*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disin
Kota Surabaya adalah kota musik, kota terawal dalam musik Indonesia. Uniknya Kota Surabaya adalah kota terawal dalam musik gambus Indonesia. Pionirnya adalah Sech Albar. Lantas apakah mungkin anak Sech Albar sebagai pemusik gambus memiliki anak seorang pemusik rock? Ahmad Albar adalah anak Sech Albar seorang pemusik rock.
Kota Surabaya adalah kota musik, kota terawal dalam musik Indonesia. Uniknya Kota Surabaya adalah kota terawal dalam musik gambus Indonesia. Pionirnya adalah Sech Albar. Lantas apakah mungkin anak Sech Albar sebagai pemusik gambus memiliki anak seorang pemusik rock? Ahmad Albar adalah anak Sech Albar seorang pemusik rock.
DUO KRIBO: Ahmad Albar dan Ucok AKA Harahap |
Siapa
sesungguhnya Sech Albar? Ke dalam pertanyaan ini juga dapat ditambahkan, siapa
sesungguhnya ayah Ucok AKA Harahap? Yang jelas Sech Albar adalah pionir musik
gambus Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran siapa mereka sesungguhnya, mari
kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan
dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena
sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Marga Albar di Indonesia
Berbeda
dengan marga Baswedan, Makarim dan Alatas, marga Albar di era kolonial Belanda
tidak terlalu menonjol. Marga Albar terbilang jarang diberitakan pada surat
kabar. Meski demikian, marga Albar sudah cukup lama terbilang eksis di Hindia
Belanda (baca: Indonesia). Marga Albar di Hindia Belanda paling tidak sudah
terdeteksi nama Said Albar tahun 1864 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-02-1864).
Said Albar
adalah seorang pedagang di Batavia. Said Albar kerap memesan tikar
(rottingmatten) dari Palembang. Nama Said Albar masih eksis hingga tahun 1867
dimana Said Albar memesan damar dari Palembang. Sejak tahun 1867 tidak pernah
terdeteksi lagi nama Said Albar.
Pada tahun 1896 terdeteksi kembali marga
Albar. Tidak lagi di Batavia, tetapi di Soerabaja (lihat De locomotief :
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-02-1896).
Disebutkan seorang Arab, Said Abdulrachman bin Hoesin Albar membeli tanah dari
pemerintah seluas 91 M2 di kampung Ketapang,
wilayah pemukiman Arab di ibukota Soerabaja dengan pembayaran sebesar f365.
Besar dugaan Said Abdulrachman bin Hoesin Albar adalah anak dari Said Albar
yang tempo doeloe terdeteksi tinggal di Batavia.
Dalam hal ini Said adalah nama kecil. Sementara Hoesin
adalah nama dewasa. Sedangkan Albar adalah nama marga (family name). Jadi Said (Hoesin)
Albar tempo doeloe yang tinggal di Batavia adalah ayah Said Abdulrachman.
Pada tahun 1907 diketahui ada yang bernama Said
Mohamad Albar yang juga tinggal di Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad,
02-08-1907). Disebutkan Said Mohamad Albar dengan kapal ss van den Bosch berangkat
dari Soerabaja menuju Molucco. Beberapa bulan kemudian diberitakan nama Said
Oemar bin Hoesin Albar di Soerabaja (lihat (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-10-1907).
Disebutkan Said Oemar bin Hoesin Albar dengan kapal ss Eerens berangkat dari
Soerabaja dan turun di (pulau) Bawean.
Silsilah merga Albar |
Pada tahun 1912 (Said) Abdulrachman (bin Hoesin)
Albar diberitakan melakukan transaksi dagang di Ternate dan Tidore (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1912). Boleh jadi Abdulrachman
Albar menyusul Oemar Albar melakukan kegiatan perdagangan ke Maluku.
Pada tahun 1917
diketahui Said Salim Albar dan Said Oemar Albar tiba dari Singapoera di Batavia
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-01-1917). Disebutkan kapal ss van Neck tiba
di Batavia dari Singapoera dengan penumpang (diantaranya) Said Salim Albar dan
Said Oemar Albar. Dalam hal ini Said Salim Albar diduga saudara dari Said Oemar Albar (anak dari Said
Albar di Batavia). Said Salim Albar diduga tinggal di Batavia, sedangkan Said
Oemar Albar (masih) di Soerabaja. Besar dugaan jalur perdagangan (keluarga
marga) Albar: Batavia-Soerabaja, Soerabaja-Maluku dan Batavia-Singapoera.
Populasi dan Sebaran Marga Albar
Setelah
lebih dari setengah abad diketahui keberadaan marga Albar di Hindia Belanda
(baca: Indonesia), dari satu orang, jumlahnya semakin banyak. Paling tidak
anak-anak Said Albar sudah terdeteksi empat orang. Mereka ini ada yang di
Batavia dan Soerabaja. Lalu pada generasi ketiga selain sudah menyebar juga muncul
good news dan juga bad news.
Pada tahun 1921, seorang yang bermarga Albar
di Soerabaja memiliki perkara perdata dengan keluarga Arab lain—yang melibatkan
seorang Prancis--yang kini dalam tahanan karena sumpah palsu (lihat De
Preanger-bode, 24-05-1921). Masih pada tahun 1921 seorang yang bermarga Albar
diketahui sebagai salah satu siswa dari sekolah guru (kweekschool) dan
dinyatakan lulus di Fort de Kock (lihat De Preanger-bode, 16-11-1921). Guru
Albar ini pada tahun berikutnya tahun 1922 diketahui melanjutkan studi di sekolah guru atas (HKS) di Bandoeng (liha
De Preanger-bode, 07-10-1922).
Pada tahun 1922 di Soerabaja kembali marga
Albar terkait dalam masalah. Masalah yang diperkarakan adalah dugaan pembunuhan
terhadap seorang kaya Arab lainnya bernama Sajid Achmad bin Oemar bin Aloewi Baagil
(lihat De Preanger-bode, 24-10-1922). Disebutkan perkara ini merujuk pada perselisihan
lama antara keluarga Baagil dan keluarga Albar yang mana satu orang keluarga
Albar masih di penjara. Pembunuhan dengan serangan dengan menggunakan pisau terjadi
pada tanggal 2 Agustus pukul 7 di Kampementstraat. Baagil meninggal karena
cedera beberapa jam setelah serangan tersebut. Dalam kasus ini tiga orang
didakwa yakni Sajid Taka bin Abdullah Albar, 22 tahun, pedagang kuda; Sajid
Sadik bin Abdullah Albar, 30 tahun, pemilik dokar, Sajid Aloewi bin Abdullah
Albar, 21 tahun, pemilik dokar. Sajid Taka bin Abdullah Albar mengaku hanya
melakukan sendiri. Pengadilan (Landraad) kemudian menjatuhkan hukuman kepada
ketiganya hukuman 15 tahun penjara. Dalam soal sumpah palsu itu sudah empat
Albar di penjara (lihat De Indische courant, 04-11-1922).
Dalam perkembannya hanya dua orang yang terbukti bersalah (lihat De Indische
courant, 12-08-1925). Dua orang ini mendapat keringanan hukuman, karena pada saat
pembunuhan, kroban memiliki senjata revolver yang tidak memiliki izin
Kota
Soerabaja adalah salah satu kota besar dimana terdapat populasi orang Arab yang
jumlahnya sangat banya. Marga-marga Arab di Soerabaja juga sangat banyak
termasuk marga Albar, marga Baagil. Marga Makarim dan marga Baswedan. Dalam hal
ini, marga Albar di Soerabaja sulit diketahui seberapa banyak.
Pada tahun 1927 Ali
Albar diketahui melakukan pelayaran (lihat De Sumatra post, 18-05-1927).
Disebutkan pada tanggal 17 kapal ss Melchior Treub berangkat dari Singapoera
yang mana di dalam manifes kapal terdapat nama Ali Albar yang berangkat (naik
kapal) dari Batavia. Beberapa nama lain (non Belanda, Tionghoa dan Jepang) yang
terdapat dalam manifes adalah Dr. Zakir dari Soerabaja sedangkan yang berangkat
dari Batavia adalah Darwin Hamonangan, (FL) Tobing, (Amir) Sjarifoeddin
(Harahap), Gindo Siregar, Soeleiman Siregar, Mohamad Machjoedin Loebis, Abdul
Abbas (Siregar), dan (Abdul) Moerad. Nama-nama yang disebut terakhir ini sudah
barang tentu akan turun di Medan. Belum tentu dengan Ali Albar.
Pada tahun 1931
diberitakan lagi nama marga Albar. Uniknya Aloewi Albar melerai dua Baagil yang
tengah berkelahi (lihat De Indische courant, 30-12-1931). Disebutkan di pompa
bensin Socony di Marmojo, dua orang Arab terkenal, H bin A Baagil dari Malang
dan M bin A Baagil, yang tinggal di Kampemenstraat, mulai bekerja sama. Ada
perselisihan antara keduanya. M bin A Baagil mengambil pisau dan menikam hingga
ke paha. Dia membela diri dan balik menyerang dengan benda lainnya di kepala
dan wajah, melukainya dan kehilangan empat gigi. Aloewi Albar, yang ingin
memisahkan dua yang berkelahi tersebut dan ingin mengambil pisau dari mereka,
terluka di kedua tangan. Ketiganya kemudian dibawa ke rumah sakit kota CBZ dan
setelah diobati bisa dibawa pulang.
Generasi
marga Albar di Soerabaja hingga tahun 1930an sudah memasuki generasi ketiga/keempat
(dari anak-anak Said Albar yang tempo doeloe di Batavia). Seorang dari marga
Albar di Soerabaja menulis namanya sebagai Said Mohamad bin Abdullah bin Oemar
Albar. Dalam hal ini Oemar Albar dan saudara-saudara merupakan generasi Albar pertama
di Soerabaja. Dalam hal ini Abdullah adalah generasi kedua dan Mohamad adalah
generasi ketiga.
Keturunan marga Albar
sejauh ini tidak hanya pedagang, tetapi juga sudah ada yang menjadi guru dan
tentu saja profesi lainnya seperti inisinyur Ir. Abdullah Albar (lihat De
Indische courant, 11-03-1933). Satu pertanyaan yang masih perlu ditelusuri
adalah siapa Ali Albar yang pada tahun 1927 melakukan pelayaran dengan kapl ss
Melchior Treub. Tentu saja di antara Albar ada juga yang tidak sukses dalam
bisnis (lihat De Indische courant, 30-08-1933). Disebutkan di pengadilan
Soerabaja diputuskan nama-nama yang dinyatakan pailit diantaranya Said Moehamad
bin Abdullah bin Sadik Albar.
Pada tahun 1932 kembali
terjadi perseteruan antara anggota keluarga Baagil dengan anggota keluarga
Albar (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-09-1932). Disebutkan Sajid Aloewi
bin Abdullah Albar dan Sajid Mohamad bin Oemar bin Aloewi Baagil terjadi
perseteruan sejak 28 Desember 1931. Disebutkan Albar dan kawan-kawannya yang
ingin menjenguk keluarga dicegat Baagil di Malang. Timbul perselisihan. Lalu
berlanjut di Soerabaja yang mana Albar yang mencegat Baagil dan mengancam akan
membunuh Baagil. Di pengadilan, pertengkaran ini terungkap mengatakan ‘Aku akan
mengirimmu ke saudaramu’. Di dalam berita ini disebutkan Aloewi ingin
membunuhnya (Baagil), seperti yang dilakukan terhadap saudaranya (Achmad). Yang
dimaksud kejadian tersebut adalah peristiwa 10 tahun lalu yang mana Aloewi
telah dijatuhi hukuman 15 tahun pada tahun 1922 karena pembunuhan Sajid Achmad
bin Oemar bin Aloewi Baagil, tetapi hukuman ini dikurangi menjadi 9 tahun
dengan remisi. Dalam hal ini Aloewi adalah Sajid Aloewi bin Abdullah Albar yang
melakukan pembunuhan 10 tahun lalu. Tentu saja pada tahun 1932 ini Aloewi belum
lama keluar dari penjara. Dalam pengadilan ini Aloewi Albar dijatuhi hukuman
enam tahun penjara namun karena ada hal yang meringankan hanya dihukum 1 tahun
dan 6 bulan penjara (lihat Soerabaijasch handelsblad, 01-10-1932).
Pada
tahun 1934 kembali muncul berita good news dari marga Albar (lihat Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-07-1934). Disebutkan lulus ujian
Indisch Hoofdacre di Bandoeng diantaranya Albar. Mereka yang dinyatakan lulus
tersebut adalah guru-guru yang akan menerima sertifikat kepala sekolah
(hoofdacte). Albar ini diduga adalah Albar yang dulu bersekolah di sekolah guru
(kweekschool) Fort dr Kock dan melanjutkan studi ke Hoogere Kweekschool di
Bandoeng 1922. Yang lulus angkatan pertama, seangkatan Albar diantaranya adalah
Haroen Loebis gelar Soetan Indra Goeroe. DJ Hasiboean, R Pohan, Lie Tjik Ho dan
JF Latsdrager.
Pada tahun 1934 di Batavia dibentuk komite
ujian untuk hoofdacte. Ini dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan kepala
sekolah untuk HIS dan MULO yang selama ini harus lulusan di fakultas yang ada
di Belanda. Dengan dibentuknya komite ujian ini setiap guru senior tidak perlu
lagi ke Belanda tetapi cukup dilakukan di Bandoeng. Komite ini diketuai oleh Todoeng
Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, seorang pribumi pertama yang memiliki
gelar doktor (Ph.D) di bidang pendidikan. Soetan Goenoeng Moelia sepulang studi
di Belanda tahun 1918 ditempatkan sebagai kepala sekolah HIS di Kotanopan (Zuid
Tapanoeli). Pribumi pertama pemilik sertifikat sarjana pendidikan lulusan
Belanda adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1911 dan
kembali ke tanah air pada tahun 1913. Soetan Casajangan adalah penggagas dan
presiden pertama Indisch Vereeniging di Belanda tahun 1908 (kemudian oleh
Mohamad Hatta dkk tahun 1924 Indisch Vereeniging diubah menjadi Perhimpoenan
Indonesia). Jabatan terakhir Soetan Casajangan kelahiran Padang Sidempoean
sebelum meninggal 1927 adalah kepala sekolah Normaal School di Meester Cornelis
(yang kemudian digantikan oleh Soetan Goenoeng Moelia).
Beberapa tahun kemudian
Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi anggota Volksraad di Batavia yang juga
merangkap sebagai wakil kepala sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis.
Pada tahun 1929 Mr. Soetan Goenoeng Moelia menjadi salah satu anggota komite
HIS di Batavia. Pada tahun 1930 Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan studi
diktoral ke Belanda dan lulus dan mendapat gelar doktor (Ph.D) dalam bidang
pendidikan pada tahun 1933. Kelak, Mr. Soetan Goenoeng Meolia, Ph.D, kelahiran
Padang Sidempoean diangkat menjadi Menteri Pendididikan RI yang kedua
(menggantikan Ki Hadjar Dewantara). Soetan Goenoeng Moelia adalah saudara
sepupu Perdana Menteri Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (yang pernah satu kapal
dengan Ali Albar pada tahun 1927). Soewardi Soerjadiningrat alias Ki Hadjar
Dewantara berhasil mendapat sertifikat guru di Belanda pada tahun 1918 dan
tahun 1919 kembali ke tanah air.
Pada
tahun 1935 tercatat seorang Albar yang aktif dalam sepakbola di Soerabaja
(lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-07-1935). Disebutkan SMA Albar anggota
klub sepakbola di Soerabaja, Annasher.
Klub ini berada di bawah organisasi Annasher
yang mana organisasi ini sudah sejak lama eksis. Pada tahun 1928 Annasher
diketuai oleh Sech Faredj Martak. Klub Annasher berkompetisi di SVB. Pada tahun
1934 diadakan kongres orang-orang Arab di Semarang. Pasca dilakukannya fusi
antara partai PBI yang berpusat d Soerabaja dan Boedi Oetomo yang berpusat di
Jogjakarta menjadi partai baru Partai Indonesia Raja (Parindra) pada tahun 1935,
organisasi-organisasi orang Arab di Hindia Belanda mulai disatukan dengan
pembentukan organisasi Persatoean Arab-Indonesia (PAI) yang dimotori oleh AR
Baswedan pada tahun 1936 (hasil kongres yang diadakan di Pekalongan). Pada
tahun 1937 PAI menjadi partai (hasil kongres di Soerabaja).
Sech
Albar: Ayah Seorang Rocker
Pada tahun 1935 untuk kali pertama diberitakan
program/acara musik non Eropa di radio (lihat De Indische courant, 25-07-1935).
Dua jenis musik pertama yang disiarkan lewat radio adalah musik krontjong dan
musik gamboes. Disebutkan radio Soerabaja II 125 M menyiarkan Gamboes Orkest
yang dipimpin oleh Sech Albar. Siaran ini tidak dalam bentuk rekaman tetapi
dalam bentuk live dari studio di Soerabaja.
Indische courant, 25-07-1935 |
Het nieuws van den dag voor NI, 26-08-1915 |
Bagaimana musik gambus bermula dan berkembang sulit diketahui. Sudah barang tentu introduksi musik gambus dilakukan oleh orang-orang Arab (yang terus berdatangan dari Hadramaut). Seperti disebutkan di atas sudah terdeteksi tahun 1889 di dalam pesta-pesta yang dilakukan di kalangan orang Arab Probolinggo. Musik gambus juga sudah beredar dalam bentuk piringan hitam (gram plate) pada tahun 1915. Sebaran musik gambus tidak hanya di Jawa, khususnya Jawa Timur dan Soerabaja, gaung musik gambus juga terdeteksi di Sumatra (lihat De Sumatra post, 29-02-1932). Disebutkan pada perayaan societeit Taman Persahabatan di Medan yang sangat sukses, selain menghadirkan sejumlah pembicara juga dihadirkan musik gambus. Apakah dengan alasan ini radio NIROM di Soerabaja coba memulai program musik gambus?
Siapa Sech Albar? Bagaimana awal mula
Sech Albar membangun grup musiknya? Pertanyaan ini adalah pertanyaan inti dalam
artikel ini. Sech Albar jelas berasal dari keluarga (marga) Albar di Soerabaja.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah Albar yang mana? Panggilan Sech dalam hal
ini adalah pengganti panggilan Said sebelumnya di antara anak-anak dan
keturunan Said Albar. Sech Albar adalah generasi ketiga/keempat dari marga
Albar di Soerabaja. Kelak, Sech Albar ini disebut sebagai ayah dari Ahmad Albar
(pemusik rock).
Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1935 |
Siapa
Sech Albar mulai menunjukkan titik yang lebih terang (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 17-10-1936). Disebutkan orkest gambus terkenal di Soerabaja yang
dipimpin oleh A Albar (inisial A belum begitu jelas siapa). Juga disebutkan di
Soerabaja terdapat Pendowo Orkest. Nama yang disebut terakhir ini belum
diketahui jenis musiknya apa dan dipimpin oleh siapa. Lantas apakah Sech Albar
sama dengan A Albar atau dua orang yang berbeda?
Semakin intensnya musik-musik Timur (musik
tradisi, gambus dan lainnya) mulai mendapat perhatian dari pengamat musik yang
mengkritisi program terpusat musik-musik Timur. Sementara tidak ada persoalan
dalam musik-musik Barat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-10-1936). Persoalan
ini terutama diantara ragam musik gamelan dan musik krontjong. Programa siaran
terpusat ternyata dianggap menimbulkan masalah bagi pendengar. Langgam musik
gamelan Jawa Timur terdapat perbedaan rasa bagi pendengar di Semarang dan Solo
(Jawa Tengah), demikian sebaliknya. Hal yang sama juga dengan musik krontjong
Batavia dan musik krontjong Soerabaja. Pengamat menyarankan untuk memikirkan
siaran musik tradisi disesuaikan dengan wilayah pendengar (semacam
desentralisasi) dalam pengemasan paket musik radio.
Yang
jelas musik gambus dan musik tradisi (gamelan, kecapi) semakin intens muncul di
radio. Pada tahun 1937 muncul musik Batak di programa radio NIROM di berbagai
kota termasuk Soerabaja ((lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
27-08-1937). Musik Soenda (degung) juga telah mendapat tempat tersendiri di
radio.
Het nieuws van den dag voor N-Indie, 27-08-1937 |
Hingga
tahun 1938 Gamboes Orkest yang dipimpin oleh S Albar yang mengisi program musik
di radio Soerabaja tidak ada yang menggantikan. Nama S Albar tetap eksis sejak
muncul kali pertama bulan Juli 1935. Namun yang tetap menjadi pertanyaan adalah
siapa S Albar atau Sech Albar?
Indische ct, 25-05-1938; Soerabaijasch hd, 20-07-1938 |
Meski S
Albar sudah menyanyi, eksistensi musik (orkest) gambus di radio juga tetap
berlangsung. Orkest gambus siapa tidak diketahui secara jelas apakah dipimpin
oleh S Albar atau orang lain. Demikian juga orkest Batak juga sudah mulai
muncul lagu-lagu (liederen) Batak (lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-07-1938).
Boleh jadi dalam hubungan ini S Albar membawakan lagu pop gambus atau sejenis
dan lagu-lagu Batak sebagai lagu pop Batak. Satu yang baru program pada tahun
1938 ini adalah adanya azan Magrib di radio Batavia dan Bandoeng (lihat De
Indische courant, 27-07-1938). Masih pada tahun 1938 Gamboes Orkest pimpinan
Sech Albar yang juga diiringi dengan nyanyian (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-12-1938).
Sech Albar telah menjadi penyanyi (vokalis). Penyanyi Mohamad Albar juga masih
tetap eksis di radio (lihat De Indische courant, 27-07-1938).
Bataviaasch nieuwsblad, 11-01-1939 |
Nyanyian
(zang) yang dibawakan Sech Albar tampaknya tidak bergenre gambus tetapi
diidentifikasi sebagai lagu Arab modern (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-02-1939).
Dalam hal ini musik gambus adalah satu hal dan lagu Arab moderen (moderne Arabisch
liederen) adalah hal yang lain lagi. Sebelumnya sudah ada genre Arabische
chasidah.
Nama Sech Albar baik
sebagai penyanyi maupun nama merek orkest gambus terakhir diberitakan dalam
program radio di surat kabar pada bulan September 1939 (lihat Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-09-1939). Nama Sech Albar dan orkest
gambusnya lenyap bagaikan ditelan bumi. Indikasi apa ini sulit diketahui. Nama
Sech Albar dengan orkes gambusnya baru muncul kembali sejak bulan Mei 1940
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-05-1940). Apakah Sech Albar sakit atau lagi
bepergian ke luar negeri? Tidak ada keterangan. Sech Albar dan orkesrnya masih
tetap eksis dan kembali lenyak jelang pendudukan militer Jepang. Program radio
Sech Albar terakhir diberitakan di surat kabar pada tanggal 3 Februari 1942
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-02-1942). Berakhir sudah era kolonial Belanda
dan berakhir pula orkest gambus Sech Albar.
Ayah Ucok AKA Harahap:
Seorang Apoteker
Populasi
marga Albar di Soerabaja sudah cukup banyak. Satu nama terpenting dari marga
Albar di Soerabaja adalah Sech Albar pimpinan orkest gambus. Pada saat
jaya-jayanya Sech Albar di Soerabaja tiba seorang pemuda ganteng bernama Ismail
Harahap, seorang lulusan baru sekolah apoteker di Batavia 1940 yang ditempatkan
di Soerabaja pada tahun 1941. Ismail Harahap kelak dikenal sebagai ayah dari
Ucok AKA Harahap.
Ismail Harahap
adalah pribumi pertama di Kota Soerabaja sebagai apoteker. Ismail Harahap
adalah angkatan pertama dari sekolah/kursus apoteker (artsenubereidkunst) dua
tahun (semacam akademi pada era kolonial Belanda). Ismail Harahap juga menjadi
lulusan pertama tahun 1940 (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1940). Apoteker yang ada selama ini di
Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah lulusan Belanda.
Ismail
Harahap yang ganteng, pintar dan apoteker banyak dilirik gadis-gadis bule. Satu
dari gadis-gadis bule ini adalah putri seorang Prancis yang sudah lama berdiam
di Soerabaja. Dari hasil perkawinan ini lahir seorang putra yang juga ganteng
pada 25 Mei 1943. Anak mereka itu diberi nama Andalas Harahap. Kelak anak
tersebut dikenal sebagai Andalas Harahap gelar Datoe Oloan alias Ucok AKA
Harahap.
Satu kloter
dengan Ismail Harahap dari Tapanoeli pada tahun 1938 berangkat studi ke Batavia
adalah Djames Harahap, Muslim Harahap dan Kalisati Siregar. Meski mereka
bersekolah di Sibolga dan Medan, tetapi masing-masing ayah mereka berasal
(kelahiran) Padang Sidempoean. Pada saat mereka berangkat ke Batavia, seorang
marga Albar diangkat sebagai penilik sekolah HIS di Fort de Kock dan Pariaman
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-07-1938). Albar ini diketahui dulunya adalah
alumni sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock dan melanjutkan studi
keguruan ke Batavia pada tahun 1934.
Djames Harahap,
Kalisati Siregar dan Muslim Harahap masuk sekolah ekonomi sementara Ismail
Harahap masuk sekolah apoteker. Setelah lulus mereka berpencar. Ismail Harahap Harahap
ditempatkan di Soerabaja sebagai apoteker. Sementara Muslim Harahap melamar
kerja di Bank Nasional Indonesia di Medan. Sedangkan Djames Harahap melamar
menjadi pegawai di Econemisch Zaken di Batavia. Seangkan Kalisati Siregar
ditempatkan di kantor statistik di Batavia. Pada era pendudukan Jepang Ismail Harahap
tetap di Soerabaja, Djames Harahap kembali ke Sibolga dan Kalisati Siregar kembali
ke Padang Sidempoean. Muslim Harahap tetap di Medan. Pada era perang
kemerdekaan mereka ikut mengungsi ke wilayah republik. Pada era pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda/NICA Djames Harahap menjadi kepala BNI 1946
di Sibolga, Muslim Harahap menjadi kepala Bank Nasional di Medan. Sementara
Kalisati Siregar menjadi kepalda dinas perdagangan di Padang Sidempoean. Ismail
Harahap membuka bisnis di Soerabaja dengan mendirikan apotik di Kaliasin.
Kelak empat
pemuda Tapanoeli asal Padang Sidempoean ini lebih dikenal sebagai berikut:
Ismail Harahap dikenal sebagai ayah Ucok AKA Harahap, pionir musik rock
Indonesia. AKA adalah singkatan dari Apotik Kaliasin; Muslim Harahap dikenal sebagai
tokoh sepak bola di Medan (pernah menjadi ketua PSMS); Djames Harahap yang
telah menjadi kepala BNI Medan dikenal sebagai ayah dari Rinto Harahap dan
Erwin Harahap (dua pendiri grup musik The Mercy’s). Last but not least: Kalisati
Siregar dikenal sebagai ayah dari Hariman Siregar, ketua dewan mahasiswa UI
(tokoh penting Malari 1974 di Jakarta). Dari empat tokoh ini hanya dua orang
yang menyukai musik: Djames Harahap dan Ismail Harahap.
Di
Soerabaja, tentu saja Ismail Harahap kenal dengan Sech Albar sebagai seorang
pemusik. Seperti biasanya seorang pemusik mengenal dunia musik. Apakah ada
persahabatan pemusik junior Ismail Harahap dengan pemusik senior Sech Albar
tidak diketahui secara jelas,
Meski berbeda
umur, Sech Albar dan Ismail Harahap menikah pada tahun yang sama di Soerabaja,
1942. Satu dari putra Sech Albar diberi nama Achmad Albar yang lahir tanggal 16
Juli 1946. Achmad Albar kelak diketahui, sebagaimana Ucok AKA Harahap, juga
adalah seorang pemusik rock. Usia Ucok AKA Harahap dengan Achmad Albar beda
tiga tahun.
Selama
pendudukan militer Jepang bagaimana kehidup Ismail Harahap dan Sech Alatas
tidak begitu jelas. Semua data dan informasi selama pendudukan militer Jepang
tidak ditemukan (lagi) di surat kabar.
Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 mulai muncul berita-berita di
surat kabar. Namun berita sura kabar tidak sebanyak sebelum pendudukan Jepang.
Situasi dan kondisi di Soerabaja cepat berubah menjadi suasana perang (melawan Inggris/Sekutu
dan Belanda/NICA. Ismail Harahap ikut mengungsi ke luar kota untuk membantu Wali
Kota Soerabaja Dr. Radjamin Nasution (sekolah dan lulus sekolah Eropa ELS di
Padang Sidempoean, 1905). Sementara itu Sech Albar tetap berada di dalam kota.
Ketika muncul kembali radio di Soerabaja (yang dikuasai oleh Sekutu/NICA)
penampilan Sech Albar muncul di radio (Radio AFRIS) dengan tetap mengusung
musik gambus. Nama orkes gambusnya tidak lagi mengguinakana nama/merek Sech
Albar tetapi dengan nama baru Alhambra yang mana sebagai penyanyi adalah Sech
Albar (lihat Nieuwe courant, 20-02-1946). Namun setelah kemunculan di radio
tersebut tidak terdeteksi lagi di surat kabar sebagai berita radio nama Sech
Albar dengan orkest gambusnya (Alhambra).
Dari sumber lain
diketahui bahwa Syech Albar telah meninggal di Soerabaja pada tanggal 30
Oktober 1947, Ini berarti Achmad Albar masih kecil ketika ditinggal oleh sang
ayah.
Setelah
perang usai (pengakuan kedaulatan RI), Ismail Harahap kembali ke Surabaya,
tidak menjadi pejabat tetapi lebih memilih untuk membuka usaha apotik yang
diberi nama Apotik Kali Asin. Namun karena
republik Indonesia ingin membuka sekolah farmasi di Surabaya, maka Ismail
Harahap diminta untuk menjadi pengajar di sekolah tersebut. Kepala sekolah yang
ditunjuk adalah Dr. GP Parijs (Belanda), Drs. Gouw Soen Hok, Yap Tjiong Ing dan
Tjoa Siok Tjong. Sekolah farmasi Surabaya tersebut, wisuda pertama pada tanggal
27 Juni 1954 (lihat De vrije pers : ochtendbulletin, 29-06-1954).
Andalas Harahap,
setelah remaja sangat menyukai musik. Karena itu Ismail Harahap membelikan
perangkat alat music kepada Andalas alias Ucok. Ketika Ucok dan kawan-kawan
mendirikan grup musik (1967), nama pop Andalas menjadi Ucok AKA (Ucok Apotik
Kali Asin). Grup musik mereka ini kemudian diberi nama AKA Groep yang mengusung
musik rock.
Siapa Sesungguhnya
Sech Albar?
Satu pertanyaan yang berlum terjawab yang
justru pertanyaan utama adalah siapa sesungguhnya Sech Albar? Kita telah
mengetahui siapa anaknya, yaitu Achmad Albar. Akan tetapi kita tidak/belum
mengetahui siapa ayah Sech Albar (kakek Achmad Albar). Ke dalam pertanyaan ini
yang paling pokok adalah siapa sesungguhnya Sech Albar? Semua tulisan (penulis)
hanya menyebut ayah Achmad Albar adalah Sech Albar, seorang musisi dan penyanyi
gambus.
Sech Albar |
Satu-satunya sumber tertulis yang mendekati
nama kecil Sech Albar adalah sumber surat kabar tahun 1936. Disebutkan orkest
gambus terkenal di Soerabaja yang dipimpin oleh A Albar (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 17-10-1936). Lalu inisial A ini siangkatan dari apa? Cukup banyak
kandidat dalam marga Albar yang memiliki nama kecil yang dimulai dari huruf A,
antara lain: Aloewi, Abdullah, Ali dan Achmad.
Nama Abdullah adalah seorang insinyur, Ir. Abdullah Albar
(lihat De Indische courant, 11-03-1933). Nama Aloewi Albar pada tahun 1922 dan
tahun 1932 berseteru dengan keluarga Baagil (lihat Soerabaijasch handelsblad,
27-09-1932). Achmad Almar seorang pedagang yang pernah mengalami pailit. Ali
Albar adalah yang melakukan pelayaran dengan kapal ss Melchior Treub pada tahun
1927 (lihat De Sumatra post, 18-05-1927).
Sumber lain menyebutkan bahwa Sech Albar
lahir pada tahun 1908 dan hanya bersekolah sampai kelas 3. Sumber lain juga
menyebutkan Sech Albar pada tahun 1921 ke Hadramaut dan baru kembali ke
Indonesia (baca: Hindia Belanda) pada tahun 1926.
Satu-satunya marga Albar yang melakukan perjalanan jauh pada
tahun-tahun terakhir ini diduga hanyalah Ali Albar saja. Ali Albar melakukan
pelayaran dari Batavia dengan menggunakan kapal ss Melchior Treub pada tahun
1927 menuju Amsterdam. Besar dugaan Ali Albar dalam pelayaran ini akan turun di
Suez. Lalu dari Suez dengan menggunakan kapal lain ke Hadramaut? Dalam
pelayaran ini Ali Albar tidak sendiri tetapi diduga dengan Mohamad Ibrahim?
Berdasarkan informasi-informasi tersebut tidak masuk akal Ali Albar pada usia
13 tahun pada tahun 1921 ke Hadramaut. Namun jika Ali Albar berangkat pada
tahun 1927 sangat logis. Selain usianya sudah dewasa umurnya 18 tahun, boleh
jadi setelah mahir bermusik gambus di Soerabaja baru melakukan semacam studi ke
Hadramaut, Jika Ali Albar dianggap berangkat studi musik ke Hadramaut tahun 1927
dan sepulangnya ke Hindia Belanda (baca: Indonesia) sangat mungkin kemahirannya
bermusik gambus sudah mumpuni sehingga layak musiknya disiarkan di radio pada
tahun 1935.
Sementara Sech Albar muncul sebagai musisi di
surat kabar pada tahun 1935 (lihat De Indische courant, 25-07-1935). Sejak
tahun 1935 musik gambus pimpinan Sech Albar atau Ali Albar tidak tergantikan.
Bahkan pemusik gambus dari Batavia Ibrahim dan Alaidroes tidak mampu
menandinginya. Boleh jadi dalam hal ini, teman seperjalanan Ali Albar atau Sech
Albar ke Hadramaut adalah (Mohamad) Ibrahim salah satu pemusik gambus dari
Batavia. Dengan demikian, nama kecil dari Sech Albar diduga kuat adalah Ali (Albar).
Ali Albar dengan Sech Albar Oschestra (piringan hitam) |
Di dalam surat kabar sejaman tidak pernah
ditemukan Ali Albar sebagai penyanyi gambus, yang ada di surat kabar hanyalah Sech
Albar. Nama Ali Albar sebagai penyanyi gambus hanya terdapat pada label gram
plate (piringan hitam). Dengan demikian, sekali lagi, Ali Albar adalah Sech
Albar; atau Sech Albar adalah Ali Albar.
Stambuk Sech Albar
Satu
pertanyaan yang masih tersisa adalah siapa ayah Sech Albar? Pada masa ini tidak
ada yang pernah menyebutnya. Demikian juga pada surat-kabar sejaman di era
kolonial Belanda juga tidak ada keterangan yang menghubungan Sech Albar dengan
nama Albar lainnya yang menjadi ayahnya.
Farida Alhasni |
Sementara
garis Sech Albar ke atas sulit ditelusuri, sebaliknya garis keturunan ke bawah
lebih mudah diketahui, Sech Albar menikah kembali dengan Farida Alhasni. Mereka
memiliki dua anak, satu diantara Achmad Albar (lahir 1946). Sech Albar
meninggal tahun 1947. Farida Alhasni menikah lagi dengan Djamaloedin Malik.
Mereka memiliki anak diantaranya Camelia Malik (lahir 1955).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar