*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini
Ismangoen Danoe Winoto (1850-1895) adalah seorang perintis dari Jogjakarta, tetapi riwayat hidupnya nyaris dilupakan (asimetris sejarah). Orang di Jogjakarta hanya mengenal Dr. Sardjito (mantan Rektor UGM). Harry A. Poeze dalam bukunya Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 yang diterbitkan pada tahun 2008 mengangkat kembali nama Raden Ismangoen Danoe Winoto. Sebelum itu nama Raden Ismangoen Danoe Winoto tidak ada yang mengingatnya, padahal Raden Ismangoen Danoe Winoto adalah seorang cucu Sultan Jogjakarta.
Ismangoen Danoe Winoto (1850-1895) adalah seorang perintis dari Jogjakarta, tetapi riwayat hidupnya nyaris dilupakan (asimetris sejarah). Orang di Jogjakarta hanya mengenal Dr. Sardjito (mantan Rektor UGM). Harry A. Poeze dalam bukunya Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 yang diterbitkan pada tahun 2008 mengangkat kembali nama Raden Ismangoen Danoe Winoto. Sebelum itu nama Raden Ismangoen Danoe Winoto tidak ada yang mengingatnya, padahal Raden Ismangoen Danoe Winoto adalah seorang cucu Sultan Jogjakarta.
Ismangoen Danoe Winoto |
Bagaimana nama Raden Ismangoen
Danoe Winoto terlupakan tidak jelas. Padahal Ismangoen Danoe Winoto adalah seorang
perintis dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi di luar negeri. Tentu
saja itu tidak adil. Untuk itu kiranya perlu ditulis kembali riwayat Ismangoen
Danoe Winoto agar kita mengetahui lebih banyak bagaimana kiprah Ismangoen Danoe
Winoto pada masa lampau. Mari kita telusuri.
Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen: Ismangoen Danoe
Winoto Studi ke Belanda
Residen Soeracarta FN
Nieuwenhuijzen diberitakan mendapat cuti dua tahun ke Eropa (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en
commercieel nieuws- en advertentieblad, 01-06-1864). Cuti dua tahun ke Eropa
biasanya diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah melakukan tugas sekitar
delapan tahun. Pada tanggal 18 Juni di Solo diadakan perpisahan dengan Residen.
Dilakukan persta beberapa kali. Sangat meriah dan banyak yang menangisi (Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1864). Ini
menunjukkan FN Nieuwenhuijzen sangat diterima di Solo. Frederik Nicolaas
Nieuwenhuijzen pada usia 39 tahun menjadi Residen Soeracarta sejak tahun 1858.
Hal serupa ini pernah terjadi di
Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli saat Asisten Residen berangkat
cuti dua tahun ke Eropa tahun 1857. Banyak yang menangisi, sebab Asisten
Residen AP Godon sudah cukup lama sebagai asisten residen di Afdeeling
Mandailing en Angkola yakni selama sembilan tahun (sejak 1848), AP Godon ketika
berangkat ke Berlanda diketahui membawa seorang pemuda pribumi yang masih
berumut 17 tahun untuk ikut ke Belanda. Itu juga yang membuat semakin banyak
penduduk yang menangis. Pemuda itu yang bernama Sati Nasution kelak dikenal
sebagai Willem Iskander kembali ke kampungnya di Mandailing dengan membawa akte
guru dan membuka sekolah guru di Tanobato tahun 1862. Pada tahun 1864 Inspektur
Pendidikan Pribumi CA van Chjis mengunjungi sekolah guru yang diasuh Willem
Iskander terserbut. Chjis menilai sekolah ini jauh lebih baik jika dibandingkan
dengan dua sekolah guru yang sudah didirikan sebelumnya yakni di Soeracarta
(tahun 1851) dan di Fort de Kock (1856).
Keberangkatan FN
Nieuwenhuijzen dan keluarga ke Belanda (1864) turut seorang pemuda seperti
halnya tahun 1857 ketika Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon
berangkat ke Belanda turut seorang pemuda belia. Pemuda yang dibawa FN
Nieuwenhuijzen tersebut lahir di Jogjakarta tahun 1850 yang terbilang sebagai
cucu dari Soeltan Djocjocarta. Pemuda ini kelak dikenal sebagai Ismangoen Danoe
Winoto.
Mengapa yang dibawa Residen
Soeracarta putra dari Djocjocarta. Sejak usai Perang Jawa (1825-1830)
Soeracarta dan Djocjocarta sejatinya tidak pernah kondusif hingga akhirnya FN
Nieuwenhuijzen datang di Solo tahun 1858. FN Nieuwenhuijzen adalah seorang
‘diplomat ulung’ yang sebelumnya sebagai Residen Riaouw mampu ‘menjinakkan’
Soeltan Siak. Pada tahun 1861 seorang pangeran Solo didudukkan FN
Nieuwenhuijzen untuk menggantikan pamannya. Sejak itu situasi di Soeracarta
makin kondusif, FN Nieuwenhuijzen juga dapat bekerja dengan tenang. FN
Nieuwenhuijzen sendiri adalah seorang yang adil. Beberapa tahun pernah menjadi
Ketua Landraad di Soerabaja, setipa keputusannya nyaris tidak ada yang naik
banding. Setelah 30 tahun mengabdi sebagai pegawai pemerintah tahun 1864 FN
Nieuwenhuijzen cuti dua tahun ke Belanda. Membawa putra dari Djocjocarta, cucu
dari Soeltan Jogja diduga sebagai strategi FN Nieuwenhuijzen untuk membuat lebih
adil dan Djocjocarta diharapkan menjadi lebih kondusif?
Rombongan (termasuk yang
mangantar hingga ke pos pertama) berangkat dari Solo tanggal 21 menuju Semarang
lalu menuju Batavia. Pada tanggal 24 Juni 1864 FN Nieuwenhuijzen dan keluarga serta
Ismangoen Danoe Winoto berangkat dari Batavia dengan kapal uap Java menuju
Belanda via Singapoera (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 29-06-1864). Perjalanan ini dapat dibayangkan begitu
lama karena pelayaran dilakukan melalui Afrika Selatan selama hampir dua bulan.
Terusan Suez baru dubuka pada tahun 1869. Dalam manifes kapal yang membawa
mereka dari Batavia menujui Singapoera nama Ismangoen Danoe Winoto dicatat
sebagai Radhen Maas Hidmangoon (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage,
16-08-1864). Berita ini diperoleh dari telegram yang diterima dari Prancis
(Marseille). Mereka tiba di Rotterdam dengan selamat sebagaimana daftar manifes
kapal yang diberitakan (Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-,
nieuws- en advertentieblad, 29-08-1864).
Dalam beberapa tulisan Ismangoen
Danoe Winoto disebut lahir tahun 1850. Saat berangkat dari Soeracarta Ismangoen
Danoe Winoto berusian 14 tahun. Usia ini adalah kira-kira usia lulus sekolah
dasar. Juga disebut Ismangoen Danoe Winoto menempuh sekolah HBS di Belanda. HBS
ditempuh selama lima tahun (tiga tahun sekolah menengah pertama dan dua tahun
sekolah menengah atas). Besar dugaan Ismangoen Danoe Winoto menempuh ujian
persamaan sekolah dasar di Belanda sebelum lanjut ke HBS.
Setelah sekian lama,
nama Ismangoen Danoe Winoto kembali terdeteksi di Delft (lihat Delftsche
courant, 12-07-1871). Disebutkan dalam ujian ambtenaren Oost Indie (pegawai pemerintah
Hindia Belanda) untuk bagian A dari 54 orang yang mendaftar dan hanya 48 yang
mengikuti ujian dimana 29 diantaranya dinyatakan lulus termasuk Ismangoen Danoe
Winoto yang dicatat sebagai Raden Mas Ismangoen. Berita ini juga dilansir surat
kabar lain di Hindia yang mana disebutkan Radhen Maas Ismangoen adalah cucu
kaisar (Soeltan) Djokdjokarta (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1871). Salah satu penguji dalam ujian ini adalah
Nieuwenhuijzen (Nederlandsche staatscourant, 12-01-1872).
Willem Iskander Kembali Studi ke
Belanda: Ismangoen Danoe Winoto Kembali ke Tanah Air
Ismangoen Danoe Winoto tampaknya
tidak menemui kesulitan dalam studi. Hal serupa ini juga dulu pernah dialami
oleh Willem Iskander. Ismangoen Danoe Winoto juga berhasil dalam pergaulan. Ini
terbaca dari seseorang temannya di Leiden yang menulis di surat pembaca tentang
dirinya (Algemeen Handelsblad, 18-05-1873). Boleh jadi karena cukup waktu bagi Ismangoen
Danoe Winoto untuk berinteraksi. Ismangoen Danoe Winoto tumbu dan berkembang hampir
sembilan tahun di Belanda.
Sementara Ismangoen Danoe Winoto
terus bergiat studi di Belanda, di Hindia banyak hal yang telah terjadi. Sejauh
ini (1873) Ismangoen Danoe Winoto sudah hampir sembilan tahun berada di Belanda
tanpa pernah pulang kampung halaman. Tentu saja Ismangoen Danoe Winoto sudah
cukup dewasa karena umurnya kira-kira 23 tahun. Di Hindia Belanda, nama Willem
Iskander begitu sangat terkenal. Sekolah guru yang didirikannya di Tanobato
(Tapanoeli) banyak mendapat pujian, karena dianggap sekolah guru yang terbaik. Adanya
desakan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan pribumi,
akhirnya Pemerintah memutuskan mengirim tiga guru muda untuk studi ke Belanda
sebagaimana pernah dilakukan oleh Willem Iskander (1857-1861). Lalu dipilih
tiga guru muda berbakat yakni Banas Lubis dari Tapanoeli, Raden Soerono dari
Soeracarta dan Raden Adi Sasmita dari Preanger.
Untuk membimbing tiga guru muda ini Pemerintah menunjuk Willem Iskander
dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi di Belanda untuk mendapatkan
akta kepala sekolah. Selama Willem Iskander ke Belanda sekolah guru di Tanobato
ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru (kweekschool) yang
lebih besar di Padang Sidempoean pada tahun 1879. Saat kebarangkatan yang kedua
ini ke Belanda, Willem Iskander sudah berumur 33 tahun (saat berangkat yang
pertama tahun 1857 masih berumur 17 tahun). Diharapkan, setelah selesai studi
di Belanda, Willem Iskander diproyeksikan sebagai direktur Kweekschool Padang
Sidempuan (ibukota Afdeeling Mandailing dan Angkola). Lalu pada bulan April
1874 Willem Iskander bersama tiga guru muda tersebut berangkat dari Batavia
menuju Belanda. Sudah barang tentu ketiga guru pribumi ini akan bertemu Ismangoen
Danoe Winoto di Belanda. Tiga guru muda ini studi ke Belanda untuk mendapatkan
akta guru (setara SMP/SGB), sementara Willem Iskander yang akan mengambil akta
kepala sekolah (setara SMA/SGA). Ismangoen Danoe Winoto sendiri sudah berada di
pendidikan setara Akademi/perguruan tinggi (pasca SMA/HBS). Pendidikan yang
diikuti oleh Ismangoen Danoe Winoto ini mirip seperti Akademi Pemerintahan
Dalam Negeri (APDN).
Akhirnya tahun 1875 Ismangoen
Danoe Winoto lulus studi (lihat De standaard, 15-07-1875). Lulusan akademi ini berhak
diangkat sebagai pejabat pemerintah (Ambtenar) di Hindia Belanda. Ismangoen
Danoe Winoto dan kawan-kawan diangkat Menteri Koloni sebagai pegawai pemerintah
di Hindia Belanda berdasarkan tanggal 28 Agustus (lihat Algemeen Handelsblad,
02-09-1875). Namun seiring dengan kelulusan Ismangoen Danoe Winoto dan
penempatannya muncul isu yang mana Ismangoen Danoe Winoto yang berpendidikan lisensi
Eropa/Belanda tetapi tidak bisa menjadi pejabat di lingkungan Eropa/Belanda di
Hindia Belanda (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-12-1875). Ismangoen Danoe
Winoto, sesuai kebijakan pemerintah yang berlaku, pejabat pemerintahan hanya
diperuntukkan untuk orang Eropa/Belanda. Orang pribumi di Hindia Belanda meski
memiliki pendidikan lisensi Eropa/Belanda hanya dapat diangkat di pengadilan
(Landraad) atau pejabat di lingkungan penduduk pribumi. Ismangoen Danoe Winoto
meradang. Ismangoen Danoe Winoto kembali ke tanah air.
Ismangoen Danoe Winoto
setelah 10 tahun meninggalkan kampung halaman kembali ke kampung halaman di
Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto berlayar dengan kapal Amalia (lihat Het
nieuws van den dag : kleine courant, 20-03-1876). Surat kabar yang terbit di
Semarang De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-05-1876
mengutip berita dari surat kabar di Singapoera The Strait Times bahwa yang
mendapat pesan telegram dari Prancis bahwa kapal Amalia yang mana diantara
penumpang terdapat Ismangoen Danoe Winoto berlayar dari Prancis (Marseille)
menuju Batavia via Terusan Suez dan Singapoera. Disebutkan di dalam manifes
kapal ini Ismangoen Danoe Winoto tidak sendiri tetapi dengan istri. Ismangoen Danoe Winoto menikah dengan CH van
Steeden tanggal 28 Januari di Borculoo(Algemeen Handelsblad, 29-01-1876)
Seperti halnya dulu,
ketika Willem Iskander pulang studi dari Belanda tahun 1861 langsung ke Batavia
untuk menemui Gubernur Jenderal, Ismangoen Danoe Winoto juga melakukannya.
Mereka membawa surat dari Menteri Koloni di Belanda. Dengan berbekal
akta/diploma pemerintah menempatkan dimana. Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan
sebagai pejabat di Sekretaris Jenderal (Algemenen Secretarie) (lihat De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-06-1876). Ismangoen
Danoe Winoto ditempatkan bersamaan dengan van Boetzelaar (teman yang sama-sama
lulus di Belanda).
Setelah segala sesuatunya selesai
urusan di Batavia, Ismangoen Danoe Winoto bersama istri melanjutkan perjalanan
ke kampung di Djocjocarta. Tidak lama karena harus kembali ke Batavia untuk
memulai tugas baru. Ismangoen Danoe Winoto dan istri pada awal bulan Agustus
kembali ke Batavia melalui pelabuhan Semarang dengan kapal uap Baros Bentinck
(lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-08-1876).
Inspektur Pendidikan: Charles Adrian
van Ophuijsen dan Ismangoen Danoe Winoto
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar