Kamis, 06 Juni 2019

Sejarah Jakarta (53): Sejarah Ciganjur dan Presiden Gusdur; Ragoenan dan Setoe Babakan di Djagakarsa, Tandjong West


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Ciganjur (Tjigandjoer) tidak berdiri sendiri. Sejarah Ciganjur terkait dengan keberadaan Ragoenan dan setoe Babakan. Pada era kolonial Belanda, di land Ragoenan dibangun kebun pertanian (holtikultura) pertama di Hindia Belanda dan di setoe Babakan dibangun kanal yang airnya dialirkan ke land Tandjong West untuk mengairi persawahan. Air kanal ini juga diteruskan hingga jauh ke kampong Pagangsaan di Batavia. Di kampong Tjigandjoer didirikan sekolah pelatihan hortikultura.

Peta 1901: Kecamatan Jagakarsa (Ciganjur, Cipedak, Serengseng)
Sejarah Ciganjur bermula dari kampong Tjigandjoer. Kampong ini berada di land Tandjong West. Dalam perkembangannya di land Tandjong West dibentuk land baru yang disebut land Djagakarsa. Kampong Tjigandjoer berada di land Djagakarsa. Lalu kemudian dua land ini digabung menjadi land Tandjong West en Djagakarsa.

Nama Ciganjur pada masa kini mulai dikenal secara luas ketika Abdurrahman Wahid alias Gusdur menetap di Ciganjur dan semakin terkenal lagi setelah Gusdur menjadi Presiden RI. Hingga masa ini, Ciganjur nyaris identik dengan Ciganjur. Ada apa di Ciganjur? Ada rumah Gusdur disitu. Itulah sejarah terakhir di Ciganjur. Lantas bagaimana dengan sejarah awal di Tjigandjoer? Itulah yang ingin kita telusuri ke masa lampau. Tentu saja berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe yang dapat ditelusuri.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kelurahan Ciganjur Kecamatan Jagakarsa: Apakah Salah Memahami Sejarah?

Nama kampong Tjigandjoer paling tidak telah diberitakan pada tahun 1882 (lihat Bataviaasch handelsblad, 25-01-1882). Disebutkan di kampong Tjigandjoer di Land Tandjong West, Meester Cornelis selama periode 8-14 Januari ditemukan sebanyak 14 ekor sapi sakit dan dua ekor mati. Keterangan ini menunjukkan kampong Tjigandjoer berada di Land Tandjong West (kini Tanjung Barat). Pada masa ini kelurahan Ciganjur berada di Kecamatan Jagakarsa. Kelurahan lainnya yang berada di kecamatan yang sama adalah Tanjung Barat, Lenteng Agung, Jagakarsa, Srengseng Sawah dan Cipedak.

Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Sebelum melanjutkan saya ucapkah kepada pembaca: Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1440 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin. Artikel ini merupakan kelanjutan serial Presiden sebelumnya: (1) Sejarah Jakarta (49): Sejarah Matraman dan Presiden Barack Obama; Landhuis Weg di Land Matraman Kini Menjadi Jalan Tambak; (2) Sejarah Jakarta (50): Sejarah Menteng dan Presiden Suharto; Landhuis Land Menteng Menjadi Perumahan Elit Menteng, 1910; (3) Sejarah Jakarta (52): Sejarah Cikeas dan Presiden SBY; Kanal Irigasi Oosterslokkan, Kampong Tjikeas-Nagrak di Sungai Tjikeas. Setelah ini akan menyusul artikel tentang Koeningan dan Presiden Habibie dan tentu saja bapak-anak: Suakrno dan Megawati. Sehubungan dengan artikel Ciganjur dan Presiden Gusdur ini, di dalam blog ini sudah pernah ditulis artikel terkait, yaitu: (1) Sejarah Kota Depok (17): Sejarah Tanjung Barat, Tandjong West Tetangga Depok di Westerweg; Bagaikan Frisia Timur, Howdy!; (2) Sejarah Kota Depok (51): Sejarah Lenteng Agung dan Asal Usul; Melacak Posisi ‘GPS’ Klenteng Agoeng di Land Tanah Agong; (3) Sejarah Jakarta (51): Sejarah Pasar Minggu, Tempo Doeloe Disebut Pasar Tandjong West; Pusat Perdagangan Jalur Middenweg; (4) Sejarah Kota Depok (42): Setu Babakan di Srengseng Dibangun 1830; Kini Menjadi Pusat Perkampungan Budaya Betawi; dan (5) Sejarah Jakarta (31): Sejarah Ragunan dan Keluarga Hendrik Lucasz Cardeel; Dulu Taman Buah, Kini Taman Margasatwa.

Pada saat menjelang sensus penduduk tahun 1930 (SP-1930) di era Hindia Belanda, kampong Tanah Baroe dan kampong Tjigandjoer disatukan menjadi desa dengan nama desa Tjigandjoer Tanah Baroe di Onderdistrict Pasar Minggoe, District Kebajoran, Afdeeling Meester Cornelis, Residentie Batavia. Pada era kedaulatan Indonesia, tahun 1971 desa Tjigandjoer Tanah Baroe dipecah menjadi dua desa yakni desa Tjigandjoer dan desa Tanah Baroe di Kecamatan Pasar Minggu. Pada tahun 1976 desa Tanah Baru dipisahkan dan dimasukkan ke Kecamatan Depok, Kabupaten Bogor.

Pada tahun 1981 desa Ciganjur diubah statusnya menjadi kelurahan. Pada tahun 1986, kelurahan Ciganjur dimekarkan dengan membentuk kelurahan Cipedak. Batas kelurahan Ciganjur dan kelurahan Cipedak adalah jalan Brigif dan jalan Warung Sila yang sekarang. Pada tahun 1990 sebanyak enam kelurahan di Kecamatan Pasar Minggu dipisahkan dan disatukan dengan membentuk kecamatan baru, Kecamatan Jagakarsa. Kecamatan Jagakarsa di selatan berbatasan dengan Kecamatan Beji, Depok. Kelurahan Cipedak di selatan berbatasan dengan kelurahan Tanah Baru, Beji di jalan Antariksa. Sedangkan kelurahan Srengseng Sawah di selatan berbatasan dengan kelurahan Kukusan dan kelurahan Pondok Cina, Beji di area kampus UI yang sekarang.

Namun yang menjadi pertanyaan mengapa desa Tjigandjoer Tanah Baroe dipecah dan lalu desa Tanah Baru dipisahkan kemudian dimasukkan ke kecamatan Depok Kabupaten Bogor. Pertanyaan ini dapat dijelaskan. Akan tetapi mengapa Jagakarsa dijadikan sebagai nama baru kecamatan sulit dipahami. Sejatinya nama Srengseng Sawah dan Tanjung Barat (Tandjong West) jauh lebih awal dikenal dan eksis jika dibandingkan Djagakarsa. Bagaimana bisa? Itulah sebabnya mengapa sejarah perlu ditulis dengan benar dan selengkap-lengkapnya.

Sringsing dan Tandjong West

Ketika Tjigandjoer dan Djagkarsa masih kampung kecil, Srengseng Sawah, Lenteng Agoeng dan Tandjong West (Tandjong Barat) adalah kampong-kampong besar. Tandjoeng West adalah tanah partikelir (land) yang sejak tempo doeloe sudah terkenal. Demikian juga nama Sringsing (Srengseng Sawah) sudah lebih awal dikenal sebelum terbentuknya land Tandjong West.

Sringsing di sisi barat hulu sungai Tjiliwong (Peta 1695)
Lahan pertanian yang pertama dibuka di sisi barat hulu sungai Tjiliwong berada di di Tjinere dan Tjitajam. Dua area yang dimiliki oleh Sersan St. Martin inilah yang paling subur saat itu (1682). Pada tahun 1695 Cornelis Chastelein membuka lahan pertanian di Sringsing. Namun karena dianggap terlalu sempit dan sulit air di musim kemarau di Sringsing, Cornelis Chastelein pada tahun 1704 membuka lahan baru di Depok. Lambat laun lahan Sringsing ditinggalkan (tidak berkembang). Lalu pada tahun 1714 Cornelis Chastelein mewariskan lahannya di Depok kepada para pekerjanya dan kelak terbentuk Gemeente Depok. St Martin dan Cornelis Chastelein adalah dua diantara tiga ahli botani VOC.

Pada era Gubernur Jenderal van Imhoff (1743-1750) lahan-lahan subur hingga ke hulu sungai Tjiliwong di Buitenzorg dijadikan landerien (tanah partikelir), Termasuk dalam hal ini land Depok, land Tjinere dan land Tjitajam. Tanah-tanah yang tidak bagus (untuk pertanian) dibiarkan tetap menganggur tanpa dikenakan nilai verponding. Baru pada sekitar tahun 1760 terbentuk land baru di sisi barat sungai Tjiliwong, namun karena kurang subur tidak diusahakan untuk produk pertanian tetapi produk hewan (susu sapi). Lahan peternakan ini kemudian dikenal sebagai Land Tandjong West. Di sisi timur sungai Tjiliwong sudah sejak lama terbentuk lahan pertanian di land Tandjoeng Oost (kini Pasar Rebo).

Ranch peternakan di Land Tandjong West, 1772
Pada tahun 1772 Johannes Rach mengabadikan land Tandjong West ini ke dalam sejumlah lukisan. Lukisan-lukisan tersebut menggambarkan land Tandjong West sebagai (ranch) peternakan yang hebat. Johannes Rach menyebut land Tandjong West sebagai Frisia di timur. Pemilik land Tnadjong West ini mengusahakan 4.000 ekor sapi yang dikerjakan oleh sebanyak 400 orang budak. Areal peternakan ini berada di sisi barat sungai Tjiliwong hingga batas Pondok Laboe (land Simpliciotas) dan dari stasion Pasar Minggu yang sekarang hingga ke Srengseng Sawah. Kita bisa bayangkan peternakan prairie di Wild West di Amerika Barat belum ada. Itulah batas-batas ranch peternakan land Tandjong West yang kini menjadi batas-batas Kecamatan Jagakarsa. Sisa-sisa kejayaan peternakan land Tandjong West masih terlihat di kampong Tjigandjoer pada tahun 1882 seperti beritanya dikutip di atas (lihat Bataviaasch handelsblad, 25-01-1882).       

Pembentukan land Djagakarsa baru terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda (VOC dibubarkan pada tahun 1799). Pembentukan land Djagakarsa sehubungan dengan selesainya bendungan Setoe Babakan dan pembangunan kanal irigasi ke land Tandjong West. Pembentukan land Djagakarsa dalam hal ini adalah perluasan land Tandjong West. Land Djagakarsa yang dibentuk ini dijual ke publik yang diumumkan pemerintah pada tahun 1836 (lihat Javasche courant, 11-05-1836). Dalam hal ini hampir satu abad land Tandjong West ada sebelum land Djagakarsa terbentuk.

Bendungan Sitoe Pitara di Depok (Peta 1901)
Sejak era Pemerintahan Hindia Belanda dibentuk, pada era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811) program pembangunan pertanian dimulai yang diintegrasikan dengan program pengembangan ekonomi perdagangan (pembangunan jalan pos trans-Java dari Anjer ke Panaroekan via Buitenzorg). Dalam pembangunan pertanian, Daendels mengembangkan kanal di sisi timur sungai Tjiliwong dan membangun baru kanal di sisi barat sungai Tjiliwong. Realisasi program kanal ini kemudian terbentuk kanal irigasi di Kedong Badak hingga ke Tjilibeut dan Bodjong Gede di hulu sungai Tjiliwong. Pada tahun 1830 pembangunan kanal di land Tandjong West dilakukan dengan membendung Setoe Babakan sebagai sumber airnya. Sementara di land Depok sejak era VOC. Cornelis Chastelein telah membendung Setoe Pitarauntuk membangun kanal irigasi di Depok. Kelak ruas kanal yang terpisah-pisah ini diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang selesai tahun 1872. Hal ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Batavia-Buitenzorg yang selesai pada tahun 1873.

Dalam pengumuman pemerintah, beslit Directeur van 'sLands Middelen en Domeinen (Direktur Sumber Daya dan Domain Nasional) bertanggal 3 Mei No 716 melalui Residen Batavia akan dijual secara publik kepada penawar tertinggi, land yang (selama ini) tidak dikelola di Djaga-karsa dengan ketentuan-ketentuan tertentu.

Batas Meester Cornelis, Tjempedak, Djagakarsa, Kalibata (Peta 1901_
Dalam beslit (lihat Javasche courant, 11-05-1836) land Djaga-Karsa terletak sekitar lima jam dari kota ini (Batavia), di antara sungai Kroekoet batas perkampungan Mampang atau Kalie Bata, di sebelah barat, bagian ketiga dari blok M; berbatasan dengan sebelah timur perkampungan Kalie-Bata, di sebelah barat oleh sungai Kroekoet, di sebelah utara dan selatan dengan land Tanjong West, dikelilingi oleh land ini; lebar utara dan selatan sekitar 400 rouden, sejauh dari perkampungan Kalie Bata ke sungai Kroekoet, di sisi selatan sekitar tujuh ratus tiga puluh (730) rouden, dan di sisi utara tujuh ratus delapan puluh (780) rouden. Ada dua kampung di sebidang tanah ini. dimana 194 rumah, dihuni oleh 1.016 jiwa, termasuk 315 lelaki produktif, memiliki 452 ekor kerbau dan 72 petak sawah (semuanya dihitung)...Aturan tentang tanah partikelir yang terletak di sungai Tjimanok, yang ditetapkan pada 28 Februari tahun lalu, sepenuhnya berlaku untuk land Djaga Karsa,,.Jalan menuju land yang ditentukan adalah jalan setapak, membentang dari Prapatan, melintasi tanah Tanjong West dan Tana Agong. Jika pemilik mungkin ingin membangun jalan yang lebih besar atau jalan yang cocok untuk gerbong (harus dilakukan sepenuhnya tanpa keberatan dari dua land tersebyt), ia harus memahami dirinya sendiri dengan pemilik Tanjong West...Alokasi pembelian sebidang tanah ini hanya dapat dilakukan untuk penduduk tetap di Hindia Belanda... Yang bertanda tangan di bawah ini. Batavia, 4 Mei 1836. Residen, DFW Pietermaat.

Dalam beslit pembentukan land baru ini, sebelumnya sudah terbentuk land Tanah Agoeng (kelak berganti nama menjadi Lenteng Agoeng) dan land Tandjong West sebagai land pendahulu. Dalam beslit ini juga dijelaskan batas land Djagakarsa hanya hingga batas perkampongan Kalibata. Di dalam land ini terdapat dua kampong, kelak diketahui dua kampong itu adalah kampong Djagakarsa dan kampong Tjigandjoer. Akses menuju land baru ini juga melewati Tanah Agoeng.

Bataviaasch handelsblad, 19-07-1884
Nama land Tandjong West sudah sejak doeloe terkenal dan namanya terus digunakan sebagai wilayah. Meski sudah terbentuk land Tanah Agoeng dan land Djagakarsa (pemekaran), namun semua wilayah tersebut tetap dianggap sebagai wilayah land Tandjong West. Pada tahun 1881, land Tanah Agong (Lenteng Agoeng) bukan lagi sebuah lingkungan rural tetapi sudah menjadi urban (wijk). Sebagian lahan di land Tanah Agong (yang berbatasan dengan perkampungan Kalibata) dimiliki oleh keluarga Said Hoessin bin Mohamd bin  Aboe Bakar Aydiet (lihat  Nederlandsche staatscourant, 08-12-1881). Pada tahun 1882 kampong Kalibata dan kampong Tjigandjoer disebut berada di land Tandjong West (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-05-1882). Pada tahun 1884 sebagian lahan di land Tanah Agoeng dimiliki oleh Mr. RE Simith, Cs (lihat  Bataviaasch handelsblad, 19-07-1884).

Demikian juga halnya dengan land Tjinere yang sudah eksis sejak doeloe tetap dijadikan sebagai nama wilayah (dibuka pertama kali oleh St Simon tahun 1684). Land Tjinere meliputi Tjinere, Krokot, Pangkalan Djati, Tanah Baroe dan Maroejoeng. Land ini pernah dimiliki oleh Raden Adipati Aria Soeria Di Redja dengan nilai verponding f112.000 yang menjualnya pada tahun 1898 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-12-1898). Kampong Pangkalan Djati adalah tetangga sebelah barat kampong Tjogandjoer. Sementara tetangga kampong Tjigandjoer di sebelah timur, land Kalibata Kampong Djati.

De locomotief, 24-12-1898
Raden Adipati Aria Soeria Di Redja pada tahun 1869 diketahui sebagai seorang bupati di Chirebon (lihat Bataviaasch handelsblad, 03-07-1869). Menerima medali kesetiaan dari kerajaan Belanda (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-02-1874) dan setelah pensiun diberikan cuti ke Eropa (lihat Nederlandsche staatscourant, 17-12-1879). Pada tahun 1883 tersangkut perkara dengan para tuan tanah Tionghoa semasih di Cheribon (lihat Bataviaasch handelsblad, 28-09-1883). Pada tahun 1886 Raden Adipati Aria Soeria Di Redja diketahui bermukim di Tjinere (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-11-1886). Pada tahun 1891 mantan bupati ini menjual properti yang berada di Tjirebon (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-12-1891). Pada akhir tahun 1898 Raden Adipati Aria Soeria Di Redja memasang iklan penjualan lahan di Tjinere yang akan dilelang di kantor Buitenzorg pada bulan Maret 1899. Raden Adipati Aria Soeria Di Redja dikabarkan meninggal dunia di Bogor tanggal 11 Juni 1904 dalam usia 86 tahun (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-06-1904).

Siapa yang menyewa Land Djagakarsa, milik pemerintah tersebut  tidak diketahui. Tidak ada kabar berita siapa yang mengusahakan. Boleh jadi land Djagjakarsa tidak laku karena luasnya yang terlalu kecil bagi investor.  Selain itu, pasokan air untuk land Djagakarsa juga tidak terlalu memenuhi untuk keseluruhan. Baru pada tahun 1919 land Djagakarsa mulai ada investor yang berminat dan mengeksploitasinya. (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1919).

Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1919
Sebuah perusahaan besar dibentuk yang berbasis di Batavia yang bernama NV Landbouw Maatsebapprj Tandjong West akan mengeksploitasi lahan pemerintah di Djagakarsa. Perusahaan ini juga akan menambah lahan dengan mengeksploitasi land Kalibata di Grobogan. Land Kalibata yang akan diusahakan itu adalah lahan yang dimiliki oleh Said Abdulla bin Djafar Alhadat yang bertempat tinggal di land Kalibata Kampong Djati. .     

Besar dugaan satu-satunya investor yang mengusahakan land Djagakarsa adalah NV Landbouw Maatsehapprj Tandjong West. Untuk memenuhi tambahan kebutuhan air perusahaan melalui pemerintah Batavia membangun kanal dari (bendungan) Setoe Pitara. Kanal ini di tarik ke arah barat (jalan menuju jalan ke Sawangn) dan kemudian dibelokkan ke arah utara melalu land Tanah Baroe hingga mencapai land Djagakarsa. Sumber air yang berasal dari (bendungan) Setoe Pitara, perusahan memberikan konpensasi kepada Gemeente Depok dalam jumlah tertentu per bulan.

Namun dalam perkembangannya diketahui bahwa perusahaan pertanian ini dari waktu ke waktu membutuhkan banyak air yang lebih banyak sehubungan dengan bertambahnya areal pertanian. Air yang bersumber dari kanal Setoe Pitara dan kanal dari Setoe Babakan dianggap tidak mencukupi lagi (terutama pada musim kemarau). Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut, perusahaan melalui pemerintah Batavia menegosiasikan agar air yang dipasok dari kanal Pitara dapat ditingkatkan. Negosiasi ini sangat alot. Hasil keputusan terakhir terjadi pada tahun 1930. Gemeente Depok bersedia dengan konpensasi yang sangat besar. Setoe Pitara harus ditutup, dan semua debit air dari hulu di land Tjitajam dan Ratoedjaja dialirkan langsung ke kanal sehingga debit air melalui kanal semakin besar/ Dalam hal ini kanal juga diperlebar. Sebagian dari air kanal tidak langsung ke Djagakarsa tetapi dialihkan ke Setoe Babakan untuk meningkatkan debit air ke kanal Tandjong West. Setoe Pitara ditutup selama-lamanya dan tamat. Setoe ini adalah warisan dari Cornelis Chastelein pada era VOC.

Sejak penutupan Setoe Pitara di Depok, debit air kanal melalui land Djagakarsa dan kanal melalui land Tnadjong West semakin besar. Debit air yang tinggi ini pada gilirannya semakin memenuhi kebituhan air di hilir di seperti Pasar Minggoe, Doern Tiga, Pantjoran, Tebet dan Menteng.

Teruskan kanan Tandjong West ini pada masa kini masih terlihat melalui Lenteng Agoeng (di bawah stasion), Djati Padang (di bawah jalan tol Simatupang), terminal Pasar Minggu, Kilibata, Tebet (sisi jalan Saharjo) hingga ke Pasar Rumput. Kanal ini pada awalnya sampai ke Tjikini tetapi setelah adanya pembangunan kanal barat pada tahun 1918, aliran kanal ini hanya sampai pada kanal barat tersebut di Pasar Rumput yang sekarang.

Sebagai wilayah pertanian yang potensial di selatan Batavia, pemerintah Batavia terus memperhatikan land Tandjong West dan sekitarnya. Jalan raya dari Batavia menuju Pasar Minggu mendapat perhatian pada tahun 1930 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-04-1930). Disebutkan dalam rapat dewan Raad Meester Cornelis disepakati sejumlah keputusan (salah satu diantaranya) adalah untuk pengelolaan jalan Pasar Minggoe ke wilayah perbatasan Buitenzorg di land Tandjong West dan Djagakarsa.

Sebelumnya antara Batavia (Prapatan) hingga ke Pasar Minggoe telah dilakukan peningkatan mutu jalan. Inisiatif peningkatan mutu jalan ini bukan pemerintah Regenschap Meester Cornelis melain tuntutan sejumlah pihak kepada pemerintah Gemeemste Batavia. Wilayah tersebut sesungguhnya adalah kewenangan Regenschap Meester Cornelis, tetapi Gemeente Batavia bersedia dan pemerintah Meester Cornelis tidak keberatan. Peningkatan jalan dari Pasar Minggu ke land Tandjong West dan land Djaga Karsa boleh jadi untuk keperluan prioritas karena sebelumnya kecolongan dengan peningkatan jalan antara Batavia dan Pasar Minggoe.

Peningkatan jalan perbatasan Batavia dan Buitenzorg tidak hanya menguntungkan bagi Batavia tetapi memberikan manfaat langsung bagi pemerintah Buitenzorg. Hubungan Depok dan sekitarnya semakin lancar ke Batavia. Meningkatnya akses penduduk di Depok juga dapat meingkatkan kegiatan perekonomian dan perdagangan di Batavia khususnya di land Tandjong West dimana terdapat pasar. Yakani Pasar Minggoe (yang belakangan ini terus berkembang. Tentu saja akan dirasakannya adanya arus barang dan orang di land Djagakarsa yang semakin meningkat. Land Djagakarsa termasuk desa baru Tjigandjoer Tanah Baroe akan lebih berkembang.

Desa Tjigandjoer Tanah Baroe

Sehubungan dengan peningkatan sistem administrasi pemerintahan desa dan menjelang diadakannya sensus penduduk (SP-1930), dibentuk desa-desa baru. Beberapa kampung yang berdekatan disatukan untuk dijadikan desa. Kampong-kampong yang ada di land Tjigandjoer dan land Tanah Baroe digabungkan menjadi satu desa dengan nama desa Tjigandjoer Tanah Baroe. Penggabungan kampung-kampung di dua land tersebut menjadi satu desa besar diduga karena selama ini manajemen air yang berasal dari Setoe Pitara dikelola oleh land Tandjoeng West. Padahal lahan Tanah Baroe secara geografis masuk ke dalam wilayah yang berdekatan dengan land Depok dan land Pondok Tjina.

Land Pondok Tjina sejatinya baru diusahakan secara produktif pada tahun 1850an. Selama ini land Depok adalah lahan kering yang sulit air. Dengan adanya negosiasi dengan Gemeente Depok, kanal di Depok yang bersumber dari kanal Ratoe Djaja diteruskan ke land Pondok Tjina. Dengan adanya pasokan air ini dimungkinkan di land Pondok Tjina pencetakan sawh baru. Sejak adanya kanal ini land Pondok Tjina berkembang pesat. Land Pondok Tjina termasuk kampus UI Depok yang sekarang. Limpahan air dari kanal Pondok Tjina ini di sisi barat jatuh ke setu-setu di bawahnya termasuk Setoe Babakan.

Pada masa lampau. land pertama yang dibuka di wilayah ini adalah land Sringsing (Srengeseng) pada era Cornelis Chastelein (VOC). Masih pada era VOC, lalu land Tandjong West terbentuk sebagai land peternakan. Pada era Pemerintahan Hindia Belanda, sejak Gubernur Jenderal Daendels pembangunan pertanian dimulai. Salah satu program di wilayah ini yang baru dilaksanakan pada tahun 1830 adalah pembuatan bendungan di Setoe Babakan dan mengalirkannya ke land Tandjong West melalui kanal melewati land Tanah  Agoeng (kemudian bergeser namanya Lenteng Agoeng). Tidak hanya land Tandjong West yang berkembang tetapi juga land Tanah Agoeng/land Srengseng serta lahan-lahan di hilir hingga ke Doeren Tiga. Bersamaan dengan pembangunan kanal Tandjong West, juga dibuat kanal baru dari Setoe Pitara di Depok dan mengalirkannnya ke lahan yang masing kering yang kemudian disebut land Tanah Baroe. Limpahan air ini dialirkan ke Setoe Babakan. Pada tahun 1850an bendungan Setoe Pitara jebol yang air bah ini memenuhi area rendah di bawahnya yang menjadi pabrik batu bata (lio) tergenang dan terbentuklah Setoe Besar (dekat stasion Depok Baru). Pada tahun-tahun berikutnya Setoe Pitara dibangun dan kanal ke Tanah Baroe ditingkatkan dan menjadi lebih lebar. Bendungan Baroe ini memungkinkan air dapat dialirkan ke lahan kering di land Pondok Tjina. Air yang mengalir di Tanah Baroe juga diteruskan ke land Djagakarsa (dimana juga terdapat kampong Tjigandjoer). Air kanal di Tanah Baroe juga meningkatkan tinggi air di Setoe Babakan yang memungkinkan debit air kanal Tandjoeng West meningkat. Aliran air yang sebelumnya hanya di Doerian Tiga sudah sampai ke Tebet.

Pada tahun 1934 muncul inisiatif dari Inlandsch Mij. voor Individueele Werkverschaffing (IMIW), suatu tim teknis pemerintah untuk pekerjaan perorangan untuk menyelenggrakan pelatihan (pertanian) tanaman hortikultura di perusahaan hortikultura (milik) Pemerintah ‘Ragoenan’. Lokasi yang ditetapkan sebagai tempat pelatihan adalah desa Tjigandjoer (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-05-1934). Desa Tjigandjoer adalah tetangga desa Ragoenan.

Het nieuws van den dag voor NI, 15-05-1934)
Disebutkan dalam berita itu bahwa untuk orang-orang pengangguran yang belum menikah yang cocok mereka ditampung sebagai siswa di tempat, termasuk pondok semi-permanen yang akan disiapkan bagi kandidat 12 penganggur yang akan disertakan untuk kursus. Peserta pelatihan harus bekerja sama sebagai pekerja normal di perusahaan ‘Ragoenan’ dan mereka mendapat upah. Seleksinya cukup ketat, hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka yang telah berhasil menyelesaikan kursus akan diberikan sebidang tanah dimana mereka akan dapat mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari. Program ini juga diperluas bagi para pensiunan yang ingin memulai bisnis hortikultura yang mana setelah pelatihan untuk diri mereka sendiri dan untuk masa depan keluarga mereka, serta orang-orang, yang memiliki pensiun atau dana lain yang ingin  mencoba mencari masa depan dalam arah ini untuk putra mereka. Fasilitas yang disiapkan pemerintah dalam hal mencapai nilai f3.000 termasuk pondokan dan pembelian bahan tanaman.

Ciganjur Pada Masa Kini

Pada tahun 1981 desa Ciganjur diubah statusnya menjadi kelurahan. Pada tahun 1986, kelurahan Ciganjur dimekarkan dengan membentuk kelurahan Cipedak. Kelurahan Ciganjur berbatasan langsung dengan desa Pangkalan Jati. Sedangkan Kelurahan Cipedak berbatasan dengan kelurahan Tanah Baroe (Depok).

Kelurahan Pangkalan Jati Baru (Depok) dan Kelurahan Ciganjur
Ketika desa Pangkalan Jati masih bagian dari Kabupaten Bogor (Kecamatan Limo), desa Pangkalan Jati dimekarkan dengan membentuk desa baru yakni Pangkalan Jati Baru. Selanjutnya pada tahun 1999 status Depok diubah dari kota administratif menjadi Kota, sebagian wilayah Kabupaten Bogor dimasukkan menjadi bagian Kota Depok, termasuk Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) desa, yaitu: Limo, Meruyung, Cinere, Gandul, Pangkalan Jati, Pangkalan Jati Baru, Krukut dan Grogol.

Kepala burung Cinere, Depok
Pada tahun 2007 empat desa (Cinere, Gandul, Pangkalan Jati dan Pangkalan Jati Baru) dipisahkan dari Kecamatan Limo dan disatukan dengan membentuk kecamatan baru, Kecamatan Cinere. Setelah tahun 2001 empat desa ini statusnya ditingkatkan menjadi kelurahan. Pada masa ini, kelurahan Ciganjur berbatasan langsung dengan kelurahan Pangkalan Jati Baru dan kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Kota Depok.

Jika diperhatikan peta Kota Depok, empat kelurahan yang membentuk kecamatan Cinere seakan menggambarkan kepala burung. Dalam arti sekarang, kecamatan Cinere secara dejure masuk wilayah administrasi Kota Depok, tetapi secara sosiologis (defacto) kehidupan warganya lebih mencerminkan kota metropolitan Jakarta. Sebaliknya, kelurahan Ciganjur dan kelurahan Cipedak secara administratif masuk wilayah DKI Jakarta tetapi secara sosiologis warganya lebih menyerupai suasana hidup di Depok (asri).

Ciganjur dan Cipedak (kiri) di Djagakarsa; Srengseng (kanan)
Pemisahan desa Ciganjur dan desa Tanah Baru menjadi pangkal perkara. Sebelumnya dua desa ini adalah satu desa tetapi setelah dimekarkan juga terjadi pemisahan. Desa Ciganjur masuk Jakarta (kecamatan Pasar Minggu), desa Tanah Baroe masuk Depok (kabupaten Bogor). Jika desa Ciganjur tetap bersatu dengan desa Tanah Baroe di wilayah kabupaten Bogor (Depok) tentu saja kepala burung kecamatam Cinere tidak akan muncul. Secara politis, pemisahan ini tempo doeloe terkesan berbau politis sarat dengan kepentingan wilayah. Dalam hal ini, kepentingan Jakarta lebih menonjol jika dibandingkan dengan Bogor.

Akhirnya kita sampai pada pertanyaan terakhir. Siapa Mohamad Kahfi, yang namanya diabadikan menjadi nama jalan yang membelah Ciganjur yang sekarang? Mohamad Kahfi pernah tercatat sebagai pejabat di Pemerintah Jakarta di era Gubernur Soediro yang menjabat sebagai Wedana Kebajoran Baroe (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 20-08-1954).

Pada tahun 1867 District Kebajoran dibentuk yang dipimpin oleh seorang Demang. District ini masuk wilayah Regentschap Meester Cornelis. Luas District Kebajoran ini adalah seluas Jakarta Selatan yang sekarang. Kelak nama Demang diubah namanya menjadi Wedana (dan masih digunakan pada era kemerdekaan RI). Sehubungan dengan semakin berkembangnya wilayah District Kebajoran, pada tahun 1888 diangkat seorang Asisten Demang pertama. Asisten Demang tersebut bernama Soetan Abdoel Azis, seorang pejabat di kantor Asisten Residen Mandheling en Ankola di Padang Sidempoean. Pada waktu yang bersamaan dengan pengangkatan Asisten Demang di District Kebajoran juga diangkat Asisten Demang di District Weltevreden yakni Maharadja Soetan (Kepala Koeria Batoenadoea di Padang Sidempoean). Anak Abdoel Azis bernama Haroen Al Rasjid lulus Docter Djawa School tahun 1902; Anak Mahardja Soetan bernama Soetan Casajangan lulus Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1887. Soetan Casajangan (setelah megabdi menjadi guru selama 10 tahun di Padang Sidempoean) pada tahun 1905 berangkat studi ke Belanda (untuk mendapat akta Kepala Sekolah). Pada tahun 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mendirikan sekaligus Presiden pertama Perhimpoenan Indonesia (Indisch Vereeniging) yang kelak menjadi cikal bakal PI tahun 1924 di Belanda (era M. Hatta). Haroen Al Rasjid memiliki dua anak yang hebat: Mr. Gele Haroen (alumni sekolah hukum Universiteir Leiden) dan Dr. Ida Loemongga, Ph.D (alumni sekolah kedokteran Universiteit Amsterdam). Ida Loemongga Nasution adalah perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (Ph.D) tahun 1931. Mr. Gele Harun Nasution adalah advokat dan Residen pertama Lampoeng (kini tengah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional dari daerah Lampung).

Kebajoran Baroe adalah wilayah administrasi kewedanaan yang baru. Ini sehubungan dengan dilakukannya pemekaran District (kewedanaan) Kebajoran menjadi tiga kewedanaan: Kebajoran (lama), Kebajoran dan Mampang Prapatan. Masing-masing dikepalai oleh seorang Wedana. Pembentukan kewedanaan Kebajoran Baroe sehubungan dengan pembentukan kota sateleit Kebajorann Baroe. Kota satelit ini dirintis pada era Belanda/NICA yang pembangunannya dimulai pertengahan tahun 1949 dan selesai tahun 1955 (di era pengakuan kedaulatan Indonesia). Besar dugaan M. Kahfi adalah Wedana pertama Kebajoran Baroe. Wilayah kewedanaan baru ini hingga perbatasan (kecamatan) Depok di desa Tjigandjoer.

Jalan Kahfi di Ciganjur (Kahfi I dan Kahfi II)
Jalan Kahfi ini dari area belakang Ragoenan (jalan Margasawtwa) hingga menuju perbatasan kelurahan Cipedak (pemekaran kelurahan Tjigandjoer) dengan kelurahan Tanah Baroe (Depok). Jalan Kahfi ini yang berada di tengah kelurahan Ciganjur ini kemudian disebut jalan Kahfi I. Dari pertemuan jalan Tanah Baroe dan jalan Kahfi ini (jalan Kahfi I) yaitu jalan yang menuju ke arah stasion Lenteng Agung disebut sebagai jalan Jalan Kahfi II (melintas di batas kelurahan Ciganjur di sebelah timur).

Ini mengindikasikan nama Kahfi seakan ditabalkan untuk nama jalan di wilayah Ciganjur. Dengan kata lain jalan Kahfi boleh dikatakan identik dengan (jalan) Ciganjur. Di jalan Kahfi I dari arah Ragoenan di Ciganjut belok kiri memasuki jalan Warung Sila. Pada ruas jalan Warung Sila ini terdapat jalan Al Munawarah di sebelah kiri. Dengan mengikuti jalan Al Munawarah ini akan ditemukan Pesantren Ciganjur, Di area inilah Rumah Gusdur berada.

Sehubungan dengan nama tokoh Kahfi yang namanya telah ditabalkan sebagai nama jalan di Tjigandjoer, lantas  siapakah yang berperan penting dalam pemisahan desa Tjigandjoer Tanah Baroe menjadi dua desa yang mana kemudian desa Tjigandjoer dimasukkan ke wilayah Jakarta. Akibat pemisahan ini, peta geografi kecamatan Cinere yang sekarang seakan berbentuk kepala burung di wilayah Jakarta. Memang kelihatan janggal, tetapi itulah faktanya, bahwa kecamatan Cinere (Depok) yang maju terkesan tertinggal di wilayah DKI Jakarta. Kecamatan Cinere adalah wilayah Depok sedari doeloe, hingga ini hari.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar:

  1. Selamat malam
    saya Rizka dari www.betawipedia.com. Saya ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah jakarta, sekiranya saya bisa mendapatkan kontak pengelola situs ini. Mohon informasi, saya dapat di hubungi di rizka@betawipedia.com Terima kasih

    BalasHapus