Rivai yang pertama disetarakan (naturalisasi) dari golongan pribumi
Islam?
Naturalisasi di
Era Republik Indonesia: Menjadi Warga Negara Indonesia
Tunggu
deskripsi lengkanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar