*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini
Pada
masa ini di Indonesia sudah banyak fakultas kedokteran yang terdapat di
berbagai universita. Namun semua itu berawal dari sekolah kedokteran pada era
Hindia Belanda. Sekolah kedokteran dibuka pertama tahun 1851 di Batavia (kini Jakarta).
Dalam perkembangannya sekolah kedokteran pribumi ini bertransformasi ke bentuk
fakultas kedokteran. Dalam garis continuum sejarah inilah lahir dokter-dokter
dan doctor-dokter Indonesia.
Delapan Jurusan Kedokteran Terbaik Indonesia 2022, Daya Tampung Vs Peminat Kompas.com. 20/09/2022. Seleksi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkenal akan persaingannya yang ketat dengan jumlah peminat yang tinggi. Indonesia memiliki kampus dengan jurusan kedokteran yang masuk dalam pemeringkatan Times Higher Education Asia University Rankings 2022. Ranking didasarkan pada semua misi inti terkait pengajaran, penelitian, transfer pengetahuan, dan pandangan internasional. Berikut 8 kampus dengan jurusan kedokteran di Indonesia dan jumlah daya tampung berdasarkan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2022. 1. Universitas Indonesia. 2. Universitas Airlangga. 3. Universitas Gadjah Mada. 4. Universitas Hasanuddin. 5. Universitas Sebelas Maret. 6. Universitas Brawijaya. 7. Universitas Diponegoro. 8. Universitas Padjadjaran. (https://www.kompas.com/)
Lantas bagaimana sejarah sekolah kedokteran pribumi di Batavia dan Docter Djawa School? Seperti disebut fakultas kedokteran di Indonesia berawal dari sekolah kedokteran pada era Hindia Belanda (Docter Djawa School). Sekolah kedokteran adalah garis continuum Dokter dan Doktor Indonesia. Lanlu bagaimana sejarah sekolah kedokteran pribumi di Batavia dan Docter Djawa School? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sekolah Kedokteran Pribumi di Batavia dan Docter Djawa School; Garis Continuum Dokter dan Doktor Indonesia
Setahun setelah beslit kerajaan (Belanda) pendirian sekolah guru untuk pribumi di Djawa, dikeluarkan beslit No. 22 tanggal 2 Januari 1849 tentang penyelenggaraan sekolah kedokteran pribumi di Batavia.
Di dalam beslit itu disebutkan anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah
sebesar f5.400 per tahun dimana sekitar tiga puluh pemuda penduduk Jawa, di
rumah sakit militer negara, akan diberi kesempatan untuk melatih diri mereka
secara gratis untuk profesi medis dan vaksin penduduk pribumi dan untuk
memenuhi tujuan ini lebih disukai memenuhi syarat, orang-orang muda dari
keluarga Jawa yang baik yang dapat membaca dan menulis bahasa Melayu dan lebih
disukai juga bahasa Jawa, memiliki kecenderungan yang baik dan memiliki
keinginan untuk dididik dan setelah empat tahun bersedia untuk ditempatkan
sebagai pemberi vaksinasi, setelah melatih diri mereka sendiri sebanyak mungkin
untuk memberikan bantuan medis kepada populasi di daerah terpencil dan dari
mana mereka berasal. Setahun kemudian pada tahun 1850 dikeluarkan beslit
tanggal 12 Juni 1850 untuk penyelenggaraan sekolah kebidanan untuk perempuan
pribumi yang ditempatkan di belakang rumah sakit militer di Weltevreden. Untuk memulai program sekolah kedokteran ini dilakukan persiapan
dan rekrutmen yang penyelenggaraannya dimulai pada tahun 1851 di rumah sakit
militer di Weltevreden. Kawasan ini sudah beberapa dekade didirikan sekolah
dasar Eropa, sekolah militer dan sekolah-sekolah lain untuk orang Eropa. Di
kawasan ini (bahkan di Batavia dan Weltevreden) belum ada sekolah dasar untuk
pribumi. Sekolah kedokteran pribumi ini adalah sekolah pribumi pertama di
Weltevreden.
Pada tahun 1950 di Batavia didirikan perhimpunan peminat ilmu pengetahuan alam (lihat Algemeen Handelsblad, 27-01-1851). Perhimpunan ini disebutkan menerbitkan jurnal/majalah dalam kontribusi bidang Matematika dan Kimia, Geologi, Mineralogi, Geografi Fisik, Botani, Zoologi dan Anthropologi terutama yang berkaitan dengan Kepulauan Hindia (Indischen Archipel) yang akan memberikan informasi kepada jurnal tentang geografi fisik: fenomena alam, meteorologi, ilmu mineral, kejadian dan keingintahuan dan cara hidup hewan dan tumbuhan, dll. Jurnal ini akan terbit setiap dua bulan.
Adapun pengurus perhimpunan ilmu alam di Hindia Belanda ini antara lain
berikut ini, yang sebagian besar sudah terkenal di bidang ilmu pengetahuan, Dr
P Bleeker; Dr JH Croockewit, Hz; Corn. de Groot, insinyur untuk industri
pertambangan; PJ Maier, apoteker kelas satu di lab kimia di Batavia; P Baron
Melvill van Carnbee, letnan laut kelas pertama; dan Dr CM Schwaner ahli geologi.
Sebagai presiden perhimpunan adalah HDA Smits, letnan laut kelas dua, Dr C
Swaving sebagai seretaris. Anggota kehormatan Teysman dari kebun raya
Buitenzorg. Yang akan menjadi kepala editor jurnal adalah Dr P Bleeker.
Sekolah kedokteran dan sekolah kebidanan tersebut diselenggarakan di rumah sakit militer di Weltevreden. Sekolah semacam ini sudah lama ada di Belanda, suatu sekolah kedokteran yang diselenggarakan rumah sakit militer untuk kebutuhan militer. Sekolah kedokteran di rumah sakit militer Weltevreden, tidak untuk militer, tetapi untuk tujuan epidemic. Dokter-dokter di garnisun militer lulusan Belanda. Tempatnya yang di rumah sakit militer, tetapi pengasuhnya adalah dokter sipil.
Pada tahun 1851 para peserta yang mengikuti sekolah kedokteran di rumah sakit militer Weltevreden dilakukan ujian (lihat Javasche courant, 17-12-1851). Disebutkan pelatihan yang dimulai akhir Januari (1851) dengan materi bidang kedokteran maupun vaksin. Bahasa pengantar bahasa Melayu dengan aksara Latin. Hasil penilaian pada akhir tahun nilai terbaik adalah Saripan dari Soerabaja.
Lalu dalam perkembangannya sekolah kedokteran di Weltevreden yang dipimpin oleh Dr P Beleeker tersebut mulai menerima siswa dari luar Jawa sebagai yang pertama yakni dari Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli. Anehnya sesuai beslit yang ada, sekolah ini adalah secara khusus untuk pemuda di Jawa. Mengapa? Yang pasti para pemimpin di Angkola Mandailing yang meminta yang kemudian didukung oleh Gubernur Pantai Barat Sumatra. Yang berininisiatif dalam hal ini bukan kerajaan Belanda/Pemerintah Hindia Belanda, tetapi para pemimpin local di Angkola Mandailing.
Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en
advertentieblad, 18-01-1855: ‘Batavia, 25 November 1854. Satu permintaan oleh
kepala (pemimpin) Mandailing (Bataklanden) dan didukung oleh Gubernur Sumatra’s
Westkust, beberapa bulan yang lalu, ditetapkan oleh pemerintah, bahwa kedua
anak kepala suku asli terkemuka [di afdeeling Mandailing Angkola], yang telah
menerima pendidikan dasar dibawa untuk akun negara (beasiswa) ke Batavia dan
akan mengikuti pendidikan kedokteran, bedah dan kebidanan. Para pemuda yang
disebut bernama Si Asta dan Si Angan di rumah sakit militer disana (di
Batavia), dua murid ini baru saja tiba melalui pelabuhan Padang disini, dan
akan disertakan di pelatihan perguruan tinggi (kweekschool) dokter pribumi’.
Dua sekolah bidang kesehatan itu telah menunjukkan hasil. Hal serupa juga di sekolah guru di Soerakarta dimana lulusannya telah diangkat menjadi guru. Setelah sekolah dasar pribumi didirikan di berbagai tempat di Hindia Belanda, sejauh ini sudah ada sekolah yang didirikan untuk pribumi untuk persyaratan yang lebih tinggi yakni sekolah guru, sekolah kedokteran dan sekolah kebidanan. Sekolah guru di Soerakarta lama studi empat tahun. Mengapa? Sementara sekolah kedokteran di Weltevreden selama dua tahun. Sedangkan sekolah kebidanan hanya satu tahun. Pada akhir tahun 1855 sekolah kedokteran melakukan ujian akhir kembali.
De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en
advertentieblad, 06-02-1856: ‘Pada tanggal 17 Desember 1855, lima wanita Jawa
ujian kebidanan, yang dilatih di rumah sakit militer di Weltevreden. Mereka
adalah: Rombon dari Pattie (Japara), Maniesem (Banjoemaas), Rubinah dan
Mardipah (Pekalongan) dan Ritna (Tjiamis, Cherihon). Semua menunjukkan
tanda-tanda keterampilan yang cukup untuk diterima di praktik kebidanan.
Semuanya pada tanggal 12 ini, kembali ke rumah mereka untuk mempraktikkan
profesinya. Pada tanggal 21 Desember 1855, delapan siswa dari Jawa
mengikuti ujian sekolah kedokteran di rumah sakit militer di Weltevreden
sebagai dokter djawa. Mereka adalah: Mas Soedjono dari Japara. Radhen Lanang
(Soerakarta). Mas Kartodrono (Tagal), Hadjo-dhi-Kromo (Bagelen), Wiro Widjoijo
(Bagelen), Prawiro Sentono, (Kedirie) Kamiso (Kediri), Mas Soero-dhi-Kromo
(Rembang). Nama yang disebut pertama memberikan banyak dalam penelitian dan
yang lainnya menunjukkan bukti keahlian yang cukup. Nama yang disebut terakhir
meninggal di rumah sakit pada tanggal 13 tahun ini. Para peserta ujian sudah
kembali ke tempat lahir mereka’.
Dalam hal ini orang (pemuda) pribumi sudah ada yang menjadi guru, dokter dan bidan yang dibiayai (beasiswa) oleh pemerintah. Suatu profesi atau jabatan yang sebelum ini belum pernah dimiliki orang pribumi. Profesi kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan penduduk dan profesi guru untuk mencerdaskan penduduk. Kedua jenis bisa profesi ini akan membantu dalam peningkatan produkstivitas penduduk.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Garis Continuum Dokter dan Doktor Indonesia: Docter Djawa School hingga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Setelah sekolah kedokteran di rumah sakit militer di Weltevreden berjalan baik, pemimpin sekolah Dr P Bleeker pernah menyatakan bahwa, sebagai bagian dari perluasan Pendidikan bagi pribumi, sekolah yang diasuhnya dengan melihat perkembangan pencapaian siswa, sekolah kedokteran tersebut dapat dikembangkan sesuai kurikulum di Eropa/Belanda. Atas dasar ii, diduga yang menjadi latar belakang keluarnya keputusan pemerintah 11 Mei 1856 No.3 (sesuai beslit 2 Januari 1849 No.22 dan beslit 5 Juni 1853 No.10 lulusan sekolah kedokteran di Weltevreden diangkat menjadi Dokter Djawa.
Geneeskundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, 1859: ‘Pada tahun 1854, dari bulan April sampai Desember, jumlah siswa baru sebanyak 10 élève, terdiri dari 8 orang Jawa dan 2 orang muda dari (Angkola) Mandhéling (Pantai Barat Sumatra). Dua orang Jawa harus dikirim kembali karena adaptasi terlalu kecil dan sebanyak 8 élève lainnya telah lulus ujian sebagai Dokter Djawa. Para élèves asal Angkola Mandailing, yang bernama Si Asta dan Si Angan, selalu mengungguli rekan-rekan Jawa mereka dari awal hingga akhir kursus. Pada tahun 1855 hanya 5 élèves baru yang diterima di sekolah kedokteran yang mana 2 dari Batavia, 1 dari Kadoe dan 2 dari Menado. Dengan pengecualian elève Djaran dari kampung Poris (Batavia), yang diberhentikan karena kekurangan bakat, para élève ini akan mengikuti ujian pada tahun 1557. Dua Manadores Samuel Ratunbuijsang dan Joseph Woeloer, keduanya Kristen, selalu membedakan diri mereka selama magang dengan semangat dan bakat yang luar biasa. Pada akhir tahun 1856, sebanyak 20 élèves baru diterima, termasuk 6 Jawa, 2 dari Saparoea, 2 dari Amboina, 2 dari Menado, 2 dari Banka, 2 dari Benkoelen, 2 dari Makasar dan 2 dari Angkola Mandailing. Pada akhir tahun itu, sebagian élèves ini telah tiba’.
Sekolah percobaan kedokeran pribumi di Weltevreden telah diakui dan telah bertransformasi menjadi sekolah kedokteran yang mengikuti kurikulum sekolah kedokteran di Belanda (seperti sekolah kedokteran di rumah sakit militer di beberapa kota di Belanda). Sejak 1856 lulusan sekolah kedokteran di Batavia diberi gelar akademk sebagai Dokter Djawa. Dari sinilah starting point garis continuum dokter pribumi di Hindia Belanda. Lulusannya disebut Dokter Djawa, fakta tidak semua dokter djawa adalah orang Jawa. Dokter Djawa pertama non Jawa adalah Si Asta dan Si Angan dari (afdeeling) Angkola Mandailing (residentie) Tapanoeli.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar