Selasa, 06 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (75): Peta-Peta Indonesia; Sejak Portugis, Kolonial Belanda, Republik Indonesia hingga Era Zaman Now

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Apalah arti peta? Banyak peta-peta yang bisa diakses di internet dalam berbagai versi, bahkan peta-peta zaman kumo juga ada. Namun semua peta-peta itu hanya dipandang sebagai peta saja. Biasa saja. Namun persepsi itu harus diubah. Peta-peta berdasarkan waktu dapat dianggap sebagai fakta dan data yang bisa dianaliis (seperti layaknya data time-series) yang sedikit banyak menggambarkan narasi sejarah Indonesia. Peta-peta yang terkesan biasa saja itu, sebenarnya mengandung fakta dan data seperti halnya prasasti dan candi.

Pembuatan peta pada masa kini sudah sangat maju, termasuk dalam pembuatan peta-peta Indonesia. Namun semua teknik kartografi yang sekarang seakan kadaluarsa karena adanya peta satelit mutakhir seperti googlemap dan googleearth. Peta-peta modern ini masih bisa ditingkatkan maknanya jika kita rajin melihat hasil-hasil rekaman dari udara di Youtube dengan menggunakan drone. Semuanya menjadi tampak nyata. Lantas bagaimana dengan lembar-lembar peta dua dimensi? Jelas masih sangat berguna, tidak untuk kegunaan praktis masa kini, tetapi kegunaan untuk sumber data yang dapat diperbandingkan dengan data peta satelit maupun data video drone. Itulah kegunaan peta apapun versinya, peta-peta yang berasal dari abad yang berbeda. Lalu dimana peta-peta lama tersimpan. Sangat tidak mungkin di program studi sejarah tetapi di program studi geografi padahal program studi sejarah juga membutuhkan.

Lantas bagaimana sejarah peta Indonesia? Seperti disebut di atas, meski pemetaan sudah era satelit (googlemap dan googleearth), lembar-lembar peta dua dimensi baik yang zadul maupun yang modern masih tetap diperlukan. Dalam hal ini sejarah peta Indonesia harus dilihat dalam keperluan kebutuhan menyajikan fakta dan data yang masih dapat dimanfaatkan untuk berbagai analisis. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Peta Jadul: Portugis, VOC dan Hindia Belanda

Sekalipun peta-peta zaman lampau dibuat alakadarnya, tetaplah peta yang berguna untuk membantu penyelidikan sejarah zaman kuno yang menjadi rangkaian tidak terpisahkan dengan zaman Now. Peta-peta tersebut sudah barang tentu dibuat oleh para pelaut zaman kuno dengan hanya mengandalkan matahari dan bintang (karena kompas belum ditemukan). Pada peta-peta itulah dapat diidentifikan nama-nama geografi zaman kuno, seperti nama pulau, nama tempat, nama sungai dan sebagainya. Identifikasi nama geografi inilah yang terpenting jika dibandingkan soal akurasi bentuk peta. Namun satu hal yang perlu diperhatikan ukuran peta seperti identifikasi pulau ada kalanya terkesan dengan bentuk yang sekarang (peta satelit). Namun perbedaan itu haruslah dicermati secara teliti, tidak langsung membandingkan head to head.

Sebelum ada peta digital (peta satelit) seperti yang sekarang, pengembangan peta bersifat akumulatif sejak zaman kuno hinga masa kini. Hanya saja pengembangan peta-peta di Hindia Timur (baca: Indonesia) itu baru terdokumentasi dengan baik dan terus diupdate sejak era kehadiran pelaut0pelaut Eropa yang dimulai Portugsi. Peta-peta sejak era Portugis itu bentuk peta semakin mencapai bentuk aslinya seperti peta masa kini. Sumber peta dari para pelaut-pelaut dan para pedagang-pedagang serta para pelancong dikumpulkan para ahli geografi di Eropa dan para ahli kartografi. Saling bertukar informasi dan proses upgating terus menerus mejadi semakin andal dalam navigasi pelayaran (perdagangan). Pada era VOC dan pada era Pemerintah Hindia Belanda updating peta ini juga diperkaya dengan kegiatan sangaja yang dilakukan oleh tim ekspedisi kelautan yang pada era Pemerintah Hindia Belanda dilakukan oleh angkatan laut. Laporan-loporan pemetaan-pemetaan ini tersu dikomunikasikan dalam jurnal-jurnal (ilmiah) kelautan dan navigasi.

