*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Ciganjur (Tjigandjoer) tidak berdiri sendiri. Sejarah Ciganjur terkait dengan keberadaan Ragoenan dan setoe Babakan. Pada era kolonial Belanda, di land Ragoenan dibangun kebun pertanian (holtikultura) pertama di Hindia Belanda dan di setoe Babakan dibangun kanal yang airnya dialirkan ke land Tandjong West untuk mengairi persawahan. Air kanal ini juga diteruskan hingga jauh ke kampong Pagangsaan di Batavia. Di kampong Tjigandjoer didirikan sekolah pelatihan hortikultura.
Sejarah Ciganjur (Tjigandjoer) tidak berdiri sendiri. Sejarah Ciganjur terkait dengan keberadaan Ragoenan dan setoe Babakan. Pada era kolonial Belanda, di land Ragoenan dibangun kebun pertanian (holtikultura) pertama di Hindia Belanda dan di setoe Babakan dibangun kanal yang airnya dialirkan ke land Tandjong West untuk mengairi persawahan. Air kanal ini juga diteruskan hingga jauh ke kampong Pagangsaan di Batavia. Di kampong Tjigandjoer didirikan sekolah pelatihan hortikultura.
Peta 1901: Kecamatan Jagakarsa (Ciganjur, Cipedak, Serengseng) |
Nama
Ciganjur pada masa kini mulai dikenal secara luas ketika Abdurrahman Wahid
alias Gusdur menetap di Ciganjur dan semakin terkenal lagi setelah Gusdur
menjadi Presiden RI. Hingga masa ini, Ciganjur nyaris identik dengan Ciganjur. Ada
apa di Ciganjur? Ada rumah Gusdur disitu. Itulah sejarah terakhir di Ciganjur.
Lantas bagaimana dengan sejarah awal di Tjigandjoer? Itulah yang ingin kita
telusuri ke masa lampau. Tentu saja berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe yang
dapat ditelusuri.
Sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar
sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Kelurahan
Ciganjur Kecamatan Jagakarsa: Apakah Salah Memahami Sejarah?
Nama
kampong Tjigandjoer paling tidak telah diberitakan pada tahun 1882 (lihat
Bataviaasch handelsblad, 25-01-1882). Disebutkan di kampong Tjigandjoer di Land
Tandjong West, Meester Cornelis
selama periode 8-14 Januari ditemukan sebanyak 14 ekor sapi sakit dan dua ekor
mati. Keterangan ini menunjukkan kampong Tjigandjoer berada di Land Tandjong
West (kini Tanjung Barat). Pada masa ini kelurahan Ciganjur berada di Kecamatan
Jagakarsa. Kelurahan lainnya yang berada di kecamatan yang sama adalah Tanjung
Barat, Lenteng Agung, Jagakarsa, Srengseng Sawah dan Cipedak.
Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan |
Pada
saat menjelang sensus penduduk tahun 1930 (SP-1930) di era Hindia Belanda, kampong
Tanah Baroe dan kampong Tjigandjoer disatukan menjadi desa dengan nama desa
Tjigandjoer Tanah Baroe di Onderdistrict Pasar Minggoe, District Kebajoran,
Afdeeling Meester Cornelis, Residentie Batavia. Pada era kedaulatan Indonesia, tahun
1971 desa Tjigandjoer Tanah Baroe dipecah menjadi dua desa yakni desa
Tjigandjoer dan desa Tanah Baroe di Kecamatan Pasar Minggu. Pada tahun 1976
desa Tanah Baru dipisahkan dan dimasukkan ke Kecamatan Depok, Kabupaten Bogor.
Namun yang menjadi
pertanyaan mengapa desa Tjigandjoer Tanah Baroe dipecah dan lalu desa Tanah Baru
dipisahkan kemudian dimasukkan ke kecamatan Depok Kabupaten Bogor. Pertanyaan
ini dapat dijelaskan. Akan tetapi mengapa Jagakarsa dijadikan sebagai nama baru
kecamatan sulit dipahami. Sejatinya nama Srengseng Sawah dan Tanjung Barat
(Tandjong West) jauh lebih awal dikenal dan eksis jika dibandingkan Djagakarsa.
Bagaimana bisa? Itulah sebabnya mengapa sejarah perlu ditulis dengan benar dan
selengkap-lengkapnya.
Sringsing dan
Tandjong West
Ketika
Tjigandjoer dan Djagkarsa masih kampung kecil, Srengseng Sawah, Lenteng Agoeng
dan Tandjong West (Tandjong Barat) adalah kampong-kampong besar. Tandjoeng West
adalah tanah partikelir (land) yang sejak tempo doeloe sudah terkenal. Demikian
juga nama Sringsing (Srengseng Sawah) sudah lebih awal dikenal sebelum
terbentuknya land Tandjong West.
Sringsing di sisi barat hulu sungai Tjiliwong (Peta 1695) |
Pada
era Gubernur Jenderal van Imhoff (1743-1750) lahan-lahan subur hingga ke hulu
sungai Tjiliwong di Buitenzorg dijadikan landerien (tanah partikelir), Termasuk
dalam hal ini land Depok, land Tjinere dan land Tjitajam. Tanah-tanah yang
tidak bagus (untuk pertanian) dibiarkan tetap menganggur tanpa dikenakan nilai
verponding. Baru pada sekitar tahun 1760 terbentuk land baru di sisi barat
sungai Tjiliwong, namun karena kurang subur tidak diusahakan untuk produk
pertanian tetapi produk hewan (susu sapi). Lahan peternakan ini kemudian
dikenal sebagai Land Tandjong West. Di sisi timur sungai Tjiliwong sudah sejak
lama terbentuk lahan pertanian di land Tandjoeng Oost (kini Pasar Rebo).
Ranch peternakan di Land Tandjong West, 1772 |
Pembentukan land Djagakarsa baru terjadi pada
era Pemerintah Hindia Belanda (VOC dibubarkan pada tahun 1799). Pembentukan
land Djagakarsa sehubungan dengan selesainya bendungan Setoe Babakan dan
pembangunan kanal irigasi ke land Tandjong West. Pembentukan land Djagakarsa
dalam hal ini adalah perluasan land Tandjong West. Land Djagakarsa yang
dibentuk ini dijual ke publik yang diumumkan pemerintah pada tahun 1836 (lihat
Javasche courant, 11-05-1836). Dalam hal ini hampir satu abad land Tandjong
West ada sebelum land Djagakarsa terbentuk.
Bendungan Sitoe Pitara di Depok (Peta 1901) |
Dalam pengumuman pemerintah, beslit Directeur
van 'sLands Middelen en Domeinen (Direktur Sumber Daya dan Domain Nasional)
bertanggal 3 Mei No 716 melalui Residen Batavia akan dijual secara publik kepada penawar
tertinggi, land yang (selama ini) tidak dikelola di Djaga-karsa dengan ketentuan-ketentuan
tertentu.
Batas Meester Cornelis, Tjempedak, Djagakarsa, Kalibata (Peta 1901_ |
Dalam beslit pembentukan land baru ini,
sebelumnya sudah terbentuk land Tanah Agoeng (kelak berganti nama menjadi
Lenteng Agoeng) dan land Tandjong West sebagai land pendahulu. Dalam beslit ini
juga dijelaskan batas land Djagakarsa hanya hingga batas perkampongan Kalibata.
Di dalam land ini terdapat dua kampong, kelak diketahui dua kampong itu adalah
kampong Djagakarsa dan kampong Tjigandjoer. Akses menuju land baru ini juga
melewati Tanah Agoeng.
Bataviaasch handelsblad, 19-07-1884 |
Demikian juga halnya dengan land Tjinere yang
sudah eksis sejak doeloe tetap dijadikan sebagai nama wilayah (dibuka pertama
kali oleh St Simon tahun 1684). Land Tjinere meliputi Tjinere, Krokot,
Pangkalan Djati, Tanah Baroe dan Maroejoeng. Land ini pernah dimiliki oleh
Raden Adipati Aria Soeria Di Redja dengan nilai verponding f112.000 yang
menjualnya pada tahun 1898 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 24-12-1898). Kampong Pangkalan Djati adalah tetangga sebelah
barat kampong Tjogandjoer. Sementara tetangga kampong Tjigandjoer di sebelah
timur, land Kalibata Kampong Djati.
De locomotief, 24-12-1898 |
Siapa yang menyewa Land Djagakarsa, milik
pemerintah tersebut tidak diketahui.
Tidak ada kabar berita siapa yang mengusahakan. Boleh jadi land Djagjakarsa
tidak laku karena luasnya yang terlalu kecil bagi investor. Selain itu, pasokan air untuk land Djagakarsa
juga tidak terlalu memenuhi untuk keseluruhan. Baru pada tahun 1919 land
Djagakarsa mulai ada investor yang berminat dan mengeksploitasinya. (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 25-06-1919).
Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1919 |
Besar dugaan satu-satunya investor yang
mengusahakan land Djagakarsa adalah NV Landbouw Maatsehapprj Tandjong West. Untuk
memenuhi tambahan kebutuhan air perusahaan melalui pemerintah Batavia membangun
kanal dari (bendungan) Setoe Pitara. Kanal ini di tarik ke arah barat (jalan
menuju jalan ke Sawangn) dan kemudian dibelokkan ke arah utara melalu land
Tanah Baroe hingga mencapai land Djagakarsa. Sumber air yang berasal dari (bendungan)
Setoe Pitara, perusahan memberikan konpensasi kepada Gemeente Depok dalam
jumlah tertentu per bulan.
Namun dalam perkembangannya diketahui bahwa perusahaan
pertanian ini dari waktu ke waktu membutuhkan banyak air yang lebih banyak
sehubungan dengan bertambahnya areal pertanian. Air yang bersumber dari kanal
Setoe Pitara dan kanal dari Setoe Babakan dianggap tidak mencukupi lagi (terutama
pada musim kemarau). Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut, perusahaan melalui
pemerintah Batavia menegosiasikan agar air yang dipasok dari kanal Pitara dapat
ditingkatkan. Negosiasi ini sangat alot. Hasil keputusan terakhir terjadi pada
tahun 1930. Gemeente Depok bersedia dengan konpensasi yang sangat besar. Setoe
Pitara harus ditutup, dan semua debit air dari hulu di land Tjitajam dan
Ratoedjaja dialirkan langsung ke kanal sehingga debit air melalui kanal semakin
besar/ Dalam hal ini kanal juga diperlebar. Sebagian dari air kanal tidak
langsung ke Djagakarsa tetapi dialihkan ke Setoe Babakan untuk meningkatkan
debit air ke kanal Tandjong West. Setoe Pitara ditutup selama-lamanya dan tamat.
Setoe ini adalah warisan dari Cornelis Chastelein pada era VOC.
Sejak penutupan Setoe Pitara di Depok, debit
air kanal melalui land Djagakarsa dan kanal melalui land Tnadjong West semakin besar.
Debit air yang tinggi ini pada gilirannya semakin memenuhi kebituhan air di
hilir di seperti Pasar Minggoe, Doern Tiga, Pantjoran, Tebet dan Menteng.
Teruskan kanan Tandjong West ini pada masa kini masih
terlihat melalui Lenteng Agoeng (di bawah stasion), Djati Padang (di bawah
jalan tol Simatupang), terminal Pasar Minggu, Kilibata, Tebet (sisi jalan
Saharjo) hingga ke Pasar Rumput. Kanal ini pada awalnya sampai ke Tjikini
tetapi setelah adanya pembangunan kanal barat pada tahun 1918, aliran kanal ini
hanya sampai pada kanal barat tersebut di Pasar Rumput yang sekarang.
Sebagai wilayah pertanian yang potensial di
selatan Batavia, pemerintah Batavia terus memperhatikan land Tandjong West dan
sekitarnya. Jalan raya dari Batavia menuju Pasar Minggu mendapat perhatian pada
tahun 1930 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-04-1930).
Disebutkan dalam rapat dewan Raad Meester Cornelis disepakati sejumlah
keputusan (salah satu diantaranya) adalah untuk pengelolaan jalan Pasar Minggoe
ke wilayah perbatasan Buitenzorg di land Tandjong West dan Djagakarsa.
Sebelumnya antara Batavia (Prapatan) hingga ke Pasar
Minggoe telah dilakukan peningkatan mutu jalan. Inisiatif peningkatan mutu
jalan ini bukan pemerintah Regenschap Meester Cornelis melain tuntutan sejumlah
pihak kepada pemerintah Gemeemste Batavia. Wilayah tersebut sesungguhnya adalah
kewenangan Regenschap Meester Cornelis, tetapi Gemeente Batavia bersedia dan
pemerintah Meester Cornelis tidak keberatan. Peningkatan jalan dari Pasar
Minggu ke land Tandjong West dan land Djaga Karsa boleh jadi untuk keperluan
prioritas karena sebelumnya kecolongan dengan peningkatan jalan antara Batavia
dan Pasar Minggoe.
Peningkatan jalan perbatasan Batavia dan
Buitenzorg tidak hanya menguntungkan bagi Batavia tetapi memberikan manfaat
langsung bagi pemerintah Buitenzorg. Hubungan Depok dan sekitarnya semakin
lancar ke Batavia. Meningkatnya akses penduduk di Depok juga dapat meingkatkan
kegiatan perekonomian dan perdagangan di Batavia khususnya di land Tandjong
West dimana terdapat pasar. Yakani Pasar Minggoe (yang belakangan ini terus
berkembang. Tentu saja akan dirasakannya adanya arus barang dan orang di land
Djagakarsa yang semakin meningkat. Land Djagakarsa termasuk desa baru
Tjigandjoer Tanah Baroe akan lebih berkembang.
Sehubungan dengan peningkatan sistem
administrasi pemerintahan desa dan menjelang diadakannya sensus penduduk (SP-1930),
dibentuk desa-desa baru. Beberapa kampung yang berdekatan disatukan untuk dijadikan
desa. Kampong-kampong yang ada di land Tjigandjoer dan land Tanah Baroe
digabungkan menjadi satu desa dengan nama desa Tjigandjoer Tanah Baroe. Penggabungan
kampung-kampung di dua land tersebut menjadi satu desa besar diduga karena
selama ini manajemen air yang berasal dari Setoe Pitara dikelola oleh land
Tandjoeng West. Padahal lahan Tanah Baroe secara geografis masuk ke dalam
wilayah yang berdekatan dengan land Depok dan land Pondok Tjina.
Land Pondok Tjina sejatinya baru diusahakan
secara produktif pada tahun 1850an. Selama ini land Depok adalah lahan kering
yang sulit air. Dengan adanya negosiasi dengan Gemeente Depok, kanal di Depok
yang bersumber dari kanal Ratoe Djaja diteruskan ke land Pondok Tjina. Dengan
adanya pasokan air ini dimungkinkan di land Pondok Tjina pencetakan sawh baru.
Sejak adanya kanal ini land Pondok Tjina berkembang pesat. Land Pondok Tjina
termasuk kampus UI Depok yang sekarang. Limpahan air dari kanal Pondok Tjina
ini di sisi barat jatuh ke setu-setu di bawahnya termasuk Setoe Babakan.
Pada masa lampau. land pertama yang dibuka di wilayah ini adalah land Sringsing (Srengeseng) pada era Cornelis Chastelein (VOC). Masih pada era VOC, lalu land Tandjong West terbentuk sebagai land peternakan. Pada era Pemerintahan Hindia Belanda, sejak Gubernur Jenderal Daendels pembangunan pertanian dimulai. Salah satu program di wilayah ini yang baru dilaksanakan pada tahun 1830 adalah pembuatan bendungan di Setoe Babakan dan mengalirkannya ke land Tandjong West melalui kanal melewati land Tanah Agoeng (kemudian bergeser namanya Lenteng Agoeng). Tidak hanya land Tandjong West yang berkembang tetapi juga land Tanah Agoeng/land Srengseng serta lahan-lahan di hilir hingga ke Doeren Tiga. Bersamaan dengan pembangunan kanal Tandjong West, juga dibuat kanal baru dari Setoe Pitara di Depok dan mengalirkannnya ke lahan yang masing kering yang kemudian disebut land Tanah Baroe. Limpahan air ini dialirkan ke Setoe Babakan. Pada tahun 1850an bendungan Setoe Pitara jebol yang air bah ini memenuhi area rendah di bawahnya yang menjadi pabrik batu bata (lio) tergenang dan terbentuklah Setoe Besar (dekat stasion Depok Baru). Pada tahun-tahun berikutnya Setoe Pitara dibangun dan kanal ke Tanah Baroe ditingkatkan dan menjadi lebih lebar. Bendungan Baroe ini memungkinkan air dapat dialirkan ke lahan kering di land Pondok Tjina. Air yang mengalir di Tanah Baroe juga diteruskan ke land Djagakarsa (dimana juga terdapat kampong Tjigandjoer). Air kanal di Tanah Baroe juga meningkatkan tinggi air di Setoe Babakan yang memungkinkan debit air kanal Tandjoeng West meningkat. Aliran air yang sebelumnya hanya di Doerian Tiga sudah sampai ke Tebet.
Pada tahun 1934 muncul inisiatif dari Inlandsch
Mij. voor Individueele Werkverschaffing (IMIW), suatu tim teknis pemerintah untuk
pekerjaan perorangan untuk menyelenggrakan pelatihan (pertanian) tanaman
hortikultura di perusahaan hortikultura (milik) Pemerintah ‘Ragoenan’. Lokasi
yang ditetapkan sebagai tempat pelatihan adalah desa Tjigandjoer (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-05-1934).
Desa Tjigandjoer adalah tetangga desa Ragoenan.
Het nieuws van den dag voor NI, 15-05-1934) |
Pada tahun 1981 desa Ciganjur diubah
statusnya menjadi kelurahan. Pada tahun 1986, kelurahan Ciganjur dimekarkan
dengan membentuk kelurahan Cipedak. Kelurahan Ciganjur berbatasan langsung
dengan desa Pangkalan Jati. Sedangkan Kelurahan Cipedak berbatasan dengan
kelurahan Tanah Baroe (Depok).
Kelurahan Pangkalan Jati Baru (Depok) dan Kelurahan Ciganjur |
Kepala burung Cinere, Depok |
Jika diperhatikan peta
Kota Depok, empat kelurahan yang membentuk kecamatan Cinere seakan
menggambarkan kepala burung. Dalam arti sekarang, kecamatan Cinere secara
dejure masuk wilayah administrasi Kota Depok, tetapi secara sosiologis (defacto)
kehidupan warganya lebih mencerminkan kota metropolitan Jakarta. Sebaliknya,
kelurahan Ciganjur dan kelurahan Cipedak secara administratif masuk wilayah DKI
Jakarta tetapi secara sosiologis warganya lebih menyerupai suasana hidup di
Depok (asri).
Ciganjur dan Cipedak (kiri) di Djagakarsa; Srengseng (kanan) |
Akhirnya kita sampai pada pertanyaan
terakhir. Siapa Mohamad Kahfi, yang namanya diabadikan menjadi nama jalan yang
membelah Ciganjur yang sekarang? Mohamad Kahfi pernah tercatat sebagai pejabat
di Pemerintah Jakarta di era Gubernur Soediro yang menjabat sebagai Wedana
Kebajoran Baroe (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 20-08-1954).
Pada tahun 1867 District Kebajoran dibentuk yang dipimpin
oleh seorang Demang. District ini masuk wilayah Regentschap Meester Cornelis. Luas
District Kebajoran ini adalah seluas Jakarta Selatan yang sekarang. Kelak nama Demang
diubah namanya menjadi Wedana (dan masih digunakan pada era kemerdekaan RI). Sehubungan
dengan semakin berkembangnya wilayah District Kebajoran, pada tahun 1888
diangkat seorang Asisten Demang pertama. Asisten Demang tersebut bernama Soetan
Abdoel Azis, seorang pejabat di kantor Asisten Residen Mandheling en Ankola di
Padang Sidempoean. Pada waktu yang bersamaan dengan pengangkatan Asisten Demang
di District Kebajoran juga diangkat Asisten Demang di District Weltevreden
yakni Maharadja Soetan (Kepala Koeria Batoenadoea di Padang Sidempoean). Anak
Abdoel Azis bernama Haroen Al Rasjid lulus Docter Djawa School tahun 1902; Anak
Mahardja Soetan bernama Soetan Casajangan lulus Kweekschool Padang Sidempoean
tahun 1887. Soetan Casajangan (setelah megabdi menjadi guru selama 10 tahun di
Padang Sidempoean) pada tahun 1905 berangkat studi ke Belanda (untuk mendapat
akta Kepala Sekolah). Pada tahun 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan
mendirikan sekaligus Presiden pertama Perhimpoenan Indonesia (Indisch
Vereeniging) yang kelak menjadi cikal bakal PI tahun 1924 di Belanda (era M.
Hatta). Haroen Al Rasjid memiliki dua anak yang hebat: Mr. Gele Haroen (alumni
sekolah hukum Universiteir Leiden) dan Dr. Ida Loemongga, Ph.D (alumni sekolah
kedokteran Universiteit Amsterdam). Ida Loemongga Nasution adalah perempuan
Indonesia pertama bergelar doktor (Ph.D) tahun 1931. Mr. Gele Harun Nasution
adalah advokat dan Residen pertama Lampoeng (kini tengah diusulkan menjadi
Pahlawan Nasional dari daerah Lampung).
Jalan Kahfi di Ciganjur (Kahfi I dan Kahfi II) |
Jalan Kahfi ini dari area belakang Ragoenan
(jalan Margasawtwa) hingga menuju perbatasan kelurahan Cipedak (pemekaran kelurahan
Tjigandjoer) dengan kelurahan Tanah Baroe (Depok). Jalan Kahfi ini yang berada
di tengah kelurahan Ciganjur ini kemudian disebut jalan Kahfi I. Dari pertemuan
jalan Tanah Baroe dan jalan Kahfi ini (jalan Kahfi I) yaitu jalan yang menuju
ke arah stasion Lenteng Agung disebut sebagai jalan Jalan Kahfi II (melintas di
batas kelurahan Ciganjur di sebelah timur).
Ini mengindikasikan nama Kahfi seakan ditabalkan untuk nama jalan di wilayah Ciganjur. Dengan kata lain jalan Kahfi boleh dikatakan identik dengan (jalan) Ciganjur. Di jalan Kahfi I dari arah Ragoenan di Ciganjut belok kiri memasuki jalan Warung Sila. Pada ruas jalan Warung Sila ini terdapat jalan Al Munawarah di sebelah kiri. Dengan mengikuti jalan Al Munawarah ini akan ditemukan Pesantren Ciganjur, Di area inilah Rumah Gusdur berada.
Sehubungan
dengan nama tokoh Kahfi yang namanya telah ditabalkan sebagai nama jalan di
Tjigandjoer, lantas siapakah yang
berperan penting dalam pemisahan desa Tjigandjoer Tanah Baroe menjadi dua desa
yang mana kemudian desa Tjigandjoer dimasukkan ke wilayah Jakarta. Akibat
pemisahan ini, peta geografi kecamatan Cinere yang sekarang seakan berbentuk
kepala burung di wilayah Jakarta. Memang kelihatan janggal, tetapi itulah
faktanya, bahwa kecamatan Cinere (Depok) yang maju terkesan tertinggal di wilayah
DKI Jakarta. Kecamatan Cinere adalah wilayah Depok sedari doeloe, hingga ini
hari.
Selamat malam
BalasHapussaya Rizka dari www.betawipedia.com. Saya ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah jakarta, sekiranya saya bisa mendapatkan kontak pengelola situs ini. Mohon informasi, saya dapat di hubungi di rizka@betawipedia.com Terima kasih