Meski pelaut-pelaut Portugis yang mengawali pembuatan peta-peta Hindia Timur dan dengan sadar menyimpan dan dengan teliti terus memperkayanya (updating), tetapi sesungguhnya ketika pelaut-pelaut Portugis datang tentulah tidak dengan tangan kosong. Pelaut-pelaut Portugis juga telah menyalin peta-pata yang dibuat oleh pelaut-pelaut sebelumnya seperti India, Arab, Persia dan orang Moor. Dalam navigasi pelayaran Portugis pertama ke Hindia Timur, tidak hanya mengandalkan akumlasi peta-peta sebelumnya, juga diketahui mereka masih mengandalkan pelaut-pelaut non-Eropa terutama orang-orang Moor (yang sudah berabad-abad memiliki pengetahuan tentang Hindia Timur).

Pengetahuan pemetaan ini pada dasarnya milik semua bangsa sejak zaman kuno, tidak hanya orang India, Tiongkok, Persia, Arab dan Eropa, juga dimiliki oleh para penduduk asli di Hindia Timur. Sangat naif jika navigasi pelayaran Kerajaan Aru dan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit tidak memiliki peta-peta dalam melakukan perdagangan antara tempat antar pulau. Namun permasalahannya adalah peta-peta itu tidak disimpan atau tersimpan dengan baik, sehingga peta-peta yang digunakan hanya mengacu pada peta-peta terbaru siapa (bangsa) manapun yang membuatnya. Oleh karena itu tidak menyisakan data sejarah dalam bentuk peta (kecuali prasasti dan candi). Yang menyimpan peta-peta ini adalah bangsa-bangsa yang sudah memiliki disiplin (administrasi) keilmuan yang baik seperti Persia. Arab dan Eropa apakah peta-peta itu dianalisis, dinarasikan dalam buku-buku geografi atau menjadi bagian dari narasi sejarah yang mereka tulis. Salah satu ahli yang berkutat dalam soal geografi dan kartografi itu adalah Ptolomeus di Eropa yang pernah tinggal di Alexandria. Ptolomeus yang hidup pada abad ke 2 (96-165 M) pernah menulis (buku) catatan geografi. Tentu saja sumber peta Ptolomeus juga bersumber dari akumuasi peta zaman kuno yang dipekerkayanya dengan sumber-sumber baru seperti berita-berita pelancong, hasil-hasil ekspedisi pelayaran dan sebagainya. Dalam peta-peta Ptolomeus ini sudah diidentifikasi situasi dan kondisi geografi di Hindia Timur dalam catatan geografinya dan juga telah dipetakan dalam peta-peta yang dibuatnya. Dalam hal ini tentu saja sudah begitu banyak yang berubah (updating dan akumulatif dalam peta) sejak era Ptolomeus  abad ke-2 hingga kehadiran pelaut-pelaut Eropa Portugis di Hindia Timur pada awal abad ke-16.

Peta Hindia Timur sebagai bagian dari peta dunia, dalam hal ini tentulah sudah berlakngsung sejak lama (bahkan sejak zaman kuno). Namun diantara peta-peta zaman kuno yang dibuat oleh Ptolomeus pada abad ke-2 sudah teridentifikasi wilayah Hindia Timur. Akan tetapi pada peta-peta itu banyak nama pulau yang belum diidentifikasi dengan baik. Juga penggambarannya dalam peta terkesan tidak meyakinkan. Satu peta yang tersimpan dengan baik adalah peta suatu pulau yang lebih lengkap yang pada awal era navigasi pelayaran Eropa (Portugis) mulai diperdebatkan karena dianggap tidak bersesuaian dengan fakta yang mereka temukan. Peta pulau tersebut adalah peta yang disebut pulau Taprobana.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta Modern: Peta Satelit, Googlemap, Googleearth dan Video Drone

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar